cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 1,389 Documents
Fungsi Sistolik dan Diastolik Jantung pada Pasien Anak dengan Osteosarkoma yang Mendapat Terapi Doksorubisin Di RS Cipto Mangunkusumo Kristin Handojo; Hikari Ambara Sjakti; Piprim B. Yanuarso; Arwin AP Akib
Sari Pediatri Vol 16, No 3 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp16.3.2014.149-56

Abstract

Latar belakang. Doksorubisin merupakan obat golongan antrasiklin yang penting dan efektif pada pengobatan tumor padat pada anak. Doksorubisin mencegah sintesis RNA dan DNA melalui proses interkalasi. Kardiotoksisitas dilaporkan paling banyak karena penggunaan doksorubisin tersebut sehingga penggunaannya masih terbatas.Tujuan. Mengetahui fungsi jantung pada anak dengan osteosarkoma setelah mendapat terapi doksorubisin di RSCM.Metode. Studi deskriptif potong lintang dilakukan di RSCM, Divisi Hematologi-Onkologi IKA dan Sub Bagian Onkologi Orthopedik dan Traumatologi, dengan menelusuri catatan registrasi dan rekam medis pasien anak dengan osteosarkoma sejak 1 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2012.Hasil. Terdapat 25 subjek penelitian, 21 di antaranya selesai menjalani kemoterapi dan mendapat total dosis kumulatif doksorubisin dengan rentang 300 mg/m2 sampai 675 mg/m2. Fungsi sistolik LV mengalami penurunan rerata fraksi ejeksi 3,3% dan pemendekan 2,5% setelah mendapat doksorubisin. Fungsi diastolik LV mengalami penurunan rerata rasio E/A 17,6%. Sembilan dari 18 pasien yang selesai menjalani kemoterapi dan mendapat total dosis kumulatif doksorubisin 375 mg/m2 mengalami gangguan fungsi diastolik tidak disertai gangguan fungsi sistolik. Kardiomiopati dilatasi ditemukan pada satu pasien setelah mendapat dosis kumulatif doksorubisin 300 mg/m2 dan satu pasien setelah mendapat dosis 675 mg/m2. Pasien berusia ≥10 tahun dan berjenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami penurunan fungsi sistolik dan diastolik LV setelah mendapat doksorubisin.Kesimpulan. Fungsi sistolik dan diastolik LV menurun setelah pasien mendapat terapi doksorubisin dengan dosis kumulatif 300 mg/m2. Penurunan fungsi diastolik mendahului penurunan fungsi sistolik LV. Dosis, usia, dan jenis kelamin perempuan dapat menjadi faktor risiko penurunan fungsi jantung setelah pemberian doksorubisin.
Hubungan Ketebalan Tunika Intima Media Arteri Carotis dengan Obesitas pada Remaja Didik Hariyanto; Bambang Madiyono; Damayanti R Sjarif; Sudigdo Sastroasmoro
Sari Pediatri Vol 11, No 3 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.036 KB) | DOI: 10.14238/sp11.3.2009.159-66

