Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

The Legal Position of Amicus Curiae's Opinion on Criminal Judicial Processes in Indonesia Louisa Yesami Krisnalita; Mutiarany Mutiarany; Grace Sharon; Ani Munirah Mohamad
Justitia Jurnal Hukum Vol 6, No 1 (2022): Justitia Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/justitia.v7i1.12807

Abstract

Amicus curiae comes from the Latin "amicus" which means "friend" and "curiae" which means "court". In English it is called "Friends Of Court" in Indonesian it is called Friends of Court. Amicus curiae is derived from Roman law, which was later developed and practiced in the common law system, which allows courts to invite third parties to provide information or legal facts relating to unfamiliar issues. Amicus curiae's opinion, when displayed in court, can increase the judge's confidence in the criminal evidence system. Regarding the Amicus curiae's opinion, there is no regulation in the provisions of the criminal procedural law so that the judge is still hesitant to use the Amicus curiae's opinion. The research method used is normative juridical. The results of the research in writing that because Amicus curiae does not yet have clear rules in the judiciary in Indonesia, it is difficult for judges to consider the opinion of Amicus curiae submitted in court and also difficult to relate to the evidence contained in Article 184 of the Criminal Procedure Code because The Amicus curiae does not yet have a clear form in the Indonesian judiciary
Perempuan, HAM dan Permasalahannya di Indonesia Louisa Yesami Krisnalita
BINAMULIA HUKUM Vol 7 No 1 (2018): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v7i1.15

Abstract

Kesetaraan dan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan sering menjadi pusat perhatian dan menjadi komitmen bersama untuk melaksanakannya. Akan tetapi dalam kehidupan sosial pencapaian kesetaraan akan harkat dan martabat perempuan masih belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Isu HAM dan perempuan belum direspons secara serius oleh negara. Isu kekerasan sistematis berbasis gender, hak-hak politik dan hak atas pekerjaan bagi perempuan kerap dilanggar. Banyak hak-hak perempuan atas pekerjaan yang masih banyak menghadapi berbagai benturan baik itu karena persoalan implementasi hukum yang tidak konsisten maupun persepsi yang berbeda mengenai peran perempuan di sektor publik. Keywords: perempuan, hak asasi manusia.
Diversi Pada Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak Louisa Yesami Krisnalita
BINAMULIA HUKUM Vol 8 No 1 (2019): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v8i1.41

Abstract

Anak merupakan pewaris bangsa dan pengurus di masa yang akan datang dan memiliki harapan hidup yang masih panjang serta cita-cita yang tinggi. Ketika anak melakukan pelanggaran atau berkonflik dengan hukum, maka anak tersebut harus mendapatkan perlakuan secara khusus. Menerapkan penghukuman dengan konsep keadilan restoratif merupakan suatu cara agar dapat terlaksananya konsep diversi pada peradilan pidana anak. Inti dari keadilan restoratif adalah penyembuhan, pembelajaran moral, partisipasi, dan perhatian masyarakat sehingga penyelesaian suatu perkara pidana dapat mengembalikan harmonisasi sosial yang seimbang antara pelaku, korban, dan masyarakat. Keadilan restoratif bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan memelihara perdamaian yang adil dengan penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan seperti yang termuat di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kata Kunci: anak, tindak pidana, diversi.
Penanggulangan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Khususnya Wanita dan Anak Menurut UU No 21 Tahun 2007 Louisa Yesami Krisnalita
BINAMULIA HUKUM Vol 6 No 2 (2017): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v6i2.75

