Batia, La
Unknown Affiliation

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

SENI BELA DIRI EWA WUNA DI KECAMATAN LASALEPA KABUPATEN MUNA Abd. Akbar H., Abd; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 1 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.02 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i1.7324

Abstract

ABSTRAK: Tujuan utama penelitian ini adalah: Untuk menjelaskan syarat, mendeskripsikan gerakan, menjelaskan perubahan yang terjadi dalam seni bela diri Ewa Wuna, dan untuk menggali serta mengungkapkan nilai- nilai yang terkandung dalam seni bela diri Ewa Wuna di Kecamatan Lasalepa Kabupaten Muna.Hasil penelitian menunjukkan tahap dalam  memasuki perguruan Seni Bela Diri Ewa Wuna ada dua syarat: (1) Feoti depake parakano dana banggai be lomo Tujuanya agar mata menjadi tajam dan tidak takut terhadap benda- benda tajam, kedua dofokadiu nekontu kaghito, Tujuannya agar sang murid selalu taat kepada perintah Tuhan dan menjungjung nilai- nilai yang diajarkan oleh sang guru. (2) Setelah syarat diterima dan di setujui oleh murid, maka guru mulai membimbing murid melakukan gerakan dasar silat, di mana gerakan dasar ini terdiri atas dua tahap, yaitu: a. Gerakan pica bunga, langkah satu, langkah dua, langkah tiga, langkah empat, b. Gerakan menyerang dan bertahan. (3) Perubahan yang terjadi  dalam seni bela Ewa Wuna mengalami perubahan, antara lain dari segi pakaian dan fungsinya dimana periode pada masa kerajaan hanya menggunakan pakaian serba hitam dan diikatkan sarung Muna sedangkan sekarang pakaian yang digunakan hanya pakaian biasa, seperti pakaian modern yang kadang memakai sarung Muna di pinggang dan kadang tidak. 4.Untuk menggali dan mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam seni bela diri Ewa Wuna di kecamatan Lasalepa Kabupaten Muna. Kata Kunci: Syarat, Gerak, Perubahan, Ewa Wuna
ADAT PERKAWINAN ORANG MUNA DI KELURAHAN LAIMPI KECAMATAN KABAWO KABUPATEN MUNA TAHUN 1995-2016 Arnianti, Arnianti; Darnawati, Darnawati; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 3, No 4 (2018): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/jpps.v3i4.12861