Abstract

Latar belakang. Obesitas pada anak adalah masalah yang kompleks dengan penyebab multifaktorial, sehingga menyulitkan tata laksananya. Permasalahan yang timbul akibat obesitas berpengaruh terhadap tekanan darah, fungsi metabolisme, diabetes, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain.Tujuan. Menilai ketebalan tunika intima-media (intima media thickness / IMT) arteri karotis sebagai petanda awal aterosklerosis pada anak remaja dengan obesitas dini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Metode. Penelitian observasional dengan rancang bangun cross sectional terhadap 43 remaja obes dan 21 remaja sehat sebagai kontrol. Data meliputi kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan HDL, trigliserida dan apolipoprotein B. Penilaian ketebalan tunika intima-media arteri karotis dilakukan dengan alat ultrasonografik. Pengolahan data dengan uji t tidak berpasangan, chi-square atau uji Fisher dan Anova. Untuk hubungan antar variabel digunakan uji regresi linier.Hasil. Terdapat perbedaan yang bermakna ketebalan tunika intima media arteri karotis remaja obes (rerata 0,41 mm; SB 0,05) dibandingkan kontrol 0,33 mm (SB 0,01) (p=0,001). Demikian juga kadar kolesterol total (p=0,001); kolesterol LDL (p=0,001), kolesterol HDL (p=0,004), trigliserida (p=0,017 ) dan apolipoprotein B (p=0,001). Tekanan darah sistolik anak obes rerata 118,2 mmHg (SB10,4), kontrol 109,5 mmHg (SB12,7) dan diastolik anak obes rerata 81,5 mmHg (SB 7,3); kontrol 68,6 mmHg (SB 7,4) berbeda bermakna dengan nilai p berturut-turut 0,004 dan 0,001. Dengan uji regresi linier terdapat hubungan ketebalan tunika intima media arteri karotis dengan indeks masa tubuh (r=0,640;p=0,001); dengan indeks BB/TB (r=0,627;p=0,001). Tetapi tidak terdapat hubungan ketebalan tunika intima media arteri karotis dengan kadar profil lipid. Kadar kolesterol HDL memiliki hubungan yang bermakna dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis (r=-0,581; p=0,020).Kesimpulan. Ketebalan tunika intima media arteri karotis, kadar profil lipid, tekanan darah sistolik dan diastolik pada remaja obes berbeda bermakna dibandingkan anak dengan BB normal. Terdapat hubungan peningkatan ketebalan tunika intima media arteri karotis dengan peningkatan indeks masa tubuh, indeks BB/TB, tekanan darah diastolik, dan kadar kolesterol HDL yang rendah. 
Telaah Kritis Makalah Prognosis Bambang Tridjaja AAP
Sari Pediatri Vol 4, No 3 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.621 KB) | DOI: 10.14238/sp4.3.2002.152-4

Abstract

Seringkali kita ditanya orang tua di tempatpraktek seperti “Kalau anak saya tidakdiobati/dirawat, kemungkinan apa saja yangdapat terjadi pada anak saya?” Atau ketika berdiskusidengan orang tua pasien diare yang telah diberikancairan intravena, seringkali ditanyakan “Kira-kira tidakakan terjadi apa-apa kan dok, anak saya akan sembuhkan?” Pertanyaan pertama menggambarkan suatuskenario yang menyebabkan dokter harus menjelaskankepada orang tua mengenai perjalanan alamiahpenyakit. Pertanyaan kedua menggambarkan skenariosuatu perjalanan klinis. Semua skenario tersebutmempunyai satu persamaan yakni menjelaskanmengenai prognosis.
Faktor yang Berhubungan dengan Hiperglikemia dan Luarannya pada Anak Sakit Kritis Rosary Rosary; Imral Chair; Pustika Amalia; Agus Firmansyah; Irawan Mangunatmadja; Mulyadi M. Djer
Sari Pediatri Vol 15, No 1 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.1.2013.32-8

