Taufiq-Spj, Nur
Unknown Affiliation

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Pengaruh Kedalaman Dan Lokasi Sarang Semi Alami Terhadap Masa Inkubasi Dan Daya Tetas Telur Penyu Hijau (Chelonia mydas) Di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat Akbarinissa, Rr. Dyah Artati; Taufiq-Spj, Nur; Hartati, Retno
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (664.581 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v7i1.25888

Abstract

ABSTRAK : Kedalaman sarang berpengaruh terhadap keberhasilan penetasan telur penyu yang berkaitan juga dengan suhu di dalam sarang, lama masa inkubasi dan daya tetas telur nantinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kedalaman dan lokasi sarang semi alami terhadap masa inkubasi dan daya tetas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan dua perlakuan dan tiga kali pengulangan. Perlakuan yang digunakan adalah variasi kedalaman (40, 60 dan 80 cm) dan perbedaan lokasi sarang semi alami yaitu sarang semi alami terbuka, bawah semak dan bawah pohon. Parameter yang diambil antara lain suhu, kelembaban, komposisi dan ukuran butir substrat. Sedangkan analisa data yang dilakukan adalah analisa data secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persentase tertinggi terdapat pada sarang semi alami bawah pohon sebesar 91,6%, kemudian sarang semi alami bawah semak 90,1% dan sarang semi alami terbuka 50,9%. Masa inkubasi paling singkat terdapat pada sarang semi alami terbuka kedalaman 60 cm yaitu 45 hari, dan paling lama terdapat pada sarang semi alami bawah semak kedalaman 80 cm yaitu 54 hari. Kisaran suhu keseluruhan antara 29,5oC – 32,7oC, sedangkan tingkat kelembaban sarang semi alami berkisar antara 69,9% - 91,8%. ABSTRACT : The effected depth of the nest on hatching success of turtle is also related to the temperature in the nest, the time of incubation. The purpose of this study was to determine the effect of depth and location of semi-natural nest Green Turtle (Chelonia mydas) incubation period and hatching success in Paloh Beach, Sambas, West Kalimantan. The method used is the experimental method. The study was conducted with two treatments and three repications. The treatment used is a variation of depths (40, 60 and 80 cm) and the difference in semi-natural nesting sites are open semi-natural nest, under shrubbery and under trees. The parameters taken i.e temperature, humidity, composition and grain size of the substrate. The results shows that highest percentage found in semi-natural nests under the trees (91.6%), then the semi-natural nest under a bush (90.1%) and semi-natural nest open (50.9%). Shortest incubation period contained in semi-natural nest open depth of 60 cm is 45 days, and the longest contained in a semi-natural nests under bushes with depth of 80 cm is 54 days. Overall temperature range between 29,5oC - 32,7oC, while the semi-natural nest moisture levels ranged between 69.9% - 91.8%.
Hubungan Lebar Karapas dan Berat Rajungan Portunus pelagicus, Linnaeus, 1758 (Malacostraca : Portunidae) di Perairan Sambiroto Pati, Jawa Tengah Wahyu, Rindika; Taufiq-SPJ, Nur; Redjeki, Sri
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.118 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v9i1.24824

Abstract

ABSTRAK : Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu produk perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui variasi panjang, lebar dan berat rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Sambiroto pati dan Mengetahui rasio jantan betina rajungan yang tertangkap di Perairan Sambiroto Pati. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2018 di Perairan Sambiroto, Pati. Pengambilan data rajungan meliputi data lebar dan berat rajungan. Hasil penelitian ini menunjukkan 744 ekor rajungan yang diamati diketahui variasi ukuran rajungan yang tertangkap baik jantan dan betina yang berukuran lebar > 120 mm sebanyak 68,52% dari jumlah seluruhnya yang tertangkap. Rajungan yang tertangkap di Sambiroto memiliki pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif dengan nilai b sebesar 2,21 pada rajungan jantan dan 1,17 pada rajungan betina. Sehingga diketahui pertumbuhan lebar lebih cepat daripada pertumbuhan berat rajungan  ABSTRACT : Swimming crab (Portunus pelagicus) is a fishery product that has high economic value. The purpose of this study is to determine the variation in length, width and weight of crabs (Portunus pelagicus) in Sambiroto starch waters and to determine the ratio of crab females that are caught in Sambiroto Pati waters. This research was conducted in October-November 2018 in Sambiroto Waters, Pati. The crab retrieval data includes the crab width and weight data. The results of this study showed that 744 small crabs observed sizes variations of small crab caught both males and females with width> 120 mm totaling 68.52% of the total number caught. The crabs caught in Sambiroto have negative allometric growth with a b value of 2.21 in male crabs and 1.17 in female crabs. So it is known that the width growth is faster than the crab weight growth.
Struktur Komunitas Krustasea: Decapoda Pada Ekosistem Mangrove Di Kecamatan Genuk, Semarang Putri, Denanda Christina; Suprijanto, Jusup; Taufiq-Spj, Nur
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.46 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v7i1.25881