Abstract

ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Bentuk-Bentuk Adat Perkawinan Orang Muna di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna. dan, (2) Proses Pelaksanaan Adat Perkawinan Orang Muna di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna dan merupakan jenis penelitian sejarah yang bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan strukturis. Sumber data yang di gunakan terdiri dari sumber tertulis, sumber lisan dan sumber visual. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) heuristik atau pengumpulan sumber (2) kritik sumber, dan (3) historiografi. Temuan hasil penelitian ini menyatakan bahwa: (1) Bentuk-Bentuk Perkawinan Adat Orang Muna di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo mengenal 4 (empat) bentuk perkawinan adat, yaitu: (a) Gaa Angkanemata atau kawin pinang, (b) Gaa Pofileigho atau kawin lari, (c) Gaa Katapuatau kawin ikat/tunangan, dan (d) Gaa Kaintara/Kaghombuni atau kawin paksa. (2) Proses Pelaksanaan Adat Perkawinan Orang Muna di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna masih berjalan sebagaimana pelaksanaan perkawinan suku Muna pada umumnya, meskipun waktu pelaksanaannya di persingkat atau ada yang di rangkaikan tetapi tiap tahapan pelaksanaan tetap di lakukan. Adapun proses pelaksanaan perkawinan Gaa Angakanemata yang di maksud meliputi 14 (empat belas) tahapan sebagai berikut: (a) Dekamata, (b) Dempali-mpali, (c) Defenagho tungguno karete, (d) Kafeena, (e) Kataburi, (f) Paniwi(g) Adhati balano/Sara-sara, (h) Lolino ghawi, Kaokanuha dan Kafoatoha, (j) Penyerahan adat Matano kenta, (k) Katangka, (l) Kafelesau, (m) Kafewanui, (n) Kasukogho, (o) Kafosulino katulu. Pelaksanaan perkawinan Gaa Pofileigho ada 4 proses tahapan sebagai berikut: (a) Dofofoepe, (b) Katandugho, (c) Katangka, (d) Kafosulino katulu. Kata Kunci: Adat, Perkawinan, Orang Muna ABSTRACT: The purpose of this study is to describe: (1) Traditional Forms of Muna Marriage in the Village of Laimpi, Kabawo District, Muna Regency. and, (2) The Process of the Implementation of the Customary Marriage of Muna in the Village of Laimpi, Kabawo District, Muna Regency. This research was conducted in Laimpi Subdistrict, Kabawo District, Muna Regency and is a kind of descriptive qualitative historical research using a structuralist approach. Sources of data used consisted of written sources, oral sources and visual sources. The method used in this study consisted of: (1) heuristics or collection of sources (2) source criticism, and (3) historiography. The findings of this study state that: (1) Forms of Muna Customary Marriage in Laimpi Sub-District Kabawo District recognize 4 (four) forms of traditional marriage, namely: (a) Gaa Angkanemata or mating, (b) Gaa Pofileigho or elopement , (c) Gaa Katapu or marriage / engagement, and (d) Gaa Kaintara / Kaghombuni or forced marriage. (2) The process of the implementation of customary marriage of Muna people in Laimpi Village, Kabawo District, Muna Regency is still running as the implementation of Muna marriages in general, even though the implementation time is shortened or there is a framework, but every stage of implementation is still carried out. The marriage process of Gaa Angakanemata is meant to cover 14 (fourteen) stages as follows: (a) Dekamata, (b) Dempali-mpali, (c) Defenagho tungguno karete, (d) Kafeena, (e) Kataburi, (f) Kataburi, (f) ) Paniwi (g) Adhati balano / Sara-sara, (h) Lolino ghawi, Kaokanuha and Kafoatoha, (j) Submission of traditional Matano kenta, (k) Katangka, (l) Kafelesau, (m) Kafewanui, (n) Kasukogho, (o) Kafosulino katulu. The marriage of Gaa Pofileigho consists of 4 stages: (a) Dofofoepe, (b) Katandugho, (c) Katangka, (d) Kafosulino katulu. Keywords: Custom, Marriage, Mun People
