cover
Contact Name
Rahmatul Akbar
Contact Email
rahmatulakbar41090@gmail.com
Phone
+6285358268840
Journal Mail Official
-
Editorial Address
A Building, the Family Law Study Program, Shariah and Law Faculty, Ar-raniry State Islamic University Banda Aceh 23111
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
ISSN : 26208075     EISSN : 26208083     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal El-Usrah merupakan jurnal ilmiah berbasis Open Journal System (OJS) yang dibina oleh Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syari`ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Jurnal El-Usrah ini adalah sarana bagi peneliti dan akademisi yang bergelut di bidang hukum keluarga Islam untuk dapat mengembangkan keilmuan dalam rangka mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Jurnal El-Usrah diterbitkan dua kali periode dalam setahun, yaitu periode Januari-Juni dan periode Juli-Desember.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 128 Documents
Korelasi Pemahaman Masyarakat Terhadap Khulū’ dengan Meningkatnya Kasus Perceraian (Studi Kasus Di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh) Edi Darmawijaya; Rizki Amalia
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5570

Abstract

Diantara perkara-perkara perdata yang terdaftar di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, jumlah perkara perceraian menempati urutan tertinggi, yakni pekara permohonan cerai talak dan perkara gugatan perceraian (khulu’). Tentu hal tersebut terjadi karena adanya faktor-faktor tertentu yang memicu keretakan dalam rumah tangga. Berkaitan dengan hal ini, pengetahuan masyarakat terhadap hak-hak isteri di dalam rumah tangga dan kesadaran hukum yang memadai diasumsikan menjadi salah satu pendorong bagi para isteri sehingga berani bertindak secara hukum demi memperjuangkan haknya. Maka dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui tingkat perceraian di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dan korelasinya dengan pemahaman masyarakat terhadap khulu’. Untuk memperoleh jawaban terkait hal-hal tersebut, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian lapangan dan pengumpulan data menggunakan metode wawancara yang berpedoman pada instrumen wawancara. Dalam hal penentuan responden, peneliti menggunakan teknik sampling probabilitas atau dikenal dengan istilah random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun sejak 2014 sampai dengan 2016, jumlah kasus perceraian cerai gugat (khulu’) menempati jumlah yang dominan dibandingkan perkara cerai talak. Beberapa kasus yang telah diproses di Mahkamah Syar’iyah menunjukkan adanya beragam alasan yang menjadi pegangan bagi isteri untuk menuntut khulu’ pada suaminya di persidangan. Diantara alasan-alasan tersebut ialah, tidak dinafkahi lahir dan batin, penelantaran, ketidakpercayaan, tidak berlaku adil, hingga kekerasan fisik maupun mental dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya. Terkait dengan hal ini, inisiatif menggugat perceraian yang dilakukan oleh isteri tidak terlepas dari pemahaman masyarakat tentang kesadaran hukum serta pengetahuan tentang hak dan kewajiban dalam rumah tangga sebagai akibat dari kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan.
Peran Hakam (Juru Damai) dalam Mengatasi Perceraian (Studi Di Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang, Malaysia) Armiadi Armiadi; Muhamad Al-Fattah Bin Abu Bakar
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5563

Abstract

Hakam merupakan suatu istilah perwakilan untuk urusan suami istri atau sering disebut juru damai yang diutus pada saat terjadi perselisihan rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang peran dan upaya hakam (juru damai), kendala-kendala serta efektifitas dibentuknya hakam sebagai juru damai dalam upaya mengurangi angka perceraian di Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang Malaysia. Dalam menyusun artikel ini, penulis menggunakan metode kajian lapangan (field research) dengan menggunakan beberapa teknik yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Data-data yang terkumpul tersebut bersumberkan kepada data primer yaitu data-data yang peneliti peroleh dari lapangan dan data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku, ensiklopedia, dan karya tulisan ilmiah yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti. Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Dalam kajian ini, penulis mendapati bahwa peran hakam (juru damai) adalah mendamaikan atau menjadi penengah antara pasangan suami istri yang sedang bersengketa, dengan cara meneliti dan mencari titik akar permasalahan dengan harapan dapat didamaikan. Hakam (juru damai) berupaya untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab perselisihan atas kebijaksanaan mereka untuk mendapatkan jalan terbaik dalam proses perdamaian. Penulis juga mendapati bahwa adanya kendala-kendala yang timbul dari proses perdamaian tersebut, antaranya adalah tidak ada kerjasama dari para pihak, tidak ada insentif yang diberikan kepada hakam (juru damai), sulit untuk menemukan perwakilan dari pihak yang bersengketa jika pihak yang disengketakan tidak memiliki keluarga, hakam (juru damai) yang saling bertukar atas perintah Mahkamah dan sampai saat ini Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang belum menerbitkan suatu kaidah-kaidah khusus tentang kriteria hakam (juru damai). Adapun peran hakam (juru damai) di dalam mengatasi perceraian di Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang Malaysia masih kurang efektif karena statistik perceraian yang telah dikeluarkan ternyata masih mengalami angka peningkatan.
Kesaksian dalam Talak Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi Soraya Devy; Luthfia Mawaddah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5564