Abstract

ABSTRAK : Mangrove merupakan sumber makanan potensial dalam berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Kondisi ekosistem  mangrove  yang  terganggu dapat menyebabkan penurunan fungsi ekologis ekosistem mangrove. Wilayah pesisir Semarang dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia seperti tempat industri, pertambakan, pabrik dan dapat juga sebagai tempat pembuangan limbah. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai  struktur komunitas krustasea pada ekosistem mangrove yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji komposisi dan kelimpahan krustasea yang berada di kawasan vegetasi mangrove Kecamatan Genuk, Kota Semarang pada lokasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksploratif, sedangkan metode penentuan lokasi menggunakan metode purposive sampling. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel krustasea dan kerapatan mangrove. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus 2016. Analisis sampel penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Krustasea yang ditemukan pada penelitian ini terdapat 11 spesies yang terdiri dari 5 famili dalam 2 infra ordo yang berbeda. Infraordo Brachyura yang paling banyak ditemukan dengan jumlah 4 famili. Sedangkan untuk infraordo Anomura ditemukan satu famili. Kelimpahan tertinggi terdapat pada Stasiun IV sebesar 0,372 ind/100 m2.Secara keseluruhan nilai Indeks Keanekaragaman masuk dalam kategori sedang (H’=1,57-3,02). Indeks Keseragaman termasuk dalam kategori tinggi (E= 0,93-0,99). Indeks Dominansi termasuk dalam kategori tidak ada dominansi (C=0,13-0,33). Pola sebaran jenis yang mendominasi adalah pola sebaran acak. ABSTRACT : Mangrove is a potential food source  for organisms which live in mangrove ecosystem. Disrupted mangrove ecosystem can cause a decrease in  ecological function. Semarang coastal areas are used for various human activities such as industrial sites, farms, factories and also as a waste disposal site. Therefore, research on the community structure of crustaceans in different mangrove ecosystem need to be conducted. The purpose of this study is to assess the compisition and abundance of crustaceans  in the mangrove vegetation area at Genuk subdistrict, Semarang in different locations to determine the abundance of crustaceans in different ecosystem. This research used descriptive explorative, while the method of determining the locations using purposive sampling method. The materials used in this study were sample crustaceans and mangrove density. The research was conducted in June-August 2016. The samples were analyzed at the Laboratory of Environmental Engineering, Faculty of Engineering, University of Diponegoro. The crustaceans found in this study were as many 11 species consisting of 5 families in two different infra order. Infra order Brachyura was the most commonly found with a number of 4 families. While there was only one family which found from infra order Anomura. The highest abundance found in Stastion IV with the result 0.372ind/100 m2. Overall, the Diversity Index value in the category as medium (H’=1,57-3,02). Uniformity Index was included in the high category (E= 0,93-0,99). Dominance Index included in the category of no dominance (C=0,13-0,33). The distribution pattern of dominant species is a random distribution pattern.
Studi Karakteristik Sarang Semi Alami Terhadap Daya Tetas Telur Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Paloh Kalimantan Barat Nugroho, Aditya Dwi; Redjeki, Sri; Taufiq-SPJ, Nur
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.322 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v7i1.25886