SEJARAH KELURAHAN TAKIMPO KECAMATAN PASARWAJO KABUPATEN BUTON (1981-2017) Maria, Maria; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.718 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i2.9887

Abstract

ABSTRAK: Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1)  Apa yang melatarbelakangi terbentuknya Kelurahan Takimpo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton? 2) Bagaimana proses terbentuknya Kelurahan Takimpo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton? 3) Bagaimana perkembangan Kelurahan Takimpo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton (1981-2017)?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helium Sjamsuddin  dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (Kritik Sumber), Historiografi (penulisan sejarah). Dalam kajian pustaka penelitian ini menggunakan konsep sejarah, konsep  pemerintahan daerah, konsep kelurahan, konsep perkembangan, dan syarat terbentuknya kelurahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Latar belakang terbentuknya Kelurahan Takimpo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton dilihat dari beberapa faktor yaitu: a) Faktor jumlah penduduk, b) Faktor luas wilayah, c) Faktor sosial budaya, d) Faktor potensi kelurahan, e) Sarana dan prasarana. 2) Proses terbentuknya Kelurahan Takimpo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton adalah a) Diawali dengan musyawarah Organisasi LKMD sekarang disebut LPM beserta kepala lingkungan Kelurahan Takimpo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton, b) Dari hasil musyawarah memutuskan bahwa harus ada yang mengusulkan terkait adanya pemekaran Kelurahan Takimpo, dalam proses pengusulan tersebut waktu yang dibutuhkan untuk memperjuangkan terbentuknya  Kelurahan Takimpo 1 tahun 2 bulan, c) Sesudah pengusulan dilaksanakan dan disetujui kemudian  diadakan  kembali  musyawarah,  untuk   membahas  pembagian  batas-batas wilayah Kelurahan Kombeli dan Kelurahan Takimpo. 3) Perkembangan  Kelurahan  Takimpo  Kecamatan  Pasarwajo  Kabupaten  Buton dari tahun  1981-2017  mengalami  peningkatan  yang  cukup  signifikan: a) Dalam bidang ekonomi masyarakat Kelurahan Takimpo mengalami kemajuan demikian pula  dengan  profesi-profesi  lain  makin  hari  makin nampak, misalnya, petani, pedagang dan pekerjaan lain yang dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk menghidupi keluarganya. b) Dalam bidang politik Kelurahan Takimpo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton diawali dengan penunjukkan lurah pertama yaitu La Kabona, hingga kepala kelurahan saat ini yaitu La Dila, c) Dalam bidang sarana dan prasarana antara lain Benteng Lipu Ogena, SDN 1 Takimpo, SDN 2 Takimpo, Masjid, dan pasar. Kata Kunci: Latar Belakang, Proses dan Perkembangan
GERAKAN SOSIAL MASYARAKAT KAMPUNG LABALUBA DESA KONTUMERE KECAMATAN KABAWO KABUPATEN MUNA TAHUN 1960-1980 Nurwan, Nurwan; Hadara, Ali; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 4 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (979.189 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i4.12874