Abstract

Latar belakang. Hiperglikemia pada sakit kritis berhubungan dengan luaran yang lebih buruk, seperti lama penggunaan ventilasi mekanik, dan obat vasoaktif lebih panjang, serta derajat disfungsi organ yang lebih berat.Tujuan. Mengetahui hubungan karakteristik subjek dengan hiperglikemia serta mengetahui perbedaan proporsi subjek yang mengalami hiperglikemia antara kelompok subjek yang memakai ventilasi mekanik, mendapat obat vasoaktif, serta dengan disfungsi organ berat, dibandingkan dengan kelompok subjek yang tidak.Metode. Studi analitik potong lintang dilakukan pada anak sakit kritis di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) usia 1 bulan-18 tahun, dilakukan antara Maret-Juni 2011.Hasil. Didapatkan 87 subjek penelitian, 60 di antaranya laki-laki. Hiperglikemia ditemukan pada 25/87 (28,7%) subjek dengan median kadar glukosa darah 121 (37-443) mg/dL Hiperglikemia ditemukan lebih banyak pada laki-laki, usia >1-5 tahun, gizi kurang, dan pasca-bedah, tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna. Subjek yang menggunakan ventilasi mekanik dan vasoaktif memiliki proporsi lebih besar mengalami hiperglikemia dibandingkan dengan subjek yang tidak, tetapi perbedaan ini juga tidak bermakna. Enam dari 10 subjek yang memiliki skor Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD) tinggi mengalami hiperglikemia. Proporsi ini lebih besar dibandingkan subjek dengan skor PELOD rendah, yaitu 19/77 subjek (p=0,03).Kesimpulan. Proporsi subjek yang mengalami hiperglikemia lebih besar pada anak dengan disfungsi organ berat daripada disfungsi organ ringan. Karakteristik subjek tidak berhubungan dengan hiperglikemia pada sakit kritis. Tidak terbukti adanya perbedaan proporsi subjek yang mengalami hiperglikemia pada anak sakit kritis yang menggunakan ventilasi mekanik dan obat vasoaktif dibandingkan dengan kelompok subjek yang tidak.
Hipoksia Jaringan dan Kadar Laktat pada Leukemia Limfoblastik Akut dengan Demam Neutropenia dalam Fase Induksi Nusarintowati Ramadhina; Endang Windiastuti; H.I. Budiman
Sari Pediatri Vol 10, No 3 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.3.2008.158-62

Abstract

Latar belakang. Pada Leukemia limfoblastik akut (LLA), proses fagositosis oleh neutrofil kurang atau tidak efektif(kondisi neutropenia) memungkinkan bertahannya bakteri yang tidak dapat didigesti, sehingga timbul prosesinflamasi yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan mikrosirkulasi.Tujuan. Mengetahui gangguan mikrosirkulasi pada pasien LLA dengan demam neutropenia dalam fase induksidengan menggunakan 2 parameter yaitu kadar oksigen darah vena (SvO2) dan kadar laktat darah.Metode. Penelitian potong lintang, Maret 2007-Maret 2008 pada pasien LLA berusia 0-18 tahun. Pengambilansampel secara consecutive sampling, pada pasien LLA baru yang mendapat terapi sitostatika dalam fase induksi denganjumlah absolut neutrofil <1000/uL dan terdapat satu kali episode demam.Hasil. Lima belas dari 49 subjek (31%) memiliki kadar oksigen darah vena di bawah 60%. Rerata SvO2 64,11±9,24%,pada neutropenia berat rerata SvO2 lebih rendah dibandingkan pada neutropenia sedang (56,78±7,99% vs.69,16±6,18%). Tidak tampak hubungan antara beratnya neutropenia dengan kadar SvO2. Pada pemeriksaankadar laktat, 38 dari 49 subjek (78%) memiliki kadar laktat di atas 2 mmol/L. Rerata kadar laktat darah 3,04±1,14mmol/L, pada neutropenia berat rerata kadar laktat darah lebih tinggi dibandingkan neutropenia sedang (3,52±1,33mmol/L vs. 2,72±0,87 mmol/L). Beratnya neutropenia mempengaruhi kadar laktat darah, 15 subjek dengan SvO2< 60%, 13 subjek (87%) mengalami pula peningkatan kadar laktat darah di atas 2 mmol/L, 27 dari 34 subjek(79%) memiliki kadar laktat darah lebih dari 2 mmol/L meskipun kadar SvO2 dalam batas normal.Kesimpulan. Pada pasien LLA dengan demam neutropenia, kadar neutropenia mempengaruhi kadar laktat darahnamun tidak mempengaruhi kadar SvO2 sehingga hasil kadar laktat lebih dapat digunakan dengan segera untukmenunjukkan gangguan mikrosirkulasi dibandingkan hasil SvO2
Hubungan Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia 1 - 2 Tahun Gladys Gunawan; Eddy Fadlyana; Kusnandi Rusmil
Sari Pediatri Vol 13, No 2 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (73.121 KB) | DOI: 10.14238/sp13.2.2011.142-6