Abstract

ABSTRAK : Populasi penyu hijau (Chelonia mydas) saat ini mulai berkurang bahkan sudah masuk kedalam hewan terancam punah dan semakin menyempitnya habitat bertelur akibat rusaknya vegetasi pantai diduga salah satu penyebab turunnya populasi penyu hijau. Keberhasilan penetasan telur penyu hijau ditentukan oleh kondisi lingkungan dan posisi sarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sarang semi alami. Sampel sarang secara dipilih secara rata setiap lahan, penelitian ini menggunakan tiga lahan yaitu lahan terbuka, lahan semak, dan lahan bawah pohon. Jumlah sarang yang digunakan sebanyak 13 sarang. Persentase penetasan penyu hijau di Pantai Paloh yang bervariasi dari 47,78-93,74%. 75% yang berhasil menetas dari sarang yang berada di lahan semak. Sarang teduh menunjukkan angka penetasan yang paling tinggi. Suhu substrat pada inkubasi bervariasi dari 28,87–33,30°C. Komposisi substrat sarang dominan pasir. Lahan semi alami semak yang mendukung untuk penetasan telur penyu hijau di kawasan Pantai Paloh.  ABSTRACT : Green Sea Turtle (Chelonia mydas) population is shrinking even been entered into the endangered animals and the narrowing nesting habitat due to damage to coastal vegetation allegedly of the causes of the decline of the green turtle population. Green turtle egg hatching success is determined by the environmental conditions and the position of the nest. This study aims to investigate the characteristics of the semi-natural nest. Samples nests have been evenly every land, this study uses three fields, namely open land, bushland, and land under the trees. The number of nests that are used as many as 13 nests. The percentage of green turtles hatching on the beach Paloh varied from 47,78% - 93,74%. 75% were successfully hatched from nests located in bushland. Shady nest showed the highest hatching. A substrate temperature of incubation time varies from 28.87 ° C - 33.30 ° C. The dominant nest is sand substrate composition. Semi-natural shrublands that support the green turtle eggs hatching in the Paloh Coast region.
Kandungan Logam Berat Besi (Fe) Dalam Air, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Perairan Trimulyo, Semarang Murraya, Murraya; Taufiq-Spj, Nur; Supriyantini, Endang
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.826 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v7i2.25902

Abstract

ABSTRAK : Perairan Trimulyo merupakan salah satu perairan di kota Semarang yang menjadi tempat pembuangan limbah domestik maupun limbah industri dan banyak ditemukan kerang hijau yang masih dikonsumsi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kandungan logam berat besi (Fe) pada air, sedimen dan kerang hijau (P.viridis) dan mengetahui tingkat pencemaran logam besi (Fe) di Perairan Trimulyo, Semarang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2016 hingga 15 Maret 2016 dengan metode studi kasus. Logam  berat  Fe  dalam  sampel  air, sedimen  dan  kerang  hijau  dianalisis  di  Balai  Besar  Teknologi  Pencegahan Pencemaran  Industri  (BTPPI)  Semarang  dengan  menggunakan  alat  AAS (Atomic Absorption  Spectrophotometry). Konsentrasi logam berat Fe di perairan Trimulyo memiliki nilai yang tidak terdeteksi di setiap stasiun yaitu <0,001 mg/L. Kandungan logam berat Fe pada sedimen berkisar antara 1,96-3,30 mg/kg dan kandungan logam berat Fe pada kerang hijau (P. viridis) berkisar antara 150,93-153,64 mg/kg.  Kandungan logam Fe di perairan belum melewati ambang batas baku mutu menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, sedangkan sedimen belum melebihi batas batas baku mutu menurut Wisconsin Department of Natural Resources tahun 2003 dan pada kerang hijau (P. viridis) telah melebihi baku mutu menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2009: Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7387 tentang maksimal cemaran logam berat dalam pangan. ABSTRACT : Trimulyo waters is one of the waters in Semarang that becoming domestic and industrial waste sewage and many of green mussels are found and still consumed. The purpose of this study is to determine the content of iron (Fe) in water, sediment and green mussel (P. viridis) and to find out its polution level Trimulyo waters, Semarang. This study was conducted on January 11, 2016 to March 15, 2016 using case study method. Iron (Fe) found in sample of water, sediments and mussels were analyzed in Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BTPPI) Semarang using AAS method (Atomic Absorption Spectrophotometry). Concentration of iron (Fe) in Trimulyo waters has an undetected value on each stations, which is <0.001 mg/L. While in sediment varies from 1.96 to 3.30 mg/kg and 150.93 to 153.64 mg/kg in green mussel (P. viridis). Waters quality in the water column and sediment have not exceed the limit of quality standard according to Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 and the 2003 Wisconsin Department of Natural Resources respectively, while green mussel (P. viridis) has passed the quality standard by Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2009: Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7387 about the maximum contamination amount of heavy metals in food.
Tingkat Kelimpahan Makrozoobenthos di Padang Lamun Perairan Telaga dan Pulau Bengkoang, Karimunjawa Ningsih, Sri Wahyu; Setyati, Willis Ari; Taufiq-Spj, Nur
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.941 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v9i3.27418

