Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

PENERAPAN PRINSIP KEMANDIRIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT PERTAMEDIKA SEBAGAI INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN PT AGRO MEDIKA NUSANTARA Syahbaniar, Alia Putri; Gultom, Elisatris; Afriana, Anita
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dibentuknya Holding Rumah Sakit Badan Usaha Milik Negara. Pembentukan holding rumah sakit BUMN pada kenyataannya menimbulkan masalah yang dialami oleh PT Agro Medika Nusantara sebagai anak perusahaan yang menjalankan ketentuan dalam perjanjian kerjasama pengelolan rumah sakit Agro Medika Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemandirian rumah sakit Agro Medika Nusantara dalam pengelolaan rumah sakit berdasarkan perjanjian kerjasama antara PT Pertamedika dengan PT Agro Medika Nusantara dan menemukan jawaban tanggung jawab PT Pertamedika terhadap kerugian yang diderita PT Agro Medika Nusantara dalam holding rumah sakit BUMN. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis kualitatif berdasarkan data kepustakaan dlengkapi data primer yang kemudian dituliskan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Perjanjian kerjasama pengelolaan rumah sakit dalam holding rumah sakit BUMN menyebabkan penerapan prinsip kemandirian good corporate governance rumah sakit Agro Medika Nusantara terganggu, salah satu dampaknya menimbulkan kerugian. PT Pertamedika tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh PT Agro Medika Nusantara karena PT Pertamedika hanya mengelola rumah sakit berdasarkan perjanjian kerjasama. Ketentuan dalam perjanjian kerjasama perlu ditinjau kembali untuk menyesuaikan kebijakan rumah sakit Agro Medika Nusantara agar kemandirian rumah sakit tidak terganggu dan tanggung jawab PT Pertamedika sebagai induk perusahaan terhadap kerugian yang diderita PT Agro Medika Nusantara perlu diatur secara jelas dalam perjanjian kerjasama.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN FINANCIAL TECHNOLOGY P2P LENDING DALAM KEGIATAN PENAGIHAN PINJAMAN UANG YANG MELANGGAR ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DIKAITKAN DENGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Hatami, Raka Fauzan; Gultom, Elisatris; Afriana, Anita
ACTA DIURNAL Vol 2, No 2 (2019): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 2, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kehadiran perusahaan fintech P2P lending sebagai lembaga jasa keuangan baru membuat konsumen dapat melakukan pinjaman uang dengan mudah. Akan tetapi, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut justru merugikan konsumen karena cara penagihan pinjaman uang yang dilakukan tidak sesuai dengan asas keamanan dan keselamatan dalam perlindungan konsumen. Konsumen diintimidasi dan data-data pribadi disebarluaskan apabila tidak membayar tepat waktu. Tindakan tersebut tidak hanya dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di OJK saja, tetapi juga yang illegal. OJK dan Bareskrim Polri kesulitan untuk melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan spesifikasi penelitian berupa deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang pertama dilakukan dengan cara melihat beberapa literatur-literatur, karya ilmiah sarjana, dan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh data sekunder, serta studi lapangan berupa wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum dalam rangka perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan belum optimal karena regulasi hukum yang ada untuk melindungi konsumen terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan fintech P2P lending belum cukup baik. Dibutuhkan suatu regulasi hukum dan koordinasi yang memadai diantara pihak-pihak terkait untuk melakukan penegakan hukum dalam rangka melindungi konsumen terhadap perusahaan-perusahaan fintech P2P lending yang melanggar hak-hak dari konsumen.
TINJAUAN YURIDIS KEKUATAN AKTA PERDAMAIAN ANTARA PEMEGANG POLIS DENGAN PERUSAHAAN ASURANSI YANG DICABUT IZIN USAHANYA Siagian, Afrialdo; Gultom, Elisatris; Sudaryat
Kyadiren Vol 6 No 1 (2021): Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren
Publisher : P3M, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak-Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46924/jihk.v6i1.47

