cover
Contact Name
Agus Sumpena
Contact Email
agus.sumpena@unpad.ac.id
Phone
+6281313026767
Journal Mail Official
poros.hukum@unpad.ac.id
Editorial Address
Redaksi Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Program Studi Magister Ilmu Hukum JL. Banda No 42 Bandung 40112 Email: poros.hukum@unpad.ac.id
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran
ISSN : 27157202     EISSN : 27159418     DOI : https://doi.org/10.23920/jphp
Core Subject : Social,
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran (JPHP) publishes peer-reviewed public and private law articles from scholars, policy makers, and legal practitioners. The majority parts of the journal focus on national related issues; other parts focus on comparative and transnational law issues, to stand on Indonesian perspective to global problem. JPHP publishes its content in Bahasa Indonesia as most of the readers and authors will relatively be more familiar with the use legal terminology and avoid some misunderstanding because of the translation to other languages. Nevertheless, we particularly do welcome articles written in English for comparative and transnational law manuscripts due to practicability for expanding reach access to non-Indonesian readers. the openly access journal is managed and prepared by academician and supporting staffs of the Magister of Laws Faculty of Law Universitas Padjadjaran to contribute to positive changes in law. This journal is available in print and online and highly respects the publication ethic and avoids any type of plagiarism.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 88 Documents
JUAL BELI RUMAH DINAS PT. PLN (PERSERO) DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Henggar Prasetyo; R Kartikasari; Yani Pujiwati
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 2 No. 1 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v2i1.42

Abstract

ABSTRAKPenghuni sebagai pembeli perlu memperoleh kepastian atas penyerahan hak milik rumah dinas sebagai kewajiban PT PLN (Persero) berdasarkan perjanjian sewa beli. Hal tersebut karena telah disepakati dalam perjanjian sewa beli dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan bahwa hak milik rumah dinas wajib diserahkan setelah harga dibayar oleh penghuni kepada PT PLN (Persero. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan jual beli rumah dinas milik PT PLN (Persero) dihubungkan dengan asas kepastian hukum? dan Bagaimana perlindungan bagi pembeli atas penyerahan hak milik rumah dinas PT PLN (Persero) dihubungkan dengan asas kepastian hukum? Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Data-data dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Di dalam penelitian ini digunakan analisa data dilaksanakan dengan metode normatif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli rumah dinas dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat berdasarkan perundang-undangan. Pembeli PT PLN (Persero) memiliki jaminan kepastian penyerahan hak milik berdasarkan alas hak yang timbul dengan telah dilaksanakannya pembayaran harga rumah dinas. Kata kunci: jual beli; kepastian hukum; rumah dinas ABSTRACTLegal occupants as buyers need to obtain certainty over the transfer of ownership rights to the official residence as an obligation of PT PLN (Persero) based on the lease and purchase agreement. This is because it has been agreed in the lease and purchase agreement and has been regulated in the laws and regulations that the property rights of the official residence must be submitted after the price is paid by the legal occupants to PT PLN (Persero. Based on these things, the following problems can be identified: How the implementation of the sale and purchase of official houses owned by PT PLN (Persero) is connected with the principle of legal certainty? and How is the protection for buyers of the transfer of property rights to the official residence of PT PLN (Persero) related to the principle of legal certainty? This research is a descriptive-analytical study with a normative juridical approach. The data in this study are in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials. In this study, data analysis is carried out using a qualitative normative method. The results show that the sale and purchase of official houses are carried out based on agreements made based on legislation. PT PLN (Persero) has a guarantee of certainty of transfer of ownership rights based on rights arising from the payment of official housing prices. Keywords: legal certainty; sales; official residence
PERSPEKTIF PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Agus Mulya Karsona; Sherly Ayuna Putri; Etty Mulyati; R. Kartikasari
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 2 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v1i2.225