Abstract

ABSTRAK: Taman Nasional Karimunjawa merupakan daerah perairan yang mempunyai ekosistem laut yang masih lengkap dan asri. Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pendukung di wilayah pesisir yang pada umumnya terdapat di daerah tropis dan memiliki peranan penting di perairan. Makrozoobenthos adalah salah satu hewan yang berasosiasi dengan padang lamun yang memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari makan dan tempat memijah. Tujuan penelitian tentang kelimpahan makrozoobenthos di Perairan Telaga dan Pulau Bengkoang diperlukan untuk mengetahui perbedaan serta pengaruh fisika-kimia terhadap populasi lamun dan makrozoobenthos untuk mengindikasikan kualitas suatu perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019dengan menggunakan metodepurposivesampling yang dapat mewakili seluruh kawasan. Hasil komposisi makrozoobenthos yang di temukan pada masing-masing stasiun mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Jumlah makrozoobenthos Perairan Telaga terdapat sebanyak 42 individu makrozoobenthos yang ditemukan, sedangkan di Pulau Bengkoang terdapat sebanyak 55 individu makrozoobenthos yang ditemukan. Jumlah makrozoobenthos yang di temukan pada Perairan Telaga line 1 sebanyak 11 individu, line 2 sebanyak 15 individu dan line 3 sebanyak 14 individu. Jumlah makrozooobenthos yang di temukan pada Pulau Bengkoang line 1 sebanyak 19 individu, line 2 sebanyak 17 individu dan line 3 sebanyak 19 individu.Makrozoobenthos yang ditemukan pada masing-masing stasiun penelitian mempunyai hubungan yang kuat antara kelimpahan makrozoobenthos dengan tutupan lamun serta dengan bahan organik.  ABSTRACT: Karimunjawa National Park is a watershed area that has a complete and beautiful marine ecosystem. Seagrass beds are one of the supporting ecosystems in coastal areas which are generally found in the tropics and have an important role in the waters. Macrozoobenthos is one of the animals associated with seagrass that uses seagrass as a place to find food and spawning grounds. The purpose of research on the abundance of macrozoobenthos in Telaga Waters and Bengkoang Island is needed to determine the differences and the influence of physics-chemistry on seagrass populations and macrozoobenthos to indicate the quality of a waters. This research was conducted in October 2019using a purposive sampling method that can represent the entire region. The results of the macrozoobenthos composition found at each station have quite significant differences. The number of macrozoobenthos of Lake Ponds were 42 macrozoobenthos individuals found, while in Bengkoang Island there were 55 macrozoobenthos individuals found. The number of macrozoobenthos found in Telaga Line 1 is 11 individuals, line 2 is 15 individuals and line 3 is 14 individuals. The number of macrozooobenthos found on Bengkoang Island line 1 were 19 individuals, line 2 were 17 individuals and line 3 were 19 individuals. Macrozoobenthos found at each research station have a strong relationship between abundance of macrozoobenthos with seagrass cover and with organic matter.
Korelasi Nitrat Fosfat Sedimen terhadap Ekosistem Lamun di Pulau Sintok dan Bengkoang, Karimunjawa, Jawa Tengah Wibowo, Rachmantino; Taufiq-SPJ, Nur; Riniatsih, Ita
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.217 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v9i3.27686

