Erika Magdalena Chandra
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

ANALISIS PELAKSANAAN PIDANA KERJA SOSIAL BERDASARKAN RKUHP 2019 Islamy, Yolanda; Rusmiati, Elis; Chandra, Erika Magdalena
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Volume 18 Nomor 1 Februari 2022
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v0i0.5349

Abstract

This study aims to determine the Comparison of the Formulation of the Implementation of Community service order by Other Countries and the Problems of the Implementation Rules of Community service order Based on the 2019 RKUHP. The method in this study uses a normative juridical method with analytical descriptive specifications. This research is different from previous research where the study conducted in the writing of this article examines the formulation of community service order by countries that have previously implemented community service order in their criminal law rules as well as the problems that exist in the formulation of community service order in the RKUHP 2019. The formulation of community service order in the Netherlands is regulated in Art.9 jo. Art.22c-22k Criminal Code of the Netherlands) which is better known as the community service order. Until the first eight years of implementing community service order, the recidivism rate was reduced by 50%. Meanwhile, in Portugal, the rules for implementing community service order are regulated in Articles 58 and 59 of the Portuguese Criminal Code, known as Work for the Community. With the implementation of community service order, the Portuguese government has succeeded in overcoming prison overcrowding with a percentage of around 44% annually. So that the social work crime in the Netherlands and Portugal is effective as an alternatif to criminal deprivation of independence. When compared with the rules for implementing community service order in the RKUHP 2019 as a whole, they are complete and comprehensive, but there are several things that need to be underlined by legislators. For this reason, legislators need to reformulate the social work criminal rules in the RKUHP 2019 by reflecting on the formulation of community service order by countries that have previously implemented the crime in their criminal law rules. Keywords: Community Service Order, Implementation, Prospect. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbandingan Perumusan Pelaksanaan Pidana Kerja Sosial Oleh Negara Lain dan Analisis Aturan Pelaksanaan Pidana Kerja Sosial Berdasarkan RKUHP 2019. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu dimana kajian yang dilakukan pada penulisan artikel ini lebih mengkaji kepada perumusan pidana keja sosial oleh negara-negara yang telah terlebih dahulu menerapkan pidana kerja sosial dalam aturan hukum pidananya serta permasalahan-permasalahan yang ada pada rumusan pidana kerja sosial dalam RKUHP 2019. Perumusan pidana kerja sosial pada Negara Belanda diatur dalam Art.9 jo. Art.22c-22k Criminal Code of the Netherlands (KUHP Belanda) yang lebih dikenal dengan community service order. Hingga delapan tahun pertama penerapan pidana kerja sosial, angka residivisme berkurang hingga 50%. Sedangkan pada Negara Portugal aturan pelaksanaan pidana kerja sosial diatur dalam Pasal 58 dan Pasal 59 KUHP Portugal yang dikenal dengan istilah Work for the Community. Dengan diterapkannya pidana kerja sosial pemerintah Portugal telah berhasil menanggulangi overcrowding lapas dengan persentase sekitar 44% setiap tahunnya. Sehingga pidana kerja sosial pada Negara Belanda dan Portugal berlaku efektif sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan. Apabila dibandingkan dengan aturan pelaksanaan pidana kerja sosial dalam RKUHP 2019 secara keseluruhan sudah lengkap dan komprehensif, namun terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi oleh pembentuk perundang-undangan. Untuk itu pembentuk perundang-undangan perlu merumuskan kembali aturan pidana kerja sosial dalam RKUHP 2019 dengan bercermin pada rumusan pidana kerja sosial oleh negara-negara yang telah terlebih dahulu menerapkan pidana tersebut dalam aturan hukum pidananya. Kata kunci: Analisis, Pelaksanaan, Pidana Kerja Sosial
THE ADEQUACY OF THE EVIDENCE IN THE CASE OF EVIL CONSPIRACY OF NARCOTICS CRIMINAL REVIEWED BY EVIDENTIARY THEORY Veronika Sihotang; Widati Wulandari; Erika Magdalena Chandra
Yustisia Jurnal Hukum Vol 9, No 3: December 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/yustisia.v9i3.42640

Abstract

Narcotics crime has been considered as a global crime and big issues in attempt to prevent and also by eradicate it. It's not only happens in Indonesia but also for other countries. Narcotics crime in most cases involves more than one person, who cooperates in narcotics crime. One of the criminal act involve more than one person is a conspiracy of narcotics crime. The involvement in the conspiracy is shown by two or more people agree to do narcotics crime. Admissible evidence in conspiracy of narcotics crime becomes the important issue in some of conspiracy's cases. This study used the method of judicial normative approach to review and examine the primary data such as judge's Decision and the secondary data such as related law. The purpose of this study is to know and understand whether the absence of evidence to support the defendant's denial can be the basis to proof personal's guilt and to understand how the quality of the witness testimony can be the basis of criminal conviction.
Victimless Crime in Indonesia: Should We Punished Them? Erika Magdalena Chandra
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 6, No 2 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.884 KB)

