cover
Contact Name
Muhtarom
Contact Email
taromfu@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalteologia@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Theologia
ISSN : 08533857     EISSN : 2540847X     DOI : -
Jurnal THEOLOGIA, ISSN 0853-3857 (print); 2540-847X (online) is an academic journal published biannually by Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. It specializes in Islamic Studies (Ushuluddin) which particularly includes: Islamic Philosophy and Theology, Al-Quran (Tafsir) and Hadith, Study of Religions, Sufism and Islamic Ethics.
Arjuna Subject : -
Articles 402 Documents
BEDIUZZAMAN SAID NURSI’S METHODOLOGY IN THE DISCOURSE OF MORAL EDUCATION IN HIS THEMATIC EXEGESIS, RASĀ’IL AL-NŪR Muflih, Betania Kartika; Yusoff, Dato’ M.Y. Zulkifli Haji Mohd
TEOLOGIA Vol 24, No 1 (2013): Kajian al-Quran dan Hadis
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract:This work investigates the approach used by Imam Bediuzzaman Said Nursi in the discourse on Islamic morality, and to understand his lively scriptural approach to the moral values in which it makes one’s life meaningful and purposeful. This work is aimed to highlight distinctive aspects and features of his approach and methodology used in his Qur’anic exegesis, Rasail al-Nur, which relate to the moral education. It discusses the background, the reason and the purpose behind Imam Bediuzzaman’s approach to the issue at hand. It is also important to note down that his writing is not the result of a merely intellectual enterprise, but also the living answers to problems he has personally experienced. The thesis follows library and textual analysis to address the main problematic. Hence, it concludes that it is necessary to situate Imam Bediuzzaman’s work within the context of Tauhid (Divine Unity) framework, which constitutes the background of his entire system of thought. Indeed, Imam Bediuzzaman’s approach provides a scaffold for a profound understanding and interpretation of the concept of morality and its impact on one’s life and social fabric.Abstrak: Karya ini menginvestigasi pendekatan yang digunakan oleh Imam Bediuzzaman Said Nursi dalam wacana moralitas Islam, dan untuk memahami pendekatanTEOLOGIA, VOLUME 24, NOMOR 1, JANUARI-JUNI 201322kitab sucinya yang cemerlang terhadap nilai-nilai moral yang membuat kehidupan seseorang bermakna dan bermanfaat. Karya ini juga dimaksudkan untuk menyoroti aspek yang khas dan berbeda dari pendekatan dan metodologi yang digunakannya dalam penafsiran al-Quran, Rasā’il al-Nūr, yang dikaitkan dengan pendidikan moral. Di sini akan dibahas tentang latar belakang, alasan dan tujuan dibalik pendekatan Imam Bediuzzaman terhadap isu tersebut. Juga, penting dicatat bahwa tulisannya bukanlah hasil dari keberanian intelektual semata-mata, melainkan jiga jawaban-jawaban langsung terhadap persoalan-persoalan yang dialaminya secara pribadi. Tesis ini mengikuti analisis pustaka dan tekstual yang difokuskan pada problematika utama. Karena itu, penting utuk menempatkan karya Imam Bediuzzaman dalam konteks kerangka Tauhid, yang merupakan latar belakang dari seluruh sistem pemikirannya. Memang, pendekatan Imam Bediuzzaman menyediakan sebuah penopang untuk sebuah pemahaman dan interpretasi yang mendalam terhadap konsep moralitas dan pengaruhnya bagi kehidupan dan sistem sosial.Keywords: the Qur’an, Rasā’il al-Nūr, New Said, moral education, and jihād.
