cover
Contact Name
M. Agus Burhan
Contact Email
urbansocietysart@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
urbansocietysart@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Journal of Urban Society´s Arts
ISSN : 23552131     EISSN : 2355214X     DOI : -
Journal of Urban Society's Art ( Junal Seni masyarakat Urban) memuat hasil-hasil penelitian dan penciptaan seni yang tumbuh dan berkembang di masyarakat perkotaan yang memiliki struktur dan kultur yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Seni masyarakat urban merupakan manifestasi seni yang dihadirkan melalui media-media seni rupa, seni pertunjukan, dan seni media rekam yang erat dengan problematika kehidupan yang terjadi dalam keseharian masyarakat, serta bisa menjadi simbol yang menarik dan menjadi elemenpenting yang menjadi ciri khas dari (1) pusat kota, (2) kawasan pinggiran kota, (3) kawasan permukiman, (4) sepanjang jalur yang menghubungkan antar lingkungan, (5) elemen yang membatasi dua kawasan yang berbeda, seperti jalan, sungai, jalan tol, dan gunung, (6) kawasan simpul atau strategis tempat bertemunya berbabgai aktivitas, seperti stasiun, jembatan, pasar, taman, dan ruang publik lain.
Arjuna Subject : -
Articles 141 Documents
Sanggar Seni “Bao Daya” di Lombok Timur Menyongsong Industri Pariwisata Aji, Yosef Adityanto
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sanggar Seni “Bao Daya” di Desa Lenek Tengah Kabupaten Lombok Timurmerupakan kelompok kesenian yang sangat membantu program pemerintah untukmenunjukkan jati diri kesenian. Semua seni pertunjukan yang ditampilkan untukmenjamu wisatawan berakar dari budaya masyarakat setempat. Keunikan dankeunggulan produk berusaha ditampilkan oleh kelompok ini sebagai citra darisuatu daerah. Metode kualitatif digunakan untuk melihat fenomena yang terjadidan berkembang pada situasi sosial di sanggar-sanggar seni di desa Lenek Tengah.Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sanggar seni “Bao Daya” memberikankonstribusi yang besar terhadap kehidupan pariwisata dan kelangsungan hidupanggota masyarakat di sekitarnya selain itu keterlibatan pengelola seni besertaanggota keluarganya menjadi faktor utama dari keberlanjutan dan regenerasi senitradisi di Lombok Timur. Keberlanjutan hidup kelompok kesenian ini selainbergantung pada aktivitas anggota untuk selalu menyiapkan seni pertunjukan yangditampilkan juga ketersediaan sumber daya manusia sebagai pelakunya. Sejalandengan itu, kelangsungannya tergantung pula pada kehadiran wisatawan danpengelolaan organisasi secara profesional. The Art Studio “Bao Daya” in East Lombok - Welcome the Tourism Industry.The activities of the art studio “Bao Daya” in the village of East Lombok, Lenek Tengah,are very helpful to support the local government programs showing the identity of arts.All performing arts which are performed for tourists to entertain rooted from the localculture. The uniqueness and superiority of products are showed by this studio as theimage of a certain area. However, the studio not only shows the performances that serveas the performance for the tourists, but also is aimed to create service products that areutilized by the supporters of certain community.Although the management orientation tends to meet the needs of economy, the coachingand regeneration are not totally ignored. Trainings are continuously carried out and theyalso encourage children to practice and perform as well. The sustainability of this artstudio depends on the activity of its members who always prepare an art performanceand also on the availability of its human resources as the main actors. Correspondingly,its sustainability depends also on the presence of tourists and the professional managementof the organization.
