Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Pengelolaan Kota melalui Jejaring Sister City: Kasus Studi dari Indonesia Gina Puspitasari Rochman
ETHOS (Jurnal Penelitian dan Pengabdian) Vol 7 No.2 (Juni, 2019) Ethos: Jurnal Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Sains & Teknologi
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/ethos.v7i2.4526

Abstract

Abstract. Previous research has examined global cities networks by means of the sister city cooperations and the factors which influence its implementation. However, there is no research which examines the extent to which these factors influence the success of sister city cooperation. Therefore, investigating the success factors of the sister city cooperation that contribute to city management is carried out. The case study approach is used by applying in-depth interviews to key informants for subsequent coding and content analysis. We found that the reciprocal relations accurring between the two cities are main factors which spur the sister city cooperation so that it led to the improvement of human resources, helped reduce problems in managing the city environment, and triggered increased market opportunities and global competitiveness. This condition is also supported by consistent local leadership. Meanwhile, shared interests and community participation are needed as a prerequisite for a development process and cooperation relationships that do not directly affect the success of the cooperation. Abstrak. Penelitian sebelumnya telah banyak memeriksa jejaring kota – kota di dunia melalui kemitraan sister city dan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaannya. Namun, belum ada penelitian menyeluruh yang memeriksa sejauh mana faktor – faktor tersebut berpengaruh terhadap kemitraan sister city. Untuk itu, investigasi terhadap faktor - faktor kesuksesan kemitraan sister city yang dapat berkontribusi terhadap pengelolaan kota dilakukan. Pendekatan studi kasus digunakan dengan menerapkan wawancara mendalam terhadap informan kunci untuk selanjutnya dilakukan proses pengkodean dan analisis isi. Kami menemukan bahwa hubungan timbal balik yang terjadi antara kedua kota menjadi faktor utama yang memicu kemitraan sister city sehingga mengarah pada peningkatan sumber daya manusia, membantu mengurangi masalah pengelolaan lingkungan kota, serta memicu peningkatan peluang pasar dan daya saing global. Kondisi tersebut ditunjang juga oleh kepemimpinan lokal yang konsisten. Sementara itu, kepentingan bersama dan partisipasi masyarakat dibutuhkan sebagai prasyarat dari suatu proses pembangunan dan hubungan kemitraan yang tidak berpengaruh langsung terhadap kesuksesan kemitraan.
DIGITALISASI DESA DI DESA CIKOLE LEMBANG irland fardani; Gina Puspitasari Rochman; Lely Syiddatul Akliyah; Hani Burhanuddin
RESONA : Jurnal Ilmiah Pengabdian Masyarakat Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Penerbitan dan Publikasi Ilmiah (LPPI) Universitas Muhammadiyah Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35906/resona.v5i2.806

Abstract

Desa merupakan salah satu level terkecil dari pemerintahan di Indonesia. Dalam program digitalisasi yang sedang digalakan oleh pemerintah Indonesia, desa merupakan ujung tombak dalam penerapannya. Dalam penerapannya, banyak desa yang tidak terlebih dahulu melakukan kajian kesiapan desa dalam penerapan desa  digital. Tujuan dari pengabdian ini adalah menilai kesiapan pemerintah desa dalam penerapan desa  digital dan membangun system informasi desa yang berisikan pendataan dan pemetaan pembangunan yang dilakukan oleh desa. Aktivitas yang dilakukan adalah (1) wawancara mendalam dengan pihak perangkat desa, (2) FGD, (3) survey lapangan dan (4) pelatihan system informasi desa. Hasil yang didapatkan dari kegiatan ini adalah (1) penilaian terhadap kesiapan pemerintah desa menerapkan desa digital dilai cukup baik yaitu mendapatkan nilai 3.16 dan (2) system informasi yang berisikan data pembangunan desa. Dari kegiatan ini juga dihasilkan sebuah sistem informasi desa yang menyimpan dan menampilkan kegiatan-kegiatan pembangunan di Desa Cikole.  Abstract. The Village is one of the smallest levels of government in Indonesia. In the digitalization program that the Indonesian government promotes, the Village is one of the spearheads in its implementation. In its application, many villages do not first conduct a village readiness study in the application of digital villages. The purpose of this research is to assess the readiness of the village government in implementing digital villages and building a village information system that contains data collection and development mapping carried out by the Village. The activities carried out were (1) in-depth interviews with village officials, (2) FGDs, (3) field surveys, and (4) village information system training. The results obtained from this activity are (1) an assessment of the village government's readiness to implement a digital village which is considered quite good, namely getting a score of 3.16, and (2) an information system containing village development data. With this program, you can prepare Cikole villages in the application of digital villages. From this activity, a village information system was produced which contain activities that store and display development activities in Cikole Village.
Destinasi Wisata Kolong Bekas Tambang: Analisis Pengembangan dan Konvektivitas Wisata Novalia Ega Saputri; Gina Puspitasari Rochman
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1465.697 KB) | DOI: 10.29313/jrpwk.v1i1.149