Abstract

Talak merupakan salah satu cara pemutusan hubungan suami yang dilegalkan dalam Islam. Talak dapat dilakukan ketika terjadi keretakan hubungan pernikahan dan tidak mungkin untuk dirajut kembali. Dalam pelaksanaannya, ulama masih berbeda pendapat khususnya keberadaan saksi dalam talak. Penelitian ini secara khusus membahas pemikiran Abu Bakar Jabir Al-Jazairi tentang kesaksian talak. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pendapat, dalil dan metode istinbath hukum Abu Bakar Jabir al-Jazairi tentang kesaksian dalam talak. Cara kerja penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research). Data penelitian dikumpulkan dari berbagai rujukan kepustakaan. Berdasarkan hasil penilitian menunjukkan bahwa menurut al-Jazairi, persaksian dalam talak merupakan suatu keharusan dan disunnahkan dalam Islam, dan talak tanpa saksi tetap dipandang sah. Di sini, al-Jazairī tampak berpendapat bahwa saksi masuk sebagai syarat talak, bukan rukun talak. Mengingat saksi hanya sebagai syarat talak, maka kedudukan hukumnya yaitu harus. Dengan demikian, saksi di sini bisa dikatakan masuk ke dalam syarat tawsiqi, yaitu syarat tambahan. Meskipun tidak ada saksi maka tidak dikatakan haram dan talak tidak dikatakan batal.  Dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan al-Jazairi dalam menetapkan hukum persaksian dalam talak yaitu surat al-Baqarah ayat 283 dan surat al-Ṭalāq ayat 2. Kedua ayat tersebut membicarakan tentang kesaksian. Al-Jazairi memandang ketentuan kesaksian dalam talak sama seperti kesaksian dalam rujuk sebagaimana perintah untuk merujuk dan melepaskan isteri harus dipersaksikan
Perpindahan Wali Nasab Kepada Wali Hakim (Analisis Terhadap Sebab-Sebab ‘Aḍal Wali Pada KUA Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh) Zaiyad Zubaidi; Kamaruzzaman Kamaruzzaman
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5568

Abstract

Perwalian dalam akad nikah merupakan syari’at yang harus dipenuhi. Ketiadaan wali menentukan sah tidaknya pernikahan, sebab wali adalah salah satu rukun nikah. Islam melarang pihak wali enggan untuk menikahkan atau ‘aḍal wali. Terkait ‘aḍal wali, artikel ini berusaha mengungkap permasalahan wali adal di KUA Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Tujuan artikel ini yaitu untuk mengetahui sebab-sebab ‘aḍal wali, langkah yang ditempuh ketika ada ‘aḍal wali, dan mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap ‘aḍal wali di KUA Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Hasil analisa menunjukan bahwa sebab ‘aḍal wali ini yaitu kedua orang tua bercerai dan pihak ayah menolak menikahkan anak sebab rasa benci yang berlebihan, ayah tidak menyetujui pasangan pilihan anak,  calon laki-laki berasal dari keluarga miskin, dan karena tempat tinggal calon suami yang jauh. Langkah yang dilalui oleh pasangan yang ‘aḍal wali yaitu: Pertama, pihak perempuan memberitahukan permasalahan ‘aḍal wali kepada pihak KUA. Kedua, pihak KUA mengutus salah satu delegasi untuk memberikan nasehat kepada orang tua. Ketiga, pihak KUA menunjuk pengganti wali. Pihak KUA dapat menjadi wali nikah setelah sebelumnya pihak perempuan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah untuk ditetapkan wali hakim baginya. Dalam Islam, wali dilarang menolak (‘aḍal) menikahkan tanpa ada alasan yang dibenarkan syara’. Anak perempuan yang tidak mempunyai wali, maka hakim dapat menjadi wali nikah bagi anak tersebut.
Faktor-Faktor Gugurnya Hak Hadhanah Kepada Ibu (Analisis Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang No. 5 Tahun 2004 Ditinjau Menurut Kajian Fiqh) Arifin Abdullah; Siti Nursyafiqah Binti Ismail
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5565

