cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 26139995     EISSN : 26140179     DOI : -
Core Subject : Social,
Adjudication: Journal of Law for contains a research results and studies in various fields of legal science. Journal adjudication is published 2 (two) times a year in June and December. Journal adjudication has been registered at the Scientific Documentation and Information Center (Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah - PDII) of the Indonesian Institute of Sciences (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia - LIPI) with ISSN Number 2613-9995 (print) and 2614-0179 (online). The manuscript published in the journal of adjudication will be published by Faculty of Law of Universitas Serang Raya, both printed and online through the Open Journal System (OJS) at http://e-jurnal.lppmunsera.org
Arjuna Subject : -
Articles 84 Documents
Jurnalisme Kuning, ‘Lampu Kuning’ Etika Komunikasi Massa Abdul Malik
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v1i2.492

Abstract

Praktik jurnalisme kuning (yellow journalism) di Indonesia telah berlangsung sejak era Demokrasi Liberal dan berlanjut di era Orde Baru seiring dengan kemunculan koran Pos Kota dengan trilogi informasi yang disajikan: kriminalitas, kekerasan dan seksualitas. Pasca diberlakukannya Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, praktik jurnalisme demikian semakin memperlihatkan peningkatan dengan munculnya berbagai media serupa dengan Pos Kota. Pemberitaan yang bombastis penuh sensasi, vulgar, bahkan cenderung sadistis menjadi trend di banyak media. Kondisi yang kemudian juga berlangsung pada media berita online di era milenial saat ini.  Kebebasan pers yang didedikasikan untuk mencapai kemerdekaan pers guna mewujudkan kedaulatan rakyat yang berasaskan demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum, sesuai semangat Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, pada sebagian media dan wartawan lebih bermakna kebebasan tanpa batas dan cenderung keluar dari koridor etis-profetis, sehingga menimbulkan dampak negatif yang tidak kecil bagi masyarakat.
Analisis Formulasi Instrumen Simplifikasi Regulasi menuju Tatanan Hukum yang Terintegrasi Dan Harmonis Ahmad Sururi
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v1i2.493

Abstract

Problem regulasi di Indonesia seperti kualitas yang masih buruk dari segi konten dan substansi, kuantitas regulasi yang tidak terkontrol, tidak adanya kewenangan atau otoritas tunggal pengelola regulasi dan kurangnya pemahaman menjadi penyebab terjadinya disharmonisasi regulasi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskipsikan dan menganalisis bagaimana formulasi Instrumen Simplikasi Regulasi (ISR) menuju tatanan hukum yang terintegrasi dan harmonis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan adalah survei literatur akademis guna memperoleh konsep-konsep dan teori dengan kajian peraturan perundang-undangan. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran berbagai sumber dan literatur yang relevan dengan penelitian yaitu dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti peraturan perundang-undangan, pemberitaan media massa cetak dan elektronik, jurnal dengan pendekatan hukum normatif dan buku-buku atau referensi yang terkait dengan regulasi. Proses analisis dilakukan secara komprehensif dengan tujuan agar hasil intrepretatif dan analisis tersebut bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa reformasi regulasi melalui instrumen simplifikasi regulasi merupakan salah satu opsi yang tepat dalam rangka menciptakan tatanan regulasi yang tertib dan harmonis. Capaian simplifikasi regulasi sejalan dengan arah kebijakan pembangunan bidang regulasi 2015-2019 yaitu mewujudkan sinergitas antara kebijakan dan regulasi agar tercipta sistem regulasi nasional yang sederhana dan tertib dalam rangka mendukung  pembangunan keunggulan komparatif perekonomian yang berbasis sumber daya alam yang tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas serta kemampuan Iptek sehingga simplifikasi regulasi sebagai instrumen reformasi regulasi dapat terwujud secara ideal dalam mendukung proses pembangunan bidang regulasi secara nasional.
Pengisian Jabatan Presiden dan Presidential Threshold dalam Demokrasi Konstitusional di Indonesia Fuqoha Fuqoha
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v1i2.495

Abstract

Pengisian jabatan Presiden dan wakil Presiden merupakan salah satu unsur penting penyelenggaraan negara. Dalam konstitusi dijelaskan bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan adalah Presiden dan dibantu oleh seorang wakil Presiden. Berdasarkan konstitusi negara Indonesia telah diatur mengenai mekanisme pengisian jabatan Presiden dan wakil Presiden. Prinsip konstitusi negara Indonesia atau undang-undang dasar negara Republik Indonesia mengandung prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi memungkinkan setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara yang menjadi hak konstitusional. Pasca amandemen UUD, mekanisme pengisian jabatan Presiden dan wakil Presiden diatur dalam Pasal 6A UUD 1945 yang mengharuskan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan oleh partai politik. Pengaturan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan Presiden diatur melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 dimana ketentuan pencalonan Presiden dan wakil Presiden oleh partai politik diharuskan memenuhi presidential threshold. Adanya ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi konstitusional. Dalam Pasal 6A UUD 1945 bertentangan dengan hak konstitusional setiap orang untuk menggunakan hak mencalonkan diri (the right to be candidate) sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden. Melalui Pasal 222 UU. No.7 Tahun 2017 mengkebiri hak konstitusional partai politik dalam hak mengajukan calon (the right to propose candidate).
Selayang Pandang Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Hikmatullah Hikmatullah
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v1i2.496

Abstract

Terbentuknya hukum Islam (hukum keluarga) yang tertulis, sebenarnya sudah lama menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat muslim. Sejak terbentuknya Peradilan Agama yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum keluarga, rasanya sangat diperlukan adanya hukum kekeluargaan Islam tertulis. Maka munculah gagasan penyusunan Kompilasi Hukum Islam sebagai upaya dalam rangka mencari pola fiqh yang  bersifat khas Indonesia atau fiqh yang bersifat kontekstual. Sejatinyaproses ini telah berlangsung lama sejalan dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia atau paling tidak sejalan dengan kemunculan ide-ide pembaharuan dalam pemikiran hukum Islam Indonesia. Kemunculan KHI di Indonesia dapat dicatat sebagai sebuah prestasi besar yang dicapai umat Islam. Setidaknya dengan adanya KHI itu, maka saat ini di Indonesia tidak akan ditemukan lagi pluralisme Keputusan Peradilan agama, karena kitab yang dijadikan rujukan hakim Peradilan Agama adalah sama. Selain itu fikih yang selama ini tidak positif, telah ditransformasikan menjadi hukum positif yang berlaku dan mengikat seluruh umat Islam Indinesia. Lebih penting dari itu, KHI diharapkan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat Islam Indonesia karena ia digali dari tradisi-tradisi bangsa indonesia. Jadi tidak akan muncul hambatan Psikologis di kalangan umat Islam yang ingin melaksanakan Hukum Islam.
Implikasi Kewarganegaraan Ganda bagi Warga Negara Indonesia Rokilah Rokilah
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v1i2.497

Abstract

Dalam Pasal 28D ayat (4) UUD 1945, dengan tegas dinyatakan bahwa, Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. Pada ketentuan tersebut tidak dinyatakan bahwa setiap orang juga berhak atas satu atau dua kewarganegaraan. Hal yang penting bagi UUD 1945 adalah tidak boleh terjadi keadaan apatride, sedangkan kemungkinan terjadinya bipatride, tidak diharuskan dan juga tidak dilarang. Hal yang penting bagi negara ialah bahwa warga negaranya itu memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga jelas dan tegas hak dan kewajiban setiap warga negara dalam UUD 1945, hal inilah yang membedakan dengan orang asing. Keberadaan penelitian ini dimaksudkan untuk mencari jawaban terhadap  permasalahan: (a) Apakah asas kewarganegaraan yang dianut oleh Negara Indonesia?  (b) Bagaimana implikasi kewarganegaraan ganda bagi warga Negara Indonesia?. Untuk menemukan jawaban permasalahan tersebut ditempuh melalui metode Penelitian Hukum Normatif Empiris, yaitu penelitian yang memperhatikan bahwa hukum bekerja pada segi kaidah/norma/normwissenschaft yaitu perundang-undangan yang berkaitan dengan kewarganegaraan Republik Indonesia, yang tidak terlepas dari unsur sosial/empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)  Indonesia menganut asas kewarganegaraan, yaitu Ius soli, ius sanguinis, asas kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan rangkap terbatas. (2) Hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam UUD 1945, hal tersebut menimbulkan implikasi bahwa warga negara Indonesia yang memiliki status kewarganegaraan ganda juga mempunyai hak, kewajiban dan partisipasi dalam negara yang sama dengan warga negara asli Indonesia, asalkan mereka ketika berusia 18 tahun harus memilih kewarganegaraan Indonesia.
Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Serang Arif Rahman
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2018): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v2i1.573

Abstract

Consumer Dispute Settlement Board (BPSK) , as mentioned in the Rules No. 8 Years 1999 about Consumer Protection (UUPK) which is formed by the government, is the institution that responsible for holding and resolving disputes between consumers and businesses. The basic concept of the establishment of this institution is to handle the disputes between consumers and businesses. BPSK formation is intended to overcome the vagaries of litigation that tends to have long, formal and convoluted process with the alternative dispute resolution outside the court that is based on the principle of fast, simple and low cost. This research was conducted on Consumer Dispute Settlement Board (BPSK) Kota Serang by using normative juridical approach. The author conducted a review of literature regarding consumer protection law and the settlement of consumer disputes according to consumer protection codes which were collected and classified by the record in detail, systematic and focused on literature. Furthermore, the author conducted a descriptive analysis of data, in order to obtain a complete overview of the issues regarding the settlement of consumer disputes at BPSK Kota Serang.The Results of this research conducted by the author suggest a role of BPSK Serang in solving consumer disputes according to the Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection can be resolved in three ways, which are conciliation, mediation and arbitration on the basis of selection and consent of the parties to the dispute. Verdict forms of conciliation methods and mediation are final and binding, without having to request fiat execution to the local court, while the form of the decision taken by arbitration method has to be requested fiat execution to the local Court for the arbitration award to have the executorial power. Additionally, arbitration decision of BPSK council also still has opportunities for the objection to the District Court, counted before passing 14 (fourteen) days after the arbitration decision was notified to the parties , for the party who did not accept the decision of the BPSK’s council.
Kedudukan Anak dari Perkawinan Berbeda Agama menurut Hukum Perkawinan Indonesia Fitria Agustin
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2018): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v2i1.574