Reuse dan Reduce dalam Penciptaan Aksesoris Multifungsi Berbahan Tekstil Luviani, Alfi
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penciptaan aksesoris multifungsi dipandang penting di tengah gempuran produkaksesoris mass production dari China yang menyerbu konsumen Indonesia. Aksesorismultifungsi berbahan tekstil dengan konsep reuse dan reduce berdasarkan ide ecofriendly ini mencoba menawarkan sebuah alternatif dalam suatu produk aksesoris,serta turut serta berpartisipasi dalam ide karya seni yang ramah lingkungan.Metode yang dipakai dalam pembuatannya adalah eksplorasi, eksperimen, danmelalui proses perwujudan. Penciptaan karya aksesoris multifungsi ini diharapkandapat memperkaya dunia aksesoris di Indonesia, sehingga masyarakat tidak lagimemandang aksesoris sebagai sebuah pernak-pernik yang tidak penting, melainkanmampu menjadi ide yang kritis tentang produk yang ramah lingkungan sertamemberikan kontribusi positif bagi perkembangan dunia perhiasan dan fashion diIndonesia. Reuse and Reduce on Creating Multifunctional Textile Accessories. The creationof multifunctional accesorries is important in order to encounter the mass productionof Chinese accessories coming to Indonesia in the recent years. These multifunctionalaccessories made of textile with the concept of reuse and reduce which are based on theeco-friendly idea try to offer a different perspective of accessory products and to participatein creating the eco-friendly products as well. The research methods which have been usedare the exploration, experimentation, and materialization. This creation is expected to beable to enrich the accessories world in Indonesia, so the community would not perceiveaccessories merely as something unimportant anymore, yet it could be an object thatbrings a critical idea about the eco-friendly artworks/products. Also, it can give a positivecontribution for the development of fashion and jewelry worlds in Indonesia.
Keberlanjutan dan Perubahan Pakarena Paolle Sukman, Fifie Febryanti
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kehadiran Tarian Paolle dalam masyarakat Bantaeng merupakan latar belakangkebiasaan yang mengikuti tradisi leluhur mereka yang dilakukan sejak zaman dahulumelalui upacara adat yang memiliki Paolle Dance di dalamnya. Perubahan dari segibentuk Tarian Paolle terletak pada seorang penari, tempat, dan kostum. Para penariPaolle hari ini juga berbeda dari penari pertama pada zaman Kerajaan Paolle. Sepertipada hari-hari tertentu, para penari Raya Paolle adalah gadis remaja yang masihdalam keadaan suci atau tidak menstruasi, di saat para penari menjadi orang tua,mereka memiliki banyak pengalaman hidup dalam menari, sebuah praktik yangpada awalnya merupakan milik kerajaan, yang dapat dipilih dan dilihat oleh publikdi lapangan. Kostum atau pakaian yang digunakan para penari adalah irisan hitambodo yang sangat tipis dan sekarang hal itu berubah menjadi merah. KeberlanjutanTarian Paolle di masa sekarang harus dilihat dalam pernikahan atau baby shower.Masyarakat Bantaeng masih menunjukkan tarian ini dalam siklus hidup, misalnya,dalam acara pernikahan, sunat atau hanya berfungsi sebagai hiburan Tarian Paolle. Continuities and Changes of Pakarena Paolle. The background presence of PaolleDance in Bantaeng societies is a habit that follows the customs of their ancestors whohave practiced them since the time immemorial through the traditional ceremony that hasPaolle Dance in it. Changes in terms of the shape of Paolle Dance depend on a dancer,a venue, and costumes. Today’s Paolle Dancers are also different from the first dancers inKingdom era of Paolle. On the days of the Kingdom Paolle, dancers were teenage girls whowere still in a state of purity or not menstruation, but now dancers are the parents becausethey have a lot of life experiences in dancing, a practice that was originally familiarizedin the kingdom can be seen by the public in the field. Costume outfit that used a very thinblack wedge of bodo now turns into red. Paolle Dance sustainability in the present can beseen in a wedding ceremony or a baby shower. Bantaeng societies still show this dance intheir life cycle e.g. marriage, circumcision, or they have done a tinja’, it only serves as anentertainment in the form Paolle Dance.