Abstract

Dalam hukum Islam telah ditetapkan bahwa orang yang paling berhak dalam hal hadhanah adalah pihak ibu, karena ibu dipandang lebih mampu untuk merawat, menjaga, mendidik anak dan ibu juga lebih dekat dengan anak ketimbang ayah. Namun, terdapat beberapa beberapa hal yang bisa menyebabkan gugurnya hak hadhanah kepada ibu. Secara khusus penelitian ini, ingin mengkaji faktor-faktor gugurnya hak hadhanah kepada ibu menurut enakmen dan kajian fiqh. Untuk itu, masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana ketentuan Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang tentang gugurnya hak hadhanah dan bagaimana tinjauan fikih terhadap Enakmen No.5 tahun 2004 mengenai hadhanah. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diperolehi bahwa menurut kajian fiqh dan Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang, terdapat persamaan dalam menetapkan hal-hal yang bisa mengugurkan hak ibu sebagai pengasuh anak. Menurut kajian fiqh, hal-hal yang bisa mengugurkan hak ibu adalah jika ibu dengan sengaja pergi tempat yang jauh, jika ibu mengidap penyakit yang merbahaya, dan jika ibu seorang yang fasik atau pengetahuan agamanya kurang dan jika ibu sudah menikah lagi. Dan menurut Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang, terdapat lima hal yang bisa mengugurkan hak ibu sebagai hadhinah. Pertama, jika ibu bernikah dengan seseorang yang bukan mahram anak tersebut. Kedua, jika ia berkelakuan buruk secara keterlaluan dan terbuka. Ketiga, jika ia menukar tempat tinggal dengan tujuan untuk mencegah bapak anak tersebut mengawasinya. Keempat, jika ia murtad. Kelima, jika ia tidak memperdulikan atau menganiaya anak tersebut. Jadi hal-hal ini bisa mengugurkan hak ibu sebagai hadhinah jika ibu dengan sengaja melakukan hal-hal tersebut. Maka dengan ini, dapat disimpulkan bahwa ketetapan enakmen ini mengikuti ketentuan fiqh Islam dan pendapat para ulama mazhab.
Pengaruh Tingginya Uang Hantaran terhadap Penundaan Perkawinan (Studi Kasus Adat Perkawinan di Mukim Pinang Tunggal, Kepala Batas, Pulau Pinang, Malaysia) Ridwan Nurdin; Muhammad Nur Ikram
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5561

Abstract

Uang hantaran adalah uang yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada calon mertua. Uang hantara memiliki dampak negatif. Dampak negatif uang hantaran terlihat ketika ditetapkan pada jumlah yang tinggi pada calon laki-laki yang ekonominya menengah ke bawah dan mempunyai berbagai tanggungan sehingga kesulitan untuk menabung. Tidak sedikit juga pasangan yang ingin mendirikan rumah tangga terpaksa menundakan perkawinan karena tingginya jumlah uang hantaran yang telah ditetapkan dari pihak perempuan. Pertanyaan artikel ini adalah bagaimana pelaksanaan praktek uang hantaran dalam adat perkawinan di Mukim Pinang Tunggal, apakah benar penetapan uang hantaran yang tinggi sangat berpengaruh terhadap penundaan perkawinan di dalam masyarakat tersebut dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap uang hantaran yang menyebabkan penundaan perkawinan. Dengan menggunakan metode penelitian lapangan, peneliti telah mengelompokkan data menjadi dua bentuk, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif ialah data hasil dari angket sedangkan data kualitatif ialah data hasil dari wawancara dan observasi. Kemudian dari data kuantitatif tersebut dibentuklah tabel kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan sedangkan dari data kualitatif tersebut dihubungkan antara satu fakta dengan fakta sejenis kemudian dianalisa dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Hasil penelitian ditemukan bahwa masyarakat Mukim Pinang Tunggal semuanya mempraktekkan pemberian uang hantaran dan penetapannya dengan melihat pendidikan perempuan, pekerjaannya dan kebiasaan jumlah ditetapkan di kampung tersebut serta telah ditemukan delapan buah perkawinan yang tertunda dari tahun 2013 hingga 2017 karena tingginya uang hantaran. Merujuk kepada kaidah-kaidah fiqhiyyah yang telah digunakan dan  melihat kepada dampak-dampak yang timbul dari penetapan uang hantaran yang tinggi serta bertentangnya dengan syarat ‘urf yang sahih bisa disimpulkan bahwa hukum uang hantaran yang tinggi tidak bersesuaian sebagaimana yang seharusnya berlaku. 
Persyaratan Hak ‘Iwadh Khulu’ (Analisa terhadap Pendapat Mazhab Maliki) Ali Abubakar; Maulizawati Maulizawati
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5566