Abstract

ABSTRAKHubungan industrial yang merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan antara kedua belah pihak. Sehubungan dengan itu perangkat Undang-Undang penyelesaian perselisihan perburuhan sangat diperlukan. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial yang menggantikan kedudukan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan ditandai dengan adanya perubahan mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan dimaksudkan agar proses penyelesaian perselisihan dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, adil dan murah seiring dengan perkembangan era industrialisasi dan ilmu pengetahuan. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial perlu dilaksanakan secara cepat, karena berkaitan dengan proses produksi dan terciptanya hubungan industrial yang harmonis dalam suatu hubungan kerja. Dalam rangka menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) perlu dipersiapkan Pengadilan Hubungan Industrial yang mampu menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan yang timbul di era globalisasi. Permasalahan yang timbul adalah sejauh mana prospek dan kesiapan PHI dalam menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan secara global di era MEA.Kata kunci: ketenagakerjaan; globalisasi; pengadilan; sengketa.ABSTRACTIndustrial relations that are a relationship of interest between workers and entrepreneurs, potentially cause disagreements, even disputes between the two parties. In connection with the device the settlement law of labor disputes is indispensable. Industrial relations disputes are disagreements that result in conflicts between entrepreneurs or joint entrepreneurs with workers/laborers or trade unions/unions due to disputes over rights, conflicts of interest, disputes of termination of employment and disputes between trade unions/unions in one company. The existence of the Industrial Relations Court which replaces the position of the Labour Dispute Resolution Committee is characterized by the change of the labor dispute resolution mechanism intended for the dispute resolution process to be implemented quickly, precisely, fairly and with cheap as the era of industrialization and science. The Industrial Relations Court (PHI) is a special court formed in an area of the District Court which is authorized to examine, prosecute and give judgment against Industrial relations disputes. Settlement of industrial relations disputes needs to be implemented quickly, because it relates to the production process and the creation of a harmonious industrial relations in a working relationship. In order to face the ASEAN Economic Community era (MEA), the Industrial relations Court has been prepared to settle employment disputes arising in the globalization era. The problem arises is the extent of the prospect and readiness of PHI in resolving employment disputes globally in the MEA era.Keywords: employment; globalization; court; dispute.
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DIIKAT DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN EASE OF DOING BUSINESS (EODB) DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM Nadhilah Mustika; Dewi Kania Sugiharti; Purnama Trisnamansyah
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 2 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v1i2.231

Abstract

ABSTRAK Salah satu komponen penilaian yang dapat mempengaruhi indeks kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) dalam proses pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah pembayaran pajak. Namun ketentuan pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diatur di dalam PP No. 34 Tahun 2016 menyebabkan perubahan waktu terutang dan berpotensi menghambat kegiatan bisnis properti yang dilakukan oleh pengembang. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan urgensi pemerintah dalam menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/ Bangunan yang diikat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dan sebagai sarana mempercepat pemasukan negara. Pengenaan PPh dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang masih diikat dalam PPJB Bertahap tidak mencerminkan asas kesederhanaan dalam pemungutan pajak dan merupakan suatu penyimpangan norma perpajakan yang menimbulkan ketidakpastian hukum, yaitu bagi pengembang selaku pelaku usaha. Kata kunci: Pajak Penghasilan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), EoDB, Kepastian Hukum ABSTRACT One component of the assessment that can affect the Ease of Doing Business (EoDB) index in the process of transferring rights to land and / or buildings is tax payment. However, the income tax provisions on the transfer of rights to land and / or buildings as stipulated in PP No. 34 of 2016 cause changes in the time owed and