Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Legal Guarantees and Legal Protection Practices on the Constitutional Rights of Indonesian Migrant Workers Windi Arista; Joni Emirzon; Mada Apriandi
Journal of Governance Volume 7 Issue 1: (2022)
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31506/jog.v7i1.14574

Abstract

The flow of Indonesian labour migration abroad is increasing day by day. This is due to unresolved domestic labour problems. The 2000 International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families is the most significant international human rights document addressing the human rights of migrant workers. The legal problem highlighted in this article is how constitutional rights of Indonesian Migrant Workers (PMI) are protected by legal assurances and practice. This is a normative legal research project that explains, investigates, and analyzes the legal protection of Indonesian migrant workers' rights overseas. The discussion results show that legal guarantees and legal protection practices for PMI's constitutional rights abroad are pretty good and are considered advanced because they use the migrant worker protection convention as the paramount consideration, although there are still inconsistencies in applying the rules.
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT COVER NOTE SEBAGAI JAMINAN HUTANG ATAS SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH YANG SEDANG DALAM PROSES PENDAFTARAN DI KANTOR PERTANAHAN Vebby Damayanti; Mada Apriandi Zuhir; Amin Mansyur
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 9, No 1 (2020): VOLUME 9 NOMOR 1 MEI 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v9i1.570

Abstract

Untuk meminimalisir risiko dalam perjanjian kredit, pada umumnya Bank(kreditur) menghendaki jaminan berupa Hak Tanggungan yang dibebankan atas bidangtanah terhadap objek jaminan yang masih dalam proses penerbitan sertifikat, makakreditur atau debitur dapat meminta Notaris membuat cover note. Rumusan masalahdalam penelitian ini adalah terkait bagaimana pertanggungjawaban hukum Notaris dalammembuat cover note sebagai jaminan hutang atas sertifikat hak atas tanah apabilamenimbulkan kerugian bagi para pihak, penerapan prinsip kehati-hatian bank terhadapcover note, serta bentuk tanggung jawab Notaris agar cover note tidak menimbulkanakibat hukum baik secara pidana maupun perdata. Jenis penelitian ini normatif, denganteknik pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan, dianalisis secara kualitatif,dengan teknik penarikan kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian ini adalah, bentukpertanggungjawaban hukum Notaris apabila cover note menimbulkan kerugian bagi parapihak adalah sebatas mengembalikan nominal jasa pembuatan cover note, dikarenakandalam menjalankan profesinya membuat akta otentik pada prinsipnya bersifat pasif.Notaris dapat dituntut pidana memalsu surat apabila sadar diketahui objek jaminanhutang fiktif. Adapun sanksi yang dikenakan berupa pemberhentian dengan tidak hormat.Penerapan prinsip kehati-hatian Bank dalam meminimalisir risiko cover note, maka pihakBank harus menolak jaminan keterangan berupa cover note, dengan melaksanakanstandar prosedur pembiayaan dengan menyampaikan kepada calon debitur bahwa Bankhanya akan melaksanakan prosedur pembiayaan apabila calon debitur telah benar-benarmemiliki Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dibebani Hak Tanggungan. Bentuktanggung jawab Notaris dalam membuat cover note sebagai jaminan hutang agar tidakmenimbulkan akibat hukum adalah berkomitmen dalam kewajibannya melaksanakanjabatan secara jujur, mengikat secara moral, tidak berpihak, tepat waktu dalampengurusan dokumen pengikatan, dan saksama memastikan kebenaran data dan faktadokumen jaminan hutang. Kepada pemerintah, disarankan untuk memberi kepastianhukum terkait pelarangan penggunaan cover note sebagai jaminan hutang.
IMPLIKASI HUKUM PERUBAHAN KEWENANGAN URUSAN PEMERINTAHAN TERHADAP KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DISEKTOR PERTAMBANGAN Tabrani Diansyah; Mada Apriandi Zuhir; Iza Rumesten
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Volume 8 Nomor 1 Mei 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v8i1.309