Abstract

Abstract. Terong Village, in Belitung Regency's Sijuk District, has potential to enhance tourism activities. The development of the Aik Rusa' Berehun tourist attraction, which exploits previously abandoned tin mine land to become a unique tourist destination with increased potential value, is one of Terong Village's possible uses. The Aik Rusa' Berehun community group, as well as the local community of Terong Village, collaborated on the establishment of this attraction. The purpose of this study is to determine the growth of tourism components such as Attraction, Amenity, Accessibility, and Ancilliary, or the 4A component, in the tourist destination of Aik Rusa' Berehun, as well as its linkage with pre-existing tourist sites. Observations and identification of the deficiency were carried out in this research. Observations and identification of the Aik Rusa' Berehun Tourism Destination's development conditions were carried out in this study based on field observations. This study was supported by a qualitative technique based on exploratory research. Observation, interviews, and documentation are used to obtain primary data. Purposive sampling was employed in conjunction with in-depth interviews with key informants, such as stakeholders. Literature studies utilize secondary data collection approaches. Descriptive analysis was used to conduct the investigation. Data compilation, data reduction, and the creation of study outcomes narratives are all examples of data processing. The development of Aik Rusa' Berehun Tourism Destinations is positive, as evidenced by the available 4A components that can be used to properly support tourist activities so that visitors can feel safe and comfortable while enjoying existing tourist attractions, though some aspects still require improvement. The Aik Rusa' Berehun tourist destination, based on its proximity to other tourist sites, has emerged as a new tourist destination in Terong Village, as well as a supporting tourist destination for nearby tourist locations. Abstrak. Desa Terong terletak di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung kegiatan pariwisata. Salah satu pemanfaatan potensi Desa Terong yaitu melalui pengembangan destinasi wisata Aik Rusa’ Berehun yang memanfaatkan kolong bekas tambang timah yang sebelumnya terbengkalai menjadi destinasi wisata yang unik dan lebih memiliki nilai potensial. Pengembangan destinasi ini dilakukan dengan melibatkan kelompok masyarakat Aik Rusa’ Berehun dan juga mengikutsertakan masyarakat lokal Desa Terong. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengembangan komponen wisata yang terdiri dari Attraction, Amenity, Accessibility, Ancilliary atau biasa disingkat menjadi komponen 4A di destinasi wisata Aik Rusa’ Berehun serta konektivitasnya dengan destinasi wisata sekitar yang sudah ada sebelumnya. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dan identifikasi mengenai kondisi pengembangan Destinasi Wisata Aik Rusa’ Berehun berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Untuk mendukung penelitian ini digunakan metode pendekatan kualitatif menggunakan jenis penelitian exploratif (Exploratory Research). Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan dokumentasi. Teknik sampling menggunakan purposive sampling yaitu dilakukan wawancara mendalam kepada informan kunci yaitu para pemegang kepentingan. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif. Pengolahan data dilakukan dalam bentuk kompilasi data, reduksi data, dan penyusunan narasi hasil penelitian. Perkembangan Destinasi Wisata Aik Rusa’ Berehun sudah baik dapat diidentifikasi dari komponen 4A yang tersedia sudah bisa digunakan untuk menunjang kegiatan wisatawan dengan baik sehingga wisatawan yang berkunjung dapat merasa nyaman dan aman serta menikmati objek wisata yang ada meskipun di beberapa aspek masih butuh pembenahan. Dilihat dari konektivitas dengan destinasi wisata lain yang ada di sekitar, destinasi wisata Aik Rusa’ Berehun menjadi sebuah destinasi wisata baru di Desa Terong sekaligus berfungsi sebagai destinasi wisata pendukung bagi destinasi wisata sekitar.
Kohesi Sosial dalam Pengembangan Wisata Budaya: Studi terhadap Generasi Muda Kota Cirebon Muhammad Ziauddin Mas’ud; Gina Puspitasari Rochman
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 2, No. 2, Desember 2022, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrpwk.v2i2.1405

