Fu, Timotius
Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Evaluasi Terhadap Pengajaran Bruce Wilkinson tentang Doa Yabes berdasarkan Eksposisi 1 Tawarikh 4:9-10 Fu, Timotius
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 1 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.287 KB)

Abstract

Artikel ini ditulis sebagai suatu usaha untuk mencari kebenaran tentang janji dan jaminan yang diberikan Wilkinson dalam bukunya. Penulis meyakini otoritas tertinggi dalam pengajaran dan kehidupan orang percaya adalah Alkitab. Oleh sebab itu makalah ini akan mempelajari teks yang disajikan dalam bukunya untuk menilai apakah pengajarannya setia kepada pengajaran Alkitab atau tidak. Seandainya janji dan jaminannya sesuai dengan pengajaran Alkitab, maka buku ini menjadi berkat yang luar biasa bagi orang Kristen pada zaman ini. Sebaliknya, seandainya apa yang diajarkan olehnya tidak diajarkan oleh Alkitab, maka buku ini telah menggiring para pembacanya ke dalam janji dan jaminan yang tidak alkitabiah.
Bohong Putih Ditinjau dari Perspektif Etika Kristen dan Pengajaran Alkitab Fu, Timotius
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8 No 1 (2007)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.493 KB)

Abstract

Perintah kesembilan ... menjadi pedoman utama untuk menjaga pemakaian lidah agar tidak melanggar kekudusan hidup. W. H. Gispen menegaskan bahwa titah kesembilan ini mencakup semua spektrum dosa yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan lidah manusia. Ini berarti bahwa larangan untuk mengucapkan saksi dusta tidak hanya mencakup konteks kesaksian seseorang di dalam pengadilan, tetapi juga mencakup semua jenis kebohongan yang ditimbulkan oleh ketidakjujuran karena ketidakmampuan untuk menguasai lidah. Beberapa ahli mengelompokkan bentuk-bentuk dosa yang melanggar titah kesembilan menjadi beberapa kategori. J. Douma mengategorikan dosa karena lidah ke dalam bentuk-bentuk berikut: memfitnah, gosip, menghakimi (dengan kasar), berbohong (yang terdiri dari bohong yang jahat, bohong yang lucu, bohong yang darurat, dan bohong putih), dan memutarbalikkan perkataan orang lain. Sedangkan J. Verkuyl mengelompokkan kebenaran dan kebohongan dalam penggunaan lidah menjadi delapan dimensi, yakni: di depan hakim; dalam kehidupan umum; dalam diplomasi; dalam percakapan; dalam melaporkan kenyataan dan keadaan; dalam mendidik anak-anak; dalam sopan santun; dan dalam keadaan darurat. Makalah ini akan secara khusus menyorot dan membahas salah satu kategori yang dimunculkan oleh dua ahli etika di atas, yakni bohong putih yang oleh Douma diistilahkan menjadi polite lie atau white lie (yang sering diterjemahkan menjadi bohong yang sopan) dan oleh Verkyul disebut bohong diplomasi atau bohong yang sopan. Untuk keseragaman, makalah ini akan memakai istilah “bohong putih” untuk mewakili konsep tersebut. Tulisan ini akan menggunakan pengajaran Alkitab untuk menyorot pandangan dan argumentasi para ahli etika mengenai pokok bahasan tersebut, sehingga di akhir makalah dapat ditemukan jawaban yang alkitabiah sebagai penuntun bagi orang percaya dalam kehidupan sehari-hari.
Praktik Tumbang dalam Roh oleh Benny Hinn  Fu, Timotius
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 9 No 1 (2008)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.754 KB)

Abstract

Tidak dapat disangkal bahwa Benny Hinn adalah salah satu pengkhotbah yang paling fenomenal bagi dunia kekristenan dalam beberapa tahun ini, khususnya di kalangan gereja karismatik di Indonesia. Kehadirannya di Jakarta pada tanggal 24-26 Juni 2006 silam dilaporkan telah menyedot lebih dari satu setengah juta pengunjung. Panitia penyelenggara mengklaim pelayanannya di Jakarta menuai kesuksesan besar berdasarkan pengakuan bahwa selama tiga hari ia telah mengantar hampir semua pengunjung menerima Yesus Kristus dalam hati mereka dan menyembuhkan banyak orang sakit. Kesuksesan di atas telah menginspirasi panitia untuk menyelenggarakan “KKR Benny Hinn Jilid II” di Pantai Carnaval, Ancol, Jakarta pada tanggal 5-8 Juni 2008. Meskipun ada kemungkinan KKR tersebut batal diselenggarakan, kehadiran pengkhotbah tersohor ini memang telah menciptakan sebuah kontroversi di kalangan orang Kristen di Indonesia. Di satu pihak terdapat kelompok yang menyambutnya sebagai pahlawan iman yang memberkati Indonesia; di pihak yang berseberangan terdapat sekelompok orang Kristen yang dengan tegas menolak kehadirannya dengan alasan pengajaran dan praktik teologinya bertentangan dengan pengajaran Alkitab. Tampaknya perbedaan pendapat kedua kubu di atas sulit dijembatani. Akibatnya, orang Kristen menjadi bingung dalam meresponsnya, khususnya menyikapi rencana kehadirannya di Jakarta nanti. Untuk itu, makalah ini mencoba memberikan sebuah sumbangsih pemikiran atas kontroversi seputar pengajaran dan pelayanannya. Mengingat keterbatasan tempat, tulisan ini hanya memfokuskan penyelidikan atas salah satu praktik pelayanan yang menjadi ciri khasnya, yakni “slain in the Spirit” atau tumbang dalam Roh. Tulisan ini akan menyajikan dua materi utama, yakni sebuah deskripsi tentang fenomena tumbang dalam Roh yang dipraktikkannya dan sebuah evaluasi atas fenomena tersebut berdasarkan pandangan teologi injili yang sehat. Diharapkan, artikel ini dapat menjadi sebuah panduan bagi para pembaca untuk lebih mengenal sosok Hinn sehingga dapat memberikan respons yang wajar terhadapnya.
Bahasa Roh menurut Calvin dan Implikasinya bagi Gereja Masa Kini Fu, Timotius
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10 No 1 (2009)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.873 KB)

