p-Index From 2018 - 2023
0.778
P-Index
This Author published in this journals
All Journal SELAMI IPS
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENYEBAB PERBEDAAN JUMLAH MAHAR DALAM KAWIN PINANG (PIKA BHEKA-BHEKA) PADA MASYARAKAT ETNIS CIA CIA (STUDI DI DESA WABULA KECAMATAN WABULA KABUPATEN BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA) Santi, Santi; A, Salimin; Irawaty, Irawaty
SELAMI IPS Vol 12, No 2 (2019): JURNAL JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/selami.v12i2.10846

Abstract

Abstrak: Tujuan dari  penelitian ini yaitu: a. untuk mengetahui alasan terjadinya perbedaan Jumlah mahar dalam kawin pinang (pika bheka-bheka) pada masyarakat etnis Cia Cia di Desa Wabula Kecamatan Wabula Kabupaten Buton; b. untuk mengetahui proses penyelesaian perbedaan jumlah mahar dalam kawin pinang (pika bheka-bheka). penelitian ini dilaksanakan di Desa Wabula Kecamatan Wabula Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Jenis peneltian yang digunakan adalah jenis penelitian berdasarkan taraf penelitian yaitu penelitian deskriptif yang hanya menggambarkan keadaan objek dengan analisis kualitatif . Subyek penelitian ini terdiri dari 5 (lima) orang yang terdiri dari 2 (dua) orang tokoh ada Wabula sebagai orang yang mengatur tata cara adat dalam pelaksanaan perkawinan pinang (pika bheka-bheka), Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Wabula, 1 (satu) orang Imam/Khatib dan 1 (satu) orang Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Teknik pengumpulan data yaitu: wawancara dan dokumenter. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perkawinan adat etnis Cia Cia menurut praktek hukum adat Wabula yang  didasarkan pada stratifikasi sosial masyarakat etnis Cia Cia terdiri dari golongan Kaomu, Awalaka, dan Maradika. Adapun jumlah mahar dalam setiap golongan tersebut sangatlah berbeda-beda. Keturunan Sultan dan Sapati akan masuk dalam Kaomu (bangsawan) yang memiliki mahar 150 bhoka untuk jabatan Sultani dan 125 bhoka untuk jabatan Sapati. Golongan Awalaka merupakan golongan yang berasal dari keturunan Bontotoa (jabatan untuk kepala kampung) yang memiliki mahar sebanyak 100 bhoka.  Sementara golongan maradika memiliki mahar 12 bhoka 4 kupa. Cara penyelesaian jumlah mahar untuk perkawinan berbeda golongan dapat diselesaikan dengan cara maradika manadikana (kesepakatan adat berdasarkan yang ditetapkan oleh tokoh adat) berdasarkan hukum adat yang berlaku. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa perbedaan jumlah mahar yang terjadi pada masyarakat etnis Cia Cia menurut praktek hukum adat yang tidak tertulis disebabkan oleh stratifikasi yang terjadi di dalam suatau masyarakat tersebut yakni golongan Kaomu, golongan Awalaka, dan golongan maradika. Perbedaan jumlah mahar pada masyarakat etnis Cia Cia dapat diselesaikan dengan cara mardika manadikana.Kata Kunci: Perbedaan Jumlah Mahar, Penyelesaian Jumlah Mahar, dan  Perkawinan Pinang
PERBEDAAN JUMLAH MAHAR DALAM PERKAWINAN PINANG PADA MASYARAKAT SUKU MUNA (Studi di Kelurahan Wapunto Kecamatan Duruka Kabupaten Muna) Chichi, Chichi; A, Salimin; Syahbuddin, Syahbuddin
SELAMI IPS Vol 12, No 1 (2019): JURNAL JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/selami.v12i1.10836