Perkembangan Tari Pajaga Gilireng: Sebuah Kreativitas Sanggar Tomaradeka di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan Saenal, Selfiana
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan sanggar tari dari Pajaga Gilireng ke Tomaradeka Wajo adalahperkembangan tari yang juga disebut Pajaga Gilireng tetap menjaga substansidasar tarian. Beberapa perubahan dalam bentuk gerak hanyalah perkembanganbertujuan untuk menghilangkan kesan tunggal bahwa gerakan disesuaikan denganperkembangan zaman. Sanggar Tari Pajaga Gilireng yang juga disebut Maradekadiatur untuk mendukung pertunjukan rutin, pernikahan orang biasa, dan untukwisatawan. Sementara pada awal mula, tarian Pajaga Gilireng hanya dilakukandi istana untuk penjemputan tamu penting kerajaan, dan pernikahan putra raja.Perkembangan sanggar tari dari Pajaga Gilireng ke Maradeka meliputi berbagaimappanetta, mappakaraja, marrongko, mabbetta, dan mallebu/massingkeruang.Kostum yang digunakan adalah pakaian khas Sulawesi Selatan dan penggunaansenjata properti (parang) dan kaliao (perisai). The Development of Pajaga Gilireng Dance A Creativity of TomaradekaDance Studio in Rajo Regency, South Sulawesi Province. Dance Studio versionPajaga Gilireng Tomaradeka Wajo is the development of dance Pajaga Gilireng everwhile maintaining the basic substance of dance. Some changes in range of motion ismerely a development aimed at eliminating and mono gerak impression tailored tothe times. Gilireng Pajaga Dance Studio version Maradeka To serve as a regular gigas the performances, weddings ordinary people, and pick up tourists. While at firstdance Pajaga Gilireng can only be performed in the palace as a royal guest pick-upmeans, the king’s son’s wedding. Dance Studio version Pajaga Gilireng To Maradekaconsists of various mappanetta, mappakaraja, marrongko, mabbetta, and mallebu/massingkeruang. Costumes used are typical attire of South Sulawesi and use the propertyweapon (machete) and kaliao (shield).
“Diam yang Menggeliat” dalam Karya Fotografi Ekspresi Harthoko, Tanto
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

”Diam yang Menggeliat” menunjukkan adanya suatu pertentangan yang sedangterjadi. Diam yang menggeliat perlu dimaknai secara lebih mendalam atau dikembangkandalam arti kiasan. Sesuai dengan imajinasi, persepsi, dan pengalamanbatin penulis, karya ini dimaknai sebagai bentuk proses sebuah perjalanan kehidupanmanusia yang divisualkan secara simbolis dengan subjek tumbuh-tumbuhanatau tanaman. Proses hidup tanaman sama dengan perjalanan hidup manusia, dariawal tumbuh hingga dewasa, sampai menuju masa akhirnya, yaitu menguning,layu, kemudian mengering atau mati. Perwujudan karya ini menggunakan teknikpemotrean close-up agar dapat menangkap detail yang membentuk gambaran fisiksesuatu yang menggeliat. Sebagai ujungnya, dalam pengekspresiaan penciptaankarya ini berorientasi pada “Squirming Silence” In the Art Work of Photographic Expression. Silence is mute,still, or not moving, while squirm means starting a movement no matter how slow it is.“Squirming Silence” indicates the existence of an ongoing dispute. If simply defined asit is, it would become impossible or would be a questionable truth. A possible solutionfor the phrase of squirming silence is that it needs to be interpreted deeper or developedin the sense of metaphor. In accordance with my imagination, perception, and innerexperience, “Squirming Silence” could be interpreted as a form of process of a humanlife journey which is symbolically visualized with the subject of greenery or plants. Thereason is that the process of a plant’s life is almost similar with the journey of humanlife, growing at the beginning until reaches adulthood, towards the end of life, turningyellow, wilting, and finally drying out or passing away. Using the technique of closeupphotography, to capture the details may shape the physical description of somethingsquirming. At the end, in expressing this art work, an orientation on the enlightmentvalues is highly needed to define the meaning of life which is in harmony with thenature.
