cover
Contact Name
Yushak Soesilo
Contact Email
yushak@sttintheos.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.dunamis@sttintheos.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani
ISSN : 25413937     EISSN : 25413945     DOI : -
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani dengan nomor ISSN 2541-3937 (print), ISSN 2541-3945 (online) diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta. Tujuan dari penerbitan jurnal ini adalah untuk mempublikasikan hasil kajian ilmiah dan penelitian dalam bidang ilmu Teologi Kristen, terutama yang bercirikan Injili-Pentakosta, dan bidang Pendidikan Kristiani.
Arjuna Subject : -
Articles 227 Documents
Metafora “Meja Makan” sebagai Upaya Membangun Toleransi di Tengah Kehidupan Masyarakat Indonesia Yang Majemuk Mariani Harmadi
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 4, No 1 (2019): Oktober 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v4i1.193

Abstract

Abstract. The plurality of Indonesian society became a potential conflict that endangers the life of the nation and state if it was not managed properly. For this reason tolerance became an important attitude in living together. This article aimed to review efforts in buliding tolerance in the life of a pluralistic society. Through literature review it was descripted that tolerance could be built through a philosophy rooted in the local culture of Indonesian society. The "dining table" metaphor was an effective strategy in realizing tolerance in a pluralistic society.Abstrak. Kemajemukan masyarakat Indonesia menjadi suatu potensi konflik yang membahayakan keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara apabila tidak dikelola dengan baik. Untuk itu maka toleransi menjadi suatu sikap yang penting dalam kehidupan bersama. Artikel ini bertujuan untuk mengulas upaya membangun toleransi dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Melalui kajian pustaka tergambarkan bahwa toleransi dapat dibangun melalui falsafah yang berakar dari budaya masyarakat Indonesia. Metafora “meja makan” menjadi strategi yang efektif dalam mewujudkan tolerasi di tengah masyarakat yang majemuk.
Pedoman Teori Pedagogis untuk Membaca Teks-teks Kekerasan di dalam Perjanjian Lama Agustinus Setiawidi; Tony Wiyaret Fangidae
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 5, No 2 (2021): April 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v5i2.355

Abstract

Abstract. This article proposes a guideline of pedagogical theory for reading, understanding, and dealing with violent texts in the Old Testament. This guideline is a collaborative construction of readers being able to place themselves as friends of violent texts in the Old Testament. This study was conducted by elaborating Eric Seibert, Jerome Creach, Leo Perdue, and Matthew Schlimm thoughts in Deuteronomy 7:1-11 reading. The result was this guideline encouraged the readers to critically interpret the text with a sense of responsibility, interpret it constructively and ethically, and to reject the violent justification of the text that has the potential to inspire and motivate violence as well.Abstrak. Artikel ini menawarkan suatu pedoman teori pedagogis untuk membaca, memahami, dan menghadapi teks-teks kekerasan di dalam Perjanjian Lama. Pedoman ini merupakan sebuah rancang bangun kolaboratif dari para pembaca Alkitab yang mampu memposisikan diri mereka sebagai sahabat bagi teks-teks kekerasan di dalam Perjanjian Lama. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan mengelaborasikan pemikiran-pemikiran Eric Seibert, Jerome Creach, Leo Perdue, dan Matthew Schlimm untuk membaca teks Ulangan 7:1-11. Hasilnya, pedoman ini memampukan pembaca untuk menginterpretasi teks secara kritis dan bertanggung jawab, secara konstruktif dan etis, sekaligus menolak pembenaran kekerasan dari teks-teks yang berpotensi untuk menginspirasi dan memotivasi kekerasan.
Analisis Kata Murtad dalam Kitab Ibrani 6:4-6 Elkana Chrisna Wijaya
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 2 (2017): April 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v1i2.113

