Maleachi, Martus Adinugraha
Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Fellow-Workership (Ef. 4:7-16) Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 2 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.413 KB)

Abstract

Naskah khotbah
Kata Jamak Intensif : Keindahan yang Hilang di dalam Terjemahan Alkitab Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8 No 1 (2007)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.341 KB)

Abstract

Traduttore traditore adalah ungkapan dalam bahasa Latin yang digunakan oleh Moises Silva pada waktu memulai artikelnya mengenai tugas yang sulit dari seorang penerjemah. Ungkapan tersebut berarti “seorang penerjemah adalah seorang penghianat” (a translator is a traitor). Walaupun kedengarannya kurang baik, tetapi ungkapan tersebut sangat tepat untuk menggambarkan bahwa menerjemahkan secara akurat dan enak dibaca adalah suatu upaya yang tidak mudah. Kesulitan ini bertambah jika kita mengingat bahwa setiap terjemahan pada hakekatnya adalah suatu penafsiran. Dengan kata lain, pemahaman dan pengertian seorang penerjemah dalam suatu bahasa memegang peranan yang besar dalam suatu terjemahan. Hal ini terefleksi di dalam penerjemahan kata benda jamak intensif (PI) dari bahasa Ibrani Alkitab ke dalam bahasa lain. Pemahaman bahwa kata benda jamak dalam bahasa Ibrani memiliki pengertian intensif dengan berbagai aspeknya telah didiskusikan oleh Aaron Ember pada tahun 1905. Selain dari artikel tersebut, banyak buku-buku tata bahasa Ibrani ataupun artikel-artikel di dictionary memiliki bagian yang mendiskusikan PI ini. Walaupun demikian, PI belum diterjemahkan secara tepat baik di dalam terjemahan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Banyak terjemahan yang menerjemahkan PI sebagai kata tunggal atau jamak tanpa menambahkan kata sifat yang memberikan nuansa keindahan bahasa Ibrani Alkitab ini. Penerjemahan PI sebagai kata benda tunggal menggambarkan pengertian dari para penerjemah bahwa PI memiliki pengertian tunggal. Sedangkan penerjemahan sebagai kata benda jamak menunjukkan bahwa penerjemah berusaha untuk setia kepada teks. Kedua macam penerjemahan ini dapat dikatakan telah kehilangan keindahan dari salah satu unsur yang penting dari Perjanjian Lama. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengajak pembaca untuk meneliti PI di dalam bahasa Ibrani Alkitab dengan harapan agar kita semua dapat melihat keindahan firman Tuhan. Penulis tidak akan mengemukakan suatu pengertian yang baru mengenai PI ataupun memberikan suatu penelitian yang menyeluruh tentang pemakaiannya di seluruh Perjanjian Lama melainkan memfokuskan kepada pengenalan, pengelompokan, dan penerapan PI di dalam penerjemahan Alkitab.
Perjamuan Terakhir: Jamuan Paskah atau Bukan? Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.857 KB)