Abstract

ABSTRAK: Inti pokok masalah dalam penelitian ini meliputi latar belakang gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna, Faktor-faktor yang mendorong gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna, proses gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna dan akibat gerakan sosial masyarakat Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna? Latar belakang gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba yaitu keadaan kampungnya yang hanya terdiri dari beberapa kepala keluarga tiap kampung dan jarak yang jauh masing-masing kampung membuat keadaan masyarakatnya sulit untuk berkomnikasi dan tiap kampung hanya terdiri dari lima sampai dengan tujuh kepala keluarga saja. Kampung ini letaknya paling timur pulau Muna terbentang dari ujung kota Raha sekarang sampai kampung Wakuru yang saat ini. Kondisi ini juga yang menjadi salah satu faktor penyebab kampung ini kurang berkembang baik dibidang ekonomi, sosial politik, pendidikan maupun di bidang kebudayaan. Keadaan ini diperparah lagi dengan sifat dan karakter penduduknya yang masih sangat primitif. Faktor yang mendorong adanya gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna adalah adanya ketidaksesuaian antara keinginan pemerintah setempat dan masyarakat yang mendiami Kampung Labaluba pada waktu itu. Sedangkan proses gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna bermula ketika pemerintah seolah memaksakan kehendaknya kepada rakyat yang menyebabkan rakyat tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Akibat yang ditimbulkan dari adanya gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna terbagi dua yaitu akibat positif dan akibat negatif.Kata Kunci: Gerakan Sosial, Factor dan Dampaknya ABSTRACT: The main issues in this study include the background of the social movement of Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo Sub-District, Muna District, Factors that encourage social movements of Labaluba Kampung Sub-village, Kontumere Village, Kabawo Sub-District, Muna District, the social movement process of Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo Sub-District Muna Regency and due to Labaluba community social movements Kontumere Village Kabawo District Muna Regency? The background of the Labaluba Kampung community social movement is that the condition of the village consists of only a few heads of households per village and the distance of each village makes it difficult for the community to communicate and each village only consists of five to seven households. This village is located east of the island of Muna stretching from the edge of the city of Raha now to the current village of Wakuru. This condition is also one of the factors causing the village to be less developed in the economic, social political, educational and cultural fields. This situation is made worse by the very primitive nature and character of the population. The factor that motivated the existence of the social movement of Labaluba Village in Kontumere Village, Kabawo Subdistrict, Muna Regency was the mismatch between the wishes of the local government and the people who inhabited Labaluba Village at that time. While the process of social movements in Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo District, Muna Regency began when the government seemed to impose its will on the people, causing the people to disagree with the policy. The consequences arising from the existence of social movements in Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo District, Muna Regency are divided into two, namely positive and negative effects. Keywords: Social Movements, Factors and their Impacts
SEJARAH PELAKSANAAN PROGRAM KB DI KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN 2004-2016 Arimbawa AT, Agastya Azwar Azwar; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 3, No 3 (2018): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (22.653 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v3i3.12819