Abstract

Dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu harmonis, suatu ketika bisa saja suami istri berselisih paham dari persoalan yang kecil sampai masalah yang menimbulkan perceraian. Dalam kondisi seperti ini, jika kesalahan fatal datang dari pihak suami, maka istri memiliki hak untuk meminta cerai dari suami (khulu’). Khulu’ adalah berpisahnya suami dari istri dengan memberi ganti yang diambil suami dari istri atau selainnya. ‘iwadh khulu’ merupakan pemberian ganti rugi oleh seorang istri untuk memperoleh talak dari suami. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam artikel ini adalah bagaimana penetapan persayaratan hak ‘iwadh khulu’ menurut pendapat Mazhab Maliki, dan bagaimana dalil serta metode istinbath hukum yang digunakan oleh Mazhab Maliki dalam penetapan keabsahan khulu’. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Reaserach), dengan metode pengumpulan data dari dokumentasi , dan penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Dan sumber data primer yaitu kitab-kitab Imam Malik yang berkenaan dengan ‘iwadh khulu’. Berdasarkan hasil penelitian, menurut Imam Malik khulu’ memiliki dua kemungkinan. Pertama, boleh terjadinya khulu’ tanpa adanya ‘iwadh. Alasan Imam Malik berpendapat seperti ini karena beliau menyamakan khulu’ seperti halnya talak. Kedua, tidak sah khulu’ tanpa adanya ‘iwadh (sesuatu), kecuali si lelaki meniatkan khulu’ istri itu sebagai talak. Serta tidak membolehkan suami mengambil pembayaran khulu’ itu lebih besar dari apa yang diberikan apabila  kesalahan itu datang dari suami,  akan tetapi jika si istri ridha dan tidak merasa berat hati tidak mengapa. Kemudian cara penetapan hukum yang digunakan oleh Imam Malik lebih berfokus pada pola penetapan hukum berdasarkan kepada nash al-Bayan bi al-Qaul yaitu penjelasan melalui sabda Rasulullah SAW atau firman Allah SWT.  Hal ini berdasarkan kepada Hadis yang telah diriwayatkan dari Imam Malik, dan juga Hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Al-Nasaiy dan Ibnu Abbas yaitu perihal Habibah binti Sahal yang mana istrinya tidak lagi ingin bersama suaminya karena khawatir tidak akan dapat menjalankan kewajibannya dan merasa takut akan kufur maka dibolehkan khulu’.
Penetapan Anak Angkat Sebagai Ahli Waris dalam Kajian Fiqih Mawaris (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor 0084/Pdt.P/2016/MS.Bna) Fakhrurrazi M. Yunus; Kadri Khairul
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5569

