Mohammad Nurul Huda
Universitas Islam Madura

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

DAMPAK SISTEM ZONASI DALAM PERMENDIKBUD NO. 20 TAHUN 2019 DI KABUPATEN PAMEKASAN Huda, Mohammad Nurul; Khoiri, Ach.
PEDAGOGIK : JURNAL PENDIDIKAN Vol 7, No 2 (2020): PENGEMBANGAN INOVASI PEMBELAJARAN
Publisher : Nurul Jadid University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33650/pjp.v7i2.1441

Abstract

Regulation of the Minister of Education and Culture Number 20 of 2019 concerning Amendments to the Regulation of the Minister of Education and Culture Number 51 of 2018 concerning the Admission of New Students in Kindergartens, Elementary Schools, Junior High Schools, Senior High Schools, and Vocational High Schools is a guideline for public schools from kindergarten to high school level to implement the Zoning system for the admission process of new students.The purpose of this research is to find out and analyze the effectiveness of the enactment of the minister of education and culture regulation number 20 of 2019 for schools, students, and parents / guardians in Pamekasan. This research uses empirical methods or non-doctrinal research. This type of research was chosen because the subject of the research plan seeks to trace and study the impact of the enactment of the minister of education and culture regulation number 20 of 2019 for schools, students, and parents in Pamekasan.Of the 220 respondents, divided from teachers, parents / guardians and students, the results of the respondents' level of understanding of the Zoning system PPDB really understood. Schools disobedience to PPDB Zoning system are private schools and schools that are under the auspices of the Ministry of Religion. In addition, the ineffectiveness of the PPDB Zoning system in Pamekasan Regency is the result of the many educational institutions that are under the auspices of Islamic boarding schools.
Pentingnya Alat Bukti dalam Pembuktian Minim Saksi Mohammad Nurul Huda
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 1 No 2` (2017): September 2017
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (820.959 KB)

Abstract

Pasal 183 KUHAP menjelaskan bahwa : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi bahwa terdakwalah bersalah melakukannya”. Dalam teori pembuktian hukum acara pidana juga menganut sebuah asas tentang saksi, yakni asas Unus Testis Nullus Testis. Secara harfiah Unus Testis Nullus Testis berati seorang saksi bukanlah saksi. Salah satu contoh kejahatan minim saksi adalah kejahatan perkosaan. Perkosaan merupakan kejahatan dimana sering kali hanya terdapat korban dan pelaku, sehingga akan sulit dalam proses pembuktian karena tidak adanya saksi kecuali saksi korban. Demi tercapainya sebuah kepastian, keadilan dan kemanfaatan dalam proses pembuktian hukum, maka diperlukan pula pertimbangan tentang viktim (korban). Kajian tentang korban ini dibahas dalam sebuah ilmu, yakni viktimologi yang artinya ilmu pengetahuan tentang korban (kejahatan). Dalam kasus tindak pidana perkosaan sangat diperlukan alat bukti yang dapat meyakinkan penyidik, penuntut umum, dan hakim, yakni keterangan ahli dan surat yang tertuang dalam bentuk visum et repertum. Akan menjadi fatal apabila laporan mengenai terjadinya perkosaan dilakukan selang beberapa hari setelah kejadian. Ditakutkan bukti-bukti yang diperlukan untuk visum et repertum menjadi lemah dan tidak nampak lagi, sehingga saksi ahli kesulitan untuk menemukan benar atau tidak telah terjadi perkosaan dan benar atau tidak terdakwalah yang melakukan tindak pidana perkosaan.
Urgensi Sinergi Antara Aparat Penegak Hukum dan PT PLN Persero dalam Meminimalisisr Pencurian Listrik Mohammad Nurul Huda
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 2 No 1 (2018): Maret 2018
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.33 KB)

Abstract

Listrik telah menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Ketersediaan listrik tergantung pada PT. PLN (Persero) selaku produsen dan distributor tenaga listrik. Pencurian listrik tidak hanya merugiakan bagi negara, akan tetapi juga bagi pelanggan resmi PLN. Hak pelanggan resmi PLN yang seharusnya mendapatkan pasokan listrik dengan tegangan 220V akan terkurang akibat dari pencurian listrik disekitarnya. Pencurian listrik secara eksplisit telah diatur dalam Pasal 51 ayat (3) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang berbunyi “Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)”. Metode: penelitian ini adalah tentang Upaya PT. PLN (Persero) dan aparat penegak hukum dalam meminimalisir tingkat pencurian listrik di wilayah kerjaPT. PLN (Persero) Rayon Pamekasan.
Dekriminalisasi Pasal 546 KUHP Tentang Larangan Penjualan Jimat dan Mengajarkan Ilmu-Ilmu Kesaktian Mohammad Nurul Huda
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 3 No 1 (2019): Maret 2019
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (565.051 KB)