potentially hamper property business activities carried out by developers. This research is analytical descriptive using normative juridical approach. The results of the study indicate the urgency of the government in determining the imposition of Income Tax (PPh) on the Transfer of Land and Building Rights that are bound in Sales and Purchase Agreement (PPJB) is to prevent tax avoidance and as a means of accelerating state revenue. Imposition of Income Tax in the transfer of rights to land and / or buildings that are still bound in Gradual PPJB does not reflect the principle of simplicity in tax collection and is a deviation of tax norms that cause legal uncertainty, for developers as business actors. Keywords : Income Tax, Sales and Purchase Agreement (PPJB), EoDB, Legal Certainty
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN YAYASAN PENDIDIKAN DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL Dewi Kania Sugiharti; Faqih Lutfi; Holyness N. Singadimedja
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 2 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v1i2.233

Abstract

ABSTRAK Yayasan pendidikan merupakan lembaga yang berada di luar pemerintahan dan bersifat non profit oriented, turut terlibat aktif dalam upaya pengembangan pendidikan di Indonesia. UU PDRD memberi kesempatan bagi yayasan pendidikan untuk mendapatkan pengecualian pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Permasalahan muncul di Kota Bandung setelah adanya kebijakan pengalihan pajak pusat ke daerah dengan pemungutan PBB-P2 terhadap yayasan pendidikan. Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Data dalam penelitian ini merupakan kombinasi data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisis secara deskriptif-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya kriteria baku dan jelas terkait yayasan pendidikan yang dapat dikenakan pemungutan PBB-P2 dan Implementasi pemungutan PBB-P2 terhadap yayasan pendidikan di Kota Bandung dinilai belum maksimal karena pelaksanaan pemutakhiran data yang dilakukan pemerintah Kota Bandung belum menyeluruh serta minimnya sosialisasi dan komunikasi terkait pemungutan PBB-P2 terhadap yayasan pendidikan dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional. Kata kunci: PBB-P2; penerapan; yayasan. ABSTRACT Educational foundations are institutions that are outside the government and are non-profit oriented, actively involved in efforts to develop education in Indonesia. The PDRD Law provides an opportunity for educational foundations to get exemptions from paying the Rural and Urban Land and Building Tax (PBB-P2). Problems arise in the city of Bandung after the policy of transferring the central tax to the regions by collecting PBB-P2 on educational foundations. The approach method in this research is a normative juridical method. The data in this study are a combination of primary data through interviews and secondary data through literature studies that are analyzed descriptively-analysis. The results showed that there were no clear and standard criteria related to educational foundations that could be subject to PBB-P2 collection and the implementation of PBB-P2 collection of educational foundations in Bandung was considered not optimal because the implementation of updating the data by the Bandung city government was not comprehensive and lack of socialization and communication related to PBB-P2 collection towards educational foundations within the framework of developing national education. Keywords: foundation; implementation; PBB-P2
RECHSTVACUUM HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HAL DISCOVERY Dimas Aditya
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2019): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia adalah negara yang kaya raya. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Bisa dibayangkan kekayaan alamnya mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan lainnya yang terkandung di dalam bumi Indonesia tercinta ini mungkin tidak bisa dihitung apabila dilihat secara geografis dari sabang sampai merauke terbentar tidak sedikit pulau yang ada di Indonesia. Dengan pulau besar, mulai pulau jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi serta Irian Jaya. Namun disamping dapat pula ribuan pulau yang mengelilingi alam indonesia oleh karena itu Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kekayaan alam yang sangat besar Permasalahan timbul ketika terjadi sengketa di luar apa yang diatur dalam Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual, namun berkaitan juga dengan HaKI yaitu discovery. Hal ini belum diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual, dimana artinya terdapat kekosongan hukum. Jurnal ini membahas mengenai penyelesaian sengketa dalam hal adanya discovery.