Abstract

Beberapa tahun lalu, saya berkesempatan mengikuti sebuah seminar teologi yang dipimpin oleh seorang pendeta terkenal dari Amerika Serikat. Sebelum seminar dimulai, sekitar 2000 peserta yang hadir diajak terlebih dahulu mengikuti acara Praise and Worship. Setelah menyanyi beberapa pujian, tiba-tiba musik diperlambat dan pembawa acara mengangkat tangan, menutup mata, dan mulutnya mengeluarkan “komat-kamit” suku kata-suku kata yang tidak dimengerti oleh seorang pun. Kontan, sebagian besar peserta mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh pembawa acara tersebut. Akibatnya, suasana jadi ribut dengan bahasa-bahasa aneh, teriakan-teriakan yang liar, serta sebagian peserta terlihat menangis atau ketawa tidak terkendali. Setelah “pertunjukan” tersebut berlangsung sekitar 20 menit, pembawa acara mengumumkan bahwa tiba saatnya para peserta mengusir segala kuasa gelap dan gangguan lainnya dari dalam ruang pertemuan, dan untuk itu semua yang hadir harus melakukannya dengan “berbahasa roh.” Di bawah komando sang pembawa acara, kembali ruangan kebaktian menjadi ribut dan kacau, masing-masing mengeluarkan bunyi-bunyian aneh yang bagi mereka adalah “bahasa roh” yang dipakai untuk mengusir Setan dan para pengikutnya dari ruangan tersebut. Menyaksikan fenomena seperti itu, perasaan saya bercampur baur, ada rasa takut sehingga bulu kuduk berdiri, ada rasa canggung karena menjadi orang “aneh” di tengah-tengah mereka, dan ada rasa ingin tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Dalam kondisi itu muncul dalam pikiran saya sebuah seri pertanyaan: “Seandainya John Calvin masih hidup dan hadir dalam kebaktian ini, bagaimana reaksinya? Apakah dia akan menerima dan mempraktikkan hal yang sama? Atau dia akan menentang, bahkan mengajarkan fenomena tersebut sebagai tindakan yang tidak alkitabiah?” Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, tulisan ini disajikan dengan harapan agar kita semua memiliki pandangan yang tepat tentang natur dari karunia bahasa roh serta implikasinya bagi kehidupan bergereja masa kini.
Perhentian Hari Sabat: Makna dan Aplikasinya bagi Orang Kristen Fu, Timotius
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 2 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.434 KB)

Abstract

“Hari Sabat” adalah salah satu tema yang utama dan kontroversial di dalam dunia kekristenan. Dikatakan utama, karena tema ini adalah salah satu perintah dalam Dekalog; kontroversial, karena tema ini memiliki muatan teologis yang kental sehingga dari tema ini muncul pengajaran yang sangat beragam, bahkan cenderung saling bertolak belakang. Di ujung yang satu terdapat kelompok orang Kristen yang mengabaikannya karena menganggap hari Sabat sama sekali tidak ada relevansinya dengan Kristen hari ini. Di ujung yang berbeda terdapat kelompok lain yang menerapkan pendekatan makna literal terhadap tema ini sehingga mengelompokkan orang-orang yang gagal menjalankan perintah tentang hari Sabat ke dalam kumpulan orang yang akan menerima hukuman kekal dalam api neraka. Sedangkan di tengah-tengah kedua kubu terdapat kelompok orang Kristen yang menerapkan perintah ini secara tersirat. Perbedaan pengertian dan penerapan di atas bermuara pada penafsiran makna dari tema hari Sabat di dalam Alkitab. Untuk itu, makalah ini akan menyorot makna-makna teologis dari tema ini berdasarkan prinsip-prinsip teologia biblika dengan pendekatan tematis. Di akhir makalah ini akan ditampilkan implikasi dari makna biblika tentang hari Sabat sebagai bahan rujukan untuk penerapan perintah keempat Dekalog ini bagi orang Kristen yang hidup di zaman anugerah.