Abstract

Perjamuan Kudus adalah sakramen yang dirayakan oleh hampir semua gereja Kristen. Dasar dari sakramen ini adalah titah Yesus sendiri pada waktu Perjamuan Terakhir (Mat. 26:17-25; Mrk. 14:12-21; Luk. 22:7-14, 21-23; Yoh. 13:21-30). Perjamuan Kudus mengingatkan orang percaya pada pengurbanan Yesus di kayu salib. Roti dan anggur yang melambangkan tubuh dan darah Kristus umumnya dikaitkan dengan perjamuan Paskah orang Yahudi yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dan murid-muridnya sebelum naik ke atas kayu salib. Pemahaman bahwa Perjamuan Terakhir yang dimakan oleh Yesus dan murid-muridnya adalah perjamuan Paskah atau bukan sering kali diperdebatkan. Masalah utamanya adalah penggambaran yang kelihatannya saling bertentangan antara injil-injil sinoptik dan Injil Yohanes. Injil-injil sinoptik menuliskan bahwa persiapan makan Paskah tersebut dilaksanakan pada satu hari sebelum Paskah yakni pada bulan Nisan tanggal 14, atau yang dikenal sebagai hari Persiapan. Pada hari Persiapan ini domba Paskah disembelih. Perjamuan Paskah sendiri dimulai malam harinya, yaitu permulaan bulan Nisan tanggal 15. Di dalam Injil Yohanes, Perjamuan Terakhir kelihatannya dilaksanakan satu hari dimuka. Penyaliban Yesus terjadi di hari Persiapan yakni bertepatan dengan disembelihnya anak domba Paskah di Bait Allah. Menurut perhitungan ini Perjamuan Terakhir dilaksanakan pada bulan Nisan tanggal 14, yakni pada waktu hari Persiapan Paskah. Konsekwensinya, Perjamuan Terakhir bukanlah perjamuan Paskah. Pandangan bahwa Perjamuan Terakhir bukan perjamuan Paskah merupakan pandangan yang makin berkembang akhir-akhir ini. Bagi mereka yang setuju dengan pandangan ini, pengkaitan Perjamuan Terakhir dengan perjamuan Paskah adalah suatu tradisi yang dikembangkan setelah kematian Tuhan Yesus oleh orang-orang Kristen. Ini adalah upaya untuk membuat suatu budaya tandingan terhadap adat istiadat Yahudi. Di antara mereka yang berpandangan demikian ada yang tetap percaya bahwa Perjamuan Terakhir benar-benar terjadi di dalam sejarah,4 tetapi banyak pula yang menyangkali kesejarahannya, dengan kata lain Perjamuan Terakhir itu tidak pernah terjadi. 5 Tulisan ini mencoba mempertahankan pandangan bahwa Perjamuan Terakhir merupakan perjamuan Paskah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pertama-tama akan dibahas soal reliabilitas dari sumber tradisi ini, yakni Alkitab dan tulisan-tulisan para rabi abad pertama mengenai perayaan Paskah. Kemudian, didiskusikan bagaimana menjelaskan data-data tentang Perjamuan Terakhir yang kelihatannya saling bertentangan dalam Alkitab.
Identitas dan fungsi dari Para Nabi di dalam Kitab Tawarikh Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 2 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.239 KB)

Abstract

Tawarikh adalah sebuah kitab yang ditulis pada zaman pascapembuangan. Walaupun penulis kitab Tawarikh (selanjutnya disingkat Chr) memakai materi sejarah yang sama dengan kitab Samuel dan Raja-raja, penulis melakukan beberapa perubahan untuk menyampaikan pesannya kepada umat Allah yang kembali dari pembuangan. Di satu pihak hal ini memberikan kesempatan kepada kita untuk melihat bagaimana umat Allah di dalam masa pascapembuangan mengerti pesan dari kitab-kitab yang dikutip oleh Chr. Di lain pihak, hal ini juga menimbulkan hal-hal yang perlu dikaji lebih dalam. Salah satu hal yang menarik untuk dibahas adalah apakah Chr memiliki pengertian yang sama dengan kitab Samuel-Raja-raja tentang identitas dan fungsi para nabi, khususnya setelah runtuhnya kerajaan Daud. Tulisan ini berpendapat bahwa Chr memiliki konsep yang sama mengenai fungsi kenabian dengan kitab Samuel-Raja-raja. Fokus dari pembahasan adalah karya dari dua orang ahli yakni Newsome dan Schniedewind, sedangkan metodologi yang dipakai adalah perbandingan antara kitab Samuel-Raja-raja dan Tawarikh.
Karakteristik dan Berbagai Genre dalam Kitab Mazmur Maleachi, Martus Adinugraha; Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.261 KB)