Abstract

Latar belakang.Pada umumnya usia 1-2 tahun pertama kehidupan akan menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari. Tujuan. Mengetahui gambaran perkembangan anak usia 1-2 tahun dan status gizi. Metode.Penelitian dilakukan di tiga Puskesmas Garuda, Ibrahim Aji, dan Puter yang terdiri dari 24 Posyandu di Kabupaten Bandung. Penelitian dilakukan dilakukan secara cross sectionaldengan subjek anak usia 1-2 tahun yang sehat dan kooperatif pada saat pemeriksaan, serta orang tua menyetujui ikut dalam penelitian. Tes perkembangan dilakukan oleh satu dokter anak dan dua dokter (residen) dengan menggunakan KPSP (Kuesioner Pra Skrening Perkembangan). Empat aspek perkembangan yang dinilai yaitu motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa, sosial dan kemandirian. Penelitian dilakukan dari tanggal 15 November 2010 sampai 30 November 2010. Hasil.Jumlah subjek 321 anak usia 1–2 tahun dan yang memenuhi kriteria inklusi 308 anak, terdiri dari 164 laki-laki (53,2%) dan 144 perempuan (46,8%). Anak yang mengalami perkembangan normal 278 anak (90,22%) dan meragukan 30 anak (9,78%). Sedangkan status gizi dinilai berdasarkan BB/PB, hasil normal 277 anak (89,9%) dan kurus 31 anak (10,10%). Dari 31 anak dengan status gizi kurang, di antara 2 anak di antaranya mengalami perkembangan meragukan dan dari 28 anak dengan perkembangan meragukan mempunyai status gizi normal. Kesimpulan.Tidak terdapat hubungan antara gangguan perkembangan dengan status gizi (p=0,394) begitu juga dengan status gizi dengan kondisi ekonomi (p=2,500) dan perkembangan dengan status ekonomi (p=0,336). Dari perkembangan dengan nilai meragukan adalah motorik kasar (6,17%), motorik halus (0,65%), bicara dan bahasa (4,54%), serta sosialisasi dan kemandirian (2,92%). Faktor-faktor yang berhubungkan dengan status perkembangan adalah umur anak (p=0,009). Perlu upaya untuk mengevaluasi perkembangan yang meragukan dan perlu penelitian lanjut dengan pembanding.
Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada Anak Novie Homenta Rampengan
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.271-6

Abstract

Latar belakang. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan khususnya di Indonesia. Kloramfenikol merupakan obat pilihan lini pertama untuk terapi demam tifoid tanpa komplikasi pada anak sampai saat ini. Antibiotik lain yang dipergunakan adalah tiamfenikol, sefiksim dan azitromisin. Tujuan.Melakukan evaluasi respon antibiotik yang digunakan dalam terapi demam tifoid tanpa komplikasi di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Prof.Dr.R.D.Kandou, Manado.Metode.Penelitian kohort retrospektif dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Prof.Dr.R.D.Kandou, Manado, Juli 2007-Juni 2012 pada anak usia 6 bulan-13 tahun dengan diagnosis demam tifoid. Data diperoleh dari rekam medik pasien. Waktu bebas demam dan lama rawat pada tiap kelompok antibiotik di data. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan ANOVA dengan uji F dengan program SPSS 17.Hasil. Didapatkan 161 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Antibiotik terbanyak dipakai adalah kloramfenikol (31,1%), tiamfenikol (27,3%), sefiksim (23%), dan azitromisin (18,6%). Waktu bebas demam paling pendek dicapai pada kasus yang diberikan azitromisin yaitu 37,9 (SB 32,8) jam, diikuti oleh kloramfenikol 40,3 (SB 28,3), tiamfenikol 45,3 (SB 38,1) dan sefiksim 50,8 (SB 32,3). Rerata lama rawat paling cepat ditemukan pada kelompok kloramfenikol yaitu 4,4 (SB 1,3) hari, diikuti dengan azitromisin 4,6 (SB 1,3), tiamfenikol 4,8 (SB 1,7) dan sefiksim 4,8 (SB 1,6) Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata waktu bebas demam dan lama rawat keempat jenis antibiotik.Kesimpulan.Pemberian antibiotik kloramfenikol, tiamfenikol, sefiksim, dan azitromisin pada demam tifoid anak tidak terdapat perbedaan bermakna pada rerata waktu bebas demam dan lama rawat inap.
Evaluasi Mikrobiologi dan Sifat Mekanik Kateter Penghisap yang Dipakai Ulang: Perbandingan antara Dua Prosedur Pemrosesan Elisa Elisa; S.H. Purwanto; A.T. Aman; Y. Pranoto; Kusmono Kusmono
Sari Pediatri Vol 12, No 5 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.882 KB) | DOI: 10.14238/sp12.5.2011.328-34