Abstract

ABSTRAK: Taman Nasional Karimunjawa merupakan daerah yang memiliki ekosistem laut yang masih lengkap dan asri. Ekosistem Lamun merupakan salah satu ekosistem laut yang memiliki banyak peranan bagi kehidupan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kandungan nutrien nitrat dan fosfat pada substrat sedimen terhadap kondisi ekosistem lamun di Pulau Sintok dan Pulau Bengkoang Lamun merupakan organisme yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Kandungan nutrien substrat merupakan salah satu faktor lingkungan yang mampu mempengaruhi kehidupan lamun. Nitrat dan fosfat merupakan nutrien esensial yang sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan lamun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kandungan nutrien sedimen terhadap kerapatan lamun di Pulau Sintok dan Pulau Bengkoang, Karimunjawa. Perbedaan jumlah nitrat dan fosfat di lingkungan diduga dapat mempengaruhi kondisi lamun di Pulau Sintok dan Bengkoang. Metode pengamatan kondisi ekosistem lamun menggunakan metode seagrasswatch. Metode analisis statistika yang digunakan adalah analisis pearson-correlation. Analisis hubungan kandungan nitrat dan fosfat terhadap kerapatan lamun di Pulau Sintok didapatkan nilai korelasi pada nitrat sebesar -0,425 dan fosfat sebesar -0,422. Analisis hubungan di Pulau Bengkoang didapatkan nilai korelasi pada nitrat sebesar -0,933 dan fosfat sebesar 0,849. Dari penellitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa nutrien nitrat dan fosfat sedimen di Pulau Sintok memiliki arah hubungan negatif dengan kekuatan hubungan yang cukup terhadap kerapatan lamun. Kandungan nitrat sedimen di Pulau Bengkoang memiliki hubungan sangat kuat negatif, sedangkan kandungan fosfat sedimen memiliki hubungan sangat kuat positif terhadap kerapatan lamun. ABSTRACT: Karimunjawa National Park is an area that has a complete and beautiful marine ecosystem. Seagrass Ecosystem is one of the marine ecosystems that has many roles for life at sea. The aim of this study was to understand correlation of the nutrient (Nitrate Phosphate) in the sediment to sea-grass ecosystem at Sintok and Bengkoang Islands. Sea-grass is an organism whose life is strongly influenced by environmental factors. The nutrient content of the substrate is one of the environmental factors that can affect the life of seagrass. Nitrate and phosphate are essential nutrients that are very important to support the growth and development of seagrass. This study aims to determine the correlation between sediment nutrient content on the density of seagrass in Sintok Island and Bengkoang Island, Karimunjawa. The difference in the amount of nitrate and phosphate in the environment is thought to affect the condition of seagrass in Sintok and Bengkoang Islands. The method of observing seagrass ecosystem condition uses seagrasswatch method. The statistical analysis method used is the Pearson-correlation analysis. Analysis of the correlation of nitrate and phosphate content to the density of seagrass on Sintok Island obtained a correlation value of nitrate of -0.425 and phosphate of -0.422. Analysis of the correlation on Bengkoang Island obtained a correlation value of nitrate of -0.933 and phosphate of 0.849. This study can be concluded that the nutrient nitrate and phosphate sediment on Sintok Island has a negative correlation with an adequate strength of correlation to seagrass density. The sediment nitrate content in Bengkoang Island has a very strong negative correlaation, while the sediment phosphate content has a very strong positive correlation to the density of seagrass.
Perubahan Lahan Mangrove di Pesisir Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat Maulani, Alin; Taufiq-SPJ, Nur; Pratikto, Ibnu
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v10i1.28396