Abstract

Kitab Mazmur ditulis dalam bentuk puisi. Bagi orang Yahudi, puisi merupakan jenis literatur yang memegang peranan penting karena melengkapi apa yang tidak dapat diberikan oleh prosa; puisi merupakan ungkapan emosi yang menyatakan kedalaman iman dan ibadah mereka. Oleh sebab itu, kita perlu bukan hanya menganalisa suatu mazmur, tetapi juga mengapresiasinya. Mazmur merupakan ungkapan kata-kata penulis kepada Allah dan tentang Allah. Berbeda dengan kebanyakan bagian Alkitab yang lain, dalam kitab Mazmur Allah memakai pergumulan hidup manusia untuk menguatkan umat percaya lainnya. Mazmur adalah respons keberadaan manusia di hadapan Allah, baik melalui pengalaman (mis. kesulitan hidup, peperangan, sakit penyakit, pernikahan, kelahiran, kematian dan sebagainya) maupun perasaan hatinya (sukacita, ketakutan, kebencian, depresi, dan sebagainya). Perlu dipahami bahwa di dalam sebuah mazmur ada tiga unsur yang perlu diperhatikan. Pertama adalah isi (content) dari mazmur tersebut. Kedua adalah bentuk dari mazmur tersebut. Terakhir adalah efek yang ditimbulkan oleh mazmur tersebut. Isi merupakan ungkapan hati dari pemazmur yang melibatkan emosi, imaginasi, dan pesan yang ingin disampaikan. Bentuk dari mazmur, seperti susunan bait, sanjak, dan genrenya mendukung isi dari puisi tersebut dan menimbulkan keindahannya. Paduan kedua unsur tersebut menimbulkan sebuah efek yang berbeda dengan prosa. Pada waktu menafsir sebuah mazmur, kita bukan hanya memperhatikan arti, tetapi juga keindahannya. P. D. Miller mengingatkan bahwa kita perlu lebih sensitif terhadap karakteristik puitis dari suatu mazmur agar kita dapat mengalami pesan dari pemazmur dalam kehidupan pribadi kita. Artikel ini akan mengajak pembaca untuk mengenai kitab Mazmur dan menafsirkannya.
Karakteristik dan Berbagai Genre dalam Kitab Mazmur Maleachi, Martus Adinugraha; Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.261 KB)

Abstract

Kitab Mazmur ditulis dalam bentuk puisi. Bagi orang Yahudi, puisi merupakan jenis literatur yang memegang peranan penting karena melengkapi apa yang tidak dapat diberikan oleh prosa; puisi merupakan ungkapan emosi yang menyatakan kedalaman iman dan ibadah mereka. Oleh sebab itu, kita perlu bukan hanya menganalisa suatu mazmur, tetapi juga mengapresiasinya. Mazmur merupakan ungkapan kata-kata penulis kepada Allah dan tentang Allah. Berbeda dengan kebanyakan bagian Alkitab yang lain, dalam kitab Mazmur Allah memakai pergumulan hidup manusia untuk menguatkan umat percaya lainnya. Mazmur adalah respons keberadaan manusia di hadapan Allah, baik melalui pengalaman (mis. kesulitan hidup, peperangan, sakit penyakit, pernikahan, kelahiran, kematian dan sebagainya) maupun perasaan hatinya (sukacita, ketakutan, kebencian, depresi, dan sebagainya). Perlu dipahami bahwa di dalam sebuah mazmur ada tiga unsur yang perlu diperhatikan. Pertama adalah isi (content) dari mazmur tersebut. Kedua adalah bentuk dari mazmur tersebut. Terakhir adalah efek yang ditimbulkan oleh mazmur tersebut. Isi merupakan ungkapan hati dari pemazmur yang melibatkan emosi, imaginasi, dan pesan yang ingin disampaikan. Bentuk dari mazmur, seperti susunan bait, sanjak, dan genrenya mendukung isi dari puisi tersebut dan menimbulkan keindahannya. Paduan kedua unsur tersebut menimbulkan sebuah efek yang berbeda dengan prosa. Pada waktu menafsir sebuah mazmur, kita bukan hanya memperhatikan arti, tetapi juga keindahannya. P. D. Miller mengingatkan bahwa kita perlu lebih sensitif terhadap karakteristik puitis dari suatu mazmur agar kita dapat mengalami pesan dari pemazmur dalam kehidupan pribadi kita. Artikel ini akan mengajak pembaca untuk mengenai kitab Mazmur dan menafsirkannya.