Abstract

ABSTRAK: Fokus masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana latar belakang pelaksanaan program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan? 2) Bagaimana proses perkembangan pelaksanaan program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan 2004-2016? 3) Faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan? 4) Faktor-faktor yang menghambat program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Heuristik (pengumpulan sumber), Kritik sumber (eksternal dan internal), Historiografi (penulisan sejarah) yang terdiri yakni 1) penafsiran (interprestasi), 2) penjelasan (eksplanasi), 3) penyajian (ekspose). Dalam kajian pustaka penelitian ini teori sejarah, konsep kebijakan pemerintahan, konsep pelaksanaan kebijakan publik, konsep program KB. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 1) Pelaksanaan program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dilatar belakangi oleh: a) Pada tahun 1980 program KB masuk di Kabupaten Konawe Selatan Kecamatan Tinanggea. Walaupun mendapat sedikit pertentangan dari masyarakat b) Pada tahun 1980-1990 program KB masih dalam pengenalan kepada masyarakat setempat tentang KB dan alat kontrasepsi. c) Hingga memasuki tahun 2000 program KB ini sudah memasuki era kemandirian hingga sampai sekarang karena program KB sudah dianggap menjadi kebutuhan warga setempat. 2) Perkembangan pelaksanaan program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan 2004-2016: a) Masuknya program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan banyak masyarakat yang tidak setuju dengan program KB. b) Para PLKB/PKB berusaha meyakinkan warga sekitar dengan cara sosialisasi door to door tentang program KB. c) Hingga tahun 2004-2016 peningkatan terjadi karena masyarakat sudah mengetahui manfaat dari program KB. dari era kemandirian ini sesuai peraturan Pemerintah alat-alat kontrasepsi yang secara gratis hanya disediakan untuk warga prasejahtra di tandai dengan tanda Lingkaran Biru (LIBI), sedangkan warga yang non prasejahtra alat-alat kontrasepsi ini harus di perjual belikan dengan adanya tanda Lingkaran Mas (LIMAS). 3) Faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program KB di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan: a) Kelancaran komunikasi kepada warga setempat. b) Sumber daya. c) Disposisi/sikap pelaksana. d) Struktur Biroksasi. 4) Faktor faktor yang menghambat pelaksanaan program KB di Kecamatan Tinanggea: a) Sosial-Budaya. b) Pengetahuan c) Sikap d) Pendapatan Keluarga e) Efek Samping Penggunaan alat kontrasepsi. Kata Kunci: Sejarah, Pelaksanaan, KB  ABSTRACT: The focus of the problems examined in this study are: 1) What is the background of the implementation of the family planning program in Tinanggea District, Konawe Selatan Regency? 2) What is the process of developing the implementation of family planning programs in Tinanggea Subdistrict, Konawe Selatan District 2004-2016? 3) What factors support the implementation of family planning programs in Tinanggea Subdistrict, Konawe Selatan District? 4) What factors hinder the family planning program in Tinanggea Subdistrict, Konawe Selatan District? The method used in this research is the historical method with the following stages: Heuristic (gathering of sources), Criticism of sources (external and internal), Historiography (history writing) consisting of 1) interpretation (interpretation), 2) explanation (explanation) ), 3) presentation. In this research literature review historical theory, the concept of government policy, the concept of implementing public policy, the concept of family planning programs. The results of this study indicate that 1) The implementation of family planning programs in Tinanggea Subdistrict, Konawe Selatan District is motivated by: a) In 1980, the KB program was entered in Konawe Selatan District Tinanggea Subdistrict. Although there was little opposition from the community b) In 1980-1990 the family planning program was still in the introduction to the local community about family planning and contraception. c) Until entering the year 2000 the family planning program has entered the era of independence until now because the family planning program has been considered to be the needs of local residents. 2) Development of the implementation of family planning programs in Tinanggea Subdistrict, Konawe Selatan District 2004-2016: a) The inclusion of family planning programs in Tinanggea Subdistrict, Konawe Selatan District many people disagreed with the family planning program. b) PLKB / PKB tries to convince local residents by way of door-to-door socialization about family planning programs. c) Until 2004-2016 the increase occurred because the community already knew the benefits of the family planning program. from this era of independence in accordance with Government regulations contraception which is free only provided for prehistoric citizens marked with the Blue Circle (LIBI), while residents who are non-prehistoric contraceptive devices must be sold with the presence of the Circle of Mas (LIMAS) ). 3) Factors that support the implementation of family planning programs in Tinanggea District, Konawe Selatan District: a) Smooth communication with local residents. b) Resources. c) Disposition / attitude of implementers. d) Bureau structure. 4) Factors that hinder the implementation of family planning programs in Tinanggea District: a) Socio-Culture. b) Knowledge c) Attitudes d) Family Income e) Side Effects of the use of contraceptives. Keywords: History, Implementation, KB
INTERAKSI SOSIAL ANTARA ETNIK MUNA DAN ETNIK JAWA DI DESA SARI MULYO KECAMATAN KABANGKA KABUPATEN MUNA (1983-2017) Asrif, La Ode Muhamad; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 5, No 4 (2020): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/jpps.v5i4.15684

