cover
Contact Name
Anisa Anisa
Contact Email
anisa@ftumj.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.nalars@ftumj.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
NALARs
ISSN : 14123266     EISSN : 25496832     DOI : -
Core Subject : Engineering,
NALARs is an architecture journal which presents articles based on architectural research in micro, mezo and macro. Published articles cover all subjects as follow: architectural behaviour, space and place, traditional architecture, digital architecture, urban planning and urban design, building technology and building science.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018" : 8 Documents clear
DINAMIKA ARSITEKTUR INDONESIA DAN REPRESENTASI ‘POLITIK IDENTITAS’ PASCA REFORMASI kemas ridwan kurniawan
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.65-78

Abstract

ABSTRAK. Menguatnya politik identitas di Indonesia pasca reformasi telah melahirkan formasi arsitektur baru yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Identitas budaya terkait indigenitas menjadi bagian dari politik identitas yang menurut sebagian pengamat politik disinyalir dimanfaatkan para elit dan penguasa untuk kepentingan politik kekuasaan. Ironisnya, dalam bidang arsitektur, definisi tentang identitas ini justru semakin tidak jelas. Definisi-definisi ini berputar pada debat tentang pencarian jati diri yang tidak pernah selesai dan sering diasosiasikan dengan proses untuk memunculkan jati diri kebudayaan sebagai jawaban atas tantangan universalitas arsitektur modern, globalisasi dan kemajuan teknologi. Makalah ini mencoba mengambil dari sudut pandang yang berbeda yaitu politik identitas dalam silangannya dengan arsitektur (‘space’), waktu (sejarah) dan aspek sosial-politik. Isu yang muncul adalah bagaimana politik identitas perlahan-lahan melanjutkan pengaruhnya dalam formasi arsitektur di Indonesia pasca reformasi, di balik kesalah-pahaman tentang definisi ‘identitas’ dalam debat-debat arsitektur di Indonesia. Hal ini terjadi karena banyak arsitek atau teoretikus arsitektur di Indonesia membatasi dirinya hanya dalam lingkup arsitektur, dan gagal berinteraksi secara lebih luas dengan isu-isu sosio politik. Konsekuensinya, di satu sisi, istilah ‘identitas’ kehilangan pengaruh sosio-politiknya dan direduksi kepada masalah-masalah estetika visual semata, yang mengaburkan identitas arsitektur sebagai suatu konsep sosial budaya. Sementara itu, di sisi lain pemanfaatan identitas sebagai bagian dari komoditas politik juga melanjutkan dinamika yang terjadi di daerah (regional) yaitu warna kekuasaan (power) dalam formasi arsitektur di Indonesia sebagai imbas dari Desentralisasi. Makalah ini mengkritisi perilaku politik identitas yang cenderung berubah menjadi ‘regime’ dalam formasi identitas arsitektur saat ini, dan kurang terangkatnya isu identitas arsitektur dengan dinamika sosio-politik dan keseharian (‘everyday-life’) masyarakat. Kata Kunci: subjektivitas, hibrid, indigenitas, pasca-nasionalisme ABSTRACT. Straighthening the politics of identity in Indonesia after the 1997 political reformation has increased the formation of new architecture which are scattered in various regions in Indonesia. The cultural identity on indigeneity and become part of identity politics. It was exploited by elites and rulers for the sake of power politics. Ironically, in the field of architecture, the definition of this identity is even more unclear. These definitions spin on the debate about the search for identity that was never finished and is often associated with the process to bring a cultural identity as a response to the challenges of modern architecture such as universality, globalization and technological progress. This paper tried to look at architecture (space) in the intersection with time (history) and socio-political aspects. The issue that arises is how the politics of identity is slowly continuing influence in the formation of architecture in Indonesia after the 1997 political reform, under misconceptions about the definition of 'identity' in debates of architecture in Indonesia. This happens because many architects or architectural theorists in Indonesia restricts itself only in the sphere of architecture, and failed to interact more broadly with social and political issues. Consequently, on the one hand, the term 'identity' loss of the socio-political influences and are reduced to a visual aesthetic problems alone, which obscure the identity of architecture as a socio-cultural concept. Meanwhile, on the other hand the use of identity as part of a political commodity also continue the dynamics that occur in the area (regional) is the color of power (power) in the formation of architecture in Indonesia as the impact of decentralization. The paper criticized the behavior of identity politics that tends to turn into a 'regime' in the current architectural identity formation, and less lifting of architecture with issues of identity and everyday social and political dynamics ( 'everyday-life') of community. Keywords: subjectivity, hybrid, indigeneity, post-nationalism
ADAPTASI PERILAKU PEDAGANG BAZAR DALAM TERITORI RUANG DAGANG Estuti Rochimah; Handajani Asriningpuri
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.21-28