Abstract

The term of  “fall way” in Hebrews 6:4-6 has been debated by theologians in distinguished perspectives. This study aims to describe and analyze the word of apostasy in Hebrews 6:6, so it would give a biblical undestanding, according to both authors’ purpose of writing this book and its first readers. The result of this analysis would give a contribution to pragmatic and theological thought at present time. The conclucion of this study is, that the word of  “fall away” in Hebrews 6:4-6 is not related to salvation at all. That word is closely related to reward, because it mostly refers to a Christian commitment. Thus, in certain point, believer could be in position of  fall away, where that believer keep himself away from living relationship with Jesus the lorf. That situation doesn’t affect believers’ salvation, but the lost of his reward which shall be received before judgement seat of Christ.  Makna kata “murtad” dalam Kitab Ibrani 6:4-6 telah lama diperdebatkan oleh para sarjana Alkitab dalam spektrum teologis yang beragam. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis dan mendeskripsikan kata “murtad” dalam Ibrani 6:6, sehingga menghasilkan pemahaman makna kata yang alkitabiah, yang sesuai dengan maksud penulis kitab Ibrani, serta yang dipahami oleh pembaca pertamanya. Hasil analisis akan memberikan kontribusi pemikiran teologis dan pragmatis pada masa kini. Kesimpulan dari penelitian ini menjelaskan bahwa kata “murtad” dalam Ibrani 6:4-6 sama sekali tidak berhubungan dengan keselamatan. Kata tersebut berhubungan erat dengan upah, karena lebih mengacu kepada komitmen orang Kristen. Dengan demikian, pada situasi atau titik tertentu, orang percaya dapat berada pada posisi “murtad”, bahwa orang tersebut melakukan tindakan menjauhkan diri dari persekutuan yang hidup dengan Tuhan Yesus. Keberadaan tersebut tidak mempengaruhi keselamatan orang percaya, namun berkaitan dengan risiko hilangnya pahala atau upah yang akan diterima orang-orang percaya di hadapan takhta pengadilan Kristus.
Pendidikan Teologi Multikultur: Sebuah Sumbangan Pete Ward Stella Yessy Exlentya Pattipeilohy
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 5, No 1 (2020): Oktober 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v5i1.336

Abstract

Abstract. The task of education is to present Christ in a new way for every generation in its culture. Pete Ward compiled a theological education guide for church renewal using a Liquid Ecclesiology approach as a combination of empirical and theological methods. It is called the empirical method because it is based on a concrete church experience. One such experience is church in the context of a multicultural society. In the multicultural theological education guide, there are five elements, namely contemplation, reflexivity, construction, and expanding fragments and editing expressions. Through a dialogue between the concept of multiculural theological education with the experience in the GPIB church, a new church is presented, namely a friendly, humble, and keep on learning to the world where the church is living.Abstrak. Tugas pendidikan adalah menghadirkan Kristus dengan cara baru bagi setiap generasi di dalam kebudayaannya. Pete Ward menyusun panduan pendidikan teologi untuk pembaruan gereja dengan memakai pendekatan Liquid Ecclesiology sebagai kombinasi antara metode empiris dan teologis. Disebut metode empiris karena berbasiskan pada pengalaman menggereja yang konkret. Salah satu pengalaman itu adalah gereja di konteks masyarakat multikultural. Di dalam panduan pendidikan teologi multikultural itu terdapat lima elemen, yaitu kontemplasi (contemplation), refleksi/perenungan (reflexivity), konstruksi (construction) dan menyusun proposal dan memeriksa tindakan (expanding the fragments and editing expression). Melalui dialog antara konsep pendidikan teologi multikulural dengan pengalaman menggereja GPIB dihadirkan gereja yang baru, yaitu wajah ramah, rendah hati dan terus belajar pada dunia di mana gereja hadir.
Analisis 1 Korintus 14:2-6 Tentang Karunia Berbahasa Roh dan Bernubuat Desti Samarenna
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 2, No 1 (2017): Oktober 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v2i1.128

Abstract

ABSTRACT. The spiritual gifts about speaking in tongue and prophecy are theological issues which getting its dynamics in both Pentecostal and Charismatic. There some frictions resulted disunity churches. This is a research which had  purpose to show a distinguished function and benefit of those two gifts in church service. This research used a method of text analysis on 1 Corinthians 14:2-6 which about those two spiritual gifts, speaking in tongue and prophecy. The results of analysis are: Speaking in tongue is a gift of communicating to God with benefit of self developing, and prophecy is a gift given for stating something from God to people.ABSTRAK. Karunia bahasa roh dan nubuat merupakan isu teologis yang terus mengalami dinamika dalam tubuh Pentakosta maupun Kharismatik. Tidak sedikit terjadi friksi yang mengakibatkan perpecahan. Tujuan penelitian ini adalah menunjukkan perbedaan antara kedua karunia tersebut, termasuk manfaat dan fungsinya dalam ibadah. Artikel ini merupakan penelitian yang menerapkan metode analisis teks, khususnya 1 Korintus 14:2-6 yang membahas tentang penggunaan dua karunia tersebut. Hasil dari pembahasan didapatkan bahwa karunia berbahasa roh merupakan bahasa komunikasi yang dibangun kepada Allah dan berfungsi untuk membangun dirinya sendiri, sementara nubuat merupakan karunia yang diberikan Allah untuk menyatakan sesuatu dari Allah kepada manusia.
Tinjauan Teologis terhadap Wacana Penerapan Hukuman Mati bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Daniel Sutoyo
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 3, No 2 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v3i2.195