Abstract

AbstractCriminal act deserves punishment because it causes harmful to its victim. However, some criminal acts may be considered as victimless crime since the perpetrator is also the victim. They are, for example, drug abuse, gambling, and abortion. In many states, such as Netherlands, victimless crime like drug abuse are no longer considered to be punishable crime since they use harm reduction approach for drug abuse problem. Drug abuse is seen as a health issue, not a criminal law issue. On the contrary, Indonesia still considers victimless crime to be punishable. The Indonesian Penal Code and Narcotics Law, for example, regulate that drug abuse is punishable. Indonesian criminal policy uses zero tolerance approach. Hence, the criminal policy is to eradicate all narcotics offences, including drug abuse. Nevertheless, it is not a solution for the problem drug abuse. Furthermore, the number of Indonesian drug user is increased. The policy has also caused overcrowd in Indonesian correctional institutions. Considering its unique characteristic and contemplating the purpose of punishment itself, punishment for victimless crime should be reconsidered. This article aims to bring perspectives on this matter by using juridical normative method with regulation, comparative, and case study approaches.Kejahatan Tanpa Korban di Indonesia : Haruskah Kita Menghukumnya?AbstrakSalah satu penyebab mengapa suatu kejahatan dipidana adalah karena perbuatan tersebut menimbulkan kerugian yang diderita korban dari perbuatan tersebut. Namun ternyata terdapat suatu kejahatan dimana pelaku kejahatan sekaligus merupakan korban kejahatan tersebut. Kejahatan ini dinamakan kejahatan tanpa korban, contohnya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, perjudian serta aborsi. Di negara lain, contohnya Belanda, kejahatan tanpa korban seperti misalnya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya tidak lagi merupakan perbuatan yang diancam pidana. Hal ini disebabkan untuk penyalahgunaan narkotika, Belanda menggunakan pendekatan harm reduction dimana pendekatan ini melihat penyalahgunaan narkotika sebagai permasalahan kesehatan bukanlah permasalahan hukum. Sebaliknya kejahatan tanpa korban di Indonesia, seperti penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, aborsi serta perjudian, masih dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana bagi yang melakukannya sebagaimana tercantum dalam KUHP dan Undang-Undang Narkotika. Seperti penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya yang dikarenakan Indonesia menganut pendekatan zero tolerance, maka kebijakan kriminal Indonesia dalam penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya adalah pemberantasan segala bentuk kejahatan narkotika termasuk penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Namun hal ini tidak menyelesaikan permasalahan penyalahgunaan narkotika di Indonesia, bahkan jumlah pengguna narkotika makin tinggi yang selanjutnya berdampak pada kondisi overcrowding di beberapa lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Mengingat karakteristik yang unik dari kejahatan tanpa korban ini serta tujuan dari dipidananya suatu perbuatan maka perlu dibahas lebih lanjut terkait pemidanaan terhadap kejahatan tanpa korban ini. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v6n2.a1
Penegakan Hukum Terhadap Perbuatan Trash-Talking Pada Platform Online Game Muhammad Faisal; Erika Magdalena Chandra; Budi Arta Atmaja
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Volume 6, Nomor 1, Juni 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v6i1.19726

Abstract

Trash-talking adalah istilah yang sering digunakan dalam komunitas online game. Trash-talking merupakan perkataan yang ditujukan kepada lawan atau rekan satu tim yang bertujuan untuk mengganggu fokus lawan atau untuk bercandaan kepada rekan. Saat ini, trash-talking ini sering kali memuat hal-hal yang tidak lagi berkaitan dengan permainan, seperti dengan komentar yang mengandung SARA atau sexist. UU ITE telah mengatur mengenai perbuatan apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam suatu platform online. Berdasarkan latar belakang, muncul dua permasalahan, satu bagaimana perbuatan trash-talking diidentifikasi sebagai perbuatan pidana, kedua bagaimana penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pidana dari perbuatan trash-talking dan efektivitas penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking dalam platform online game di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang dilakukan dengan data sekunder, serta didukung dengan data primer yang diperoleh melalui Teknik pengumpulan data penelitian kepustukaan dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perbuatan trash-talking dapat diidentifikasi sebagai tindak pidana ketika muatannya memenuhi unsur-unsur dalam ketentuan-ketentuan pada UU ITE. Ketika trash-talking mengandung muatan pelecehan seksual, pengancaman diri seseorang, dan/atau ujaran kebencian, maka perbuatan trash-talking tersebut merupakan suatu tindak pidana. Penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking dalam platform online game masih banyak terdapat hambatan antara lain secara aturan hukum, kondisi masyarakat serta kemampuan dari aparat penegak hukum sendiri. Maka, untuk mengefektifkannya perlu adanya perbaikan pada faktor-faktor sebagaimana disampaikan sebelumnya untuk dapat mengefektifkan penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking dalam platform online game.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERNIAGAAN ILEGAL SATWA JENIS BURUNG YANG DILINDUNGI DI INDONESIA Jidny Izham Al Fasha; Erika Magdalena Chandra; Rully Herdita Ramadhani
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i2.324