Abstract

ABSTRAK: Permasalahan pokok dalam penelitian ini mengkaji proses kedatangan dan proses interaksi, bentuk interaksi serta dampak kedatangan Etnik Jawa Di Desa Sari Mulyo Tahun 1983-2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada metode sejarah yang terdiri dari heuristik, verifikasi dan histoografi atau penulisan. Sejarah kedatangan etnik Jawa di Desa Sari Mulyo antara lain karena mengikuti program pemerintah yaitu jalur transmigrasi pada tahun 1983 dengan jumlah 100 KK. Dengan faktor antara lain (a) faktor daerah asal, (b) faktor daerah tujuan, (c) faktor pribadi; Bentuk interaksi sosial antara etnik Muna dan etnik Jawa antara lain: a) interaksi sosial asosiatif, yaitu akomodasi dalam bidang pertanian dan ekonomi; wujud asimilasi dalam bidang bahasa yaitu antara dua kelompok etnik saling menyesuaikan diri dan akhirnya saling mengerti bahasa satu sama lain. b) Interaksi sosial disosiatif terdiri dari persaingan dalam bidang ekonomi pertanian dan organisasi sosial juga termasuk didalamnya persaingan. Proses interaksi sosial antara etnik Muna dan etnik Jawa adalah: a) interaksi melalui kegiatan pembangunan; b) Interaksi melalui perkawinan. Dampak interaksi sosial antara etnik Muna dan etnik Jawa, yaitu dampak posistif antara lain: bidang ekonomi, bidang pertanian, bidang politik, bidang sosial budaya. Sedangkan dampak negatif antara lain: keterampilan etnik pendatang dalam bercocok tanam membuat mereka menguasai sendiri roda perekonomian di Desa Sari Mulyo; keterbatasan pengetahuan dalam memilih bibitunggul sehingga menimbulkan persaingan, kecenderungan etnik yang sudah tinggal menetap untuk menolak etnik lain. Kata Kunci: Proses, Bentuk, Dampak dan Interaksi ABSTRACT: The main problem in this study examines the arrival process and the interaction process, the form of interaction and the impact of the arrival of the Javanese ethnic group in Sari Mulyo Village in 1983-2017. The method used in this study refers to the historical method which consists of heuristics, verification and histoography or writing. The history of the arrival of the Javanese ethnic group in Sari Mulyo Village, among others, was due to following the government program, namely the transmigration route in 1983 with a total of 100 families. With factors such as (a) factors of origin, (b) factors of destination, (c) personal factors; The forms of social interaction between the Muna and Javanese ethnicities include: a) associative social interaction, namely accommodation in agriculture and the economy; a form of assimilation in the field of language, namely between two ethnic groups adjusting to each other and finally understanding each other's language. b) dissociative social interaction consists of competition in the agricultural economy and social organization as well as competition. The processes of social interaction between the Muna and Javanese ethnicities are: a) interaction through development activities; b) Interaction through marriage. The impact of social interactions between the Muna and Javanese ethnicities, namely positive impacts, among others: the economic sector, the agricultural sector, the political sector, the socio-cultural sector. While the negative impacts include: the ethnic skills of immigrants in farming have made them master the wheels of the economy by themselves in Sari Mulyo Village; limited knowledge in selecting superior seeds, which creates competition, the tendency of ethnic groups who have lived permanently to reject other ethnicities.  Keywords: Process, Form, Impact and Interaction
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TINASUKA DALAM ADAT PERKAWINAN DI DESA NOKO KECAMATAN WAWONII TIMUR LAUT Rahmi, sitti; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 6, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/jpps.v6i2.20104