Abstract

Latar belakang. Pemakaian ulang kateter penghisap telah biasa dilakukan di Indonesia, namun sejauh inibelum ada penelitian mengenai sterilitas dan keamanannya.Tujuan. Mengevaluasi sterilitas, sifat mekanik, dan permukaan serta kualitas matriks kateter penghisap yangdipakai ulang setelah diproses dengan dua jenis prosedur pengolahan yang berbeda.Metode. Kateter penghisap yang dipakai ulang setelah diproses dan disterilisasi menggunakan gas etilen oksida(EO), atau menggunakan sterilisasi pemanasan kering (kelompok B). Semua sampel dibersihkan dan didesinfeksidengan prosedur yang hampir sama. Kateter penghisap baru dipakai sebagai standar. Mikroba yang tumbuh padamedium kultur diidentifikasi. Semua sampel menjalani uji tarik dan kompresi. Analisis mikrostruktur dilakukandengan menggunakan mikroskop elektron (SEM) dan energi-dispersif spektroskopi sinar-X (EDX).Hasil. Kultur positif bakteri komensal pada 6 di antara 15 sampel pada kelompok A, dan 6 dari 17 sampelpada kelompok B. Terdapat perbedaan yang bermakna dari sifat mekanik sampel penelitian (p<0,05).Sampel dari kelompok A memiliki kekuatan yang paling rendah. Sampel dari kedua kelompok penelitianmengalami perubahan kelenturan dan keuletan dibanding standar. Analisis mikrostruktur menggunakanXPS dan EDX pada permukaan dalam ujung kateter penghisap yang dipakai ulang menunjukkan degradasikomponen matriks. Analisis SEM mendeteksi beberapa partikel tambahan dan rekahan. Analisis EDX padapartikel tambahan menunjukkan pengayaan sinyal na+ dan ca++. Secara keseluruhan, didapatkan tandakontaminasi serta kerusakan material.Kesimpulan. Kedua metode pengolahan ulang kateter penghisap memberikan hasil sterilitas yang sebanding.Sampel yang dipakai ulang mengalami penurunan kekuatan, menjadi lebih lentur, dan tidak ulet.Ditemukan tanda kontaminasi, perubahan sifat permukaan dan kerusakan matriks dari kateter penghisapyang dipakai ulang.
Perbandingan Tatalaksana Konstipasi Kronis antara Disimpaksi per Oral dengan per Rektal di Instalasi Kesehatan Anak RS DR Sardjito Yogyakarta Wahyu Damayanti; Pradini Pradini; Zamrina Zamrina; M. Juffrie
Sari Pediatri Vol 14, No 4 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.4.2012.224-9