Abstract

Abstract. Corruption is a crucial problem as if there was never a solution. The impact of criminal acts of corruption on the state can lead to the misery of its people, can undermine economic growth, can exacerbate poverty and political instability. With the danger caused by the crime of corruption, a discourse emerged on the application of the death penalty for perpetrators of criminal acts of corruption to give a deterrent effect to the perpetrators. However, the discourse was not approved by the human rights activists on the grounds that the death penalty had no connection with deterrent effect, but instead the death penalty had a negative impact on the country. The purpose of this article is to examine the biblical view of the death penalty discourse on corruptors. The research method used to achieve these goals was through literature study and biblical interpretation. The results showed that corruption was a major crime according to the Bible and therefore the death penalty deserves to be applied. Death sentences against corruptors was not on contrary to love, and on the other hand show the holiness of God who does not compromise to sin.Abstrak. Tindak pidana korupsi menjadi masalah krusial yang seolah-olah tidak pernah ada penyelesaiannya. Dampak tindak pidana korupsi bagi negara dapat menimbulkan kesengsaraan rakyatnya, dapat meruntuhkan pertumbuhan ekonomi, dapat memperburuk kemiskinan dan ketidakstabilan politik. Dengan adanya bahaya yang diakibatkan tindak pidana korupsi tersebut, maka muncul wacana penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi untuk memberikan efek jera bagi pelakunya. Namun demikian, wacana tersebut tidak disetujui oleh kelompok pegiat HAM dengan alasan hukuman mati tidak memiliki hubungan dengan kejeraan, tetapi sebaliknya hukuman mati justru berdampak buruk pada negara. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji pandangan Alkitab terhadap wacana hukuman mati terhadap koruptor. Metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui studi pustaka dan tafsiran Alkitab. Hasilnya menunjukkan bahwa korupsi adalah termasuk kejahatan besar menurut Alkitab dan oleh karenanya hukuman mati patut untuk diterapkan. Hukuman mati terahdap koruptor tidak bertentangan dengan kasih, dan malah sebaliknya menunjukkan kekudusan Allah yang tidak berkompromi terhadap dosa.
New Apostolic Reformation dan Pengaruhnya terhadap Eklesiologi Daniel Sutoyo
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 4, No 2 (2020): April 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v4i2.289

Abstract

Abstract. This article aimed to describe the New Apostolic Reformation movement impact in an ecclesiological view. The New Apostolic Reformation movement, also known as the fourth wave of pentecostalism, in its theology looks more radical than the previous wave movement. This movement is a non-denominational and has a big impact to the churches, especially those of Pentecostal-Charismatic. The method used in this study was descriptive analytic using literature studies relating to the movement. Through this study it could be concluded that the New Apostolic Reformation movement has a major influence on church growth because it was believed to offer reformation in the practical ministry of the church.Abstrak. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran pengaruh gerakan New Apostolic Reformation secara eklesiologis. Gerakan New Apostolic Reformation, disebut juga sebagai gelombang keempat pentakostalisme, dalam pokok-pokok ajarannya terlihat lebih radikal dibandingkan dengan gerakan pada gelombang sebelumnya. Gerakan ini bersifat non denominasi dan memberikan pengaruh besar terhadap gereja-gereja, terutama yang beraliran Pentakosta-Karismatik. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan kajian kepustakaan yang berkaitan dengan gerakan tersebut. Melalui kajian ini dapat disimpulkan bahwa gerakan New Apostolic Reformation memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan gereja karena disebut menawarkan reformasi dalam pelayanan praktis gereja.
Persinggungan Agama dan Politik dalam Teror: Menuju Terbentuknya Teologi Spiritualitas Politik dalam Konteks Maraknya Terorisme di Indonesia Paulus Eko Kristianto
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 3, No 1 (2018): Oktober 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v3i1.175