Abstract

ABSTRAK. Bazar telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Tangerang Selatan, kegiatan ini makin marak berkembang dan dikunjungi masyarakat. Bazar memiliki jadwal hari rutin dengan tempat penyelenggaraan yang berpindah-pindah, antara lain di halaman rumah seseorang, ruang terbuka dalam komplek hunian, penggal jalan lingkungan, depan pertokoan. Uniknya, para pedagang tidak saling berebut area serta mampu melaksanakan kegiatan berdagangnya di lingkungan lokasi dagang berbeda-beda. Para pedagang ini kebanyakan merupakan pedagang kecil dan menjajakan barang dagangannya dengan cara membuat lapak. Penelitian ini bertujuan mengetahui bentuk adaptasi perilaku pedagang pada area dagangnya, sehingga memperkuat terbentuknya teritori ruang dagang bazar. Metode penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif, dengan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Selanjutnya data diidentifikasi, dikategorikan dan diinterpretasikan untuk menemukankan faktor-faktor, serta keterkaitan antar faktor yang melatarbelakangi adaptasi perilaku hingga terwujudnya teritori ruang dagang bazar tersebut. Hasil penelitian menunjukkan perilaku pedagang; berjalan keliling, duduk di sela-sela barang dagang atau duduk di salah satu sisi tatanan barang yang dijualnya. Bentuk adaptasi tersebut dipengaruhi adanya fleksibilitas perilaku pedagang sebagai upaya adaptasi terhadap ruang dagang yang tersedia, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan mengontrol, mengawasi dan berkomunikasi dengan pengunjung, sebagai upaya memperkuat terwujudnya teritori ruang dagang bazar di Tangerang Selatan. Kata kunci: Adaptasi, Pedagang Bazar, Perilaku, Teritori ABSTRACT. Bazaar has become the main interest for the people of South Tangerang. It is increasingly visited by the people, widespread, and also growing. The bazaar has a regular schedule using moveable stalls; in front of houses, on the open space within the residential area, on the sidewalk, and at the storefront. However, the Sellers are not fighting over the venue and they are able to execute their selling activities in a different location. The sellers are mostly small-scale sellers, and they peddle their wares by making stalls. The study aims to determine the way of adapting behavior from the sellers using moveable stall method. Thus it can strengthen the formation of the bazaar trading space. The research method is descriptive qualitative using observation and interviews. Furthermore, the data were already identified, categorized and interpreted for finding the factors as well as the relationship among the factors behind the establishment of the territory behavioral adaptations to the bazaar trading space. The results showed that the behavior of the sellers was; moving around and sitting in between or aside their selling goods. Those adaption behavior were influenced by their flexibilities in adapting to available stall space with taking into account the ability to control and monitor their stalls as well as communicate with visitors as the effort to strengthen the realization of trading fairs territorial space in South Tangerang. Keywords: adaptations, behavioral, the sellers of bazaar, territory
KEGIATAN RITUAL ZIARAH MAKAM HABIB HUSEIN ALAYDRUS DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DI KAMPUNG LUAR BATANG Ashadi Ashadi; Anisa Anisa; Ratna Dewi Nur'aini
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.79-86