KEDUDUKAN BADAN HUKUM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA Aditya Dwi Putra
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2019): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mensyaratkan pembentukan badan hukum BPJS guna menjalankan program-program jaminan sosial nasional. Dibentuknya BPJS untuk menggantikan tugas persero penyelenggara asuransi sosial melahirkan suatu pertanyaan terkait kedudukan badan hukum BPJS mengingat dalam hukum positif Indonesia megenal berbagai macam bentuk badan hukum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan badan hukum BPJS setelah dibandingkan dengan macam-macam bentuk badan hukum yang diatur dalam hukum positif Indonesia, serta mengetahui kendala-kendala yuridis yang dihadapi dalam perubahan bentuk persero penyelenggara asuransi sosial menjadi BPJS dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan terkait BPJS. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menitikberatkan penelitian pada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang terkait dengan badan hukum BPJS. Spesifikasi penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis dengan memaparkan kedudukan badan hukum BPJS dalam hukum positif Indonesia untuk selanjutnya dianalisis guna menghasilkan simpulan. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan dengan mengkaji data primer yang diperoleh langsung dari lapangan dan didukung oleh data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah metode yuridis kualitatif. BPJS adalah badan hukum tersendiri dan sederajat dengan badan hukum lain yang telah diatur dalam hukum positif Indonesia. Kendala-kendala yuridis yang dihadapi dalam perubahan persero penyelenggara asuransi sosial menjadi BPJS terdiri atas 3 macam yaitu kewajiban pembubaran persero penyelenggara asuransi sosial yang berbeda dengan pembubaran persero sebagaimana diatur menurut UU BUMN dan UU PT; sinkronisasi dan harmonisasi produk hukum; serta kendala pada mekanisme pelaksanaan tugas pengawasan
TELAAH TERHADAP PEMENUHAN SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA SUATU PERJANJIAN DI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR Emma Nurlaela Sari
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2019): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Perkembangan pesat di bidang teknologi dan informasi mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan hukum nasional. Makin banyak kegiatan perekonomian dilakukan melalui media internet. Semakin banyak orang mengandalkan kegiatan di dalam e-commerce sebagai media transaksi menuntut pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terkait dengan pengaturan transaksi elektronik yang didasarkan pada transaksi (Perjanjian) secara konvensional yang diatur di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk pengaturan terhadap syarat sahnya suatu transaksi elektronik yang didasarkan pada syarat sahnya perjanjian secara konvensional. Permasalahannya bagaimana kepastian hukum terhadap kecakapan Subjek hukum di dalam transaksi elektronik dalam rangka pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian. Kajian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif dan dianalisis untuk memberikan gambaran dalam rangka menjawab permasalahan. Berdasarkan hasil kajian, Ketentuan terhadap pengaturan “kecakapan” yang menjadi salah satu syarat subjektif sahnya perjanjian (kontrak/transaksi elektonik) di dalam UU ITE dan peraturan pelaksananya telah sesuai dengan pengaturan “kecakapan” syarat subjektif sahnya perjanjian secara konvensional yang di atur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Namun belum dapat mengakomodir dan menjangkau segala kemungkinan yang terjadi saat ini dan terhadap peristiwa yang akan terjadi di masa depan, termasuk yang saat ini terjadi yaitu transaksi elektronik yang marak dilakukan oleh anak di bawah umur akibat perkembangan teknologi yang menyebabkan kemampuan anak-anak di bawah umur sekarang ini umumnya menguasai teknologi tersebut tanpa mengetahui dampak negatif yang akan terjadi, khususnya kerugian yang timbul pada pelaksanaannya. Sehingga adagium Het recht hinkt achter de faiten aan (Hukum selalu tertinggal dengan keadaan) masih berlaku di dalam konteks pengaturan transaksi yang dilakukan secara elektronik dan berlaku saat ini, oleh karenaya pengaturan terhadap syarat sahnya perjanjian di dalam transaksi elektronik belum dapat memberikan kepastian hukum ABSTRACT The rapid development in the field of technology and information has a very significant influence on the development of national law. More and more economic activities are carried out through internet media. More and more people are relying on activities in e-commerce as a transaction medium demanding the government to issue policies related to electronic transaction arrangements that are based on conventional transactions (agreements) regulated in Book III of the Civil Code Book including the regulation of legal requirements electronic transactions based on conventional legal terms of agreement. The problem is how the legal certainty of the ability of legal subjects in electronic transactions in order to fulfill the legal requirements of an agreement. This study uses descriptive analytical methods with a normative juridical approach and analyzed to provide a picture in order to answer the problem. Based on the results of the study, the provisions on the "capability" arrangement which is one of the subjective conditions for the validity of the agreement (electronic contract / transaction) in the ITE Law and the implementing regulations are in accordance with the "capability" arrangement of the subjective conditions for the validity of the conventional agreement stipulated in Article 1320 Civil Code. But it has not been able to accommodate and reach all possibilities that occur at this time and to events that will occur in the future, including those currently occurring, namely electronic transactions that are rife by minors due to technological developments that lead to the ability of minors now generally mastering the technology without knowing the negative impacts that will occur, especially the losses that arise in its implementation. So that the “Hitt adage recht hinkt achter de faiten aan” (the law always lags with the situation) still applies in the context of the transaction arrangements that are carried out electronically and in effect today, because of the regulation of the legal terms of agreement in electronic transactions cannot yet provide legal certainty.
