cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Syifa al-Qulub : Jurnal Studi Psikoterapi Sufistik
ISSN : 25406445     EISSN : 25406453     DOI : -
Core Subject : Health,
Syifa al-Qulub adalah Jurnal Prodi Tasawuf Psikoterapi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Terbit enam bulan sekali (Januari dan Juli). Materi yang dipublikasikan merupakan hasil kajian dan penelitian. Jurnal Syifa al-Qulub memiliki tujuan memperluas wawasan, paradigma, konsep dan teori dibidang Tasawuf, Psikoterapi dan Konseling perspektif Islami dan Sufi.
Arjuna Subject : -
Articles 101 Documents
Konsep Mahabbah Imam Al-Tustari (200-283 H) Yayan Mulyana
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1427

Abstract

Cinta (mahabbah) merupakan tujuan paling agung seorang ‘abid, dan, maksud yang paling mulia seorang yang ta’at kepada Allah. Banyak orang yang mengaku sebagai pecinta tetapi sungguh mereka bukan pecinta sejati. Allah menjelaskan siapa pecinta sejati (Q.S. Ali- Imran [3]:31), cinta bagi, untuk dan dari Allah senantiasa bertambah seiring bertambahnya iman (Q.S. Al-Baqarah [2]:165), cinta menyelamatkan orang mukmin dari ‘adzab Allah di dunia dan akhirat (Q.S. Al-Maidah [5]:18), merupakan anugerah dan pemberian Allah, dan pecinta sejati adalah mujāhid fῑ sabῑlillah Q.S. Al-Maidah [5]:54), dan pecinta selalu bersama kekasihnya (H.R. Bukhori Muslim). Alquran dan Hadis merupakan sumber ajaran tasawuf dan di tangan para sufi konsep mahabbah dikembangkan melalui proses internalisasi dan penajaman spiritual. Sudah banyak pembahasan tentang mahabbah dari para tokoh sufi ternama, namun untuk tokoh yang satu ini luput dari perhatian, padahal ia merupakan tokoh sufi generasi awal yang ajarannya banyak dibicarakan, dikutip dan mempengaruhi para ulama tasawuf sesudahnya. Sudah barang tentu banyak terdapat persamaan dan perbedaan antara dia dengan tokoh sufi lainnya. Tokoh sufi yang dimaksud penulis adalah Sahl bin Abdillah al-Tustarῑ. Selain sebagai ulama tasawuf beliau juga seorang mufasir, Tafsῑr al-Qur’ān al-‘Aẓῑm merupakan karya tafsirnya yang diakui oleh para mufasir sebagai icon tafsir sufi isyari. Diantara karyanya di bidang tasawuf yaitu Daqāiq al-Muhibbῑn, Mawā’iẓ al-‘Arifῑn, Jawābāt Ahl al-Yaqῑn, dan Al-Ghāyah li Ahl al-Nihāyah. Baginya mahabbah merupakan anugerah, pemberian dan karunia dari Allah dan bukan hasil amaliah dan usaha (kasb), ia merupakan pancaran atau limpahan dari Allah tanpa menunggu (intiẓār) atau permintaan dari seorang hamba.
Tenaga Prana sebagai Terapi Alternatif bagi Penyembuhan Penyakit Pasien (Studi Terhadap Metode Penyembuhan Alternatif di Klinik Pengobatan Yayasan Majlis Taklim Al-Ukhuwah Buah Batu Bandung) Dian Siti Nurjanah
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1432