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sejarah singkat, tata cara penentuan tinasuka serta persepsi masyarakat terhadap perubahan tinasuka dalam adat perkawinan di Desa Noko Kecamatan Wawonii Timur Laut Kabupaten Konawe Kepulauan. Metode penelitian ini terdiri atas: 1) teknik pengumpulan data terdiri dari pengamatan, wawancara, kuesioner dan dokumentasi. 2) teknik analisis data terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. 3) validitas data terdiri dari perpanjangan pengamatan dan triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Sejarah penerapan Tinasuka dalam adat perkawinan masyarakat di Desa Noko Kecamatan Wawonii Timur Laut Kabupaten Konawe Kepulauan berawal dari kesepakatan masa lampau pada masa pemerintahan Raja Mbeoga (Raja ke-17 di Pulau Wawonii) untuk melindungi hak dan martabat perempuan dari calon mempelai pria. (2) Tata cara penentuan Tinasuka dalam adat perkawinan masyarakat di Desa Noko Kecamatan Wawonii Timur Laut Kabupaten Konawe Kepulauan melalui dua tahap yakni musyawarah dan pengambilan kesepakatan (mufakat). Penetapan jumlah besaran Tinasuka (mahar) berdasarkan stratifikasi sosial (Mokole, Mardika, dan Ata). (3) Persepsi masyarakat terhadap perubahan Tinasuka dalam adat perkawinan di Desa Noko Kecamatan Wawonii Timur Laut Kabupaten Konawe Kepulauan berdasarkan temuan penelitian, yakni Tinasuka merupakan salah satu syarat dan faktor penentu yang penting dalam pernikahan, tanggapan masyarakat bentuk Tinasuka kelapa lebih baik daripada doi (uang) walaupun lebih praktis daripada pohon kelapa, namun lebih menguntungkan pohon kelapa karena pohon kelapa produktif dapat membuahkan hasil sepanjang pohon kelapa tersebut masih hidup. Perubahan besaran nilai Tinasuka masyarakat menganggap bahwa perubahan tersebut merupakan hal positif serta merupakan salah satu bentuk dari kemajuan adat di Pulau Wawonii.
PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA GUMANANO SETELAH DITETAPKAN MENJADI DESTINASI WISATA PANTAI MUTIARA FIRA, FIRA; Barlian, Barlian; Batia, la
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 5, No 3 (2020): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/jpps.v5i3.15672

Abstract

ABSTRAK: Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana Perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat Desa Gumanano? 2) Bagaimana peran pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa Gumanano sebelum dan setelah ditetapkan menjadi destinasi wisata pantai? 3) Bagaimana Dampak wisata pantai terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa Gumanano? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Teknik Pengumpulan Data tediri dari beberapa bagian yaitu: wawancara, observasi langsung, dan dokumentasi. 2) Teknik Analisis Data. 3) Validasi Data. Dalam tinjaun pustaka penulis menggunakan konsep perubahan sosial, konsep ekonomi, konsep kondisi sosial ekonomi, konsep pariwisata, dan teori perubahan sosial. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat Desa Gumanano yaitu Perubahan Pendapatan Ekonomi, sebelum diresmikannya objek wisata pantai, Masyarakat Desa Gumanano merupakan masyarakat yang kurang mampu, dalam hal ini sebagian besar dari Masyarakat Desa Gumanano bekerja dan hanya mengandalkan pada sektor pertanian dan nelayan saja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain bertani, masyarakat juga bekerja sebagai peternak. Akan tetapi, setelah adanya destinasi wisata pantai pekerjaan masyarakat menjadi bermacam-macam seperti: tukang parkir, penjual keliling, dan ada yang membuka warung makan. Dengan demikian pendapatan masyarakat menjadi meningkat; 2) Peran pemerintah daerah Buton Tengah terhadap perbaikan infrastruktur kompleks pantai maupun jalan menuju pantai memberikan dampak ekonomi yang sangat luas, perubahan ekonomi tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar pantai tetapi juga masyarakat dari luar daerah. Perbaikan selanjutnya yang langsung dikoordinasi oleh Pemda sejak tahun 2016; 3) Dampak Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Gumanano yaitu Hubungan sosial yang menjadi lebih baik,  hubungan yang terjalin semakin baik, dikarenakan mereka sering bertemu di lokasi wisata pantai di mana hubungan antar masyarakat yang terjalin di  kawasan wisata rukun, akrab, dan semakin erat. Dampak Negatif Perubahan Sosial ekonomi bagi masyarakat Desa Gumanano, munculnya kecemburuan sosial dari desa lain. Kata Kunci: Perubahan Sosial, Peran Pemerintah Daerah, Destinasi Wisata ABSTRACT The problems studied in this research are: 1) How are the socio-economic changes that occur in the village of Gumanano? 2) What is the role of the local government in encouraging the economic growth of the people of Gumanano Village before and after being designated as a coastal tourism destination? 3) How is the impact of coastal tourism on the economic growth of the people of Gumanano Village? The method used in this research is a qualitative research method with the following stages: 1) The data collection technique consists of several parts, namely: interviews, direct observation, and documentation. 2) Data Analysis Techniques. 3) Data Validation. In the literature review, the author uses the concept of social change, the concept of economy, the concept of socio-economic conditions, the concept of tourism, and the theory of social change. The results showed that: 1) The socio-economic changes that occurred in the Gumanano Village community, namely the Change in Economic Income, before the inauguration of the beach tourism object, the Gumanano Village Community was an underprivileged community, in this case most of the Gumanano Village Community worked and only relied on agriculture and fishermen sector alone to meet their daily needs. Apart from farming, people also work as breeders. However, after the existence of a beach tourism destination, the work of the community becomes diverse, such as: parking attendants, traveling sellers, and some who open food stalls. Thus the people's income will increase; 2) The role of the Central Buton regional government in repairing the infrastructure of the coastal complex and the road to the coast has a very broad economic impact, economic changes are not only felt by people around the coast but also people from outside the region. Subsequent improvements which have been directly coordinated by the Regional Government since 2016; 3) The Impact of Social and Economic Changes in the Village Community in Gumanano, namely better social relations, better relationships, because they often meet at beach tourism locations where the inter-community relations in the tourist area are harmonious, intimate, and getting closer. Negative Impact of Socio-economic Change for the people of Gumanano Village, the emergence of social jealousy from other villages.  Keywords: Social Change, Role of Local Government, Tourist Destinations
POLA INTERAKSI SOSIAL ANTARA MASYARAKAT TOLAKI DAN TRANSMIGRAN ASAL JAWA Pradana, Andrian; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 5, No 2 (2020): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/jpps.v5i2.15460