EPISTEMOLOGI TAFSIR AL-QURAN FARID ESACK Abidin, Ahmad Zainal
TEOLOGIA Vol 24, No 1 (2013): Kajian al-Quran dan Hadis
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Epistemologically speaking, Esack’s herme­neu­tics is based on reception hermeneutics which is populer in the hand of Biblical hermenut, Fran­cis Shcussler-Fiorenza. In this hermeneutics, the truth of the holy books are seen in an eye of how far can the hermeneutics solve the actual human problems. This is wholly different from that of revelationist who put very huge burden on the discourse on God and how is He present and being involve in the world. Some other hermeneuts also contributed in a different level. In his hermeneutics, Esack put the three basic elements of hermeneutics namely the text-its author, interpreters, and an on going interpreta­tive activity itself. His basic assumption is a particular, contextual and practical interpretation. In South Africa’s  context, Esack tried to transform the context of oppression and dehumanization by apartheid into a critical interpretative model. This thought is based on a non prophetic human experience which is ba­sically interpretative and socially-culturally contex­tual. By this, it is impossible to sustain the existence of a static, universal, united and free-value interpretation. Reversally, this pursued a contextual-particular, temporal and “bias” interpretation. Abstrak: Pembicaraan secara epistemologis, hermeneutika Farid Esack berdasarkan pada hermeneutika resepsi yang populer di tangan ahli hermeneutika Biblikal, Francis Shcussler-Fiorenza. Dalam hermeneutika ini, kebenaran dari kitab-kitab suci dilihat dilihat dari sebuah pandangan sejauhmana bisa hermeneutika memecahkan persoalan-persoalan manusia aktual. Secara keseluruhan ini berbeda dari pewahyu yang meletakkan sangat besar dalam wacana tentang Tuhan dan bagaimana Dia menghadirkan dan terlibat di dunia ini. Beberapa hermeneutika yang lain juga berkontribusi pada level yang berbeda. Dalam hermeneutikanya, Esack menempatkan tiga unsur dasar hermeneutika, yaitu pengarang teks itu sendiri, penafsir, dan berlanjut pada aktivitas interpretatif sendiri. Asumsi dasarnya adalah partikular, kontekstual dan interpretasi praktis. Dalam konteks Afrika Selatan, Esack mencoba mentransformasi konteks penindasan dan dehumanisasi oleh apartheid [politik pemisahan penduduk yang bukan berkulit putih di Republik Afrika Selatan]  ke dalam sebuah model interpretatif kritis. Pemikiran ini berdasarkan pada pengalaman manusia yang non profetik yang pada dasarnya merupakan konteks interpretatif dan kontekstual secara sosio-kultural. Melalui ini memungkinkan untuk mempertahankan eksistensi statik, universal, keutuhan, dan interpretasi bebas nilai. Sebaliknya, ini berlanjut ke sebuah konteks-partikular, interpretasi “bias” dan temporal. Keywords: Reception hermeneutics, Present Context, Contextual-practical Interpretation
MENIMBANG METODE JOHN WANSBROUGH DAN FAZLUR RAHMAN DALAM STUDI AL-QURAN Machrus, Machrus
TEOLOGIA Vol 24, No 1 (2013): Kajian al-Quran dan Hadis
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: One of aspects of Islam studied by orientalists is the Qur’an. They have written many books on the Qur’ān. One of themes of Qur’anic studies written by orientalists are about influences of Judeo-Christianity tradition in the Qur’ān. They try to prove the influences of Judeo-Christianity tradition in the Qur’ān. One of orientalists who try to prove the influences of Judeo-Christianity tradition in the Qur’ān is John Wansbrough, a Jewish orientalist. In studying the Qur’ān, Wansbrough uses literary analysis, an analysis based on the text apart from historical context. He does not believe in historical context relates to Qur’anic revelation. Whereas Qur’anic revelation relates to the events occurred in Muḥammad’s life time. By using historical approach, Fazlur Rahman proves that qur’anic revelation relates to the history so-called asbāb al-nuzūl. Rahman insists that the study of the Qur’ān done by Wansbrough does not make sense. Abstrak: Di antara aspek-aspek dalam Islam yang dikaji oleh para orientalis adalah al-Quran. Sudah banyak karya mengenai al-Quran yang dihasilkan oleh para orientalis. Sebagian dari karya orientalis mengenai al-Quran bertema­kan pengaruh Yahudi-Kristen dalam al-Quran. Para orientalis mencoba untuk membuktikan adanya pengaruh Yahudi-Kristen. Salah satu dari mereka adalah John Wansbrough. Ia mengkaji al-Quran dengan menggunakan analisis sastera (literary analysis), suatu analisis yang didasarkan pada teks terlepas dari konteks sejarah. Ia tidak mempercayai bukti-bukti sejarah berkaitan dengan turunnya al-Quran. Padahal turunnya al-Quran berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi masa Nabi Muḥammad. Hal ini dibuktikan dengan analisis sejarah yang dilakukan oleh Fazlur Rahman. Rahman sendiri dengan tegas mengatakan bahwa kajian terhadap al-Quran yang dilakukan Wansbrough dengan menggunakan analisis sastera tidak masuk akal karena ada banyak kejanggalan. Keywords: analisis sastera, Yahudi-Kristen, pengaruh, sejarah, Bibel.