Abstract

Perusahaan asuransi wajib memenuhi ganti kerugian klaim asuransi dari pemegang polis. Namun memungkinkan perusahaan asuransi tidak dapat memenuhi klaim. Sehingga permasalahan tersebut diselesaikan melalui akta perdamaian (akta van dading) oleh para pihak di pengadilan negeri. Akan tetapi pada praktiknya bisa saja akta perdamaian dibuat setelah perusahaan asuransi dicabut izin usahanya. Hal ini dikhawtirkan melanggar Pasal 43 UU Perasuransian yang menyatakan perusahaan asuransi wajib menghentikan kegiatan usahanya dan dilarang melakukan tindakan yang dapat mengurangi aset ataupun menurunkan nilai aset perusahaan. Metode yang digunakan penelitian ini ialah yuridis normatif, yaitu mengkaji permasalahan dengan peraturan perundang-undangan serta hasil penelitian dari studi kepustakaan. Penelitian ini diuraikan secara deskriptif analisis dan menarik kesimpulan dari permasalahan kekuatan hukum akta perdamaian dalam pemenuhan ganti kerugian klaim asuransi pada perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa akta perdamaian para pihak tetap memiliki kekuatan hukum, walaupun dilakukan saat perusahaan asuransi dicabut izin usahanya. Namun dalam melakukan pemenuhan ganti kerugian klaim asuransi yang didasari oleh akta perdamaian harus memperhatikan itikad baik para pihak. Kemudian pelaksanaan pemenuhan ganti kerugian klaim asuransi perlu diikuti dengan pembubaran badan hukum dan penunjukan tim likuidator sebagaimana diatur Pasal 44 UU Perasuransian.
Talent Pool on The Appointment of Directors of PLN (Persero) Viewed from Good Corporate Governance Maulana, Ikhwan Nul Yusuf; Gultom, Elisatris; Sudaryat, Sudaryat
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 6 No 2 (2020): Unnes L.J. (October, 2020)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ulj.v6i2.39150

Abstract

Talent Pool on the appointment of BUMN Directors that has been implemented at this time still leaves problems. This research aims to know how the application of the Talent Pool on the appointment of Directors of PLN (Persero) viewed from Good Corporate Governance and the implications for compliance and performance aspects. The research method used in this study is a normative juridical approach which is done analytically descriptive. The results showed there were still mismatches in the application of the Talent Pool on the appointment of the Directors of PLN (Persero) to several GCG principles that are transparency principle related to the need for an information system to appoint Directors of BUMN which is transparent and accountable, accountability principle is relating to the need for the development of a performance appraisal system for Directors, BoC and Shareholders and the accountability arrangements for professional institutions or teams formed by the Minister of BUMN in conducting due diligence and propriety tests for candidates for the BoD and independence principle is relating to the process of appointing BUMN Directors which must be done in stages by involving the final assessment by Tim Penilai Akhir. The implications of the application of the Talent Pool that applies GCG principles have a significant impact on compliance and performance aspects, this is evidenced by increased compliance with applicable laws and regulations through prevention of acts against the law and increased performance through company profitability.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENJUAL PADA TRANSAKSI ONLINE SHOP DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBAYARAN COD DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Adi Kristian Silalahi; Elisatris Gultom; Susilowati Suparto
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 3 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.17 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i3.1334-1343

Abstract

Tulisan ini membahas tentang perkembangan online shop dengan menggunakan metode pembayaran COD di Indonesia. Peraturan yang ada di Indonesia cukup tegas untuk melindungi konsumen, namun peraturan yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak memberikan perlindungan yang sama terhadap hak-hak yang dimiliki penjual. Meskipun dalam undang-undang tersebut dijelaskan mengenai hak-hak pelaku usaha, tetapi tidak mengatur tentang ketentuan apabila hak pelaku usaha tersebut dilanggar. Penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan Yuridis Normatif, yaitu suatu metode hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap penjual pada online shop dalam praktik sistem pembayaran cash on delivery (COD). Peran peraturan setingkat Undang-Undang sangat dibutuhkan untuk melindungi penjual, hal ini bertujuan untuk mewujudkan asas keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam transaksi online shop dengan menggunakan metode pembayaran COD.
GOOD CORPORATE GOVERNANCE PRINCIPLES ON INTERNET INTERMEDIARY COMPANIES IN PROTECTING THE PRIVACY OF PERSONAL DATA IN INDONESIA Saskia Kusumawardani; Sinta Dewi Rosadi; Elisatris Gultom
Yustisia Jurnal Hukum Vol 9, No 1: April 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/yustisia.v9i1.39683