Abstract

Salah satu teknik pengobatan penyakit pasien adalah dengan menggunakan tenaga prana, tenaga prana atau energi chi adalah teknik penyembuhan yang didasarkan atas struktur keseluruhan tubuh manusia yang terdiri dari tubuh fisik dan tubuh energi yang tidak tampak yang disebut tubuh bioplasmik.Prana disamping untuk terapi penyembuhan fisik, bagi sebagian orang juga sebagai upaya mencari keseimbangan secara psikis. Targetnya jangka panjang mencari jalan supaya bisa hidup tenang di tengah-tengah suasana masyarakat yang sedang bergolak. Dan bagi mereka yang sedang dilanda putus asa bukan tidak mungkin metode pengobatan yang mengandalkan energi alam ini sebagai alternatif healing.
Perjalanan Rohani Perspektif Kaum Sufi Adnan Adnan
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1428

Abstract

Sufism as a spiritual life was frequently to be a return place for the tired man because of his life journey and an escape place for the pressed man. Beside that, actually sufism can strengthen the week individuals missing his self-existance. By sufism, they found the real meaning of life. In the teachings of sufi order, the seeker (salik) has to pass through spiritual path (thariqah) in order to know Allah as the Final Goal by passing a long journey and spiritual stations (maqamat) to improve their bad characteristics. This is significant to do for salikin, especially to make his inner empty, and then adorn and decorate it with all of good characteristics to reach higher and higher stations (maqamat). In the other hand, they found a religious-psycological experiences which is called ahwal to achive the spiritual experiences with Divine Reality (Haqiqah).
Posisi Ruh dalam Realitas Menurut Ibnu Qayim Al-Jauziyah Wawan Hernawan
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1433

Abstract

Makalah ini bertolak dari pemikiran, bahwa ruh memiliki peranan yang signifikan, baik dalam khazanah keilmuan Islam maupun non-Muslim. Dalam ajaran Islam, ditemukan indikasi, bahwa perbincangan tentang ruh hanya milik filosof dan ahli tasawuf. Sedang di kalangan non-Muslim, terutama para filosof mau tidak mau akhirnya mengakui  bahwa ruh memang diperlukan untuk menjawab hal-hal yang di luar pisik. Karena ruh berdimensi metafisik, maka pembahasannya lebih cocok dilakukan oleh para filosof yang mengedepankan pola-pola rasional. Ibnu Qayim adalah seorang pemikir Muslim dan pelanjut tradisi Salafiyah. Ia  meletakkan ruh bukan pada kajian tasawuf atau filsafat Islam, tetapi pada teologi, sekalipun sangat menolak pola-pola teologi yang dikembangkan kaum Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah. Baginya, pengkajian tentang ruh mesti dimulai dari dalil-dalil nash, pendapat dan pengalaman para sahabat atau tabi’in sebagai afirmasi. Setelah itu, mengemukakan pendapat kaum yang dianggap menyimpang sebagai negasi. Langkah terakhir, dikemukakan pendapatnya sendiri sebagai sintesa. Dari sejumlah informasi, ditemukan,  bahwa posisi ruh dalam realitas bagi Ibnu Qayim bersifat makhluk dan diciptakan. Ia tidak qadîm (terdahulu, lama) dan hadîts (baru). Eksistensinya meng-ada setelah eksis jasad. Ruh mengalami proses triadic, yang meliputi tahapan dialektis, serta kebebasan ruh yang bermakna pusat bagi dirinya sendiri.
Tobat Sebagai Sebuah Terapi (Kajian Psikoterapi Islam) Erba Rozalina Yulianti
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1429

Abstract

This paper will discuss how the concept of repentance ( tobat) in Islam can be used as therapy for human souls who are mired in a life of vice and sin. Either a sin will be cause a negative behaviour or negative thought. It is obvious that when someone is doing a lot of sin, so all the thoughts, feelings and behaviors are getting disorder. Based on this effect a sin will disturb the balance of man thinking, feeling and behavior. So it may not find tranquility and peace of mind. Indeed, it appears the anxiety and restlessness that lead to the emergence of a more severe psychological symptoms. Tobat which has a combination of psychological functions can fill the rest of Islamic Psychoterapy. This is understandable because Tobat process has formed as a variety of positive psycholocical functioning. They are: 1) Awareness to change behavior, 2) Self evaluation ( comfession), 3) Positve feelings ( remorse ), 4). Positive attitudes ( commitment), 5). Change of behavior consitently.
Landasan Qur’ani Tentang Zikir dalam Ajaran Tarekat Ecep Ismail
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1434