REKONSTRUKSI TEOLOGI ISLAM KAJIAN KRITIS TERHADAP USAHA PEMBAHARUAN MENUJU TEOLOGI PRAKTIS Syukur, Suparman
TEOLOGIA Vol 25, No 2 (2014): TEOLOGI ISLAM/KALAM
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: The terminology of various theology concepts is very basic in human life, especially when man realizes that he is a creature  that have duty to submissive and obedient to God as his creator. Talking about the relationship between man and God will, so other beliefs to the prophets, angles, and another creatures should be aroused, We must prove everything of ours believing in the real life. Therefore, thestudy of theological view,  alsobe associated with the functions and obligations of human beings responsible in this life. There are various concepts of belief in God, the Prophets, Angels,  and  another creatures, is how tobecome an habit over the years, it becomes very important to be revitalized in a more meaningful understanding of the dynamics of human daily life. Through that theological beliefs, expected to reflect the improvement of human performance and dedication in order to carry out the mandate as earth’s caliph. Abstrak: Terminologi tentang teologi dengan berbagai kosep dan teorinya merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia, apalagi ketika menusia me­nyadari bahwa dirinya sebagai makhluk memiliki kuajiban untuk tunduk dan patuh kepada penciptanya Tuhan Yang Maha Esa. Berbicara masalah hubungan antara manusia dan Tuhan akan me­refleksikan kepercayaan lain yang wajib muncul adanya, seperti kepercayaan kepada Nabi, Malaikat dan kepercayaan kepada makhluk halus lainnya. Keper­cayaan kepada semuanya itu harus di­buktikan secara nyata dalam kehidupan keseharian manusia. Oleh karena itu dalam penelitian tentang pemikiran teologi, juga harus dikaitkan dengan fungsi dan kwajiban manusia yang bertanggungjawab dalam ke­hidupan di dunia ini. Berbagai konsep tentang ke­percayaan kepada Tuhan, Nabi,  Malakat dan lain sebagainya yang bersifat transendental sebagai­mana menjadi kebiasaan selama ini, menjadi sangat penting untuk direvitalisasikan dalam pemahaman yang lebih bermakna demi kepentingan di dunia dalam dinamika keseharian manusia. Melalui pembumian keyakinan teologis itu, diharapkan mampu merefleksikan kepada pe­n­ingkatan kinerja dan dedikasi manusia dalam rang­ka mengemban amanat ke­khalifah­annya di bumi ini. Keywords: ilmukalam, khalīfah, al-yasar al-Islāmī, teologipraktis, revitalisasi Turaṡ.
TEOLOGI MU’TAZILAH: Sebuah Upaya Revitalisasi Safii, Safii
TEOLOGIA Vol 25, No 2 (2014): TEOLOGI ISLAM/KALAM
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: This article elaborates an important role in the history of Mutazila theology in Islamic World. Services that have been provided by this school seems to be forgotten by the Muslims, even it became despised and persecuted theology. In fact, this theology has made a large contribution indefending against attacks originating from the Jews, Christians, Zoroastrians, and Materialist. In the modern context, the spirit of this theology is relevant to be recalled that the freedom of thought as an integral part of the human being can grow and develop so that science and technology in the Islamic world can grow back. It must be recognized that this is indeed the flow had already given a negative image by traditional Islamic theology and hadith experts. Theology is imaged as a carrier of heresy.Abstrak: Artikel ini mengelaborasi peranan penting teologi Mu’tazilah dalam sejarah Dunia Islam. Jasa-jasa yang telah diberikan oleh aliran ini tampaknya dilupakan begitu saja oleh umat Islam, bahkan ia menjadi teologi yang dimusuhi dan ditindas. Padahal, teologi ini sudah berjasa besar dalam melakukan pembelaan terhadap serangan-serangan yang berasal dari Yahudi, Kristen, Majusi, dan Materalis.Dalam konteks modern, spirit dari teologi ini relevan untuk di-munculkan kembali agar kebebasan berpikir sebagai bagian integral dari manusia dapat tumbuh dan berkembang sehingga sains dan teknologi di dunia Islam dapat tumbuh kembali. Memang harus diakui bahwa aliran ini memang sudah telanjur diberi citra negatif oleh teologi Islam tradisional dan ahli hadis.Teologi ini dicitrakan sebagai pembawa bid’ah.Keywords: Mu’tazilah, mihnah, Sunni, al-Quran, dan ahli hadis.