Abstract

ABSTRAK. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Penelitian ini membahas tentang kegiatan yang dilakukan pada Makam dan Masjid Bersejarah serta melihat pengaruhnya terhadap penggunaan ruang Publik. Objek studi yang diambil menjadi studi kasus adalah Makam dan masjid Luar Batang yang terletak di permukiman padat penduduk. Studi kasus ini diambil dengan pertimbangan bahwa Makam dan Masjid Luar Batang termasuk kawasan masjid bersejarah yang sampai saat ini masih ramai menjadi tujuan ziarah. Menariknya, Makam dan Masjid ini terletak di daerah padat penduduk yang minim ruang publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan serta mendapatkan relasi dari kegiatan ritual ziarah Makam Habib Husein dengan penggunaan ruang publik di Kampung Luar Batang. Metode penelitian menggunakan deskriptif interpretatif terhadap data dan analisis secara kualitatif dengan sampel diambil secara purposif. Kegiatan yang diamati adalah kegiatan ritual ziarah Makam dan kegiatan yang dilakukan di ruang publik. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah ada relasi dari kegiatan ritual ziarah makam Habib Husein dengan penggunaan ruang publik di Sekitar Masjid Luar Batang. Kegiatan yang masuk dalam ritual ziarah makam antara lain berdo’a-sholat-mengaji di sekitar Makam, kegiatan akhir ziarah, haul habib Husein, dan pengajian di Masjid Luar Batang yang merupakan rangkaian dari ziarah. Sedangkan ruang publik  pada Kampung Luar Batang yang berkaitan dengan kegiatan ziarah adalah halaman masjid Luar Batang dan jalanan umum. Kegiatan ritual ziarah makam menimbulkan kegiatan lain di ruang publik. Aktivitas lain yang dimaksud adalah aktivitas yang berhubungan dengan komersil dan kegiatan sosial. Kata kunci : kegiatan ritual ziarah, makam Habib Husein, ruang publik, Kampung Luar Batang. ABSTRACT. Activities undertaken by humans will affect the surrounding environment. This study discusses the activities conducted at the Tomb and the Historical Mosque as well as see the effect on the use of Public space. The object of the research taken into the case study is the Tombs and Masjid Luar Batang located in densely populated settlements. This case study was taken into the consideration that the Tombs and Masjid Luar Batang including the historic mosque which until now is still a busy pilgrimage destination. Interestingly, the Tomb and the Mosque is located in a densely populated area with minimal open space. The purpose of this research is to describe and interpret and get relation from the activity of pilgrimage Habib Hussein Habib with the use of public space in Kampung Luar Batang. The research method used descriptive interpretative of the data and analyzed qualitatively with the sample taken purposively. The activities observed were the activities of the pilgrimage rituals of the Tomb and the activities carried out in the public sphere. The results obtained from this research is no relation to the activities of pilgrimage Habib Husein tomb with the use of public space in the vicinity of Masjid Luar Batang. Activities included in the pilgrimage ritual of the tomb include praying around the Tomb, the end of the pilgrimage, haul Habib Hussein, and praying in Masjid Luar Batang which is a series of pilgrimages. While the public space in Kampung Luar Batang associated with the pilgrimage activities is the courtyard outside the Stem and public streets. The ritual pilgrimage activity of the tomb raises other activities in the public sphere, other activities in question are activities related to commercial and social activities. Keywords: pilgrimage ritual activity, Habib Hussein's grave, public space, Kampung Luar Batang. 
IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN HAYATI RTH DI KOTA DEPOK Ray March Syahadat; Priambudi Trie Putra; Pitria Ramadanti; Daisy Radnawati; Siti Nurisjah
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.29-38

