cover
Contact Name
Yusuf Rahman
Contact Email
ushuluna@uinjkt.ac.id
Phone
+628128340778
Journal Mail Official
ushuluna@uinjkt.ac.id
Editorial Address
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Tangerang Selatan
Location
Kota tangerang selatan,
Banten
INDONESIA
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin
ISSN : 24609692     EISSN : 2721754X     DOI : 10.15408
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin is a journal published by the Faculty of Ushuluddin Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. The journal is published twice annually (June and December) and consists of articles on Qur’anic studies and interpretation, hadith and Prophetic tradition, religious studies, and mysticism.
Articles 111 Documents
KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM: PERDEBATAN ANTARA MAZHAB RASIONAL DAN TRADISIONAL ISLAM Reynaldi Adi Surya
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 5 No. 1 June 2019
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (741.551 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v1i1.15329

Abstract

Reason has an important and vital meaning in human life. It's not wrong if it says about what makes human survive and expand their culture along with their amazing civilization. in moslem, reason also recognized as one of god's greatest creation, but in moslem's intellectual tradition, scholars and highbrows argue about what mind actually means and the extent role of reason spiritually. Moslem philosophers and fuqaha ahl ra'y stick up with reason as the source of knowledge and references within life and religions problem, however hadith expert and the one who stick to literal tradition assume that mind's role is very limited in religions problem, some even think that reason is not permitted to play in religion realm. Up until this moment, classic debate about reason and human rational capability are still being debated, especially in religion realm. writer tried as much as possible to redescribe those controversy shortly in this article.
Cara Pandang Baru Atas Pekerjaan (Sebuah Penafsiran Al-Qur’an Terhadap Kata Fa’ala) Ali Thaufan Dwi Saputra
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 2 No. 1 June 2016
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.368 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v2i1.15175

Abstract

Bekerja (melakukan pekerjaan) sering kali dimaknai sebagai aktivitas yang mendapat balasan, upah atau gaji. Bagi masyarakat modern, bekerja (melakukan pekerjaan) selalu dikaitkan dengan berapa balasan upah dan gaji yang didapat atas sebuah pekerjaan. Dalam al-Qur’an, pekerjaan disebutkan dengan menggunakan beberapa kata, antara lain: fa’ala, kasaba, ‘amila. Tulisan ini berupaya menjelaskan  kata “bekerja” dalam al-Qur'an yang menggunakan kata fa'ala. Untuk itu, penulis melakukan penelusuran kata fa’ala dan sekaligus membaca konteks kata tersebut dalam suatu ayat. Guna mendapat pemahaman mendalam, penulis merujuk beberapa kitab tafsir. melalui pembacaan kata fa’ala dalam alQur’an, penulis berkesimpulan bahwa: balasan yang didapatkan oleh orang yang melakukan sebuah pekerjaan, tidak selalu dalam bentuk materi. Dalam banyak ayat dalam alQur’an, balasan atas sebuah pekerjaan –baik perbuatan buruk atau baik- akan diganjar Tuhan diakhirat kelak. Dan, balasan tersebut bukan dalam bentuk materi, tetapi nikmat Tuhan yang tidak tertandingi. Inilah cara pandang baru untuk memaknai sebuah pekerjaan.
HADIS MATERI PENDIDIKAN Aini Indah Dwi Cahyani
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 1 No. 2 December 2015
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (852.09 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v1i2.15164

Abstract

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang. Terdapat beberapa materi pendidikan yang sangat penting untuk diajarkan kepada peserta didik. Materi-materi tersebut di antaranya adalah pendidikan akidah, Al-Qur’an, fiqih, ibadah, dan keterampilan.
A History Of Concept Sunnah (Rekonstruksi Pemahaman Sunnah di Tinjau dari Segi Sejarah) Rino Ardiansyah
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 3 No. 2 December 2017
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.356 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v3i2.15197