Abstract

The implementation of good corporate governance (GCG) is the main foundation of companies that needs to run their business activities for a long period. Along with the development of technology and information, the implementation of GCG is increasingly needed for internet intermediary platform providers in carrying out their business activities. The implementation of GCG principles can also reduce the risk of failure in protecting privacy of personal data on the platform. The related principles are transparency, accountability, and responsibility principle by taking into account a number of laws and regulations such as Law No. 11 of 2008 as amended by Law No. of 2016 concerning Amendments to Law No. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE Law), Government Regulation No. 71 of 2019 (GR 71/2019), and Ministry of Communication and Information Regulation No. 20 of 2016. This research will use a normative juridical research method that takes into account the provisions of the legislation and other relevant documents. As a result, the implementation of  GCG is not fully implemented in the case of failure in protecting privacy of personal data in internet intermediary company (PT Bukalapak), thus the legal attempt that can be applied to manifest the company’s liability refers back to ITE Law, GR 71/2019, and Ministry of Communication and Information Regulation 20/2016 which are compensation and administrative sanctions.
Legal Aspects of Cooperatives’ Issuance of Products to Non-Member Communities in Indonesia Dhia Novita Adristi; Elisatris Gultom; Pupung Faisal
Lentera Hukum Vol 8 No 2 (2021): LENTERA HUKUM
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/ejlh.v8i2.21783

Abstract

Regulations of savings and loan cooperatives allow cooperatives to collect funds, resulting in the chance of issuing products to non-member communities. This study aimed to analyze the practice of issuing products to non-member communities by cooperatives. By highlighting the principle of membership as the specialty of cooperatives in Indonesia, it argued that issuing products to non-member communities is a deviation of cooperative's business activity. It accounted for the cooperative regulations, objectives, and principles of membership in cooperatives to the practice of issuing products to non-member communities that deviate from statutory regulations does not arise. The study used legal research derived from secondary data, among others primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. This study showed that the practice of issuing products to non-member communities is a deviation from statutory regulations, objectives, and membership principles in cooperatives. In the meantime, cooperatives while maintaining their identity requires all cooperative actors, the government, and the general public in preventing and following up on savings and loan cooperative practices that eliminate membership rights for service users. KEYWORDS: Cooperative Law, Cooperatives in Indonesia, Economic Democracy.
The Implementation of the Deferred Prosecution Agreement Concept to Corruption by Corporations with the Anti-Bribery Management System (SNI ISO 37001: 2016) Mas Putra Zenno Januarsyah; Mochamad Ramdhan Pratama; Pujiyono Pujiyono; Elisatris Gultom
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 8, No 2 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Prevention of corruption is a reform program in legal field that has been implemented by the Indonesian government. However, there is a gap in the main objective of the prevention to restore the country’s financial losses. Returning state’s financial losses is not easy. There are needs of a new paradigm to maximize the return of state financial losses caused by corruption. In the United Kingdom, the Serious Fraud Office used the Deferred Prosecution Agreement to handle Rolls-Royce’s alleged corruption offenses. One of the requirements is a legal compliance program that the corporation must obey. This study is a descriptive study. It employed normative juridical research type with statute and conceptual approaches, as well as legal comparison. The data was collected through literature studies before subsequently analyzed qualitatively. The results shows that the implementation of the concept of deferred prosecution on corruption crimes committed by corporations with anti-bribery management system (SNI ISO 37001: 2016) is stated in the legislation policy related to the prohibition of corruption crimes committed by corporation. Any corporations can be held criminally accountable. However, policies and regulations in Indonesia do not require corporations to follow the legal compliance program.Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016)AbstrakPencegahan tindak pidana korupsi merupakan salah satu program reformasi di bidang hukum yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Namun, terdapat kesenjangan dalam tujuan utama penanggulangan tindak pidana korupsi yaitu mengembalikan kerugian keuangan negara. Dalam pengembalian kerugian keuangan negara tidak semudah yang dibayangkan, sehingga perlu adanya paradigma baru sebagai upaya untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan Serious Fraud Office di Inggris terhadap korporasi Rolls-Royce dengan menggunakan Deferred Prosecution Agreement, yang mana dalam salah satu klausul nya dikehendaki, adanya program kepatuhan hukum yang wajib diikuti oleh korporasi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan hukum (legal comparasion). Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016) secara eksplisit telah ditetapkan dalam kebijakan legislasi terkait dengan larangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, dan korporasi yang melakukannya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Namun kebijakan dan regulasi di Indonesia tidak mewajibkan korporasi untuk mengikuti program kepatuhan hukum, dalam hal ini Sistem Manajemen Anti Penyuapan SNI ISO 37001: 2016.Kata kunci: ISO, perjanjian penundaan penuntutan, tindak pidana korupsi oleh korporasi.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v7n3.a4 
Peran Negara Dalam Memberikan Perlindungan Pada Konsumen Atas Penggunaan Produk Pangan Tidak Berlabel Halal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Ari Mariyana Angriyani; Elisatris Gultom
Jurnal Hukum Malahayati Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Malayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jhm.v2i1.4112