Abstract

ABSTRAK. Pembangunan perkotaan tidak hanya harus terfokus pada lanskap binaan tetapi juga pada lanskap alami. Salah satu elemen lunak yang dianggap penting yaitu keberadaan ruang terbuka hijau (RTH). Pengembangan RTH di lanskap perkotaan selama ini umumnya lebih terfokus dalam mencapai tujuan mereduksi polutan, menciptakan kenyamanan termal, dan juga estetika. Sayangnya, masih banyak yang mengabaikan manfaat RTH dari sudut pandang konservasi khususnya flora dan fauna. Studi ini bertujuan untuk mendata keanekaragaman hayati di Kota Depok untuk menjadi acuan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan (green development), sehingga kualitas lingkungan dapat ditingkatkan dan fungsional bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi flora dan fauna. Studi dilaksanakan di tiga lokasi dengan karakter yang berbeda yaitu Taman Lembah Gurame, Tahura Pancoran Mas, dan Jalan Juanda. Hasil yang diperoleh nilai keanekaragaman vegetasi berturut-turut berada pada Tahura Pancoran Mas (2,535), Taman Lembah Gurame (1,287), dan Jalan Juanda (0,967). RTH di Jalan Juanda merupakan RTH dengan nilai keanekaragaman vegetasi paling rendah. Rendahnya nilai keanekaragaman vegetasi berpengaruh langsung terhadap keberadaan fauna yang tidak ditemukan pada RTH Jalan Juanda. Studi ini juga berhasil mendata vegetasi-vegetasi penting pada tiap-tiap lokasi yang dapat memberikan informasi mengenai mampu tidaknya vegetasi tersebut beradaptasi dengan lingkungannya. Kata kunci: fauna, flora, konservasi, lanskap perkotaan, ruang terbuka hijau. ABSTRACT. Urban development should not only focus on the man-made landscape but also the natural landscape. One of the important natural landscape is the existence of green open space. Green open space development in urban landscape areas has generally been more focused on achieving the goal of reducing pollutants, creating thermal comfort, as well as aesthetics. Unfortunately, the benefits of green space from the conservation, especially for flora and fauna are still largely ignored. This study aims to record biodiversity in Depok City to become a reference in achieving sustainable development (green development), so that environmental quality can be improved and functional not only for human but also for flora and fauna. The study was conducted in three locations with different characters namely Taman Lembah Gurame, Tahura Pancoran Mas, and Jalan Juanda. The results obtained by the value of vegetation diversity are consecutively in Tahura Pancoran Mas (2,535), Lembah Gurame Park (1,287), and Jalan Juanda (0.967). Green open space on Jalan Juanda has the lowest value of vegetation diversity. The low value of vegetation diversity directly affects the presence of fauna because not found in the Jalan Juanda. This study also managed to record important vegetations in each location that can provide information for whether or not the vegetation well-adapted in its environment. Keywords: conservation, fauna, flora, green open space, urban landscape
PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT MEDIKA DRAMAGA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KUALITAS VISUAL Priambudi Trie Putra; Moh. Sanjiva Refi Hasibuan; Ray March Syahadat
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.39-50

Abstract

ABSTRAK. Beberapa penelitian melaporkan cara negara-negara di berbagai belahan bumi melestarikan kualitas visual lanskap. Tingginya apresiasi terhadap lanskap membuat mereka selalu melakukan sebuah penilaian atau assessment setiap adanya penambahan struktur baru pada lanskap. Hal inilah yang membuat kualitas visual mereka tetap terjaga dari kerusakan baik yang disengaja maupun tak disengaja. Di Indonesia, perhatian ini masih lemah dan belum ada peraturan dari pemerintah yang khusus mengaturnya. Penelitian ini mencoba melakukan penilaian terhadap kualitas visual pembangunan Rumah Sakit Medika Dramaga yang didirikan pada tahun 2012. Proses proyek dan setelah proyek memiliki beberapa efek yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah dampak visual konstruksi pada lanskap sekitarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) menganalisis dampak visual dari kegiatan pembangunan Rumah Sakit Medika Dramaga bagi masyarakat sekitar yang dilihat dari aspek natural resources dan cultural resources; dan 2) mengidentifikasi persepsi dan preferensi masyarakat sebagai user utama. Hasil dari penelitian ini berupa rekomendasi perlindungan visual setelah adanya pembangunan Rumah Sakit Medika Dramaga terhadap lanskap sekitarnya. Penelitian ini menggunakan metode visual impact assessment (VIA) dengan menggunakan pendekatan dari Ogawa. Hasil penilaian menunjukkan bahwa kualitas visual Rumah Sakit Medika Dramaga umumnya dapat diterima secara visual, namun perlu dilakukan sedikit tindakan mitigasi (modifikasi kecil) untuk menghilangkan kontras visual yang terjadi dengan lingkungan. Kata kunci: kualitas lingkungan, lanskap, penilaian dampak visual, kualitas visual ABSTRACT. The prior researches in many countries report about preserving their visual landscape qualities. Due to their high appreciation for managing their landscape makes them always conduct an assessment of every new structure in its landscape. That is what makes their landscape well managed. In Indonesia, the attention to that case is still weak, and there are no specific rules issued by the governments. This research tries to assess the visual quality development of Medika Dramaga Hospital that built in 2012. The project process and after the project has several effects that must be considered. One of them is the visual impact of construction on the surrounding landscape. The aims of this article are to 1) analyze the visual impact of Medika Dramaga Hospital towards the community nearby based on natural resources and cultural resources aspects, and 2) to identify the community perception and preference as the primary user. The output of this research is a recommendation for the visual preservation after the completed process of Medika Dramaga Hospital development towards is landscape. This study using visual impact assessment (VIA) method based on Ogawa approaches. The results of the assessment of visual quality Medika Dramaga Hospital acceptable as visually, but need to do a few of mitigation actions (minor modifications) to eliminate the visual contrast that occurs with the surrounding environment. Keywords: environmental quality, landscape, visual impact assessment, visual quality
RASA KELEKATAN ANAK PADA RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Susinety Prakoso; Julia Dewi
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.1-10