Abstract

Kasus mengenai tindak pidana perdagangan orang khususnya bagi anak dan perempuan dewasa ini semakin meningkat, masalah perdagangan orang khususnya perempuan dan anak atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik di tingkat regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masa kini serta melanggar Hak Asasi Manusia. Dalam kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang biasanya tidak hanya menyangkut satu bidang kehidupan saja namun lebih dari satu bidang kehidupan. Tindak pidana perdagangan orang juga seringkali terjadi tidak hanya dalam wilayah suatu negara saja tetapi juga di luar wilayah suatu negara. Namun ada perhatian yang lebih dikhususkan pada perempuan dan anak sebagai kelompok rentan dalam kasus tindak pidana perdagangan orang. Kata Kunci: perdagangan orang, kasus perempuan dan anak.
Penghentian Penyidikan Terhadap Delik Biasa atau Laporan Berdasarkan Teori Hukum Progresif Louisa Yesami Krisnalita; Dinda Wigrhalia
BINAMULIA HUKUM Vol 9 No 2 (2020): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v9i2.124

Abstract

Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa jika penyidik tidak menemukan cukup bukti atau suatu peristiwa bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik berwenang untuk menghentikan penyidikan yang ditandai dengan dikeluarkannya Perintah Penghentian Penyidikan atau disingkat SP3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep hukum progresif merupakan rangkaian tindakan dengan mengubah sistem hukum (termasuk mengubah peraturan perundang-undangan bila perlu) agar hukum lebih bermanfaat, terutama dalam meningkatkan harga diri dan menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia, melaksanakan pembebasan, baik dalam berfikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga hukum mampu menyelesaikan tugasnya untuk mengabdi pada manusia. Karena hukum bukan hanya sebagai bangunan regulasi, tetapi juga sebagai bangunan pemikiran, budaya dan cita-cita penegakan hukum. Sebagian penegakan hukum oleh Polri masih berorientasi pada positivisme legalistik, seperti menjabarkan undang-undang tanpa menemukan hukum formal dalam undang-undang, namun sebagian sudah bergeser ke arah hukum progresif dengan model penyelesaian restoratif keadilan. Kata Kunci: penghentian penyidikan, teori hukum progresif, perintah penghentian penyidikan.
Euthanasia Dalam Hukum Pidana Indonesia dan Kode Etik Kedokteran Louisa Yesami Krisnalita
BINAMULIA HUKUM Vol 10 No 2 (2021): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v10i2.468

Abstract

Euthanasia berkaitan dengan hukum pidana dan ilmu kedokteran. Euthanasia secara umum adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien. Euthanasia dibagi menjadi dua yaitu euthanasia aktif (tindakan aktif yang dilakukan oleh dokter atas persetujuan pasien demi cepatnya proses kematian) dan euthanasia pasif (tindakan pasif dari seorang dokter dengan membiarkan pasien meninggal dengan sendirinya tanpa perawatan atau pengobatan). Adapun permasalahan yang diangkat adalah mengenai pengaturan euthanasia dalam hukum positif Indonesia dan mengenai perkembangan praktik euthanasia dibeberapa negara di mana menimbulkan kontroversi terhadap pihak-pihak yang menyetujui dan tidak menyetujui euthanasia. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analisis, yuridis sosiologis komparatif. Pengaturan euthanasia dalam hukum pidana khususnya Pasal 344 KUHP tidak secara terperinci mengatur mengenai masalah euthanasia, sementara dari Kode Etik Kedokteran Indonesia dalam Pasal 7, seorang dokter berkewajiban mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia. Kata Kunci: euthanasia; hukum pidana indonesia; kode etik kedokteran.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEREDARAN UANG PALSU BERDASARKAN PASAL 245 KUHP Sarah Marety Camelia; Siswantari Pratiwi; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 1 No 3 (2019): Krisna Law, Oktober 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.351 KB)