Abstract

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab perbedaan jumlah mahar dalam perkawinan pinang pada masyarakat suku Muna di Kelurahan Wapunto Kecamatan Duruka Kabupaten Muna.Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Wapunto Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini terdiri berjumlah 4 orang yang terdiri dari 3 orang tokoh adat Muna sebagai pelaku yang mengatur tata cara adat dalam pelaksanaan perkawinan pinang (doangka ne mata), dan 1 orang Imam Masjid/Khatib Kelurahan Wapunto. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor perbedaan jumlah mahar dalam perkawinan pinang pada masyarakat suku Muna di Kelurahan Wapunto Kecamatan Duruka Kabupaten Muna; faktor perbedaan jumlah mahar dalam perkawinan pinang disebabkan karena adanya pembagian martabat tujuh (7) golongan pada masyarakat suku Muna pada pemerintahan Raja Sugi Manuru sejak zaman dahulu kala. Dimana golongan Kaomu jumlah maharnya 20 bhokaadalah simbol sifati raafuluno yang diwujudkan dalam jabatan kerajaan Muna sebagai Kino atau Kepala Kampung. Golongan Walaka jumlah maharnya 10 bhoka 10 suku adalah simbol jabatan adat kerajaan Muna yaitu dua Hatibi, empat Modhi Kamokula, dan empat Modhi Anahi, golongan Anangkolaki jumlah maharnya 7 bhoka 2 suku adalah sebagai simbol jabatan adat kerajaan Muna yang diemban oleh golongan Kodasano yaitu sebagai Bhontono Kampo, Parabhela, dan Kamokulano Liwu, dan golongan Kodasano  jumlah maharnya 3 bhoka 2 suku adalah simbol 7 orang petani Raja Sugi Manuru dalam perkawinannya dengan Wa Saorone yang beranakkan 7 orang sebagai kepala kampung.Kesimpulan penelitian ini, perkawinan adat Muna pada masyarakat Muna menurut praktek hukum adat Muna yang tidak tertulis didasarkan pada stratifikasi sosial/golongan pada masyarakat Muna, pembagian stratifikasi sosial masyarakat Muna dengan  jumlah mahar antara golongan tersebut berbeda-beda: golongan Kaomu maharnya sebesar 20 bhoka, Walaka 10 bhoka 10 suku, Anangkolaki 7 bhoka 2 suku, dan golongan Kodasano 3 bhoka 2 suku. Kata Kunci : Stratifikasi Sosial, Jumlah Mahar, dan Perkawinan Pinang.
PELAYANAN PUBLIK E-KTP DI DESA TIRONGKOTUA KECAMATAN KABAENA KABUPATEN BOMBANA Erniati, Erniati; A, Salimin; Reni, Wa Ode
SELAMI IPS Vol 13, No 1 (2020): JURNAL JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/selami.v13i1.13621

Abstract

Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap pemerintah desa dalam memberikan pelayanan publik, (2) Untuk mengetahui hambatan  pemerintah desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, (3) Untuk mengetahui upaya pemerintah desa dalam mengatasi hambatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.  Pendekatan penelitian ini adalan deskriptif kualitatif. Informan  penelitian  berjumlah 7 orang, yaitu kepala desa tirongkotua, sekretaris desa, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan masyarakat lainnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan publik di Desa Tirongkotua pada pelayanan administrasi kependudukan (e-KTP) dalam memberikan pelayanan publik belum berjalan secara maksimal hal ini di sebabkan karena masih ada aparat pemerintah Desa yang kurang disiplin, belum adanya kecepatan dalam memberikan pelayanan dan belum adanya keadilan dalam memberikan pelayanan  oleh pemerintah Desa Tirongkotua. Hal ini terlihat dari indikator penelitian ini yang meliputi : prosedur pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan, tanggung jawab petugas pelayanan, kemempuan petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan dalam pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas, kepastian, kepastian jadwal pelayanan. Kesimpulan penelitian ini adalah (1) prosedur pelayanan publik di Desa Tirongkotua Kecamatan Kabaena dalam hal pelayanan administrasi penduduka e-KTP belum berjalan secara maksimal. (2) Faktor yang menghambat pemerintah Desa Tirongktoa dalam memberikan layana kepada mesrakat adalah faktor sumber daya aparatur , faktor kesadaran masyarakat, dan  faktor sarana dan prasaran. (3) Upaya yang dilakukan aparat pemerintah Desa untuk mengatasi hambatan dalam melekukan pelayanan kepada masyarakat, Memberikan pelatihan kepada aparat Desa, meningkatkan kedisiplinan, dan pengajuan pengadaan fasilitas pelayanan publik. Kata Kunci: Pelayanan Publik, Sikap Masyarakat.
ADAT PEMBAGIAN WARISAN PADA MASYARAKAT SUKU BAJO DI DESA TERAPUNG KECAMATAN MAWASANGKA KABUPATEN BUTON TENGAH Alimran, Rayon; A, Salimin; Asuru, Arsidik
SELAMI IPS Vol 13, No 2 (2020): Selami IPS
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/selami.v13i2.14311

Abstract

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui: 1) objek yang menjadi warisan yang tidak dapat dibagi dan warisan yang dapat dibagi, 2) bagaimana mekanisme pembagian warisan menurut aturan adat pada masyarakat suku Bajo di Desa Terapung Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan analisis kualitataif, Subjek penelitian ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari 1 orang tokoh adat, 1 orang tokoh agama, kepala desa dan 3 orang masyarakat yang menjadi ahli waris. Tehnik pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara dan dokumenter. Kesimpulan adat pembagian warisan pada masyarakat suku Bajo di Desa Terapung Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah dalam penelitian ini adalah: 1) objek warisan yang tidak dapat dibagi adalah bendera ula-ula, gendang, gong, gecong, jabatan adat dan ilmu ghaib. Objek warisan yang dapat dibagi berupa tanah, hewan ternak, sebagian dasar penghidupan seperti perhiasan emas, perabotan  rumah, alat perlengkapan memancing. 2) mekanisme pembagian waris yang berlaku menggunakan cara musyawarah, waktu pembagian warisan tidak ditentukan, warisan dibagikan ketika kedua orang tua meninggal dunia, terlebih dahulu dilakukan penyelesaian utang-utang pewaris, warisan antara laki-laki dan perempuan sama besarnya, anak angkat dan anak tiri mendapatkan warisan berdasarkan kesepakatan antara ahli waris