Membaca Pertanda Zaman (Eksploitasi Alam oleh Manusia: Sebuah Interpretasi dalam Karya Seni Patung) Wantoro, Yoga Budhi
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Membaca Pertanda Zaman (Eksploitasi Alam oleh Manusia: Sebuah Interpretasi dalamKarya Seni Patung) mewakili bentuk-bentuk eksploitasi alam yang dilakukan olehmanusia adalah sebuah konsep penciptaan karya seni patung sebagai ungkapanpribadi penulis dalam menanggapi, merespons, dan merasakan fenomena eksploitasiyang kebablasan. Berdasarkan observasi, ide, dan sikap kreatif, penulis mencobamenafsirkan dan merepresentasikan gejala serta bentuk eksploitasi alam tersebutdalam bahasa patung yang kaya dengan unsur bentuk, ruang, dan volume. Konsepini, menjadikan alam sebagai objek eksploitasi yang direpresentasikan dalam bentukbatu alami yang sekaligus menjadi media penulis untuk membaca pertanda zaman.Selain itu, konsep etika lingkungan seperti Biosentrime dan konsep kejawen,yaitu Hamemayu Hayuning Bawana (bhs. Jawa) yang menjadi jiwa agar kelahiranpatung tersebut menjadi simbol keseimbangan antara manusia dan alam. Dalamhal ini sebongkah batu sebagai metafora dari alam dipecah, diiris, dibor, dan digesersebagai sebuah simbol bentuk eksploitasi yang dilakukan manusia terhadap alam.Kontradiksi antara manusia berteknologi dengan alam, dimetaforakan dalam prosesberkarya, yaitu dengan menggunakan peralatan mekanik ataupun mesin. Alat tersebutsebagai ekses dari perlakukan manusia terhadap alam demi kepentingan dankelangsungan hidup manusia. Sikap penulis yang tetap menghargai alam ditranformasikandalam wujud karya dengan membiarkan karakter batu tetap terjaga alamiahnya.Hasil penciptaan karya seni patung ini, selain memunculkan nilai estetik danbermakna simbolis, juga memberikan corak baru dalam seni rupa khususnya senipatung, serta memberikan ciri khas jati diri penulis dalam penciptaan seni patung. Understanding the Sign of an Era: Nature Exploitation by Human Being- anInterpretation on the Works of Sculpture. Understanding the sign of an era throughthe art of sculpture is one of writer’s expressions in interpreting the form of natureexploitation by human being. It will be read by public as a media of art which givesparticular aesthetic and symbolic values and which has intrinsic meaning on the formof nature exploitation. The symbolic sense will give richer meaning, transformationintegrity, and transcendent. Understanding the Sign of an Era (Nature Exploitationby Human Being - an Interpretation on the Works of Sculpture), represented by theform of nature exploitation by human being, is a concept of an art creation of sculptureas the writer’s personal expression in responding and sensing an overdose exploitationphenomena. Based on the observation, idea, and creative attitude, the writer tries tointerpret and represent the symptom and those forms of exploitation phenomena in theword of sculpture which is rich in form, space, and volume element. In this concept,the nature as the object of exploitation represented in the form of natural stone also became the writer’s media to understand the sign of an era. Moreover, the conceptof environment ethics like biocentrism and Javanese concept, Hamemayu HayuningBawana (Javanese Language), became the spirit so that the born of sculpture becomesthe symbol of a balance between human and nature. In this way, a loaf of stone asthe metaphor of nature was sliced, cut, drilled, and shifted to become a symbol ofexploitation form done by human being. The contradiction between human technologyand nature, shown in the process of creation, was by using mechanical instrument andmachine. Those tools were regarded as an excess of human attitude towards nature forthe sake of human’s importance and survival of life. The writer’s attitude that alwaysrespects for the nature was transformed in the shape of creation by maintaining thenatural character of stone. The result of this art creation of sculpture does not only raise aaesthetical value and symbolic meaning, but also gives a new design in art especially thesculpture, and also shows the writer’s personal character in creating the work of sculpture.