IMPLEMENTASI PRINSIP ALTER EGO PENCIPTA LAGU DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Muhammad Hafizh
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2019): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Seiring semakin pesatnya perkembangan dunia digital maka hal tersebut memberikan dampak terhadap pola distribusi sebuah karya cipta lagu/musik dalam industry hiburan di Indonesia Musik dan lagu adalah karya seni hasil karya manusia yang terdampak atas berkembang pesatnya dunia digital. Karena adanya perubahan pola distribusi yang sebelumnya hanya mengandal kan CD namun pada saat ini untuk melakukan distribusi kaya cipta music atau lagu dapat dilakukan melalui berbagai macam Platform digital seperti JOOX, Spotify, dan iTunes. Dengan kemudahan yang siberikan sehingga hal tersebut memberikan ruang kepada siapapun untuk melakukan distribusi karya musik dan lagu tanpa memiliki izin dari seorang penciptanya. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini bersifat deskriptif analitis guna memperoleh gambaran peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, literatur-literatur, artikel-artikel, pendapat dan ajaran para ahli serta implementasinya dalam praktek. Berdasarkan pembahasan diatas diperoleh kesimpulan bahwa Implementasi Prinsip Alter Ego yang mengakui Pencipta sebagai pemilik hak tertinggi, yang meletakkan dasar pengakuan hak moral maupun pemanfaatan hak ekonomi dari pencipta, sehingga pencipta memiliki hak alamiah untuk memanfaatkan ciptaannya dan mempertahankan ciptaannya terhadap gangguan apapun dari pihak lain berdasarkan Pasal 87 UUHC belumlah terpenuhi dikarenakan Pencipta harus menjadi anggota lembaga manajemen kolektif terlebih dahulu untuk mendapatkan manfaat ekonomi ataupun memperoleh royalty dari pemanfaatan ciptaannya secara komersial oleh pihak lain tanpa izin dari Pencipta. Perlindungan Hukum terhadap pencipta atas ciptaan lagu yang dinyanyikan ulang untuk tujuan komersial oleh Pihak Lain tanpa izin Pencipta dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara preventif dan represif ABSTRACT Along with the rapid digital development, that is increase to distribution pattern of music industry. Music and songs are work of arts which created by people of the rapid development music digital. Due to change of pattern in music digital which depend on CD, but at this time for music distribution copyright can use various digital platform e.g JOOX, Spotify, and iTunes, it is impact on disadvantage music creator. Research metodhs used is normative juridics. Those data used two paths, primer data are literatures, journal, and guidelines by law expert, while sekunder data consist of literature from primer data. Based on research obtained is implementation of the alter ego of principle which receive is creator who is the highest owner rights. The creator established basic for respecting moral rights and utilization of economic rights, that has a natural right to utilize his creation and maintain to help everyone else. On 87 UUHC unfulfilled because the creator must become a member of an institution that collects economic benefits from the commercial user without permission from the creator. Legal protection for the creator which song that was sung again for commercial purpose by others without the creator permission, it can be two ways are preventing and representing.