Abstract

Kecamatan Muara Gembong adalah wilayah dengan ekosistem mangrove yang cukup luas dan tersebar. Mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Kondisi ekosistem mangrove sangat peka terhadap gangguan dari luar terutama dari kegiatan pencemaran, konversi hutan mangrove menjadi kawasan non-hutan, ekploitasi hasil mangrove yang berlebihan sehingga terjadi dinamika pada luasan lahannya. Perubahan yang terjadi pada ekosistem mangrove ini dapat berupa penambahan, pengurangan, dan lahan yang tetap. Metode yang dilakukan pada penelitian ini berupa pengolahan data satelit citra Sentinel 2A, Landsat 8, dan Landsat 5 untuk menganalisa sebaran mangrove pada tahun 2009, 2014, dan 2019, serta perubahan yang terjadi. Validasi data dilakukan dengan pengamatan kawasan langsung di lokasi penelitian berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan. Hasil pengolahan data menunjukan di Kecamatan Muara Gembong pada tahun 2009-2019 diketahui terjadi penambahan luasan lahan mangrove sebesar 1017,746 ha dan pengurangan luasan mangrove sebesar 275,37 ha. Selain itu, terdapat pula lahan mangrove yang tetap bertahan pada kurun waktu 2009-2019 seluas 255,057 ha. Sehingga perubahan lahan mangrove yang terjadi di Kecamatan Muara Gembong cenderung mengalami pertambahan luasan lahan mangrove, yaitu sebesar 66% lahan mangrove yang bertambah. Muara Gembong Subdistrict is an area with a wide and scattered mangrove ecosystem. Mangroves are a group of plant species that grow along tropical to subtropical coastlines in an environment that contains salt and landforms in the form of beaches with anaerobic soil reactions. The condition of mangrove ecosystems is very sensitive to outside disturbances, especially from pollution activities, conversion of mangrove forests to non-forest areas, excessive exploitation of mangrove products resulting in dynamics in the area of land. Changes that occur in this mangrove ecosystem can be in the form of addition, subtraction, and permanent land. The method used in this research is the processing of Sentinel 2A, Landsat 8, and Landsat 5 satellite image data to analyze the distribution of mangroves in 2009, 2014 and 2019, and the changes that occur. Data validation is done by direct observation of the area at the research location based on data processing that has been done. The results of data processing showed that in Muara Gembong Subdistrict in 2009-2019 it was known that there was an increase in the area of mangrove land by 1017, 746 ha and reduction in mangrove area by 275.37 ha. In addition, there are also mangrove lands that have survived in the period 2009-2019 covering 255,057 ha. So that changes in mangrove land that occur in Muara Gembong District tend to experience an increase in the area of mangrove land, which is equal to 66% of the mangrove land that is increasing.
Potensi Ekosistem Terumbu Karang Untuk Pengembangan Ekowisata di Perairan Pulau Sintok Taman Nasional Karimunjawa Widhiatmoko, Maulana Cahya; Endrawati, Hadi; Taufiq-SPJ, Nur
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v9i4.27801

Abstract

ABSTRAK: Ekosistem terumbu karang merupakan habitat berbagai biota laut bernilai ekonomis tinggi. Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke wilayah alami maupun buatan dengan tujuan konservasi untuk menjamin kelestarian alam dan sosial- budaya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi biofisik terumbu karang untuk pengembangan ekowisata serta mengetahui analisis strategi pengembangan ekowisata terumbu karang di Pulau Sintok Karimunjawa. Pengamatan biofisik ekosistem terumbu karang dilakukan menggunakan metode LIT atau Line Transect. Data yang didapat dianalisis menggunakan indeks kesesuaian ekowisata selam dan analisis SWOT. Hasil menunjukkan bahwa tutupan karang hidup di Pulau Sintok pada keempat titik pengambilan berkisar antara 30-82%. Berdasarkan analisis kesesuaian ekowisata, kawasan perairan Pulau Sintok memiliki nilai IKW (Indeks Kesesuaian Wisata) >50 – 83% dimana nilai 50% - < 80% termasuk kedalam kelas (S2) atau suitable dan nilai IKW 83% termasuk ke dalam kategori (S1) atau sangat sesuai untuk dijadikan sebagai ekowisata terumbu karang kategori selam. Analisis strategi pengelolaan kawasan pengembangan ekowisata di perairan Pulau Sintok adalah dengan :  pengelolaan kawasan terumbu karang sebagai ekowisata secara optimal, perlunya upaya pencegahan kerusakan ekosistem terumbu karang untuk dijadikan kawasan ekowisata, pengembangan sistem informasi serta meningkatkan sarana prasarana pengelolaan ekowisata, dan Penegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan demi penerapan pengelolaan terumbu karang secara lestari. ABSTRACT: The coral reef ecosystems are habitats for various marine biota, which have a high economic value. Coral reef ecosystems provide merits to support the marine tourism industry for foreign exchange earnings. They also provide significant employment and business opportunities. Coral reef ecosystems which have a good condition can be developed into coral reef ecotourism. Ecotourism is a tour to natural and artificial areas with the purpose of conservation to ensure the natural and socio-cultural sustainability. The purpose of this research is to find out the biophysical potential of the coral reefs for the development of ecotourism, and to perceive the analysis of the development strategy of coral reef ecotourism in Sintok Island, Karimunjawa. The biophysical observation of coral reef ecosystems is conducted with LIT or Line Transect method. The data obtained is analyzed using ecotourism suitability index and SWOT analysis. The result of this research shows that living coral cover on Sintok Island at the four taking points ranged from 30-82%. According to the analysis of ecotourism suitability, Sintok Island waters area has IKW value (Tourism Suitability Index) >50-83%. The value of 50%-<80% belongs to the class (S2) or suitable, and the IKW value of 83% belongs to the category (S1) or very suitable to be used as coral reef ecotourism category. The analysis of the management strategy of ecotourism development area in Sintok Island waters are as follows: (1) The optimal management of coral reef area as ecotourism, (2) The prevention of coral reef ecosystems from damage, (3) The development of information system, as well as the enhancement of ecotourism management infrastructure, and (4) The enforcement of laws and regulations for the sake of coral reefs’ sustainable management.
Biodiversitas dan Tingkah Laku Kemunculan Cetacea di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur Raudina, Anggit Sapta; Redjeki, Sri; Taufiq-Spj, Nur
Journal of Marine Research Vol 10, No 4 (2021): Journal of Marine Research
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v10i4.30433