Abstract

ABSTRAK. Fakta empiris membuktikan bahwa kehadiran suatu taman lingkungan dapat berkontribusi pada terbentuknya rasa kelekatan seseorang, termasuk anak, pada tempat. Rasa kelekatan anak pada tempat perlu ada dan penting karena memberikan kontribusi positif bagi perkembangan fisik dan mental anak. Tulisan ini bertujuan untuk memahami apakah kehadiran RPTRA, yang secara ekstensif dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta sejak tahun 2015, telah berkontribusi pada terbentuknya rasa kelekatan anak pada tempat? Apakah RPTRA telah menjadi tempat favorit anak? Bagaimana rasa kelekatan anak terhadap RPTRA dapat dipahami melalui dimensi pembentuk rasa kelekatan anak pada tempat? Lokasi studi adalah 10 RPTRA yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Pengukuran dan pemahaman rasa kelekatan anak terhadap RPTRA dilakukan melalui observasi, wawancara dan pengisian kuesioner oleh pengguna anak (n=597) di lokasi RPTRA.  Hasil pengukuran menunjukkan 77% responden anak menyatakan ada rasa kelekatan terhadap RPTRA dan 95% responden anak memberikan penilaian positif terhadap RPTRA sebagai tempat favorit mereka. Rasa kelekatan anak terhadap RPTRA dibentuk oleh 1) dimensi penggunaan RPTRA secara kolektif oleh anak bersama teman dan keluarga 2) dimensi tempat, seperti: kemudahan akses dan kedekatan lokasi RPTRA dengan rumah tinggal, keamanan, ketersediaan fasilitas ruang luar untuk bermain, dan ketersediaan fasilitas ruang dalam untuk belajar dan melakukan berbagai aktivitas terstruktur yang edukatif; 3) Dimensi proses, seperti: peluang untuk melakukan berbagai aktivitas di RPTRA, pengalaman yang berulang bersama teman sebaya dan keluarga, kemudahan pergerakkan bolak balik ke RPTA, dan durasi waktu. Kata kunci: Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), anak, rasa kelekatan pada tempat ABSTRACT. Empirically, the availability of parks contributed to the development of children’s place attachment. Having a sense of place attachment is essential for children’s physical and mental well-being. This paper aimed to obtain an understanding whether child-friendly integrated public spaces or called RPTRA, which was initiated and built extensively by The Jakarta City Provincial Government since 2015, had contributed to the development of children’s place of attachment and if RPTRA was considered as one of children’s favourite place. How children’s sense of attachment to RPTRA could be understood using three-dimensional, person-place-process framework.  This paper described a study of ten RPTRA located in Jakarta. We examined and measured children’s sense of attachment to RPTRA, based on observation, interviews, and data collected from children (n-597) who completed on-site questionnaires. The results show that 77% of children had developed a sense of attachment to RPTRA and 95% of children had positive feelings towards RPTRA as one of their favourite places. The development of children’s sense of attachment to RPTRA: 1) occurs at collective level with peers; 2) is influenced by place dimensions, such as easy access and proximity between RPTRA and home, security, availability of outdoor facilities for playing, and availability of indoor facilities for studying and other educative activities; and 3) is expressed through actions, experiences, repetitive movements or proximity-maintaining behaviors and length of time spend in RPTRA.  Keywords: Child-friendly Integrated Public Spaces (RPTRA), children, place attachment
POLA PEMANFAATAN DALAM TATA SPASIAL HUNIAN SUKU BAJO YANG BERKEMBANG DI KAMPUNG WURING KOTA MAUMERE Ambrosius A.K.S. Gobang; Antariksa Sudikno; Agung Murti Nugroho
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.51-64