KEPASTIAN HUKUM HAK CIPTA ATAS KARYA DESAIN ARSITEKTUR DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN PRINSIP ALTER EGO TENTANG HAK CIPTA Muhamad Harisman
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 2 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v1i2.238

Abstract

ABSTRAK Seiring berkembangan zaman ragam bentuk arsitektur semakin berkembang yang di dorong oleh perkembangan teknologi dan semakin terbatasnya lahan sehingga desain arsitektur dituntut agar dapat menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Karya desain arsitektur merupakan bagian dari Kekayaan Intelektual (KI) atau Intellectual Property adalah suatu hak yang timbul bagi hasil pemikiran yangmenghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi manusia. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta mengatur mengenai kepemilikan Hak Cipta untuk menjamin hak-hak bagi pemilik hak cipta atas karya arsitektur tersebut, prinsipnya, setiap orang harus memperoleh imbalan bagi buah pikiranya. Hak cipta terdiri atas hak ekonomi dan hak moral, Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan dan Hak moral dan hak ekonomi merupakan hal yang tidak terpisahkan dari prinsip alter ego. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan kepastian hukumbagi pencipta, pemegang Hak Cipta dan apa yang menjadi objek Hak Cipta. Dilindunginya karya arssitektur ini bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pencipta karya terutama bagi pencipta karya arsitektur dan perjanjian merupakan alat untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban perdata, sehingga para pihak memiliki landasan hukum atas apa yang dilakukan arsitek. ABSTRACT Along with the development of the diverse forms of architectural development that is driven by technological developments and increasingly limited land so that architectural design is demanded to be able to adjust to these conditions. Architectural design work is part of Intellectual Property (KI) or Intellectual Property is a right that arises for the results of thinking that produces a product that is beneficial to humans.KI can also be interpreted as a right for someone because it has made something useful for others. Law Number 28 Year 2014 Regarding Copyright regulates the ownership of copyrights to guarantee the rights of the copyright owner for the architectural work, especially the rights that arise such as economic rights and moral rights. In principle, everyone must get a reward for his thoughts. Copyright consists of economic rights and moral rights. In principle, everyone must get a reward for his thoughts. Copyright consists of economic rights and moral rights. Economic rights are the rights to obtain economic benefits for the work and related product rights. Moral rights are rights inherent in the creator or perpetrator that cannot be eliminated or deleted without any reason, even though Copyright or Related Rights have been transferred and moral rights and economic rights are inseparable from the principle of alter ego.The development of science, technology, art, and literature, has been so rapid that it requires increased protection and guarantees of legal certainty for the creators, holders of copyrights and what are the objects of copyright. The protection of this architectural work aims to ensure legal certainty for the creators of the works, especially for the creators of architectural works, and the agreement is a tool to obtain a set of civil rights and obligations, so that the parties have a legal basis for what the architect does.
HAK HIDUP JANIN DALAM PROSES PERSALINAN DITINJAU DARI PROFESI DOKTER DAN BIDAN DI INDONESIA Veronica Komalasari
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2019): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Janin adalah sesuatu yang berada dalam rahim, ketika gumpalan daging dan sesuatu yang melekat telah dapat dibedakan, serta ruh telah dihembuskan padanya. Janin mempunyai hak untuk hidup. Perempuan yang menggunakan hak reproduksinya juga mempunyai kewajiban atau tanggungjawab untuk mempertahankan hidup janin dengan mempertaruhkan hidupnya dalam proses persalinan agar janin dapat dilahirkan menjadi subjek hukum seutuhnya dalam kondisi sehat. Dokter dan bidan adalah profesional di bidang kesehatan yang berkompeten untuk memberikan pertolongan persalinan yang aman demi keselamatan ibu dan/atau janinnya. Dalam upaya preventif untuk mencegah akibat terjadinya insiden keselamatan pasien yang membahayakan hidup ibu dan/atau janinnya, sekalipun dihadapkan pada situasi dilemma etik dan hukum, dokter dan/atau bidan selaku profesional tetap dituntut mampu untuk memutuskan tindakan penyelamatan dengan berbagai pertimbangan yang dapat dibenarkan secara moral dan hukum dengan memperhatikan aspek social budaya masyarakat bangsa Indonesia. Kata kunci: dokter dan bidan; hak hidup janin; keselamatan pasien; persalinan ABSTRACT The fetus is something in the uterus, when a lump of flesh and what is attached can be distinguished, and the spirit has been blown on it. Fetus holds the right to live. Women who use their reproductive rights also have an obligation or responsibility to maintain the life of the fetus by risking their lives in delivery process so that the fetus can be born in good health as a full legal subject. Doctors and midwives are health professionals who are competent to provide safe delivery assistance for the safety of their mother and/or fetus. As an efforts to prevent the occurrence of patient safety incidents that endanger the life of the mother and/or fetus, even when faced with a situation of ethical and legal dilemma, doctors and/or midwives as professionals must be able to determine the required act to rescue with various moral and legal justifiable considerations by taking into account the social and cultural aspects of the Indonesian people. Keywords: delivery; fetus right to live; patient safety; physician and midwife