Abstract

Abstract. This article tries to explore the theological model of political spirituality in the context of terrorism in Indonesia. This search is done using the literature study method. In the process, the authors found that each age has a pattern or model of theology of their respective political spirituality. But in the present, by elaborating on the results of literature studies and paying attention to the context of terrorism in Indonesia and the historical journey of theological view of political spirituality in the church, the author shows that we need to pay attention to the five foundations of political spirituality theology, namely to realize a secular faith, promote moral values and political mediation, love justice and peace, serve the public interest, rule through service and love. These five foundations are expected to respond to various terrorism in Indonesia.Abstrak. Artikel ini mencoba menelusuri model teologi spiritualitas politik dalam konteks maraknya terorisme di Indonesia. Penelusuran ini dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Dalam prosesnya, penulis menemukan bahwa setiap zaman memiliki corak atau model berteologi spiritualitas politiknya masing-masing. Namun pada masa sekarang, dengan mengelaborasi hasil studi pustaka dan memperhatikan konteks terorisme di Indonesia serta perjalanan sejarah pandang teologi spiritualitas politik di gereja, penulis menunjukkan kita perlu memperhatikan lima fondasi teologi spiritualitas politik yaitu mewujudkan iman yang sekular, mengusung nilai-nilai moral dan mediasi politik, mencintai keadilan dan perdamaian, mengabdi kepentingan umum, berkuasa melalui pelayanan dan kasih. Kelima fondasi ini diharapkan dapat menanggapi berbagai terorisme di Indonesia.
Aktualisasi Pancasila Berdasarkan Etika Kebajikan Kristiani Paulus Sugeng Widjaja
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 4, No 2 (2020): April 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v4i2.247

Abstract

Abstract. Pancasila is a minimal morality, reiteration of maximal moralities lived by various religious groups in Indonesia. As minimal morality, Pancasila is needed for social solidarity and criticism in the public sphere. Hence all religious groups in Indonesia, including Christians, need to continuously actualize the historical essence of the principles of Pancasila from the faith perspective of the respected religious group. This writing intends to demonstrate the actualization of the principles of Pancasila from the perspective of Virtues Ethics. Through this study it can be concluded that the essence of the Pancasila is not something apart from what Christians believe and live. Pancasila has its resonance in specific Christian virtues of hope, vulnerability, humility, forbearance, and empathy.Abstrak. Pancasila adalah moralitas minimal yang merupakan reiterasi dari berbagai moralitas maksimal yang dimiliki oleh kelompok-kelompok agama yang berbeda-beda di Indonesia. Sebagai moralitas minimal, Pancasila dibutuhkan untuk solidaritas sosial dan kritik sosial di ruang publik. Oleh karena itu semua kelompok umat beragama di Indonesia, termasuk orang-orang Kristen, perlu terus menerus mengaktualisasikan esensi historis sila-sila Pancasila dari perspektif iman masing-masing. Tulisan ini bermaksud menunjukkan aktualisasi sila-sila Pancasila dari sudut pandang Etika Kebajikan. Melalui kajian ini dapat disimpulkan esensi sila-sila Pancasila bukanlah sesuatu yang asing dari apa yang diyakini serta dihidupi orang-orang Kristen. Sila-sila Pancasila mendapatkan resonansinya dalam kebajikan-kebajikan Kristiani yang spesifik, yaitu pengharapan, kerentanan, kerendahan hati, kesabaran sepenanggungan, dan empati.
Pelayanan Pastoral kepada Anggota Keluarga yang Hidup Bersama Orang dengan Demensia Lindung Salomo Pardede
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 5, No 2 (2021): April 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v5i2.426

Abstract

Abstract. People with dementia lose some or all of their memory, so they have to depend on others at all the time. This situation brings about physical exhaustion and emotional distress for the carer. This article aims to offer a pastoral care model to family members living with people with dementia. The problem was studied by using qualitative research methods. Through this study, it was concluded that family pastoral care is an effective way to build understanding among family members about each other's situation and make peace with each family member that is able to reduce the care burden experienced by family members.Abstrak. Orang dengan demensia kehilangan sebagian atau keseluruhan ingatannya sehingga dia harus bergantung kepada orang lain setiap saat. Keadaan ini mengakibatkan kelelahan fisik dan tekanan emosional bagi orang yang merawatnya. Artikel ini bertujuan untuk menawarkan model pelayanan pastoral kepada anggota keluarga yang hidup bersama orang dengan demensia. Permasalahan dalam perawatan dikaji dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Melalui kajian tersebut ditarik kesimpulan bahwa pelayanan pastoral keluarga adalah cara yang efektif untuk membangun ruang bagi anggota keluarga agar dapat saling memahami keadaan dan berdamai dengan setiap anggota keluarga sehingga mengurangi beban perawatan yang dialami anggota keluarga.

Page 1 of 23 | Total Record : 227