Abstract

ABSTRAK. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pola pemanfaatan ruang dalam tata spasial hunian yang berkembang berupa sistem spasial hunian dan aspek-aspek yang melandasi pembentukan dan pemanfaatan spasial hunian Suku Bajo pada kawasan kampung Wuring sebagai upaya untuk memahami kondisi awal hingga terbentuknya permukiman kampung saat ini. Aspek pembentukan spasial didalamnya mengandung substansi gagasan perencanaan dari fungsi, bentuk asli, variasi bentuk dan perkembangannya. Kondisi spasial hunian Suku Bajo di kampung Wuring Kota Maumere dilihat dari karakteristik permukiman masyarakat sebagai kampung awal peradaban muslim dan menjadi pusat penyebaran agama Islam di Kabupaten Sikka. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologi dengan analisa deskriptif kualitatif dan bersifat naturalistik yaitu menggambarkan dan menginterpretasi catatan budaya Suku Bajo berupa keterangan sejarah, dokumen peta, maupun wujud fisik bangunan rumah masyarakat Suku Bajo. Hasil penelitian memberikan gambaran secara umum yaitu sistem spasial hunian mencakup organisasi ruang, orientasi ruang dan hirarki ruang dalam lingkup mikro hunian yang berdampak terhadap perkembangan lingkungan. Secara khusus ada perkembangan ruang dalam (mikro) berupa konsep ma’bunda-ma’buli serta bentuk rumah panggung tumbuh dan bentuk rumah panggung diaruma sebagai respon terhadap kecenderungan pola pemanfaatan ruang hunian dan beberapa aspek non fisik yang melandasi pembentukan spasial hunian di kawasan kampung Wuring. Kata kunci: pemanfaatan, sistem spasial, hunian, Suku Bajo, kampung Wuring. ABSTRACT. The purpose of this research is to examine using spatial pattern of a dwelling which developed into the form of spatial system occupancy and aspects to underline the formation and spatial utilization of Bajo Tribe at Wuring village as an effort to understand the initial condition until the creation of current village settlement. The aspects of spatial formation in it contain substance the idea of the planning of the function, the original form, the variation of form and its development. The spatial condition of the Bajo Tribe in Maumere City is seen from the characteristics of the settlement’s community as the early village of Muslim civilization and became the center of spreading out of Islam in Sikka District. By the approach in this research has been using phenomenology method with qualitative descriptive and naturalistic analysis that is descriptive describing and interpreting cultural record of Bajo Tribe in the form of description history, map document, and physical form of Bajo Tribe’s house. The results of the study provide a general overview of the spatial system of occupancy includes organization, orientation, and hierarchy space within the scope of micro occupancy that impact on the development of the environment. Particularly, there is a development of inner space (micro) in the form of ma'bunda-ma'buli concept and the formation at the growth of stage house and diaruma’s stage form as a response to the trend of occupancy utilization pattern space and some non-physical aspects underlying on the spatial establishment of dwelling in Wuring village. Keywords: utilization, spatial system, dwelling, Bajo Tribe, Wuring village..
BENANG MERAH TERBENTUKNYA POLA PERMUKIMAN DAN POLA HUNIAN DESA BALI MULA DIKAITKAN DENGAN ASPEK SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA STUDI KASUS: DESA PAKRAMAN JULAH, KECAMATAN TEJAKULA, BALI Ari Widyati Purwantiasning
NALARs Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.17.1.11-20