Abstract

Abstract. Social cohesion is important in the implementation of development, including the development and preservation of culture. Cohesiveness or harmony in development is able increased stakeholders collaboration. This study aims to measure the level of social cohesion of the younger generation in the development of cultural tourism in the city of Cirebon. This study uses a quantitative approach, descriptive statistical analysis, and scoring methods. The data collection method used a questionnaire with 100 youths aged 18-35 years as respondents who were randomly selected. The results is the level of social cohesion of the younger generation in Cirebon City in the development of cultural tourism is moderate/enough or 76.1 percent based on the level of linear relationship, unity, and emotional attachment respectively 78 percent (high), 78 percent (high), and 72.8 percent (low). According to the younger generation, the community with the palace and local government related to cultural tourism have carried out their respective roles, there are no conflicts, but the willingness and emotional ties between them in developing cultural tourism are low. Thus, the cohesiveness of the younger generation still needs to be improved to develop cultural tourism through increased interaction and the role of the younger generation in cultural activities. Abstrak. Kohesi sosial penting dalam implementasi pembangunan, termasuk pengembangan dan pelestarian budaya. Kohesivitas atau harmoni dalam pembangunan mampu mendorong peningkatan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Untuk itu, studi ini bertujuan mengukur tingkat kohesi sosial generasi muda dalam pengembangan wisata budaya di Kota Cirebon. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif serta menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan skoring. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 100 pemuda/i yang berusia 18–35 tahun yang dipilih secara acak. Hasil pengukuran dikategorikan menjadi 5 (lima) tingkat, yakni sangat rendah, rendah, cukup/sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa tingkat kohesi sosial generasi muda di Kota Cirebon dalam pengembangan wisata budaya adalah sedang/cukup atau sebesar 76, 1 persen berdasarkan tingkat hubungan liniasi, persatuan, dan keterikatan emosi masing - masing sebesar 78 persen (tinggi), 78 persen (tinggi), dan 72,8 persen (rendah). Menurut generasi muda, komunitasnya dengan pihak keraton dan pemerintah daerah terkait wisata budaya sudah menjalankan perannya masing – masing, tidak berkonflik, tetapi kesediaan dan ikatan emosi diantara mereka dalam mengembangkan wisata budaya rendah. Namun demikian, kohesivitas generasi muda masih perlu ditingkatkan untuk mengembangkan wisata budaya melalui peningkatan interaksi dan peran generasi muda di kegiatan budaya.
Inter-Village Network Of Joint Village-Owned Enterprises For Local Economic Empowerment Tarlani Tarlani; Gina Puspitasari Rochman; Lely Syiddatul Akliyah; Adhyasta Firdaus; Haifa Aulia Shoobiha; Rifqi Fajar
ETHOS (Jurnal Penelitian dan Pengabdian) Vol 11 No.1 (Januari, 2023) Ethos: Jurnal Penelitian Dan Pangabdian Kepada Masyarakat (Sains & Tekno
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/ethos.v11i1.10185

Abstract

Villages as the frontline of poverty alleviation are required to adapt and be able to utilize the information and communication technology. The Joint Village Owned Enterprise (BUMDesma) Panca Mandala innovates through the development of technology-based business units in the fields of information technology, animal husbandry, and agriculture. This study aims to identify inter-village networks as part of local economic empowerment efforts. This study uses a qualitative approach with data collection using interviews and institutional surveys (purposive sampling) and data analysis using qualitative descriptive analysis methods. There are 16 key informants, namely stakeholders who have a relationship with BUMDesma, managers, village officials, and the village society. Study results show that the inter-village network is built on the initiative of the community who are aware of the gap in the economic condition of the village community and can take advantage of digital gap opportunities. The inter-village network is built by villages that have the same goals and funding capabilities for their respective BUMDes. The networks are not only formed between villages, but also with external parties. The inter-village network was built because of local economic empowerment and development. Meanwhile, external networks are formed for the development of innovation and utilization of business units.
Modal Sosial Pemuda Bagi Keberlanjutan Wisata Budaya di Kota Cirebon Gina Puspitasari Rochman; Muhammad Ziauddin Mas'ud
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 17 No. 2 (2022)
Publisher : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, UPT Publikasi Publikasi Ilmiah UNISBA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jpwk.v17i2.1564