Abstract

Perairan Indonesia memiliki lebih dari sepertiga jenis paus dan lumba-lumba dunia, termasuk juga beberapa jenis yang dikategorikan langka dan terancam punah. Beberapa jenis Cetacea yang menggunakan jalur migrasi melalui perairan Indonesia bagian Timur, antara lain Samudera Hindia dan Pasifik melalui perairan Kepulauan Komodo, Solor-Lembata (NTT), Laut Banda (Maluku), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Sorong-Fakfak (Papua). Hal ini menunjukkan bahwa Laut Sawu merupakan area pengasuhan dan mencari makan paus. Laut Sawu menjadi tempat potensial karena dijadikan jalur migrasi berbagai spesies Cetacea secara rutin. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keanekaragaman dan tingkah laku Cetacea yang bermigrasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2018 di perairan sekitar Teluk Kupang dan Sulamu dengan menggunakan metode pengamatan single platform yang telah dimodifikasi. Data diolah melalui aplikasi ArcGIS 10.4 dan Microsoft Office Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kemunculan Cetacea berbeda-beda tiap spesiesnya dengan total 114 kali kemunculan. Aktivitas yang dilakukan Cetacea saat kemunculan sangat beragam, namun yang paling banyak yaitu aerials dan bowriding dari jenis lumba-lumba, kemudian logging dan spyhopping dari jenis paus. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa, lumba-lumba mempunyai kebiasaan untuk cenderung bermigrasi dalam satu kelompok besar. Sehingga kemunculan lumba-lumba sangat mendominasi di perairan Laut Sawu dibanding kemunculan paus yang cenderung soliter maupun dalam kelompok lebih kecil. More than one third of the world's whales and dolphins are found in Indonesian waters, including several that are categorized as rare and endangered species. Several types of cetaceans - migrate use eastern part of Indonesian waters as a migration route, i.e. between the Indian and Pacific Oceans through the waters of the Komodo Islands, Solor-Lembata (NTT), Banda Sea (Maluku), Southeast Sulawesi, North Sulawesi and Sorong-Fakfak (Papua). This indicated that the Savu Sea is a region for whales feeding ground and for their breeding.Apart from being a potential place for the Savu Sea to be used as a regular migration route for various cetacean species, it also has very promising tourism potential. Other than that, Migratory cetacean species are also very diverse, so this research was aims to analyze the diversity and behavior of cetaceans that migrate every year. This research was done in November 2018 around the Bay of Kupang and Sulamu, and a modified single platform observation method was used. The data were processed through the ArcGIS 10.4 and Microsoft Office Excel. The result shows that the occurrence number of cetaceans was in different species with a total of 114 appearances. The activities carried out by cetaceans at the time of emergence were varied, but the most common were aerials and bow-riding by dolphins, then logging and spyhopping by whales. Dolphins themselves are animals that tend to group in one large group so that their appearance is very dominant compared to whales which tend to be solitary and aggregated in small groups.