Abstract

ABSTRAK.  Desa Pakraman Julah merupakan salah satu desa adat tertua di Bali, desa ini sudah ada pada tahun caka 844 pada masa pemerintahan Sang Ratu Sri Ugrasena di Bali. Desa Pakraman Julah ini tepatnya terletak di Kecamatan Tejakula, Bali. Desa ini mempunyai keunikan tersendiri, dari adat istiadat, kebudayaan dan juga arsitektur yang dimilikinya seperti pola permukiman dan pola huniannya. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai sejauh mana aspek sosial, ekonomi dan budaya mempengaruhi dan berkaitan erat dengan terbentuknya pola permukiman dan pola hunian di Desa Pakraman  Julah ini. Pola permukiman pada Desa Pakraman Julah ini terbentuk karena didasari oleh adanya konsep “Nyegara Gunung”, yang ada di dalam adat istiadat dan filsafat masyarakat Bali. Di dalam filosofi Bali “Nyegara Gunung” adalah bahwa elemen antara laut dan gunung tidak dapat dipisahkan, dan menjadi satu kesatuan yang sejajar dan saling mendukung satu sama lainnya. Sementara itu pola hunian yang ada di dalam masyarakat Desa Pakraman Julah terbentuk karena adanya konsep “Rwa Bhineda” yaitu dua elemen/ hal yang bertentangan seperti: luan-teben; sakral-profan, hulu-hilir; utara-selatan; positif-negatif; dan sebagainya. Pola permukiman dan pola hunian yang terbentuk di dalam kehidupan masyarakat Desa Pakraman Julah maupun desa adat lainnya di Bali, tentunya secara tidak langsung di pengaruhi oleh aspek sosial, ekonomi dan budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Di dalam penelitian inilah akan dikaji lebih dalam mengenai kaitan dan hubungan timbal balik antara terbentuknya pola permukiman dan pola hunian di Desa Pakraman Julah ini dengan aspek sosial, ekonomi, dan budayanya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif komparatif yang mengedepankan pendekatan deduktif dalam analisis pembahasannya.Kata Kunci: pola permukiman, pola hunian, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek budaya ABSTRACT.  Desa Pakraman Julah is one of the old traditional villages in Bali. This village has existed since 844 year of caka, during the reign of Queen Sri Urgrasena in Bali. Pakraman Julah Village is precisely located in Tejakula District, Bali. This village has its own uniqueness, from customs, culture and also its architecture such as the pattern of settlements and patterns of the dwelling. This study raises the issue of the extent to which social, economic and cultural aspects affect and is closely related to the formation of settlement patterns and patterns of the dwelling in this Pakraman Julah Village. The pattern of settlement in Pakraman Julah Village is formed because it is based on the concept of "Nyegara Gunung", which is in the customs and philosophy of Balinese society. In the Balinese philosophy "Nyegara Gunung" is that the elements between sea and mountain cannot be separated, and become a unity parallel and mutually supportive of each other. Meanwhile, the pattern of occupancy that existed in the community of Pakraman Julah Village was formed because of the concept of "Rwa Bhineda" ie two elements/ contradictory things such as luan-teben (outside-inside); sacred-profane, upstream-downstream; north-south; positive-negative; etc. The pattern of settlements and pattern of the dwelling that formed in the life of the community of Pakraman Julah Village and other traditional villages in Bali, of course, indirectly influenced by social, economic and cultural aspects of the community. In this research will be studied more deeply about the relationship and reciprocal relationship between the formation of settlement patterns and pattern of the dwelling in this Pakraman Julah Village with the social, economic, and cultural aspects. This study uses a qualitative comparative method that puts forward the deductive approach in the analysis of the discussion.Keywords: pattern of settlement, pattern of dwelling, social aspects, economic aspects, cultural aspects

Page 1 of 1 | Total Record : 8


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol 23, No 1 (2024): NALARs Vol 23 No 1 Januari 2024 Vol 22, No 2 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 2 Juli 2023 Vol 22, No 1 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 1 Januari 2023 Vol 21, No 2 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 2 Juli 2022 Vol 21, No 1 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 1 Januari 2022 Vol 20, No 2 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 2 Juli 2021 Vol 20, No 1 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 1 Januari 2021 Vol 19, No 2 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 2 Juli 2020 Vol 19, No 1 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 1 Januari 2020 Vol 18, No 2 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 2 Juli 2019 Vol 18, No 1 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 1 Januari 2019 Vol 17, No 2 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 2 Juli 2018 Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018 Vol 16, No 2 (2017): NALARs Volume 16 Nomor 2 Juli 2017 Vol 16, No 1 (2017): NALARs Vol 16 No 1 Januari 2017 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 2 (2014): Jurnal Arsitektur NALARs Volume 13 Nomor 2 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 More Issue