Abstract

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah berimplikasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara golongan batuan di Kabupaten Lahat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik". Selain itu dinyatakan pula bahwa “pemerintahan daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya” sebagaimana dicantumkan pada Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Perubahan. Rumusan masalah yang diangkat adalah:  bagaimana implikasi hukum dan kendala yang muncul atas berlakunya Undang-Undang tersebut, serta bagaimana konsep pengaturan hukum dimasa yang akan datang terkait dengan pengelolaan pertambangan tersebut di Kabupaten Lahat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan sejarah, melalui analisis terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diolah dengan mengidentifikasi, membandingkan, dan menghubungkan kemudian dianalisi secara kualitatif serta ditarik kesimpulan dengan penalaran deduktif. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 berimplikasi kepada kekosongan peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan pertambangan mineral dan batubara golongan batuan di Kabupaten Lahat yang memunculkan kendala dengan tidak adanya dasar kewenangan pengelolaan pertambangan tersebut. Konsep pengaturan hukum dimasa yang akan datang terkait dengan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara golongan batuan di Kabupaten Lahat ialah seharusnya kewenangan pengelolaannya berada pada Pemrintah Daerah Kabupaten Lahat yang disusun dan dijalankan atas dasar otonomi seluas-luasnya serta keragaman daerah
Presumption of Innocent v. Presumption of Guilt dalam Hak Asasi Manusia Mada Apriandi Zuhir; Nurhidayatuloh Nurhidayatuloh; Annisa Fitri Arum; Nyimas Olivia; Fatimatuz Zuhro; Faiq Tobroni
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.371 KB) | DOI: 10.28946/sc.v26i2.539

Abstract

Asas presumption of guilt menjadi semakin menarik untuk dibahas sebagai respon dari ketidakpuasan asas presumption of innocent untuk diterapkan dalam kasus-kasus tertentu. Apalagi asas presumption of innocent hadir bukan tanpa dasar dan asas ini muncul sebagai amanah Deklarasi HAM Universal sebagai hak fundamental manusia. Namun demikian bagimana jika asas ini dihadapkan dengan kasus-kasus yang luar biasa seperti kasus terorisme dan kepabeanan. Hal ini menjadi persoalan oleh karena di satu sisi hal ini merupakan hak fundamental, namun di sisi lain ada hal luar biasa yang menjadi persoalan apabila asas ini tetap diterapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan case law dengan analisis deskriptif kualitatif, yakni dengan menghadirkan putusan-putusan Pengadilan HAM Eropa yang pernah membahas persoalan tentang presumption of guilt. Paling tidak ada satu kasus penting yang putusannya dijadikan sebagai rujukan dalam membahas soal presumption of guilt ini yakni kasus Salabiaku v. France. Kasus ini menjadi rujukan yang mengikat oleh hakim-hakim di Pengadilan HAM Eropa dan telah dikutip oleh hakim-hakim di penadilan lain. Hasil dari penelitian ini adalah dalam keadaan tertentu presumption of guiltdapat diterapkan dengan catatan negara harus membatasi penerapan prinsip ini dengan cara yang reasonable dengan mempertimbangkan apa resiko yang dipertaruhkan dan apa implikasinya jika asas ini tidak diterapka
KEWAJIBAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM KONTRAK ASING DI INDONESIA Windy Yolandini; Mada Apriandi
Lex LATA Volume 2 Nomor 1, Maret 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v2i1.555

Abstract

Salah satu unsur yang diperlukan dalam melakukan perjanjian yang dibuat di Indonesia adalah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa perjanjian. Secara tegas penggunaan Bahasa Indonesia khususnya dalam kontrak asing dapat dilihat dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan lembaga Negara serta lagu kebangsaan. Namun, Undang-undang ini tidak memberikan akibat hukum bagi perjanjian yang  menggunakan Bahasa selain Bahasa Indonesia, sehingga timbulnya sengketa mengenai akibat dari perbuatan hukum tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah akibat hukum dari kontrak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menjelaskan dan menganalisis tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak asing di Indonesia. Teknik penarikan kesimpulan yang digunakan menggunakan metode deduktif. Berdasarkan hasil penelitian, Akibat dari kontrak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebenarnya tidak dapat dikatakan batal demi hukum hal ini dikarenakan suatu perjanjian dapat dikatakan batal demi hukum apabila tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 1320, pasal 1335, dan pasal 1337 KUHPerdata
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERUNDUNGAN DUNIA MAYA (CYBER BULLYING) TERHADAP ANAK Lehavre Abeto Hutasuhut; Mada Apriandi Zuhir
Lex LATA Volume 2 Nomor 3, November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v2i3.531