Abstract

Sulit untuk sejalan dengan Law in forcment. Masih terdapat banyak aturan yang masih berbenturan dengan kebiasaan masyarakat, sehingga aturan hukum yang ada sulit untuk berjalan sempurna. Perlu adanya pembaharuan dalam aturan hukum jika memang aturan hukum tersebut sudah tidak tepat lagi diterapkan di jaman ini. Akan tetapi, sebelum adanya pembaharuan hukum, haruslah diadakan pendekatan kepada masyarakat, sehingga adanya pembaharuan hukum tersebut tidak menjadi sia-sia, menjadi tambahan beban bagi aprarat, memberikan kegunaan yang lebih baik, dan hasil yang diperoleh haruslah lebih besar dari pada apa yang telah dikeluarkan. Aparat penegak hukum jangan hanya menunggu kejahatan itu terjadi, akan tetapi harus proaktif dalam pencegahan kejahatan dengan cara pendekatan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh yang sangat berberan bagi masyarakat. Suatu aturan bisa dikatakan layak, apabila aturan tersebut telah berjalan sebagai mana mestinya. Apabila aturan tersebut tidak berjalan sebagai mana mestinya, maka perlu adanya pembaharuan dari aturan tersebut. Terdapat dua hal yang perlu dosorot dalam pembaharuan suatu aturan.
Problematika dan Upaya Preventif dalam Mengantisipasi Sengketa Tanah Percaton di Madura Mohammad Nurul Huda
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 3 No 2 (2019): September 2019
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.332 KB)

Abstract

Persoalan sengketa tanah merupakan salah satu pemicu konflik bagi masyarakat Madura yang tidak menutup kemungkinan akan berujung perkelahian yang mengakibatkan jatuhnya korban (carok). Ini diakibatkan watak masyarakat Madura yang selalu menjunjung tinggi harga diri mereka. “Lebhi Bhégus Pothé Tolang etembheng Pohté Mata” artinya Lebih baik mati dari pada hidup tapi menanggung malu. sengketa tanah percaton merupakan salah satu percikan terjadinya carok masal. “Bhupa Bhabu Ghuru Rato” merupakan pegangan bagi masyarakat Madura untuk senantiasa menjunjung tinggi Orang tua, Guru, dan Pemimpin. Inilah yang menjadi dasar mereka rela mati (carok) demi menjunjung tinggi harga diri dari seorang pemimpin. Perlunya upaya preventif dalam mengantisipasi sengketa tanah percaton. Metode Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan, Pendekatan Konseptual, dan pendekatan kasus. Dengan pendidikan yang tinggi, maka dapat dipastikan masyarakat akan sulit terprovokasi untuk terlibat langsung pada sengketa tanah percaton. Peran kyai juga tak kalah penting, mengigat rata-rata masyarakat Madura memeluk agama Islam. Dakwah merupakan cara yang tepat untuk menyadarkan masyarakat dan calon kepala desa akan pentingnya perdamaian antar umat manusia, sehinga tidak terjadi sengketa tanah percaton. Kedua model tersebut merupakan upaya preventif dalam mengantisipasi sengketa tanah percaton di Madura.
Hak Narapidana yang Mengalami Gangguan Jiwa di Lembaga Pemasyarakatan Mohammad Nurul Huda
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 5 No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (632.346 KB)