SIGNIFIKANSI REVITALISASI TASAWUF HAMKA DAN SAID NURSI BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT KONTEMPORER Zaprulkhan, Zaprulkhan
TEOLOGIA Vol 24, No 2 (2013): Etika Islam/Tasawuf
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

discussing the 20th tasawuf reformation of Hamka and Said Nursi. The academic problems are: Why did Hamka and Said Nursi reform tasawuf by returning to Al-Qur’an and Sunnah?; What are the tasawuf reformation constructions of Hamka and Nursi?; What is the relevance of their tasawuf reformation in the contemporary religious life? In order to understand, elaborate, interpret, make meanings, and reveal the relevance to the contemporary social life, this article employs historical, philosophical, and integrative-interconnectivity approaches.The article finding shows that both Hamka and Said Nursi gave constructive critics and tasawuf reformation due to the factors of conditional-contextual, internal-substantial, and spiritual drought of the 20th century Muslim society. Both Hamka and Nursi made greater attempts to do Sufism ijtihad in formulating their Sufism discourse with moderate patterns so that they could be accessed by all society levels. Therefore, this moderate tasawuf can play more positive functional roles for extensive contemporary society with all aspects. Abstrak: Artikel ini berusaha memecahkan masalah dengan mendiskusikan reformasi tasawuf abad XX yang dilakukan oleh Hamka dan Said Nursi. Persoalan akademiknya adalah mengapa Hamka dan Said Nursi mereformasi dengan kembali kepada al-Quran dan Sunnah; apakah relevansi reformasi tasawuf mereka dalam kehidupan religious kontemporer? Untuk memahami, mengelaborasi, menafsirkan, mencari makna, dan memunculkan relevansi bagi kehidupan social kontemporer, artikel ini menggunakan pendekatan-pen­dekatan sejarah, filosofis, dan interkonektivitas-integratif. Temuan artikel ini menunjukkan bahwa Hamka dan Said Nursi memberikan kritik-kritik konstruktif dan reformasi tasawuf mereka berkaitan dengan faktor-faktor kondisional-kontekstual, internal-substansial, dan kekeringan spiritual masyarakat Muslim abad XX. Hamka dan Said Nursi telah melakukan usaha-usaha besar untuk ijtihad tasawuf dalam memformulasikan wacana tasawuf mereka dengan pola-pola moderat sehingga mereka bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Karena itu, tasawuf moderat ini bisa memainkan peranan fungsional yang lebih positif bagi masyarakat kontemporer yang lebih luas dengan semua aspek. Keywords: sufisme, Hamka, Said Nursi, sufisme populer.