Abstract

Article 2 paragraph  (1) of Law Number 1 Year 1974 contains provisions that marriage shall be considered valid if done according to the law of their respective religion and belief. The above provision implies no marriage outside the law of each of his or her religion and belief. Intermarriages between people of different religions will obviously cause problems as a result of the law of their marriage, most of which include the rights and duties of each husband and wife, property in marriage, as well as the position of the child in a marriage relationship. Problems will arise when the child has been born starting from the pattern of upbringing until when the child is adult and ably performs legal acts such as marriage, inheritance, and so forth. This research is intended to get answers to the problems: (1) How the position of the Child from Marriage parents of different religions? 2) How does the child's relationship with her parents' parent if the child chooses a religion differently from both parents? The invention of the answer to this question is pursued by the Empirical Normative Legal Research Method. The law acts as a Norm (Legislation), with due regard to social reality. The results of the study are: (1) The marriage of religious differences according to the Marriage Law is considered invalid as well as the child born of the Marriage. (2) A child born of a different religious marriage only has a nasab with his mother.
Restorative Justice Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan dalam Perspektif Pidana Islam Hasuri Hasuri
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2018): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v2i1.575

Abstract

The settlement of criminal cases by using the punishment method for the perpetrators (retributive) is not effective enaough and it is not become deterrent for the perpetrators but they more expert in doing criminal acts, moreover the perpetrators are children under the age that they are unstable in psychiatric and very easy to imitate the negative behavior gained in jail. Many methods of punishment offered by experts to change conventional punishment methods one of them is using the Restorative Justice, the  concept of punishment is by involving the victim's family efforts not only focus on giving suffering to the perpetrator but also healing the injuries suffered by the victim and the victim's family. This study focuses on the concept of Restorative Justice for children involved in criminal acts of murder in Islamic criminal studies, and find the differences in the application of Restorative Justice in the provision of a positive legal system in Indonesia with Islamic criminal law.
Efektivitas dan Efisiensi Penyelesaian Sengketa Kekayaan Intelektual melalui Arbitrase dan Mediasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Sudjana Sudjana
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2018): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v2i1.598

Abstract

This review discusses the effectiveness and efficiency of dispute resolution of intellectual property through Arbitration compared to Mediation under Law Number 30 of 1999.Approach method used is normative juridical, that is studying national legislation. Specific descriptive analytical research in the sense of describing the issues discussed and analyzed. The research stage is done through literature study to examine the primary law material such as Law Number 30 of  1999 Concerning Arbitration and Alternative Dispute  Resolution. Furthermore, secondary law material is done through expert opinion, and tertiary legal material is digital source (internet). Data collection techniques are conducted through document studies, which are conducted by reviewing documents on intellectual property dispute resolution. Then the method of data analysis is done through normative qualitative, it means to study the problem do not use statistic formula, but starting from the principles of law.The results of the study show that the settlement of intellectual property disputes through Arbitration and  Mediation each has advantages and disadvantages. Mediation is more effective and efficient than Arbitration relating to stakeholder relations, atmosphere, results achieved, and costs. However, in terms of legal certainty, arbitration is more effective because the decision is final and binding. Keywords: Dispute Resolution, Intellectual Property, Arbitration, Mediation.
Penerapan Undang-Undang Kepailitan dalam Menciptakan Iklim Berusaha Yang Sehat Bagi Seluruh Pelaku Usaha Syafrudin Makmur
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2018): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v2i1.599

Abstract

Law Number 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligation (PKPU) is enacted in good faith to protect the rights of creditors who have receivables on the insolvent party, since in general the assets left by the insolvent party is less than the amount of the debt . So that the condition is very potential to cause chaos if the number of creditors more than one, because they each will fight each other to control the assets left behind as compensation for the settlement of receivables, and eventually among the creditors will apply: "who fast/strong he can, and who is slow / weak he bit the finger". With the stipulation of bankruptcy provisions in this law, congruent lenders will no longer fight each other because each will get the compensation of debt repayment proportionally according to the principle of "pari pasu pro rata parte".