Abstract

Narapidana adalah sebagaimana manusia umumnya, hanya saja kebebasan dan kemerdekaannya dibatasi, meskipun demikian hak-haknya sebagai manusia yang mempunyai kesamaan di bidang hukum tidak diperkenankan dilakukannya tindakan diskriminatif. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Meskipun menurut undang-undang, perlakuan sama dalam LAPAS merupakan hak setiap warga binaan, namun tentunya berbeda kiranya jika kondisi narapidana dalam LAPAS tersebut mengalami gangguan kejiwaan saat berada di LAPAS, yang mana perlu penanganan dan pembinaan yang sifatnya khusus yang melibatkan pakar Psikiater dan Instansi seperti Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang hak narapidana yang mengalami gangguan jiwa di Lembaga Pemasyarakatan. Pemeriksaan kejiwaan narapidana oleh seorang Ahli Psikiater sangat diperlukan untuk memastikan apakah mereka benar-benar gila atau hanya akal-akalan agar terhindar dari hukuman. Pasal 29 huruf a dan b KUHAP cukup mewakili sebagai landasan hukum bahwa setiap narapidana yang menjalani masa perawatan diluar penahanan tidak dapat disamakan dengan penahanan sehingga narapidana tetap dibebankan penahanannya secara penuh walupun sebagaian menjalani masa perawatan karena gangguan jiwa
Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika Dikalangan Remaja di Kabupaten Pamekasan Mohammad Nurul Huda
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 5 No 2 (2021): September 2021
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kejahatan narkotika merupakan kejahatan internasional (International Crime), kejahatan yang tekoordinasi (Organize Crime). Mempunyai jaringan yang luas, mempunyai dukungan dana yang besar dan sudah menggunakan teknologi yang canggih. Metode Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Berdasarkan pengkajian melalui metode dan pendekatan tersebut kemudian diperoleh hasil dari penelitian yaitu Kenakalan Remaja merupakan tindakan melanggar peraturan atau hukum yang dilakukan oleh anak yang berada pada masa remaja. Penyalahgunaan narkotika adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk menggunakan obat-obatan termasuk narkotika secara tidak tepat. Penyalahgunaan obat adalah penggunaan obat secara tetap yang bukan untuk tujuan pengobatan atau yang digunakan tanpa mengikuti takaran yang seharusnya. Penyalahunaan narkotika oleh remaja dapat dikelompokkan ke dalam tiga kerekteristik yaitu “Mereka yang ingin mengalaminya (the experience seekers) yaitu mereka yang ingin memperoleh pengalaman baru dan sensasi dari akibat pemakaian narkotika, Mereka yang ingin mengelakkan realita hidup (the oblivion seekers) yaitu mereka yang menganggap keadaan terbius sebaggai tempat terindah dan ternyaman, Mereka yang ingin merubah kepribadiannya (the personality change) yaitu mereka yang beranggapan menggunakan narkotika dapat mengubah kepribadian, menghilangkan rasa malu, menjadi titik kaku dalam pergaulan, dan lain-lain.
Korban dalam Perspektif Viktimologi Mohammad Nurul Huda
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 6 No 1 (2022): Maret 2022
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Viktimologi secara istilah berasal dari kata victim (korban) dan logos (ilmu pengetahuan), dalam bahasa latin viktimologi, berasal dari kata victima yang berarti korban dan logos yang berarti ilmu. Secara terminologi, viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial. Tipologi kejahatan dapat ditinjau dari dua dimensi, pertama: dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, kedua: faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat menjadi korban kejahatan. Penderitaan yang dialami oleh korban antara lain kekarasan terhadap tubuh dan nyawa, hilangnya harta benda, serta terganggunya psikologi korban akibat perbuatn pelaku kejahatan. Dalam hal tertentu korban dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana, yaitu tindak pidana penyalahgunaan NAPZA. Pelaku (pemakai) NAPZA merupakan korban dari ketergantungannya (adiksi) terhadap obat-obantan yang dia komsumsi.
CRIMINAL LAW FORMULATION AGAINST UNDERAGE CHILD MARRIAGE Mohammad Nurul Huda; Wahyudi Wahyudi
TRUNOJOYO LAW REVIEW Vol 5, No 2 (2023): Agustus
Publisher : Faculty of Law University of Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/tlr.v5i2.20925

Abstract

The phenomenon that is developing in Indonesia today, especially in rural communities where the continuity of marriage is vulnerable to minors. This happens due to 2 (two) factors, namely internal and external. This type of research uses normative juridical methods and the approach to theproblemuses 2 (two) kinds of approaches. First, through a statutory approach, namely by examining laws and regulations related to legal issues or problems being studied, isthere any suitability and consistency between the law and other laws. Second, the Conceptual Approach, the conceptual approach departs from the views and doctrines that develop in the science of law. Children are an investment for every country in the world, because they are future human resources for the development of a country. Juridically, each State is responsible for providing a good life for children, providing welfare both physically and mentally, and keeping away from all kinds of dangers that threaten a child. In everyday life, people are less aware of the importance of limiting the age of marriage as stipulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage.