Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KONSEP SHAFA’AH DALAM AL-QUR’AN: (Perspektif al-Alusi dalamTafsir Ruh al-Ma’ani) Bashori, Achmad Imam
PUTIH: Jurnal Pengetahuan Tentang Ilmu dan Hikmah Vol 3 No 1 (2018): PUTIH JURNAL Pengetahuan tentang Ilmu dan Hikmah
Publisher : Mahad Aly Al Fithrah Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1029.818 KB) | DOI: 10.51498/putih.v3i1.33

Abstract

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt. sebagaipetunjuk dan jalan hidup bagi umat manusia. Tidak diturunkansedikitpun di dalamnya kecuali dengan adanya tujuan dan hikmah.Di antara tujuan yang terkandung dalam al-Qur’an adalahmemperbaiki akidah yang mengukuhkan akal sehat, ibadah yangmendekatkan diri kepada Tuhan-Nya dan mensucikan jiwa hamba,serta ajaran untuk menegakkan hubungan antara manusia denganasas kebenaran dan keadilan.Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, pada prakteknya haruslahmemberi manfaat yang riil pada kehidupannya. Sebagai bentukpengejewantahan aksiologis al Qur’an dalam kehidupan manusia,maka menjadi kewajiban ilmu Tafsir untuk menawarkanepistemoliginya agar mampu beradaptasi dengan kondisi psiko-sosiodan kultur yang dihadapi manusia. Maka dengan hadirnya ilmuasbabun nuzul ini, diharapkan mampu menjembatani al Qur’an dankehidupan manusia, karena menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an denganmengetahui sisi kejadian dan hal-hal yang berkaitan denganturunnya ayat-ayat al-Qur’an mampu membawa manusia membukatabir yang tersimpan dalam al Qur’an.Al-Qur’an diturunkan secara bertahap. Setiap ayat yang diturunkansenantiasa berinteraksi dengan budaya dan perkembanganmasyarakat yang dijumpainya. Meski demikian, nilai-nilai dalam al-Qur’an tetap dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Tentuada rahasia-rahasia tersembunyi kenapa Allah melalui Nabi-Nyamengurutkan ayat-ayat dan surah-surah al-Qur’an tidak berdasarkanturunnya al-Qur’an akan tetapi berdasarkan urutan yang ada padasaat ini. Sehingga muncul sebuah disiplin ilmu yang disebut sebagai‘ilm al-munasabah yaitu cabang ilmu dalam ‘ulum al-Qur’an yang mencakup dasar-dasar dan permasalahan-permasalahan yangberkaitan erat dengan sebab atau alasan kesesuaian urutan antarabagian-bagian dalam al-Qur’an, antara satu dengan yang lainnya.Telah menjadi ketetapan para mufassir bahwa menafsirkan ayat-ayatal-Qur’an harus sesuai dengan kaidah-kaidah penafsiran dandilakukan dengan langkah-langkah atau metode penafsiran yangbenar, sehingga melahirkan sebuah penafsiran yang sesuai denganapa yang menjadi ketetapan ayat-ayat al-Qur’an. Menafsirkan ayatayatal-Qur’an secara tidak menyeluruh (parsial) dan tidakmempertimbangkan aspek historis turunnya ayat al-Qur’an sertatidak memperhatikan munasabah antar ayat al-Qur’an dapatmenimbulkan kesalahan dalam mehahami isi kandungan al-Quran,salah satu contohnya adalah memahami tentang konsep shafa’ah ,hal tersebut dikarekan sebagian ayat secara sepintas menafikanadanya shafa’ah sedaAl-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt. sebagaipetunjuk dan jalan hidup bagi umat manusia. Tidak diturunkansedikitpun di dalamnya kecuali dengan adanya tujuan dan hikmah.Di antara tujuan yang terkandung dalam al-Qur’an adalahmemperbaiki akidah yang mengukuhkan akal sehat, ibadah yangmendekatkan diri kepada Tuhan-Nya dan mensucikan jiwa hamba,serta ajaran untuk menegakkan hubungan antara manusia denganasas kebenaran dan keadilan.Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, pada prakteknya haruslahmemberi manfaat yang riil pada kehidupannya. Sebagai bentukpengejewantahan aksiologis al Qur’an dalam kehidupan manusia,maka menjadi kewajiban ilmu Tafsir untuk menawarkanepistemoliginya agar mampu beradaptasi dengan kondisi psiko-sosiodan kultur yang dihadapi manusia. Maka dengan hadirnya ilmuasbabun nuzul ini, diharapkan mampu menjembatani al Qur’an dankehidupan manusia, karena menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an denganmengetahui sisi kejadian dan hal-hal yang berkaitan denganturunnya ayat-ayat al-Qur’an mampu membawa manusia membukatabir yang tersimpan dalam al Qur’an. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap. Setiap ayat yang diturunkansenantiasa berinteraksi dengan budaya dan perkembanganmasyarakat yang dijumpainya. Meski demikian, nilai-nilai dalam al-Qur’an tetap dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Tentuada rahasia-rahasia tersembunyi kenapa Allah melalui Nabi-Nyamengurutkan ayat-ayat dan surah-surah al-Qur’an tidak berdasarkan turunnya al-Qur’an akan tetapi berdasarkan urutan yang ada padasaat ini. Sehingga muncul sebuah disiplin ilmu yang disebut sebagai‘ilm al-munasabah yaitu cabang ilmu dalam ‘ulum al-Qur’an yang ngkan sebagian yang lain menetapkankeberadaan shafa’ah . mencakup dasar-dasar dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan erat dengan sebab atau alasan kesesuaian urutan antara bagian-bagian dalam al-Qur’an, antara satu dengan yang lainnya. Telah menjadi ketetapan para mufassir bahwa menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an harus sesuai dengan kaidah-kaidah penafsiran dan dilakukan dengan langkah-langkah atau metode penafsiran yang benar, sehingga melahirkan sebuah penafsiran yang sesuai dengan apa yang menjadi ketetapan ayat-ayat al-Qur’an. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara tidak menyeluruh (parsial) dan tidak mempertimbangkan aspek historis turunnya ayat al-Qur’an serta tidak memperhatikan munasabah antar ayat al-Qur’an dapat menimbulkan kesalahan dalam mehahami isi kandungan al-Quran, salah satu contohnya adalah memahami tentang konsep shafa’ah , hal tersebut dikarekan sebagian ayat secara sepintas menafikan adanya shafa’ah sedangkan sebagian yang lain menetapkan keberadaan shafa’ah.
QIRA’AH SHADHDHAH IBN MUHAISIN Bashori, Achmad Imam
PUTIH: Jurnal Pengetahuan Tentang Ilmu dan Hikmah Vol 4 No 1 (2019): PUTIH JURNAL Pengetahuan tentang Ilmu dan Hikmah
Publisher : Mahad Aly Al Fithrah Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.034 KB) | DOI: 10.51498/putih.v4i1.44

Abstract

Pada masa sahabat sebelum terbentuknya rasm utmany banyak sekali muncul qira’ah mutawatirah dengan hitungan yang tak terbatas, karena pada saat itu al-qira’ah al-sahihah hanya disyaratkan memenuhi dua syarat; pertama, qiraat harus memenuhi salah satu diantara dialek bahasa Arab yang ada (wafqu ihda al-lahajat al-arabiyyah), kedua, banyaknya kelompok besar para sahabat yang mendapat qira’ah secara langsung dari nabi, atau pun dari sahabat kepada sahabat yang lain. Kemudian, pada saat munculnya rasm mushaf atau yang dikenal dengan nama mushaf uthmaniy, yang terjadi pada awal pemerintahan khalifah Uthman baru muncul syarat yang ketiga yaitu qira’ah harus sesuai atau mencocoki salah satu dari mushaf uthman, sehingga qiraat yang yang tidak sesuai dengan salah satu mushaf uthman dikenal dengan nama qira’ah syadhah. Seiring dengan perkembangan waktu, maka muncul penyempitan ketetapan bahwa qira’ah yang bersumber setelah hitungan sepuluh dari imam qurra’ yang masyhur (ma wara-a al-qira-at al-‘ashr) termasuk bagian dari qira’ah syadhah, yang tidak diperkenankan dibaca ketika salat atau di luar salat, walapupun masih terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama dalam ketetapannya. Qira’ah shadhdhah adalah salah satu bagian yang menarik untuk dikaji dalam kajian ilmu qira’ah. Diantara qira’ah shadhdhah yang cukup terkenal adalah qira’ah yang dibawakan oleh Ibn Muhaisin. Jurnal ini akan membahas tentang qira’ah Ibn Muhaisin, diawali dengan membahas seputar pengertian, hukum qira’ah shadhdhah dan dilanjutkan dengan membahas qira’ahnya Ibn Muhaisin serta beberapa contoh sebagai bahan pertimbangan kajian.
Pergeseran Tafsir Tahlili Menuju Tafsir Ijmali Bashori, Achmad Imam
KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin Vol 9 No 1 (2019): Februari
Publisher : Jurusan Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Al Fithrah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36781/kaca.v9i1.3007

Abstract

Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat Islam, tidak dapat berkata dan berbuat banyak jika tanpa ada interpretasi atau penafsiran terhadap kandungan isinya. Keberadaan nabi Muhammad sebagai interpretator memang penting adanya, namun tugas utama sebagai penyampai risalah Tuhan tidak mampu mengingkari esensi lahiriahnya sebagai manusia yang terbatas ruang dan waktu. Semasa hidup Rasulullah, bahasa al-Qur’an yang kadang sulit dimengerti memang mudah untuk ditafsirkan karena para sahabat hanya tinggal bertanya pada Rasulullah, hal ini karena memang Rasulullah yang berposisi sebagai mubayyin adalah satu-satunya rujukan dalam memahami kandungan al-Qur’an. Namun sepeninggal beliau, dinamika dan persoalan umat tidaklah menjadi tuntas. Beragam persoalan dan perkembangan keilmuan menuntut berkembang pula metode dalam memberikan interpretasi terhadap alquran, dalam artian kegiatan penafsiran terus berjalan dan harus berkembang. Jika pada masa s}ahabat penafsiran seringkali berdasar pada riwayah semata, pada perkembangan selanjutnya lahir pula tafsir bil-ra’yi yang bersumber pada ijtiha>d dan penalaran. Dari dua sumber penafsiran ini, pola penafsiran selanjutnya berkembang dalam empat metode yang lazim digunakan dalam proses penafsiran, yakni metode tah}li>liy (analitis), ijma>liy (global), muqa>rin (perbandingan) serta maud}u>’iy (tematik). Dan dalam tulisan ringkas ini, penulis mencoba menguraikan pengertian dan pergeseran metode tah}li>liy menuju ijma>liy.
Mediasi Pengampunan Dosa Bashori, Achmad Imam
KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin Vol 9 No 2 (2019): Agustus
Publisher : Jurusan Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Al Fithrah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36781/kaca.v9i2.3031

Abstract

Pembahasan tentang mediasi atau yang biasa disebut shafa>’ah dalam kaitannya dengan pengampunan dosa dan siksaan yang dilakukan oleh manusia, merupakan pembahasan yang tak lekang olah masa, dimana sebagian manusia sangat bergantung dan mengandalkannya sehingga lupa dengan amal perbuatan yang dilakukannya, di sisi yang lain bagi yang tidak mempercayainya, mereka terlena dengan amal perbuatannya yang kemudian menjadikannya bangga dan lupa hakikat yang sebenarnya, pemahaman mereka tentang shafa>’ah ternyata telah digambarkan dengan jelas di dalam al-Qur’an, untuk menjelaskan perbandingan pola pikir mereka dapat telisik dengan menggunakan metode penafsiran, diantaranya adalah pendekatan metode muqorin. Tafsir muqa>ran ialah metode tafsir yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat al-Quran, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu, baik mereka termasuk ulama salaf atau ulama hadith yang metode dan kecenderungan mereka berbeda-beda, baik penafsiran mereka berdasarkan riwayat atau berdasarkan rasio, selanjutnya membandingkan perbedaan kecenderungan mereka. Kata kunci: metode, muqarin, komparatif, shafa>’ah
Kehidupan Setelah Kematian Bashori, Achmad Imam
KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin Vol 10 No 1 (2020): Februari
Publisher : Jurusan Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Al Fithrah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36781/kaca.v10i1.3070

Abstract

Pemahaman yang mendalam tentang kandungan ayat al-Qur’an, bagi seorang mufasir mewajibkan memahami dengan baik serta mendalami ilmu-ilmu atau alat bantu yang berkaitan dengan dunia tafsir. Salah satu alat bantu dan ilmu yang harus dikuasai adalah ilmu asbab al-nuzul. Asbab al-nuzul merupakan piranti yang tidak boleh ditinggalkan dalam menafsirkan dan menakwilkan Qur’an. Dalam pandangan Abd al-Qadir Mansur, saat menafsirkan sebuah ayat, seorang mufasir harus benar-benar memperhatikan dengan seksama asbab al-nuzul dari sebuah ayat. Sebab dengan mengetahui asbab al-nuzul seorang mufasir dapat mengejawentahkan makna yang terkandung dari sebuah ayat dengan dalam serta mendekatkan penafsiran pada kebenaran. Oleh karenanya tak salah bila Sahiron Syamsuddin dalam tesisnya yang berjudul An Examination of Bint al-Shati’’s Methode of Interpreting the Qur’an mengatakan bahwa tiada perselisihan paham dalam urgensi ilmu asba>b al-nuzu>l bagi seorang mufasir saat melakukan interpretasi ayat Qur’an. Hal itu berguna ketika ada pertanyaan tentang bagaimana aplikasi sebuah ayat saat ditemukan ketidakpahaman pada tekstualitas ayat. Pada taraf yang lebih jauh, jika kita menelaah isi al-Qur’an maka akan ditemukan ayat-ayat al-Qur’an yang turun tanpa adanya asba>b nuzu>l-nya. Umumnya diketahui bahwa ayat yang turun tanpa asba>b al-nuzu>l adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan keimanan pada Allah, hari akhir, problematika tauhid, sifat surga dan neraka, cerita-cerita umat terdahulu, serta yang tak ketinggalan cerita sepak terjang para nabi-nabinya. Adapun asba>b al-nuzu>l menemukan perannya yang disignifikan pada tashri’ hukum halal-haram, perundang-undangan serta legal-formal aturan-aturan yang berkaitan dengan interaksi dalam beragama. Biasanya asba>b al-nuzu>l muncul oleh sebuah kejadian ataupun pertanyaan yang datang dari para sahabat Nabi. Kata kunci: Kehidupan, kematian, Ilmu Sabab Nuzul