Abstract

Di Indonesia, perlindungan terhadap kehalalan produk (pangan) menjadi prasyarat utama yang harus dipenuhi pelaku usaha agar produknya dapat diperdagangkan karena  pangan yang terdistribusi akan diserap (dikonsumsi) oleh pasar yang mayoritas konsumennya beragama Islam. Sebagaimana diketahui, faktor kehalalan produk (tidak terbatas pada produk pangan) menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat  beragama Islam yang harus ditaati karena merupakan perintah agama. Oleh karena itu, informasi tentang kandungan produk pangan serta informasi kehalalan produk menjadi hal yang tidak boleh diabaikan oleh pelaku usaha agar layak didistribusikan kepada masyarakat. Belakangan ini masih banyak ditemukan produk pangan yang beredar tidak berlabel halal. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan negara (pemerintah) terhadap produk yang tidak berlabel halal masih belum berjalan sesuai harapan. . Tujuan penulisan jurnal ini untuk menjelaskan peran negara dalam memberikan jaminan terhadap produk pangan halal dan upaya pemerintah untuk mewujudkan perlindungan konsumen Islam dari produk pangan tidak berlabel halal. Metode yang digunakan mengacu kepada peraturan perundang-undangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan cara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, negara senantiasa berupaya memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya melalui pemberian jaminan halal bagi produk pangan yang diperdagangkan. Selain itu, upaya pemerintah untuk mewujudkan perlindungan konsumen Islam dapat diwujudkan melalui pencantuman label halal dalam setiap produk yang dipasarkan.
URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI PASIEN DALAM PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS TEKNOLOGI DI INDONESIA Handryas Prasetyo Utomo; Elisatris Gultom; Anita Afriana
Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Vol 8, No 2 (2020): Jurnal Ilmiah Galuh Justisi
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/justisi.v8i2.3479

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara yang hingga saat ini belum memiliki satu undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan data pribadi. Akhir-akhir ini banyak kasus yang ada di masyarakat mengenai penyalahgunaan data pribadi. Terlebih dengan semakin mudahnya masyarakat mengakses internet sehingga penyalahgunaan data pribadi melalui media elektronik akan menyebar dengan cepat. Di bidang pelayanan kesehatan, data pribadi pasien pun tidak terlepas dari kemungkinan penyalahgunaan. Akan lebih bahaya lagi apabila data pribadi tersebut merupakan suatu data jejak rekam medis pasien yang memang bersifat sangat rahasia. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pelayanan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan akses, efisiensi, efektivitas, serta kualitas proses medis yang melibatkan organisasi pelayanan medis di rumah sakit, klinik, puskesmas, praktisi medis baik dokter maupun terapis, laboratorium, apotek, asuransi juga melibatkan pasien sebagai konsumen. Akan tetapi dalam proses pelayanan dengan menggunakan program E-health akan mengumpulkan sejumlah data pribadi konsumen yang merupakan data pribadi sensitif dan menimbulkan permasalahan hukum yang baru yaitu sejauhmana pihak penyelenggara jasa kesehatan dapat melindungi data pribadi pasien dapat diakses, disebarluaskan secara lebih mudah melalui kemajuan TIK. Hingga saat ini peraturan yang ada (exisiting law) belum memberikan perlindungan yang maksimal atas data pribadi pasien karena pengaturannya masih bersifat sektoral dan tersebar dalam beberapa Peraturan Perundang-undangan.