Abstract

Hukum kewarisan dalam Islam tentang pengangkatan anak tidak membawa pengaruh apapun terhadap status kewarisan anak tersebut karena tidak ada hubungan nasab antara keduanya. Namun dalam prakteknya, ditemukan penetapan di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 0084/Pdt.P/2016/MS.Bna yang menetapkan anak angkat sebagai salah seorang ahli waris. Kajian ini ingin melihat bagaimana proses penetapan terhadap anak angkat sebagai ahli waris di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menetapkan anak angkat sebagai ahli waris, dan bagaimana tinjauan hukum fiqih mawaris terhadap penetapan anak angkat sebagai ahli waris di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan sebuah kajian melalui pendekatan yuridis empiris dan menggunakan metode pengumpulan data lapangan yang dipadukan dengan metode pengumpulan data kepustakaan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Hasilnya adalah proses penetapan anak angkat sebagai ahli waris dalam penetapan Nomor 0084/Pdt.P/2016/MS.Bna di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh diselesaikan dalam beberapa tahapan, yakni diawali dengan pendaftaran dan registrasi perkara, pembacaan surat permohonan oleh hakim, para pemohon memberikan keterangan di persidangan berkaitan dengan dalil-dalil permohonan, tahapan pembuktian, tahapan permusyawaratan majelis hakim, dan pembacaan penetapan. Adapun pertimbangan Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam menetapkan anak angkat sebagai ahli waris didasarkan kepada Pasal 171 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam dan pemeriksaan silsilah keluarga para pemohon untuk menentukan hubungan status kewarisan para pemohon terhadap termohon yang membuktikan bahwa anak angkat tersebut sebenarnya merupakan anak dari saudari perempuan pewaris yang telah meninggal dunia lebih dahulu. Dalam tinjauan fikih mawaris penetapan anak angkat sebagai ahli waris di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dipandang tidak melanggar ketentuan hukum kewarisan Islam dan digolongkan dalam kasus kalalah.
Adat Pernikahan dan Nilai-Nilai Islami dalam Masyarakat Aceh Menurut Hukum Islam Sri Astuti A. Samad; Munawwarah Munawwarah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 3, No 2 (2020): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v3i2.7716

Abstract

Kajian ini membahas tentang adat pernikahan dan nilai-nilai Islami dalam masyarakat Aceh menurut hukum Islam. Sebagaimana diketahui bahwa antara adat dan agama di Aceh tidak dapat dipisahkan, adat bersandar pada agama, sedangkan agama terinternalisasi dalam bentuk budaya dan tradisi masyarakat. Termasuk pernikahan yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam adat masyarakat di Nusantara termasuk di Aceh. Penelitian ini merupakan kajian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis yang menggunakan literatur dan kepustakaan sebagai obyek kajian. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa adat pernikahan dalam masyarakat Aceh sarat dengan nilai-nilai Islami, misalnya; ketaatan kepada Allah dan Rasul, kebersamaan dan persaudaraan, tolong menolong, tanggungjawab baik orang tua maupun perangkat gampong. Jika dilihat dari aspek hukum Islam, maka adat pernikahan masyarakat Aceh tidak bertentangan atau sesuai dengan hukum Islam. , justru adat memperkuat hukum Islam melalui sosialisasi kepada masyarakat tanpa proses adat ini, masyarakat dikhawatirkan akan memilih nilai-nilai alih yang bertentangan dengan adat dan nilai masyarakat Aceh.
Ketidakadilan Suami yang Berpoligami dalam Memberi Nafkah Sebagai Alasan Cerai Gugat (Analisa Putusan Mahkamah Syariah Bentong Pahang Nomor Kasus Mal No.04300-076-0217) Nasaiy Aziz; Nor Syahida Binti Ahmad Ramlan
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 2 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i2.7637

Abstract

Ketidakadilan suami yang berpoligami dalam memberi nafkah adalah salah satu macam permasalahan dari ketentuan hukum Islam terhadap ketidakadilan suami dalam berpoligami dan bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Syariah Bentong Pahang dalam memutuskan perkara cerai gugat Kasus Mal Nomor 04300-076-0217 tentang ketidakadilan suami dalam berpoligami sebagai alasan cerai gugat. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kajian pustaka dengan sumber sekunder yaitu putusan hakim yang berkaitan secara langsung bertempat di Mahkamah Syariah Bentong, Pahang. Manakala sumber primer yaitu sumber yang mampu atau dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat perbahasan data yang diambil penulis dalam skripsi ini adalah buku-buku standard, kitab-kitab dalil dan hadist, al-Quran dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pandangan hakim dalam memutuskan perkara Ketidakadilan Suami yang berpoligami antaranya adalah tergugat telah lalai dalam pemberian nafkah kepada penggugat dan anak-anak, tergugat tidak adil dalam berpoligami dan tergugat tidak menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang suami berdasarkan dalil-dalil Hukum Syarak dan Undang-Undang Keluarga Islam maka, Mahkamah mengabulkan permintaan tergugat. Oleh karena itu, seorang laki-laki yang poligami harus adil dalam materi atau lahiriah, karena untuk hal tersebut dapat dikelola dengan baik dan normal oleh suami yang poligami, seperti pengaturan nafkah lahiriah, yakni kebutuhan sandang, pangan, papan, termasuk pengaturan waktu gilir.

Page 1 of 13 | Total Record : 128