Abstract

Inti ajaran yang dikembangkan dalam tarekat selalu berlandaskan Alquran meskipun harus melalui proses penafsiran yang dipaksakan seperti dalam ajaran zikir. Ada tiga jenis orang yang berzikir, yaitu:  Orang yang berzikir kepada Allah dengan lisannya sedang hatinya lalai; Orang yang lain berzikir kepada-Nya dengan lisan disertai dengan hadirnya hati;dan yang ketiga adalah orang yang berzikir kepada Allah dengan hatinya  sedangkan lisannya tidak mengucapkan apa pun. Diantara ayat al-Qur ’an yang dijadikan landasan zikir dalam ajaran tarekat adalah: QS 33:4142, QS. 3:191, QS.29:45, QS 2:152, QS 59:19, QS 43: 36, dan QS 58:19.
Urgensi Bimbingan Kolaboratif bagi Anak yang Mengalami Learning Disabilities di Sekolah Dasar Medina Chodijah
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1430

Abstract

Learning disabilities is a wide variety of learning problem which is known more than 100 years ago. No one can help learming disabled children alone.Collaborate  is the best way that can maximize they potential and minimize they problems. Many research was conduct to see the effect of the collaborative guidance, and the result shown that collaborative has positif effect to  all children aspects. But in Indonesia there still no structurize platform to conduct the collaborative guidance.
Tasawuf Filosofis dan Filsafat Sufistis dalam Epistemologi Ibn Tufail Muliadi Muliadi
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1435

Abstract

Banyak jalan menuju Roma. Unkapan ini bisa juga kita gunakan dalam mendapatkan kebenaran. Banyak jaln menuju kebenaran (the Ultimate/Infinitife). Karya Ibn Tufail telah menggambarkan bagaimana pertemuan antara filsafat dan ajaran agama berteman secara harmonis. Keduanya memiliki jalan yang berbeda namun menemukan kebenaran yang sama (al-haqq). Karya ini menggambarkan kepada semua orang bahwa filsafat bisa berselimut dengan tasawuf dan tasawufpun tidak harus alergi dengan filsafat, karena keduanya bersaudara dan saling melengkapi.
Pemikiran Tasawuf Ortodoks di Asia Tenggara (Telaah atas Kontribusi Al-Ranirî, Al-Singkilî, dan Al-Makasarî) Ali Masrur
Syifa al-Qulub Vol 1, No 2 (2017): Januari, Syifa al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v1i2.1431

Abstract

Sufisme, sebagai salah satu bagian dari khazanah Islam, dapat dikelompokkan kedalam dua varian. Pertama, sufisme yang bercorak ortodoks dan sufisme yang bercorak heterodoks. Jika yang pertama, lebih menekankan pada sikap moderat dan mengupayakan adanya keselarasan antara pengalaman mistik dengan aturan-aturan syariat, maka yang kedua, lebih menitikberatkan pada pengalaman fana daripada ajaran syariat. Dua model pemikiran sufisme ini, sangat mempengaruhi pemikiran dan gerakan sufisme di Nusantara pada abad ke-16 dan ke-17. Sufisme heterodoks mewujudkan dirinya dalam pandangan-pandangan Hamzah Fansuri (w. sebelum 1607) dan Syamsuddîn al-Sumatranî (w. 1630), sementara sufisme ortodoks terdapat dalam  pikiran-pikiran Nuruddîn al-Ranirî (w. 1658), Abdurrauf alSingkilî (1615-1693), dan Syeikh Yusûf al-Makasarî(1627-1699). Karena dua aliran ini berangkat dari pemahaman dan metode yang berbeda, pengaruhnya pada gerakan sufisme Nusantara  telah memuncul-kan persoalan baru dan konflik yang tak berkesudahan. Seperti terlihat pada tulisan di bawah ini, penulis hanya menelisik tentang corak sufisme ortodoks dengan mengupas pemikiran tokoh-tokoh sufi nusantara, yaitu al-Ranirî, al-Singkilî, dan alMakasarî
Epistemologi Doa KH Asep Mukarram Solehudin Solehudin
Syifa al-Qulub Vol 2, No 1 (2017): Juli, Syifa Al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v2i1.2386