Konsep Teater Epik Brecht dalam Film Dogville Hari Wibowo, Philipus Nugroho
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Film yang menggunakan panggung sebagai tempat kejadian (setting) masih jarangditemukan di Indonesia. Kalaupun ada film-film tersebut hanyalah mengisahkankehidupan orang-orang teater dengan segala aktivitas kesehariannya, ataumentransformasikan naskah-naskah panggung menjadi sebuah film. Film Dogvillekarya sineas Denmark, Lars von Trier, menggunakan konsep pemanggunganteater dalam penggarapan filmnya.Dalam film tersebut, setting sebuah kota hanyadihadirkan disebuah studio besar (panggung) dengan garis-garis kapur yangdianggap mewakili berbagai macam benda ataupun dinding yang memisahkan satutempat dengan tempat lainnya. Furnitur yang dihadirkan sangat minimalis, hanyabeberapa benda saja yang dihadirkan yang dianggap cukup mengidentifikasikantempat tersebut. Background yang dipakai hanya layar hitam dan putih untukmembedakan adegan malam dan adegan siang. Berdasarkan kesamaan strukturpembentuk yang terdapat dalam film (narasi) dan teater, yaitu tema, alur,penokohan, dan setting yang dipaparkan secara deskriptif, dapat dibuktikan bahwaKonsep Teater Epik Brecht yang selama ini diterapkan dalam panggung bisaditerapkan dalam film Dogville. Brecht’s Concept of EpicTheaterin Dogville Film. Films using the stage as the scene(setting) are still rare in Indonesia, even if there are only films that tell us about the lifeof the theatre (stage) with all activities of daily life, or transforming the manuscripts stage(theater) into a movie. LarsvonTrier, Dannish film maker, made Dogville – it uses theconcept of theatrical staging in the process of the film making. In the film, a city settingis just presented in a large studio (stage) with the chalk lines are considered to representa wide range of objects or wall that separate sone place to another one. Presenting veryminimalist furniture, only a few objects are presented and sufficient to identify the place.Background screens use only black and white to distinguish the scenes and the scenesduring the night. Based on the similarity of structure formation contained in the film(narrative) and the theatre, the themes, Alur, characterizations and settings are presenteddescriptively.Then it can be proved that the Brecht’s concept of epic theater which hasalready been applied lately on the stage can be applied in Dogville film.
Transformasi Budaya dalam Kesenian Lengger Temanggung Perkotaan Sisworo, Budi
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lengger merupakan sebuah kesenian tari tradisional yang berkembang di daerah JawaTengah dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami fenomenatransformasi yang terjadi pada tari Lengger yang berkembang di wilayah perkotaanTemanggung. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa kesenian ini memilikiberbagai varian dalam baik dari sisi tarian, bentuk penyajian, dan mitologiyang berkembang di masyarakat. Hal ini terjadi karena kesenian kerakyatan lebihbersifat sebagai manifestasi pola pikir dan interpretasi dari gejala-gejala yang munculdari kehidupan masyarakat pendukungnya, bahkan perkembangannya pun sangatdipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan kehidupan masyarakatnya. Fungsidan peranan kesenian tradisi dalam masyarakat juga akan berubah dan berkembangmengikuti pola kehidupan masyarakatnya. Cultural Transformation in Lengger Temanggung Art. Culture constitutes aninseparable aspect of a human civilization. Culture has a variety of meanings stored ina system of civilization with thousands of virtue in it. Cultural change as the beginningof the transformation of culture is the basis of change in the culture of certain groups dueto the openness of people to accept emerging new cultural elements. Lengger dance is atraditional art developed in Central Java and the surrounding areas. Like jathilan andjaran kepang, Lengger art has differences in terms of dance, forms of presentation, andmythology developed in the community. This happens because the art is more popularthan a manifestation of the mindset and interpretation of the symptoms that arise fromsupporting community life, even its existence is strongly influenced by the developmentsand changes in people’s lives. In addition, the function and role of traditional arts in thecommunity will also change and evolve to follow the patterns of community life.