Abstract

Tindak pidana peredaran uang palsu dijadikan sebagai bisnis bahkan hampir ke seluruh Indonesia di mana kita bisa menemukan kejadian tersebut. Tindak pidana peredaran uang palsu dilakukan secara terorganisir dan memiliki jaringan yang cukup luas. Adanya kejahatan peredaran uang palsu tersebut menandakan bahwa kurangnya kesadaran hukum pelaku, maka untuk menyadarkan kesadaran hukum pelaku tersebut haruslah dikenakan sanksi yang mengatur tentang tindak pidana tersebut agar memberikan efek jera kepada pelaku karena tidak menutup kemungkinan bahwa peredaran akan terus terjadi. Pada penelitian ini terdapat 2 yang menjadi rumusan masalah ialah bagaimana penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang palsu, dan bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang palsu. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menelaah bahan pustaka yang ada dan teknik pengumpulan data yang berupa data statistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang palsu dirasa masih terlalu ringan jika dibandingkan dengan sanksi maksimal yang diatur dalam Pasal 245 KUHP. Kata Kunci: sanksi pidana, peredaran uang palsu.
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Yessy Tarina Zahra; Firman Wijaya; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.638 KB)

Abstract

Pasien adalah seseorang yang memerlukan suatu pengobatan baik di rumah sakit maupun balai pengobatan lainnya. Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat signifikan karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Pengaturan perlindungan hukum pasien dalam berbagai peraturan dibuat oleh Pemerintah dalam rangka melindungi kepentingan antara berbagai pihak dalam pelayanan kesehatan. Pasien dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan dari pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan. Pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis, dengan melihat perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, risiko yang dihadapi semakin tinggi. Di samping dokter, maka pasien juga memerlukan perlindungan hukum yang proporsional yang diatur dalam perundang-undangan. Perlindungan tersebut terutama diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan kekeliruan karena kelalaian. Kata Kunci: perlindungan hukum, konsumen jasa, pelayanan medik.
Penerapan Rekaman Closed-Circuit Television (CCTV) Sebagai Alat Bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana Janner Janner; Firman Wijaya; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.189 KB)

Abstract

Perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang pada zaman ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah menghadapi kejahatan-kejahatan yang ada. Maka diperlukan pembuktian yang harus mengikuti perkembangan zaman. Salah satu contoh perluasan alat bukti yang digunakan oleh penegak hukum dalam membuktikan suatu tindak pidana sebagaimana yang dimaksud Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah dalam hal penggunaan rekaman Closed-circuit Television (CCTV). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang diteliti dari bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pengajuan rekaman CCTV sebagai alat bukti yang sah secara hukum dimulai dari pengambilan bukti rekaman CCTV yang dibuktikan dengan adanya surat permintaan tertulis, laporan polisi, dan berita acara. Kemudian rekaman CCTV dikirim ke Laboratorium Forensik (Labfor) untuk memastikan data rekaman CCTV itu asli. Hal ini telah sesuai prosedur sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Barang Bukti ke Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan peran rekaman CCTV sangat penting sebagai alat bukti yang utama di dalam pembuktian tindak pidana pada beberapa kasus yang telah penulis uraikan.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penyebarluasan Pornografi Tasya Puteri Salote; Siswantari Pratiwi; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.468 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.400

Abstract

Pornografi disajikan secara bebas tanpa batas oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Peredaran pornografi hampir menyentuh di berbagai bidang media masa, seperti koran, majalah, tabloid, film, buku, gambar/foto, bahkan ada pula yang di sebarluaskan secara langsung dengan cara mempertontonkan dikhalayak ramai. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana cara untuk menanggulangi para pelaku tindak pidana penyebaran pornografi dan bagaimana kesesuaian putusan dengan Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menitikberatkan pada studi kasus berupa putusan hakim dalam sebuah perkara, yang kemudian dikaji dengan data kepustakaan berupa undang-undang dan berbagai pendapat para ahli. Setelah dilakukan penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa cara menanggulangi penyebaran pornografi, yakni dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma hukum agama. Selain itu, faktor penanggulangan pornografi adalah dengan peran orang tua yang sangat dibutuhkan dalam membimbing anak, peran masyarakat di sekitar juga sangat penting, dan juga peran dari tokoh-tokoh agama untuk memberikan masukan-masukan rohani kepada anak-anak generasi sekarang.