Abstract

Terapi adalah upaya penyembuhan atau normalisasi atas “penyakit” yang diderita oleh pasien. Terdapat banyak ragam cara penyembuhan yang dilakukan terapis terhadap penyakit pasien. Jenis penyakit dan tingkat keakutannya juga bervariasi. Penyakit-penyakit kategori medis dengan level ke-akut-an dan penyakit-penyakit yang ditengarai non-medis membuka cukup ruang munculnya lembaga-lembaga terapi alternatif  di berbagai wilayah khususnya di Indonesia. Untuk wilayah Jawabarat, terdapat banyak lembaga-lembaga terapi baik yang memiliki legal-formal terdaftar di departemen kehakiman maupun yang tidak mengantongi surat izin. Lembaga terapi pada scope satuan-satuan wilayah yang lebih kecil misalnya terdapat di Kampung Ciawitali Sukanagara, Cianjur Selatan Kabupaten Cianjur. Lembaga terapi ini merupakan bagian dari Lembaga pesantren Salafi Ciawitali yang dipimpin KH. Asep Mukarram. Tujuan pnelitian ini fokus pada basis terapinya yakni do’a. Ada beberapa ilustrasi yang dinarasikan penulis di depan nanti tentang epistemologi do’a yang ada di lembaga terapi tersebut dengan penjelasan-penjelasan langsung atau tidak langsung yang bersumber dari terapis (KH. Asep Mukarram). Karenanya, penelitian ini hanya berkisar  pada prosesi perolehan do’a (ijazah, mahar), riyadlah, puasa (shaum), wirid dan lain-lain.Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitik dengan jenis data kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah field research dengan teknik wawancara mendalam (deep interview) dengan  puposive sampling. Penelitian ini berbasis pada kerangka epistemologi atau teori pengetahuan (nadzariyyat al-ma’rifah). kata do’a (الدعاء). Jika merujuk kepada Alquran, banyak kata-kata do’a dengan berbagai derivasinya baik dalam bentuk kata kerja maupun kata benda, sebanyak 90 kali disebut; 48 dalam bentuk kata benda [isim] dan 44 dalam bentuk kata kerja [fi’il]. Kata ini memiliki variasi makna; ibadah, meminta, memanggil, memuji dan seterusnya. doa secara definitif dimaknai dengan; permintaan kepada Allah untuk didatangkan kemanfaatan dan dicegah berbagai keburukan. Hasil penelitian ini dapat disebutkan secara singkat sebagai berikut; epistemologi do’a di lembaga terapi KH Asep Mukarram meliputi prosesi pembersihan fisik dengan di”rebus”, melakukan riyadlah (latihan penyucian jiwa), shaum, Idan wirid. Perolehan ilmu para santri atau pasien melalui proses ijazah dan mahar. Do’a-do’a yang di-ijazahkan bersumber dari Alquran, literatur kitab-kitab hikmah, dan “racikan” KH Asep Mukarram sendiri. Relasi do’a dengan terapi dapat terlihat dari prosesi terapi dengan media wafaq, transfer energi do’a pada pemindahan penyakit ke tubuh hewan, dan pengisian benda dengan energi doa. Ide utama dari berdoa menurut KH Asep Mukarram adalah keyakinan bahwa do’a kita akan di-qabul (diterima).

Page 1 of 11 | Total Record : 101