AKSIOLOGI REOG PONOROGO RELEVANSINYA DENGAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA Achmadi, Asmoro
TEOLOGIA Vol 25, No 1 (2014): FILSAFAT ISLAM
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: The study has been chosen because it is very interesting to explore. Indonesia has diverse arts and cultures in its tradition. Within such diversities, there are significant values to develop the national character, one of them being that of Reog Ponorogo. The purpose of this research is to reveal that the art of Reog is attractive and full of magnificent values. During this reform era, in which corruptible practices and radicalism are rampant, the values contained in the Reog art ​​can be used as a foundation for better national character building. The methods used in this study were hermeneutics and heuristics. The former was employed to disclose the meaning contained in the research object in the form of life phenomenon through understanding and interpretation, while the latter was used to discover and develop other new methods in science especially philosophy. The result of this research is that the art of Reog Ponorogo is part the typically original culture from Ponorogo. When viewed from the perspective of hierarchical values, Reog contains holiness, spiritual, living, and joyful values. The Indonesian nation current­ly faces corruption, terrorism, radicalism, and globalization challenges that may lead to the weakling of the national character. The values of Reog art ​​can be used as a source of inspiration and may contribute to the character building of the nation. What needs to be presented is the strengthening of the four pillars of the nation and the reflection of the five essential virtues of the Reog art. Abstrak:Tema ini dipilih karena sangat menarik untuk dijelajahi. Indonesia memiliki beragam seni dan budaya dalam tradisi.Dalam ke­beragaman tersebut, ada nilai-nilai yang signifikan untuk me­ngembang­kan karakter nasional, salah satunya adalah bahwa Reog Ponorogo.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bahwa seni Reog menarik dan penuh dengan nilai-nilai yang luar biasa.Selama era reformasi ini, di mana praktek-praktek yang fana dan radikalisme yang merajalela, nilai-nilai yang terkandung dalam seni Reog dapat digunakan sebagai landasan untuk membangun karakter bangsa yang lebih baik.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah herme­neutika dan heuristik.Yang pertama digunakan untuk meng­ungkapkan makna yang terkandung dalam objek penelitian dalam bentuk fenomena kehidupan melalui pemahaman dan interpretasi, sedangkan yang kedua digunakan untuk menemukan dan mengembangkan metode baru lainnya dalam ilmu terutama filsafat.Hasil dari penelitian ini adalah bahwa seni Reog Ponorogo adalah bagian budaya biasanya asli dari Ponorogo. Bila dilihat dari perspektif nilai-nilai hirarkis, Reog me­ngandung kekudusan, spiri­tual, hidup, dan nilai-nilai yang menyenang­kan.Bangsa Indonesia saat ini menghadapi korupsi, terorisme, radikalisme, dan tantangan globalisasi yang dapat menyebabkan lemahya karakter nasional.Nilai-nilai seni Reog dapat digunakan sebagai sumber inspirasi dan dapat berkontribusi pada pembentukan karakter bangsa.Apa yang perlu disajikan adalah penguatan empat pilar bangsa dan refleksi dari lima kebajikan penting dari seni Reog. Keywords: reog Ponorogo, nilai, karakter bangsa, Babad Ponorogo, seni rupa, seni pertunjukan.
FILSAFAT PERENIAL SEBAGAI ALTERNATIF METODE RESOLUSI KONFLIK AGAMA DI INDONESIA Baharudin, M
TEOLOGIA Vol 25, No 1 (2014): FILSAFAT ISLAM
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: The article aims to offer the perennial philosophy can be used as an alternative method of resolving a conflict of religion in Indonesia. For this purpose the perennial philosophy offers several approaches were: a.) Offering a dialogue method, perennial philosophy offers a method of inter-religious dialogue, the method of phenomenology (phenomenology of religion). This method is a way of understanding the appreciative attitude without the attitude of conquest and accused infidels other faiths. This method avoids the external attitude that considers religion of others is definitely wrong and only the one true religion. Then the ethics of dialogue is not intended to interfere in the affairs and other religious teachings, nor to make others fall into his faith, but to deepen their own faith traditioncritically. b.) the inevitability of their commitment to religious plurality. Perennial philosophy in the context of religious plurality believes that inview of this religious plurality perennial philosophy seeks to find common plat forms or common vision in tracing the chain of the historicity of religious growth, searching for the essence of the plurality exotericesoteric in each of the religions. Perennial philosophy in view of religious pluralism believe that every religionis derived from the same source, namely from the Absolute, the truth comes from the One. Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk menawarkan  filsafat perennial dapat dijadikan sebagai alternatif metode resolusi koflik agama di Indonesia. Untuk maksud tersebut filsafat perennial menawarkan beberapa pendekatan antara lain yaitu: a.)Menawarkan metode dialog, filsafat perennial menawarkan suatu metode dialog antar umat beragama, yaitu metode fenomenologi (fenomenologi agama). Metode ini merupakan cara memahami dengan sikap apresiatif tanpa sikap pe­naklukan dan pengkafiran penganut agama lain. Metode ini menghindari sikap eksternal yang menganggap agama orang lain pasti salah dan hanya agamanyalah yang benar. Maka secara etik dialog tidak dimaksudkan untuk mencampuri urusan dan ajaran agama lain, juga tidak untuk menjadikan orang lain masuk dalam keyakinan yang dianutnya melainkan untuk memperdalam tradisi agama sendiri-sendiri secara kritis.b.)Komitmen keniscayaan adanya pluralitas dalam agama. Filsafat perennial dalam konteks pluralitas agama meyakini bahwa dalam melihat pluralitas agama ini filsafat perennial berusaha mencari titik temu (Common Platfom atau Common Vision) dalam menelusuri matarantai historisitas tentang pertumbuhan agama, mencari esensi esoteris dari pluralitas eksoteris pada masing-masing pada agama yang ada. Filsafat perennial dalam melihat pluralism agama meyakini bahwa setiap agama berasal dari sumber yang sama yaitu dari Yang Mutlak, kebenaran berasal dari Yang Satu. Keywords: Filsafat Perennial, Resolusi Konflik, Indonesia, dialog, pluralitas
MENYOAL KESENJANGAN ANTARA DAS SOLLEN ISLAM DENGAN DAS SEIN PRAKSIS KEHIDUPAN KAUM MUSLIMIN Suyono, Yusuf
TEOLOGIA Vol 25, No 1 (2014): FILSAFAT ISLAM
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: This paper embarks from the question why the valuable Islamic ethics cannot  be ethos grounded in the nation-state Muslim majority country-including in Indonesia? Phenomena such as the majlis taklim, majlis dhikr, interest pilgrimage exceeds the quota, the Islamic banking activity is equally excited, is real. However, it is not enough. Muslims should master the science, economics, and the strategic role of national politics. Islamic ethics is Das sollen, the Muslims condition is Das Sein. Prophet Muḥammad has abled   to unite Das sein and Das sollen in his life, because Islam has become his blood so that he is a mirror and store front of Islam par excellence. Muslims, as his follower, not been able to do like him. Al-Amir Arsalan Syākib, Muḥammad ‘Abduh, Mohammad Iqbal, Muḥammad al-Ghazālī, Ḥassan Ḥanafi have tried to formulate how to bridge the gap between Das sollen and Das Sein for Muslims. They have a deep concern about the wide gap between Das Sein praxis in life of Muslims with Das sollen Islamic teachings in slogan ya’lu walā yu’la ‘alaih. While at the same time they see how the beruf ethos of Calvinism could encourage the ethos of modern capitalism to its adherent sin Western Europe, a Zen Buddhist ethos could push the Japanese into the Asian tigers, and spirit Confucius encourage the Korean people into the Asian dragon. Abstrak:Tulisan ini berangkat dari pertanyaan mengapa etika Islam yang adiluhung itu tidak bisa membumi menjadi etos bangsa di negara-negara yang  mayoritas penduduknya Muslim–termasuk di Indonesia. Fenomena seperti majlis taklim, majlis zikir, minat menunaikan ibadah haji melebihi kuota, aktivitas perbankan syariah  tak kalah bersemangat, adalah nyata. Namun, itu  tidak cukup. Umat Islam seharusnya lebih dari itu dalam penguasaan ilmu pengetahuan, ekonomi,  dan peran strategis politik kebangsaan. Etika Islam itulah Das Sollen, keadaan kaum Muslimin itulah Das Sein. Muhammad Rasulullah telah mampu menyatukan Das Sein dan Das Sollen dalam hidupnya. Hal itu dikarenakan Islam telah menjadi darahnya sehingga beliau adalah cermin dan etalase Islam par excellence. Kaum Muslimin, sebagai pengikutnya, belum mampu berbuat seperti uswah mereka itu. Al-Amir Syakib Arsalan, Muhammad Abduh, Mohammad Iqbal, Muhammad al-Ghazali, Hassan Hanafi telah berusaha menformulasikan bagaimana menjembatani jurang pemisah antara Das Sollen dan Das Sein kaum Muslimin itu. Semuanya itu karena didorong oleh keprihatinan melihat betapa dalam dan menganganya jurang antara Das Sein praksis kehidupan Umat Islam dengan Das Sollen ajaran Islam yang ya’lu wa lā yu’lā ‘alaih itu. Sementara di saat yang bersamaan mereka melihat betapa etos beruf Calvinisme bisa  mendorong etos Kapitalis­me modern bagi pemeluknya di Eropa Barat, etos Buddha Zen bisa mendorong bangsa Jepang menjadi macan Asia, dan spirit Konfucian (Kong Hu Cu) mendorong bangsa Korea  menjadi dragon Asia. Keywords:filsafat Islam, dialektika sirkular, etika Islam, filsafat Iqra’, Das Sollen, dan Das Sein.
ILMU ḤUḌŪRĪ Khazanah Epistemologi Islam Saidurrahman, Saidurrahman
TEOLOGIA Vol 25, No 1 (2014): FILSAFAT ISLAM
Publisher : TEOLOGIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Knowledge of the presence (ḥuḍūrī) with mystical experience as describe above is deemed the most popular models of knowledge in Islamic philosophy at the same coloring methodology and epistemology of Islam. Through logical arguments, semantic analysis and epistemo­logy sharp Suhrawardī considered very successfully demonstrate authenticity huduri science as a science model of non-representational. Among the classical epistemological problems that have not been resolved until now-but able to be dissected in clear and distinct- is about the relationship of subject and object of knowledge, that is the problem more acute in modern Western philosophy. What is interesting is when when to review the issues very carefully and consistently Mehdi directing and bringing the students (who interest in Islamic philosophy) into the recesses of the inner world and the dialogue with the depth of their own existence. It is undeniable that Hairi Mehdi Yazdi take existentialist philosophy illumination Suhrawardī and Mulla Ṣadrā as a main reference, as he learned the lesson of Plato, Aristotle, Plotinus, Ibn Sīnā, and al-Ṭūsī, citing the idea of ​​a number of Western philosophers were actually familiar with the science huduri that he wanted to offer. However unique, he expertly directs their ideas to the conclusion that it is inevitable for us to acknowledge the existence of non-phenomenal knowledge. Abstrak: Pengetahuan dengan kehadiran (ḥuḍūrī) dibarengai pengalaman mistik seperti yang paprkan diatas dipandang model pengetahuan yang paling populer dalam filsafat Islam sekaligus mewarnai metodologi dan epistemologi Islam. Melalui argumen-argumen logis, analisis semantik dan epistemologi yang tajam Suhrawardī dipandang sangat berhasil mendemonstrasikan keautentikan ilmu huduri sebagai sebuah model ilmu non-representasional. Diantara problem-problem klasik episte­mologis yang belum terselesaikan hingga kini—tetapi mampu dibedah secara clear dan distink—adalah tentang hubungan subjek dan objek pengetahuan, yang problemnya makin akut dalam filsafat Barat modern. Yang menarik adalah ketika ketika mengulas masalah-masalah itu Mehdi sangat cermat dan konsisten mengarahkan dan membawa para murid-muridnya (peminat filsafat Islam) memasuki relung-relung dunia batin dan berdialog dengan kedalaman eksistensi mereka sendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa Mehdi Ha’iri Yazdi mengambil filsafat iluminasi Suhrawardī dan eksistensialis Mulla Ṣadrā sebagai acuan utamanya, seraya memetik pelajaran dari Plato, aristoteles, Plotinus, Ibn Sīnā, dan al-Ṭūsī, mengutip gagasan sejumlah filosof Barat yang sebetulnya asing dengan ilmu ḥuḍūrī yang hendak ia tawarkan. Akan tetapi uniknya, dengan piawai ia mengarahkan gagasan-gagasan mereka kepada penarik­an kesimpulan bahwa adalah tak terelakkan bagi kita untuk mengakui eksistensi pengetahuan non-fenomenal itu. Keywords: ilmu ḥuḍūrī, khazanah, epistemology, cogito ergo sum, atheisme.

Page 1 of 41 | Total Record : 402