Abstract

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan, yakni (1) Untuk mengidentifikasi interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat tolaki dan transmigran asal jawa di Desa Padangguni Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe (2) Untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antara masyarakat tolaki dan transmigran asal jawa di Desa Padangguni Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi 2) Teknik analisis data melalui reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi 3) Validitas data melalui meningkatkan ketekunan, dan triangulasi. Hasil penelitian ini menunjuKan bahwa: (1) Interaksi sosial yang terjadi di Desa  Padangguni di bagi dalam interaksi sosial masyarakat lokal Tolaki, interaksi sosial masyarakat Tansmigran asal Jawa serta interaksi sosial masyarakat Tolaki dan Transmigran asal Jawa. Interaksi masyarakat sesama suku Tolaki di Desa Padangguni, dengan adanya kesamaan budaya menjadikan ikatan lebih kuat selain itu juga khususnya di desa padangguni mempunyai perkumpulan yang bersifat kekeluargaan, didirikan oleh orang-orang yang sepaham sedarah untuk membina persatuan kerukunan diantara para anggotanya. Adapun interaksi masyarakat transmigran asal Jawa dapat kita lihat, ikatan persaudaraan masyarakat Transmigran asal Jawa juga semakin erat, dalam hal kebudayaan masyarakat  mulai melestarikan kebudayaan seperti  tarian kuda lumping namun hal ini tidak terlalu signifikan dilaksanakan karena baik masyarakat asal Jawa sama-sama tidak membawa kebudayaan mereka sehingga interaksi yang terjadi hanya sebatas toleransi dan gotong royong dalam membangun desa. Adapun interaksi sosial antara masyarakat Tolaki dengan transmigran asal Jawa hanya terlihat apabila ada kegiatan gotong royong dalam membangun Desa, serta dalam acara keagamaan masyarakat sangat meghargai toleransi umat beragama, karena bukan hanya agama Islam yang ada di Desa Padangguni melainkan sebagian yang beragama Hindu. (2)Bentuk-bentuk interaksi sosial yang membentuk pola dan terbentuk nya sistem solidaritas masyarakat dan sistem kekeluargaan yang baik. Dengan terbentuk nya pola yang lebih mengarah ke bentuk interaksi sosial yang bersifat assosiatif dan disosiatif dimana interaksi sosial tidak selalu berjalan dengan baik. Namun interaksi di di Desa Padangguni lebih ke arah asosiatif karena terjalin nya sistem kerja sama yang baik, sikap tolong-menolong dan sikap toleransi antar etnik , suku dan agama. Kata Kunci:Interaksi , Pola, Masyarakat dan Transmigran  ABSTRACT: This study aims, namely (1) To identify social interactions that occur between the Tolaki community and Javanese transmigrants in Padangguni Village, Abuki District, Konawe Regency (2) To identify the forms of interaction that occur between the Tolaki community and Javanese transmigrants in Padangguni Village District Abuki, Konawe District. This type of research is a qualitative descriptive research. This qualitative research method with the following stages: 1) Data collection techniques through observation, interviews and documentation 2) Data analysis techniques through data reduction, data display, conclusion and verification 3) Data validity through increasing persistence, and triangulation. The results of this study indicate that: (1) The social interactions that occur in Padangguni Village are divided into the social interactions of the local Tolaki community, the social interactions of the Tansmigrant community from Java and the social interactions of the Tolaki and Transmigrant communities from Java. The interaction of fellow Tolaki people in Padangguni Village, with the existence of cultural similarities, makes ties stronger besides that, especially in Padangguni village, there are associations that are kinship in nature, founded by people who are like blood to foster harmonious unity among its members. As for the interaction of the Javanese transmigrant community, we can see, the brotherhood ties of the Javanese Transmigrant community are also getting stronger, in terms of culture, the community has begun to preserve culture such as the lumping horse dance, but this is not too significant because both people from Java do not bring their culture. so that the interactions that occur are only limited to tolerance and mutual cooperation in building the village. The social interaction between the Tolaki community and transmigrants from Java can only be seen if there are mutual cooperation activities in building the village, and in religious events the community highly appreciates religious tolerance, because it is not only Islam in Padangguni Village but some who are Hindu. (2) Forms of social interactionthat form patterns and the formation of good community solidarity and kinship systems. With the formation of a pattern that is more towards the form of associative and dissociative social interactions where social interactions do not always go well. However, the interaction in Padangguni Village is more associative because of the existence of a good cooperation system, an attitude of help and an attitude of tolerance between ethnic, ethnic and religious groups.  Keywords: Interaction, Patterns, Society and Transmigrants
DAMPAK TANAMAN NILAM TERHADAP SOSIAL EKONOMI PETANI DI DESA KATANGANA KECAMATAN TIWORO SELATAN KABUPATEN MUNA BARAT Hasmawati, Waode; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 5, No 1 (2020): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/jpps.v5i1.14089

Abstract

ABSTRACT: The objectives of this study were: 1) To describe the development of patchouli cultivation in Katangana Village, Tiworo Selatan District, West Muna Regency, 2) To describe the impact on the socioeconomic impact of patchouli farming communities in Katangana Village, Tiworo Selatan District, West Muna Regency. This type of research is descriptive qualitative. This type of qualitative research with the following stages: 1) data collection techniques consist of several parts, namely: interviews, direct observation, and documentation; 2) data analysis technique consists of several parts, namely: data reduction, data presentation, and drawing conclusions; 3) data validity consists of extending observations, increasing persistence, and triangulation. Based on the research results that: 1) The development of patchouli cultivation, the main thing that must be known is the characteristics of the plant. In addition, factors supporting the success of patchouli cultivation are also very important, including plant nurseries, land management and planting, maintenance, harvesting and post-harvest handling, and distillation. Planting the patchouli plant is done indirectly by seeding the cuttings first in a nursery. 2) The socio-economic impacts of the patchouli farmer community in Katangana Village are as follows: The social impact of the patchouli farmer community is seen from the social interaction that among patchouli farmers, farm laborers and the community in Katangana Village have a very good relationship such as a sense of unity and brotherhood. The economic impact of the patchouli farmer community has positive and negative impacts on patchouli farmers seen from the income level, it can be explained that the positive impact of patchouli farmers' income in Katangana Village increases because the first and second harvest results are usually the amount or production obtained by the farmers. patchouli farmers increased. While the negative impact obtained from patchouli plants is that during the third harvesting process, patchouli farmers' income usually decreases because the land or land used to plant patchouli is no longer fertile as during the first and second harvesting processes. However, with the income, the patchouli farmers can still meet their daily needs.