Lakon sebagai Media Transformasi Penyampaian Pesan Sosial dalam Pertunjukan Wayang Orang Wicaksono, Andi
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan menjelaskan transformasi isu aktual dalam manyarakattentang ide dan gagasan dalam pe-nyanggit-an lakon. Penelitian dilakukan dengancara pembacaan pertunjukan lakon “Sêsaji Raja Suya” sajian Paguyuban WayangOrang Panca Budaya menggunakan teori bangunan lakon wayang. Sanggit lakonyang ditemukan dikaitkan dengan konteks masyarakat saat ini untuk menunjukkantransformasi isu aktual di masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanggit lakon yang disajikan berbeda dengan sanggit lakon pada umumnya. Dalamsanggit tersebut terdapat pesan sosial tentang wacana pemilu. Sanggit beserta bentukpertunjukannya merupakan sebuah bentuk kreatif seniman dalam menangkap gejalagejaladan perubahan sosiokultural agar pertunjukannya diterima oleh masyarakat.Dalam menyikapi selera seni masyarakat sekarang, pertunjukan ini menunjukkanadanya pencarian format pertunjukan yang sesuai, namun tidak meninggalkankonsep tradisi di dalamnya. Hadirnya Paguyuban Wayang Orang Panca Budayayang tergolong baru menunjukkan geliat perkembangan wayang orang dalam upayamenghidupkan kembali kesenian tersebut. Study of Lakon as the Transformation Media of Conveying Social Message inthe Current Wayang Orang Show. The purpose of this research is to explain how thecurrent popular issues within society become the insight and idea in creating a lakon, andgiving information about the current development in wayang orang shows. The researchis carried out by the method of reading the show of lakon “Sêsaji Raja Suya” brought byPaguyuban Wayang Orang Panca Budaya, using the structural theory of lakon wayang.After the sanggit lakon acquired, it is then being related to the context of the currentsociety to show the transformation of today’s social issues in the society. The research resultshows that the sanggit lakon presented is different from the sanggit lakon generally. Thesanggit and the form of the show itself are the creative-form of the artist to capture thesocio-cultural signals and changes to make the show well-received by the society as theaudience. In response to the current society’s trends of art, the show indicates that there is asearch for the appropriate format of show without leaving the traditional concept within.The existence of the newly-established Paguyuban Wayang Orang Panca Budaya indicatesthe rising development of wayang orang in the hope of reviving the art form.
Kontinuitas dan Perubahan Sawer Panganten dalam Upacara Perkawinan Adat Sunda Kontemporer Irawan, Cepi
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami peristiwa saweran yang terjadi dalammasyarakat Sunda kontemporer. Penelitian dilakukan dengan pengamatan terlibatpada upacara perkawinan yang berlangsung dalam masyarakat Sunda yang tinggaldi kota. Peristiwa nyawer atau sawer dilaksanakan pada waktu upacara perkawinanadat Sunda setelah akad nikah. Upacara ini dilengkapi dengan benda-benda simbolikyang mempunyai nilai ritual seperti mantera atau rajah. Sawer yang bentukaktivitasnya berupa penyampaian nasihat kepada mempelai melalui lagu-lagu yangdinyanyikan oleh juru sawer dengan seni mamaos sebagai sarananya. Sawer ataunyawer mempunyai arti air jatuh memercik, sesuai dengan praktek juru sawer yangmenabur-naburkan perlengkapan nyawer seolah-olah memercikkan air kepadamempelai serta kepada semua yang hadir dan ikut menyaksikan di sekelilingnya.Acara seperti ini disebut nyawer karena dilakukan di panyaweran atau taweuranatau cucuran atap. berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan bahwa pada saatini telah terjadi perubahan-perubahan, baik dari segi tempat pertunjukan, waktupelaksanaan, materi lagu yang dibawakan, dan juru sawer yang melaksanakannya.Meskipun demikian, acara sawer ini sampai sekarang masih terus dilaksanakan olehmasyarakat Sunda kontemporer. Continuity and Change of Sawer Art in the Sundanese Tradition WeddingCeremony. The sawer art is a kind of song that has a free meter, accompanied by themusical instruments of kacapi (both the kacapi indung and the kacapi rincik) and eitherthe flute or the rebab (a two-stringed musical instrument). One of the functions of thisart is to become a part of the ceremonial activities in the Sundanese wedding ceremony.It is performed after the marriage ceremony. In this case, the sawer art is carried out byusing a technique served with beverage refreshment (ditambul) or songs sung withoutany musical accompaniments. Marriage is considered to be sunnah (optional) and it isdetermined by human beings based on the spiritual and physical needs. The marriageceremony is the most vital part in the process. After the marriage ceremony is over,there are other ceremonies to be carried out. These extra ceremonies do not belong tothe religious rule, instead they are parts of the old Sundanese customs which exist untilthe present time and perpetuated by many Sundanese people. They include the saweror nyawerthrough which an activity is done by giving a message to the newly-marriedcouple through songs presented by the jurusawer. From time to time, the sawer art stillexists with its strong tradition and it spreads throughout West Java, especially Priangan. Some people have this art as their profession. There have been some changes in theSundanese wedding tradition, i.e. those concerning time, place, equipment and thepeople organizing it.

Page 1 of 15 | Total Record : 141