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan pandangan sunnah yang berasal dari tradisi masyarakat Pra-Islam sampai kepada pasca-Imam asy-Syâfî‟i. Peralihan perkembangan definisi sunnah yang terjadi pasca kemunculan Islam, terjadi kare3na perubahan contoh serta pelembagaan yang ditiru masyarakat Arab pasca-Islam. Meskipun terjadi peralihan contoh dari fase sebelumnya, akan tetapi ada beberapa tradisi masyarakat Arab pra-Islam yang tetap di adopsi dan contoh oleh Nabi Saw. Sunnah kemudian bertranformasi menjadi ijtihad para sahabat. Fase ini yang kemudian menyebabkan sunnah menjadi rujukan kreatif pada masa setelahnya. “sunnah yang hidup" kemudian muncul sebagai slogan yang di promosikan oleh pemikiran para Imam madzhab awal. Mereka merujuk kepada tradisi yang di verifikasi secara turun menurun dari masa sahabat. Kelemahannya, mereka mengabaikan hadis Ahad yang kemudian di kritisi langsung oleh Imam asy-Syâfî‟i. Menurut pemikiran Syâfî‟I, sunnah yang hidup merupakan sunnah yang datangnya dari Nabi Saw. bukan sebuah hasil dari Ijtihad. Dalam tulisan ini, asy-Syâfî‟I juga menguraikan jawaban atas tuduhannya terhadap pengabaian hadis-hadis Ahad. Sehingga pada periode setelahnya sunnah tidak lagi diperdebatkan seperti yang telah terjadi pada masa sebelumnya.
KONVERSI AGAMA DALAM MASYARAKAT PLURAL: UPAYA MEREKAT PERSAUDARAAN ANTARUMAT BERAGAMA DI INDONESIA Lukita Fahriana; Lufaefi Lufaefi
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 4 No. 2 December 2018
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (747.864 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v1i2.15331

Abstract

Indonesia is a country that is inhabited by various religious adherents. Not a little diversity that led to conflicts. One of the factors arising from the conflict is because of the conversion of religions, especially if done by people of Islam who moved to other religion in overt. Conversion is seen as apostasy, the consequence of which is sin and must be killed. In the conversion of religion, change or is not merely due to matters of belief, or degrading religion, but many factors cause it, such as environmental factors, social relations, psychology, and even because the factor of Divine guidance. In a pluralistic society, the existence of religious conversion can glue brotherhood between religious communities. Therefore, the conversion of religion can shape one's thoughts to accept and appreciate the religion of others more openly in many perspectives.
Jalan Menuju yang Ilahi Mistisisme dalam Agama-Agama Zaenal Muttaqin
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 3 No. 1 June 2017
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.158 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v3i1.15223

Abstract

Tulisan ini hendak mengurai definisi dan karakteristik mistisisme sebagai jalan menuju keintiman dan kebersatuan dengan Yang Ilahi. Sebagai jalan menuju yang ilahi, mistisisme didefinisikan sebagai proses yang tak bisa dinalar (irrational) dan tak terjelaskan dalam narasi deskriptif. Karena itulah, pengetahuan mistisisme juga lebih bersifat intuitif, bukan diskursif. Sebab berbeda dengan pengetahuan diskursif yang didapat melalui proses penalaran ilmiah, pengetahuan mistisisme merupakan pengetahuan yang didapat melalui laku spiritual sehingga karenanya ia bersifat personal dan partikular.Selain itu, sebagai jalan menuju keintiman dengan yang ilahi, artikel ini memotret bagaimana refleksi mistisisme berlangsung dalam tiga agama semitik, Yahudi, Kristen, dan Islam.
AYAT-AYAT TASYBĪH DALAM KITAB LAṬĀ’IF AL-ISYĀRĀT Naryono Naryono
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 5 No. 2 December 2019
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1001.766 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v1i2.15345

Abstract

This study examines the verses of tasybīh according to ‘Abd al-Karīm al-Qusyairī such as ‘Arsy Allāh, Yad Allāh, and Wajh Allāh. The question that will be discussed is how al-Qusyairī interprets the verses of tasybīh in Laṭā’if al-Isyārāt. To get maximum results, the authors use descriptive-analytical methods, data are collected and compiled then analyzed. The primary source in this study is Laṭā’if al-Isyārāt, by ‘Abd al-Karīm al-Qusyairī. The secondary sources are the books of al-Qusyairī such as Risālah al-Qusyairīyah, Tartib al-Sulūk, Arba’ Rasā’il fī al-Taṣawuf. The results of this study indicate that 'Arsy according to al-Qusyairī is divided into two, namely: 'Arsy al-Samā' (where Allah resides) and 'Arsy Rahmān ('Arsy earth) located in the hearts of the ahl al-Tauhid (people those who insult Allah), whereas for the words Yad Allāh, and Wajh Allāh are ordained with the power held by Allah.
PEMAHAMAN HADIS TENTANG PEREMPUAN MENURUT KHALED ABOU EL FADL Achmad Baiquni
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 2 No. 2 December 2016
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.769 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v2i2.15184