Abstract

Latar belakang. Konstipasi adalah kelainan yang sering terjadi dan menimbulkan masalah yang serius padabayi dan anak. Penyebab konstipasi dapat dibagi menjadi penyebab non organik/fungsional dan penyebaborganik. Tatalaksana anak dengan konstipasi fungsional meliputi beberapa langkah, 1) edukasi, 2) pengeluaranfeses/disimpaksi, 3) fase pemeliharaan. Pada disimpaksi dan fase pemeliharaan diperlukan laksansia secara oralataupun rektal.Tujuan. Membandingkan disimpaksi oral (Laktulose) dengan per rektal (phosphate enema) pada anakdengan konstipasi kronis, kedua obat ini dari golongan yang sama yaitu laksansia osmotikMetode. Merupakan penelitian uji klinis acak terkendali. Sampel penelitian adalah anak konstipasi fungsional yangberobat jalan dan dirawat di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan memenuhi kriteria inklusidan kriteria eksklusi, usia antara 􀁴6 bulan – 14 tahun akan dilakukan uji disimpaksi per oral atau per rektal.Hasil. Angka kesembuhan pada kelompok terapi per oral lebih sedikit dibanding per rektal (=0,636, IK95% 0, 336-1,205), p=0,162. Efek samping yang timbul yaitu kembung (RR=0,857, IK 95% 0,633-1,160),p=0,285, nyeri perut (RR=0,583, IK 95% 0,141-2,410), p=0,312, diare (RR=0,952, IK 95% 0,611-1,484),p=0,832. Penerimaan terhadap obat yang diberikan pada anak (RR=1,000, IK 95% 0,699-1,448), p=1,000,pada orang tua (RR=1,1670, IK 95% 0,862-1,579), p=0,317. Perubahan gejala konstipasi setelah intervensiobat, yaitu retensi (RR=1,40, IK 95% 0,112-17,543), p=0,802, soiling (RR=1,40, IK 95% 0,875-2,237),p=0,171, konsistensi feses (RR=1,20, IK 95% 0,839 -1,716), p=0,071.Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan efektifitas pada kedua kelompok, hanya dalam lama terapi lebihcepat pada laksansia per rektal dibandingkan per oral. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada keduakelompok dalam mengurangi retensi, nyeri saat defekasi dan konsistensi feses. Tidak ditemukan efek sampingyang bermakna pada pemakaian laksansia per oral ini. Laksansia per oral lebih mudah diberikan dibandinglaksansia per rektal walau hasil tidak berbeda bermakna.
Faktor Risiko Sepsis Awitan Dini Rocky Wilar; Ellen Kumalasari; Diana Yuliani Suryanto; Stefanus Gunawan
Sari Pediatri Vol 12, No 4 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.4.2010.265-9

Abstract

Latar belakang. Insiden sepsis neonatorum masih tinggi, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus padadeteksi dini untuk tata laksana lebih dini.Tujuan. Mengetahui faktor risiko potensial yang menyebabkan sepsis awitan dini.Metode. Studi retrospektif kohort dilaksanakan pada Bagian Neonatologi RS Prof DR RD Kandou daribulan Januari - Juli 2009. Kriteria inklusi adalah bayi yang dilahirkan di RS Prof. R.D. Kandou yang memilikifaktor risiko sepsis. Faktor risiko sepsis apabila terdapat dua faktor risiko mayor atau satu faktor risikomayor dengan dua faktor risiko minor. Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinis danfaktor risiko sepsis serta pemeriksaan laboratorium. Data dievaluasi dengan Pearson chi-square dan Fisher’sexact test, dianalisis dengan SPSS 17. Dikatakan berhubungan signifikan antara faktor risiko dengan sepsisbila p<0,05.Hasil. Dari 72 kasus bayi dengan faktor risiko sepsis, 58 bayi didiagnosis sepsis. Hanya ketuban pecah dini>18 jam yang merupakan salah satu faktor risiko mayor berhubungan signifikan dengan sepsis (p=0,002,IK95% 1,2 4;1,59). Faktor risiko mayor lain yaitu demam intrapartum >38oC, korioamnionitis, ketubanberbau, denyut jantung janin >160x/menit dan faktor risiko minor yang meliputi ketuban pecah dini >12jam, demam intrapartum >37,50C, skor APGAR rendah, bayi berat lahir sangat rendah, kembar, usia kehamilan<37 minggu, keputihan, infeksi saluran kemih tidak berhubungan dengan sepsis.Kesimpulan. Ketuban pecah dini >18 jam berhubungan dengan sepsis awitan dini.

Page 1 of 139 | Total Record : 1389


Filter by Year

2000 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue