Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

RUMAH SUSUN SEWA DI DENPASAR SELATAN Widiyani, Desak Made Sukma; Frysa Wiriantari
Jurnal Anala Vol 5 No 2 (2017): ANALA
Publisher : Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.957 KB) | DOI: 10.46650/anala.5.2.490.%p

Abstract

Denpasar Selatan merupakan salah satu kecamatan di kota Denpasar. Denpasar Selatan memiliki beberapa wilayah sebagai Tempat wisata, Perbankan, Pendidikan, Perkantoran, Rumah sakit dan lain – lain, sehingga memiliki potensi tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, yang mana akan berbanding lurus dengan kebutuhan akan hunian, luas wilayah yang tetap dan tingkat hunian yang tinggi membuat harga lahan semakin tinggi, untuk itu perlu di ciptakan tempat hunian yang bisa menampung masyarakat khususnya yang berpenghasilan menengah kebawah tanpa menghilangkan nilai – nilai arsitektur tradisional Bali. Metode Penyusunan Landasan Konsepsual yang dipakai adalah metode pengumpulan data dengan cara studi pustaka, metode penarikan kesimpulan dengan metode analogi, observasi lapangan serta ke instansi terkait, kasus yang terkait adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah perlu akan tempat hunian yang layak. Dengan adanya Rumah Susun untuk masyarakat ekonomi menengah kebawah terkait dengan tipe rumah susun yang dipakai terdapat 3 tipe sesuai dengan jumlah dari anggota keluarga per kepala keluarga, selain rumah susun diperlukan juga fasilitas penunjang seperti : tempat pendidikan, pasar dan tempat serbaguna sebagai tempat berkumpul/diskusi untuk para penghuninya. Dengan di bangunnya Rumah Susun ini diharapkan para Penghuni mendapat hunian yang layak serta bisa memperbaiki taraf hidupnya. Kata Kunci : Rusun, Densel , Denpasar
Arsitektur Rumah Adat Tradisional Mbatangu Di Kampung Ratenggaro Winne , Sopiah Bela; Wiriantari, Frysa
Jurnal Anala Vol 8 No 1 (2020)
Publisher : Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/anala.8.1.934.27-34

Abstract

Traditional Sumba houses not only have meaning arising from the belief system, but also have technical solutions that are able to solve architectural problems arising from the shape of the building. The Mbatangu traditional house in Ratenggaro village, known as the tower house, is divided into 3 parts, namely the lower part (kali kambunga), the middle part or (uma dei), and the upper part (uma deta). These three parts have an integrated structural system from the foundation to the roof structure system so that this traditional house can stand in a unique shape and become part of the cultural heritage of the people of Southwest Sumba. Especially the Mbatangu traditional house on the coast, which has a roof which is much higher than other traditional houses in mountainous areas.
Penerapan Pendekatan Arsitektur Perilaku dalam Merancang Perpustakaan Umum Guna Mendukung Kegiatan Literasi di Kota Denpasar Kepakisan, Nareswari; Wiriantari, Frysa; I Nyoman Gde, Suardana
Jurnal Anala Vol 8 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/anala.8.2.979.25-32

Abstract

The decline in statistics on public visits to the library draws attention to review. Changing patterns and lifestyles of people shift people's views about libraries. The fast-paced era of digital literacy has shifted people's interest in libraries. Increasing time and era, libraries are no longer used as a lifestyle by the community. Human behavior, which is implemented as a form of architecture, is also known to shape human behavior. The buildings that were originally designed and shaped by humans as their fulfillment will then assist the human way in living their social life and values ​​in life. The old paradigm of society towards the library is an old building that is dark, stuffy, lonely, and even haunted. Therefore it is necessary to have a study of what kind of design can captivate the hearts of today's people so that they can then apply it in an architectural design by studying the patterns and lifestyles of today's society with the aim of obtaining a library design concept that is in accordance with the lifestyle of the community (especially students) today and the reactivation of library building facilities which are increasingly disappearing from the pattern of people's lives.
PROSES PEMBANGUNAN RUMAH ADAT UMA BEI KMEDA DI DESA LOROTOLUS KABUPATEN MALAKA - NTT Deni Yosef Nahak Berek; Frysa Wiriantari, ST, MT.
Jurnal Anala Vol 7 No 1 (2019): Jurnal Anala
Publisher : Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/anala.7.1.997.10-16

Abstract

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya dan arsitekturnya. Sudah sejak lama, nenek moyang Bangsa Indonesia memiliki pengetahuan tentang teknologi bangunan yang cukup maju pada jamannya. Penemuan tentang beberapa arsitektur jaman prasejarah membuktikan bahwa sesungguhya arsitektur sudah ada sejak jaman itu. Pengetahuan tentang penggunaan bahan material yang banyak tersedia di alam sekitarnyapun sudah berkembang pada saat itu serta upaya untuk menggabungkan material tersebut menjadi sebuah Sistem Struktur dan Konstruksi yang sangat kuat dan sesuai dengan fungsinyapun masih dapat kita jumpai sampai saat ini. Tetapi apapun bentuk bangunannya, itu membuktikan bahwa Rasa Seni dan nilai Estetikanya sangat dijunjung tinggi pada jaman itu karena arsitekturnya sejalan dengan kekuatan struktur dan konstruksinya. Arsitektur jaman dulu selalu memakai material / bahan bangunan tradisional yang secara alamiah namun dapat menghasilkan suatu wadah yang mempunyai fungsional dan fleksibel. penelitian tentang arsitektur lainnya telah banyak menjelaskan bahwa gaya arsitektur vernacular adalah sangat cocok dengan kehidupan jaman itu sebab arsitektur vernacular gaya arsitektur yang dirancang berdasarkan kebutuhan lokal, ketersediaan bahan bangunan dan mencerminkan tradisi lokal. secara keseluruhan dalam pertimbangan praktis, seperti menunjukkan adaptasi terhadap iklim lokal, geografi, dan lingkungan atau dalam perlengkapan dan keterbatasan-keterbatasan materi tertentu yang digunakan dalam konstruksi. Penelitian lain juga telah berusaha menjelaskan setiap aspek desain pada masyarakat skala kecil berdasarkan prinsip kosmologi, yang diturunkan oleh leluhurnya. Rumah adat Uma Bei Kmeda merupakan sala satu gaya vernacular yang proses pembangunannya masih di pertahankan tradisinya sampai saat ini
Tradisi Siri Bongkok Pada Rumah Adat Mbaru Gendang Di Desa Todo Kabupaten Manggarai - NTT Heribertus Ran Kurniawan; Frysa Wiriantari, S.T.,M.T
Jurnal Anala Vol 7 No 2 (2019)
Publisher : Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/anala.7.2.1042.8-15

Abstract

Kampung Todo merupakan salah satu kampung bersejarah yang sampai saat ini masih mempertahankan adat. Salah satu upacara adat yang masih di lestarikan oleh masyarakat todo adalah tradisi tiang utama (Siri Bongkok) pada rumah adat (mbaru gendang). Siri bongkok merupakan salah satu tiang yang sakral dari semua tiang yang ada di rumah adat (mbaru Gendang) Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjunjung tinggi nilai gotong royong dalam mewujutkan persatuan dan kesatuan masyarakat Todo juga masyarakat manggarai pada umumnya, selain itu agar generasi penerus mengerti dan memahami makna simbolik siri bongok sebagai pemersatu kehidupan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pola pikir Induktif dalam membahas tradisi siri bongkok diantaranya Studi literartur, Wawancara dan Observasi. Berdasarkan hasil penelitian, penyusun dapat menyimpulkan bahwa Mbaru Gendang memiliki makna simbolik. Makna simbolik Mbaru gendang Masyarakat Manggarai terdiri atas makna individual, makna social dan makna religius. Makna-makna tersebut didasarkan atas interpretasi Masyarakat itu sendiri. salah satu simbolik dalam rumah adat (mbaru gendang) adalah siri bongkok yaitu pemersatu kehidupan masyarakat Todo dan manggarai pada umumnya.
Karakteristik Bangunan “Bale Meten” Serta Proses Pembangunannya Desak Made Sukma Widiyani; Frysa Wiriantari
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 7 No. 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1972.475 KB) | DOI: 10.22225/undagi.7.1.1263.29–35

Abstract

Traditional Balinese architecture is very closely related to culture and religion of Hindu in Bali. Traditional Balinese architecture is also inseparable from the philosophies or concepts contained. The Balinese architecture can be divided into several types of buildings, namely, buildings of Pura (holy places) and buildings of Puri (houses/housing). Traditional Balinese housing consists of several buildings that have different functions, building form, and layouts. Buildings in traditional Balinese housing are, bale meten/bale daja, bale dangin/bale adat, bale dauh, paon/kitchen, jineng/klumpu, and merajan/sanggah (holy place). Bale Daja/Bale Meten is the first building built in traditional Balinese housing. The study of the characteristics of bale meten was carried out with the aim of knowing the characteristics and development process of bale meten sakutus buildings in terms of layout in a housing area, building functions, building form, and materials used. The results of this study will also add references about bale meten especially bale meten sakutus so that it can preserve the values contained. The research approach used in this study is based on descriptive qualitative research methods with a naturalistic approach. This research method is used to describe the facts that occur in the field related to the condition of bale meten in the case study, the functions of buildings, building form, layout and the development process. This study uses three case studies of bale meten sakutus in the Gianyar and Badung regions. This is due to the lack of the existence of bale meten sakutus buildings in other areas.
Catuspatha As A Landmark Of Semarapura City In Terms Of Physical And Socio-Cultural Aspects Frysa Wiriantari; Syamsul Alam Paturusi; Ngakan Ketut Acwin Dwijendra; I Dewa Gede Agung Diasana Putra
International Journal of Engineering and Emerging Technology Vol 5 No 1 (2020): January - June
Publisher : Doctorate Program of Engineering Science, Faculty of Engineering, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/IJEET.2020.v05.i01.p06

Abstract

Abstract. The development of a city cannot be separated from how its people view a city. People who understand how the culture of the city will give a strong identity and character to the city. Over time, there are differences in how people perceive elements of the city, one of which is the catuspatha. Catuspatha is no longer interpreted as empty space but began to get additional functions as aesthetic and elemental elements of city landmarks (landmarks). There are several meanings arising from the physical aspects and socio-cultural aspects of a catuspatha as a landmark of the City of Semarapura. This research focuses on Catuspatha Semarapura City in terms of physical and socio-cultural aspects. The data search was carried out by means of litelature studies, field observations and interviews with people who were active in and around Semarapura City. By using a qualitative descriptive method, this research results that the Semarapura catuspatha in terms of physical size has different criteria with its environment so that it is physically prominent, unique, easy to remember, easily recognizable, has historical and aesthetic value. From the socio-cultural aspects of the area around the Semarapura catuspatha also functions as a node, in which at this location a variety of activities are held mainly related to social and cultural activities such as Tawur Kesanga, Ngulapin, Nebusin, Ngelawang, and other activities including Ogoh-ogoh parade activities, various festivals and folk parties and also cultural marches. Keyword: catuspatha, identity, landmarks, physical, social culture.
Penataaan Fasade Rumah Susun Dengan Mempertimbangkan Kebutuhan Akan Ruang Privat Frysa Wiriantari; Ni Putu Suda Nurjani
Jurnal Ilmiah Vastuwidya Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Mahendradatta Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.857 KB) | DOI: 10.47532/jiv.v2i2.82

Abstract

A significant increase in population in Indonesia demands the availability of housing as a basic necessity of the community. The limited land area, especially in Bali, has resulted in very high land prices. Flats as one of the efforts of the government and the private sector are considered as one way to overcome these problems. But unfortunately, the existence of flats which on the one hand overcomes the housing problem, on the other hand, raises a new problem, namely the slum impression of flats caused by flats fail to accommodate the basic activities of residents of flats. One such activity is the activity of laundry. In this study, the Kreneng and Sesetan Police Dormitory Flats were used as research objects. By linking the problem with several theories regarding flats, this article is expected to be able to provide an alternative solution to existing problems. With the fulfilment of the housing needs of the community and still being able to maintain the facade of the building, it is expected that the impression of dirty and slum flats can be overcome. The use of surrounding materials will be able to show a tropical impression and add values to the aesthetics of the building.
Pura Maospahit Denpasar, Bangunan Berarsitektur Majapahit Yang Ada Di Bali Frysa Wiriantari
Jurnal Ilmiah Vastuwidya Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Mahendradatta Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47532/jiv.v5i1.409

Abstract

Pura Maospahit merupakan salah satu bangunan suci di Kota Denpasar yang mendapat pengaruh Majapahit. Sebagai sebuah karya arsitektur, bentuk fisik dan ornamen/ukiran di area unit bangunan suci ini memiliki kemiripan dengan arsitektur Jawa Timur (Majapahit). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk fisik dari Pura Maospahit baik secara keruangan maupun bentuk arsitektur bangunan (pelinggih) dan menemukan kemiripan dengan arsitektur Majapahit. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggali sebanyak mungkin data melalui observasi dan wawancara dengan narasumber yang relevan. Hasil penelitian di paparkan dalam bentuk narasi secara jelas dan mudah untuk dimengerti oleh pembaca. Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat bagian yang dengan jelas menunjukkan kemiripan dengan arsitektur Majapahit pada Pura Maospahit yakni seluruh bangunan ini terbuat dari batu bata sebagaimana bangunan-bangunan Majapahit, bentuk atap candi yang berbentuk kubus, sama dengan bentuk puncak-candi-candi yang berada di Jawa Timur, dimana merupakan peninggalan kerajaan Majapahit, adanya ornamen-ornamen yang berbentuk sinar matahari, yang sama dengan bentuk praba Candi Majapahit, bentuk Candi Bentar yang serupa dengan bentuk Candi Bentar pada Candi Bajangratu (bekas Kerajaan Majapahit), ornamen yang digunakan berwujud Bima dan Garuda, dimana pola ini tidak terdapat pada bangunan candi bentar dan candi kurung lainnya di Bali, dan adanya pola hias berbentuk sinar matahari yang dipahat seperti umumnya praba arca dewa pada zaman Majapahit.
PENATAAAN DANAU BUYAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA Frysa Wiriantari
Jurnal Ilmiah Vastuwidya Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Mahendradatta Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47532/jiv.v4i2.322

Abstract

Danau Buyan merupakan salah satu potensi dari Kabupaten Tabanan. Sebagai sebuah bentukan alam, Danau Buyan memiliki banyak potensi yang memiliki peluang besar untuk mampu bersaing di tingkat yang lebih tinggi. Dengan melibatkan peran serta dari seluruh lapisan masyarakat ditambah dengan dukungan dari pihak pemangku kebijakan, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan melalui upaya penataan Kawasan Danau Buyan dengan menjadikan partisipasi masyarakat sebagai salah satu faktor utama dalam perjalannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali potensi potensi yang dimiliki Kawasan Danau Buyan dan menjadikan potensi ini sebagai batu pijakan untuk melahirkan konsep konsep dalam penataan Kawasan Danau Buyan sebagai pengambangan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat. Metode yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan observasi, wawancara dan juga litelatur review dalam proses pencarian data di lapangan. Kesimpulan yang di peroleh dari penelitian ini berupa potensi yang layak dikembangkan dan konsep konsep penataannya yakni : penataan pathway sepanjang tepian Danau Buyan, penataan rest area di titik titik tertentu yang juga bisa dimanfaatkan sebagai area berjualan dan menikmati pemandangan ke arah danau.