Abstract

Modal sosial berkontribusi terhadap peningkatan keberlanjutan pembangunan di sektor pariwisata. Modal sosial memacu kolaborasi antar pemangku kepentingan tanpa mengenal usia, profesi, maupun gender. Berkaitan dengan itu, pemuda sebagai generasi yang cenderung lebih adaptif terhadap arus perkembangan pengetahuan dan teknologi potensial berperan dalam keberlanjutan pembangunan. Kota Cirebon dikenal melalui sejarah dan budayanya yang masih terpelihara hingga kini dan ditunjukan dengan keberadaan keraton – keraton yang berkembang menjadi destinasi wisata. Di sisi lain, perkembangan budaya di Kota Cirebon sendiri mulai luntur akibat masuknya budaya asing yang mempengaruhi generasi muda. Studi ini bertujuan mengukur tingkat modal sosial pemuda bagi keberlanjutan wisata budaya di Kota Cirebon. Pendekatan studi menggunakan statistik deskriptif dengan metode analisis skoring berdasarkan hasil kuesioner. Kuesioner skala linkert digunakan terhadap 100 responden yang dipilih secara random dengan kriteria yakni penduduk Kota Cirebon berusia 18 – 35 tahun. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa tingkat modal sosial pemuda bagi keberlanjutan wisata budaya di Kota Cirebon dikatakan cukup/sedang (75,16%). Hasil ini berdasarkan penilaian terhadap faktor tingkat pengetahuan budaya sangat tinggi (82,6%), tingkat jejaring sosial sangat rendah (70,8%), tingkat kepercayaan tinggi (78,2%), tingkat hubungan timbal balik (76,2%), dan tingkat interaksi sosial (68%). Dengan demikian, pemuda Kota Cirebon memiliki sumber daya atau kekuatan untuk berperan memelihara keberlanjutan budaya di Kota Cirebon, tetapi belum ada tindakan kolektif maupun kontribusi yang berdampak. Untuk itu, perlu ditingkat komunikasi dan kolaborasi pemuda dengan pihak keraton (pengelola wisata budaya), serta pemerintah daerah sehingga pariwisata budaya di Kota Cirebon lebih berkelanjutan dan dapat bersaing.
Pariwisata Ramah Disabilitas: Praktik di Kota Bandung dan Sekitarnya Gina Puspitasari Rochman; Afiati Afiati; Riswandha Risang Aji; Ernady Syaodih
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 19, No 1 (2023): JPWK Volume 19 No. 1 March 2023 (in progress)
Publisher : Universitas Diponegoro, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/pwk.v19i1.40640

Abstract

Indonesia memiliki banyak destinasi wisata dan penyandang disabilitas kerap menghadapi keterbatasan akses berwisata. Studi empiris mengenai pariwisata ramah disabilitas juga masih terbatas di Indonesia. Studi ini bertujuan mengindentifikasi sejauh mana praktik pariwisata ramah disabilitas di Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung. Ketiga wilayah ini memiliki ragam wisata, seperti wisata alam, wisata budaya, agrowisata, dan wisata belanja.  Studi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan metode analisis isi terhadap hasil wawancara, dokumen, hasil studi dan regulasi terkait. Sebanyak 15 informan kunci diwawancara dan 10 destinasi wisata di tiga wilayah tersebut diobservasi. Pariwisata ramah disabilitas menekankan aksesibilitas terhadap atraksi wisata sehingga penyandang disabilitas dapat memenuhi kebutuhan dan tujuannya berwisata tanpa khawatir. Studi ini berfokus pada eksplorasi penerapan wisata ramah dengan menekankan pada faktor atraksi, aksesibilitas, fasilitas pendukung, dan layanan tambahan.  Studi ini menyimpulkan bahwa sebagian besar destinasi wisata di Kota Bandung dan sekitarnya belum ramah disabilitas. Fasilitas dan layanan masih bersifat universal dan beberapa diantaranya memudahkan disabilitas berwisata, seperti tersedianya jalur pedestrian dan pintu masuk yang lebar. Namun, klasifikasi raba dengar, jalur pemandu, kepekaan terhadap disabilitas dan keterampilan komunikasi dari pekerja wisata, dan media visual interaktif belum tersedia. Pengelola wisata dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah belum memperhatikan kebutuhan fasilitas dan layanan berdasarkan tipe disabilitas yang mana membutuhkan fasilitas dan layanan yang berbeda dalam berwisata.