Abstract

ABSTRAKRentannya kepunahan satwa jenis burung dilindungi yang ada di Indonesia, disebabkan oleh maraknya praktek perniagaan ilegal di pasar burung tradisional. Banyaknya masyarakat yang menjadi peminat dari satwa jenis burung dilindungi ini merupakan salah satu penyebab maraknya praktek perniagaan ilegal tersebut. Hal ini berdampak pada terancamnya populasi satwa jenis burung dilindungi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa efektif implementasi penegakan hukum serta dampak dari penerapan upaya diskresi yang dilakukan oleh Lembaga Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perniagaan ilegal satwa jenis burung yang dilindungi. Untuk menjawab permasalahan yang di angkat, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih kurang efektifnya penegakan hukum ini diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Adapun faktor sarana dan fasilitas ini menjadi pengaruh besar dalam berjalannya penegakan hukum ini. Kemudian, penerapan diskresi oleh Lembaga Kepolisian menyebabkan adanya perbedaan penyelesaian perkara tindak pidana perniagaan ilegal satwa jenis burung dilindungi yang menimbulkan sebuah ketidakpastian hukum.Kata kunci: penegakan hukum; tindak pidana perniagaan ilegal; burung dilindungi.ABSTRACTThe vulnerability to extinction of protected bird species in Indonesia is partly due to the continued prevalence of illegal trading practices in traditional bird markets. The large number of people who are interested in this protected bird species is one of the reasons for the rise of this illegal trade practice. This has an impact on endangered populations of protected bird species. The purpose of this research is to find out how effective the implementation of law enforcement is and the impact of implementing discretionary efforts by the Police Agency in tackling illegal trade in protected bird species. To answer the problems raised, this study uses a sociological juridical research method. The results of the study show that the ineffectiveness of law enforcement is caused by several factors, namely: the legal factor itself, the law enforcement factor, the infrastructure and facilities factor, the community factor, and the cultural factor. The facilities and facilities factor is a big influence in the implementation of this law enforcement. Then, the application of discretion by the Police Agency led to differences in the settlement of cases of illegal trade in protected bird species which gave rise to a legal article.Keywords: law enforcement, illegal commercial crime, protected bird.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERNIAGAAN ILEGAL SATWA JENIS BURUNG YANG DILINDUNGI DI INDONESIA Jidny Izham Al Fasha; Erika Magdalena Chandra; Rully Herdita Ramadhani
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i2.324

Abstract

ABSTRAKRentannya kepunahan satwa jenis burung dilindungi yang ada di Indonesia, disebabkan oleh maraknya praktek perniagaan ilegal di pasar burung tradisional. Banyaknya masyarakat yang menjadi peminat dari satwa jenis burung dilindungi ini merupakan salah satu penyebab maraknya praktek perniagaan ilegal tersebut. Hal ini berdampak pada terancamnya populasi satwa jenis burung dilindungi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa efektif implementasi penegakan hukum serta dampak dari penerapan upaya diskresi yang dilakukan oleh Lembaga Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perniagaan ilegal satwa jenis burung yang dilindungi. Untuk menjawab permasalahan yang di angkat, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih kurang efektifnya penegakan hukum ini diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Adapun faktor sarana dan fasilitas ini menjadi pengaruh besar dalam berjalannya penegakan hukum ini. Kemudian, penerapan diskresi oleh Lembaga Kepolisian menyebabkan adanya perbedaan penyelesaian perkara tindak pidana perniagaan ilegal satwa jenis burung dilindungi yang menimbulkan sebuah ketidakpastian hukum.Kata kunci: penegakan hukum; tindak pidana perniagaan ilegal; burung dilindungi.ABSTRACTThe vulnerability to extinction of protected bird species in Indonesia is partly due to the continued prevalence of illegal trading practices in traditional bird markets. The large number of people who are interested in this protected bird species is one of the reasons for the rise of this illegal trade practice. This has an impact on endangered populations of protected bird species. The purpose of this research is to find out how effective the implementation of law enforcement is and the impact of implementing discretionary efforts by the Police Agency in tackling illegal trade in protected bird species. To answer the problems raised, this study uses a sociological juridical research method. The results of the study show that the ineffectiveness of law enforcement is caused by several factors, namely: the legal factor itself, the law enforcement factor, the infrastructure and facilities factor, the community factor, and the cultural factor. The facilities and facilities factor is a big influence in the implementation of this law enforcement. Then, the application of discretion by the Police Agency led to differences in the settlement of cases of illegal trade in protected bird species which gave rise to a legal article.Keywords: law enforcement, illegal commercial crime, protected bird.