Abstract

Sebagian besar wacana keislaman yang populer di kalangan umat muslim serta wacana yang sering pula disampaikan oleh para da’i dan pemfatwa di hampir seluruh Negara muslim relatif telah menepatkan perempuan sebagai penduduk kelas dua. Wacana seperti ini termaktub dalam alQur’an dan hadis sehingga kedua sumber ini terkesan bias jender. Dalam memahami kedua sumber tersebut para sarjana Muslim mengunakan berbagai pendekatan tekstual dan  kontekstual. Khaled Abuo El Fadl yang dikenal sebagai pemikir yang awalnya konserfatif kemudian menjadi liberal, hadir sebagai pengagas pendekatan kontekstual dalam memahami hadis-hadis yang dinilai bias gender. Namun gasasannya berbeda dengan para sarjana muslim umumnya, ia berani mengatakan jika hadis dinilai bersebrangan dengan perinsip moral kemanusiaan, maka hadis tersebut tidak layak untuk dijadikan sandaran ataupun hujah.  Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menganalisis hadis tersebut Khaled mengunakan beberapa pendekatan yaitu analisis subtansi hadis dan konsekuensi moral dan sosial hadis. Penelitian ini meperoleh kesimpulan bahwa hadis-hadis yang dinilai tidak mengandung konsekuensi moral dan sosial serta banyak merendahkan perempuan, bagi Khaled hadis semacam ini belum bisa dijadikan sandaran dan ia belum bisa mempercayai kalau hadis tersebut bersumber dari Nabi Saw. Penelitian ini merupakan library research (studi kepustakaan) dengan mengunakan metode diskriptif-analitis yaitu dengan  meneliti pemahaman Abou El Fadl terhadap hadis-hadis tentang perempuan yang sering kali dijadikadikan fatwa oleh beberapa kalangan,
DEKONSTRUKSI FILSAFAT PERADABAN SIR MUHAMMAD IQBAL Ammar Fauzi
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 5 No. 1 June 2019
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.843 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v1i1.15334

Abstract

This paper tries to construct the philosophy of Iqbal's civilization thought by using the theory of four causes of Aristotle. It is concluded that the steps to achieve the philosophy of superior civilization are first, the actor of civilization must recognize themselves (Khudi). Achievement of Khudi means he has met with God, after that the actor of civilization must return to nature to fuse (absence) with the community, manage nature with the principles of divinity (bi-Khudi). Then civilization actors dialectic with history to determine the prototype of civilization. From the dialectical results, then it is chosen the era of the prophet who has the characteristics of civilization across regions and races, and not based on blood.
Konsep Manusia Sempurna Perspektif Seyyed Hossein Nasr Zubaidillah Zubaidillah
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin | Vol. 1 No. 2 December 2015
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.148 KB) | DOI: 10.15408/ushuluna.v1i2.15156

Abstract

Manusia sebagai salah satu makhluk yang ada di alam jagad raya ini memang tidak pernah hilang kemenarikannya untuk dibicarakan.  Mulai dari  keragaman  dimensi  serta  aspek-aspek  fundamental sebagai perolehan dalam dirinya yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lain, menjadikannya sebagai makhluk yang unik dan menarik. Dengan menggunakan salah satu dari keragaman dimensi yang ia miliki, ia mampu berhubungan dengan yang sakral, serta dengan akalnya sebagai salah satu aspek fundamental dalam dirinya mampu berkembang dan berinovasi sesuai kemauan yang diinginkan. Dari sini   tampak   terlihat   bahwa   manusia   memiliki   kehendak   bebas   dalam menggunakan kemampuan yang ia miliki seperti akal, ilmu pengetahuan, dan lain- lainnya sebagai produk dari kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Karena itu, agar kemampuan yang mereka miliki tidak berkehendak bebas tanpa batas, maka perlu adanya kendali dan kontrol supaya kemampuan tersebut tidak menjadi liar dan membabi buta baik terhadap alam dalam bentuk eksploitasi, atau bahkan sampai pada pembantaian terhadap sesama manusia. Kesadaran  manusia  mengenai  yang  sakral  melalui  salah  satu  dimensi dalam dirinya penting untuk hadir di sini agar kemampuan yang dimiliki oleh manusia dapat berjalan sinergis dengan kepentingan kelestarian alam dan kemaslahatan umat manusia. Karena dengan kesadaran yang demikian, manusia mampu mengendalikan kemampuan yang ia miliki. Bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah berawal dan berhubungan dengan yang sakral, termasuk alam semesta dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.

Page 1 of 12 | Total Record : 111