Abstract

Abstrak : Meningkatnya pengaduan korban kejahatan cyber bullying terhadap anak pada periode tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, tentunya membutuhkan suatu penegakan hukum untuk penanggulangannya, khususnya dalam rangka perlindungan hukum bagi anak sebagai korban. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, menggunakan bahan penelitian dari data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan, dengan teknik penarikan kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian ini adalah, perlindungan hukum bagi anak sebagai korban tindak pidana cyber bullying di Indonesia dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak berjalan optimal karena hanya mengatur tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik pada umumnya, tidak menyentuh anak selaku korban. Terlebih, berdasarkan laporan  KPAI, dari periode tahun 2015 hingga tahun 2018 pengaduan korban cyber bullying meningkat signifikan dari nol menjadi 245 pengaduan. Kendala-kendala dalam penegakan hukumnya yaitu, dari faktor hukum : tidak terdapat pengaturan spesifik megenai cyber bullying yang melibatkan anak sebagai korban; dan tidak didapati pengaturan pemberatan ancaman sanksi pidana bagi pelaku baik dalam UU ITE dan UU ITE-Perubahan apabila korban cyber bullying adalah anak. Dari faktor penegak hukum yaitu minimnya sumber daya manusia dan pengetahuan terhadap cyber crime pada umumnya dan minimnya peralatan canggih untuk melacak pelaku. Kebijakan kriminal di masa datang secara penal yaitu pengaturan norma tindak pidana cyber bullying terhadap anak dalam UU ITE-Perubahan dengan penambahan ayat pada Pasal 27 terkait unsur apabila korban adalah anak, dan penambahan ayat pada Pasal 45 mengenai pemberatan sanksi pidana apabila korban adalah anak. Upaya non penal yaitu : pendekatan moral dan edukatif oleh orang tua; kerjasama internasional dengan negara lain dalam menanggulangi cyber bullying melalui perjanjian bilateral maupun multilateral; pembentukan lembaga penanggulangan cyber bullying, termasuk membuat situs-situs anti cyber bullying untuk edukasi. Kata Kunci : Anak Sebagai Korban Tindak Pidana, Cyber Bullying, Penegakan Hukum, Perlindungan Hukum, Tindak Pidana Cyber Bullying
RETHINKING LEGALITY OF STATE RESPONSIBILITY ON CLIMATE CHANGE IN INTERNATIONAL LAW PERSPECTIVES Mada Apriandi Zuhir
Jurnal Dinamika Hukum Vol 17, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2017.17.2.801

Abstract

Each state has sovereign right to explore and exploit their natural resources, however, it is also followed by state responsibility. This article examines the regime of state responsibility and the regime of climate change. State responsibility is applied to examine the implementation of international law toward climate change issues. This is a normative-juridical research by applying analytical descriptive approach. In the meantime, main data are secondary data (primary, secondary and tertiary legal materials). Then, the data were qualitatively analyzed. Based on the discussion it can be concluded that the regime of state responsibility in international law can be applied to the issue of climate change although this regime has limitations in its implementation. Therefore, it is advisable to have an independent and specific regime related to the state responsibility on climate change issues.Keywords: International law, climate change, state responsibility
DEMOKRATISASI PERATURAN DAERAH: Pengembangan Model Ideal Pembentukan Peraturan Daerah Demokratis di Bidang Ekonomi di Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan Muhammad Syaifuddin Mada Apriandi Zuhir Annalisa Yahanan
Masalah-Masalah Hukum Vol 39, No 2 (2010): Masalah-Masalah Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5216.65 KB) | DOI: 10.14710/mmh.39.2.2010.106-118

Abstract

Fenomena negatif daiam bidang iegislasi di era reformasi dan otonomi daerah, khususnya di kabupaten/koSa di Propinsi Sumatera Seiatan, dapat diminimalisasikan dengan upaya demokratisasi pembentukan peraturan daerah di bidang ekonomi, dengan cara pelibatan partisipasi masyarakat. Terkait ha! itu, penelitian hukum ini mengkaji konseptuaiisasi dan konkritisasi hukum asas negara hukum demokratis serta kendala dan model ideal partisipasi masyarakat daiam proses pembentukan peraturan daerah demokratis di bidang ekonomi di kabupatan/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Peneiitian hukum ini beriandasarkan paradigma hermeneutik dengan pendekatan interdisipliner, yang menggunakan bahan penelitian berupa bahan-bahan hukum bersifat normatif-preskriptif, yang diinteraksikan fakta kemasyarakatan bersifat empiris-deskriptif, untuk menghasilkan, menstrukturkan dan mensistematisasi temuan-temuan hukum dan nonhukum baru sebagai dasar pengambiian kesimpulan. Temuan dan analisis menyimpulkan bahwa: pertama, konseptuaiisasi asas negara hukum demokratis yang mengharuskan partisipasi masyarakat daiam pembentukan peraturan daerah telah mengakomodasi jaminan dan perlindungan HAM berdasarkan UUD NRi Tahun 1945, yang dikonkritisasi daiam wujud prinsip-prinsip dan cakupan materi muatan peraturan daerah yang mekanismenya mengacu kepada UU No. 32/2004 jis. UU No, 10/2004, dan PP No. 25/2004 yang telah diubah dengan PP No. 53/2005; kedua, kendala pembentukan peraturan daerah demokratis di bidang ekonomi di kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Seiatan, mencakup kelemahan normatif aturan hukum positifnya yang tidak mengatur cara/metode berpartisipasinya dan secara nil pejabat publik (Kepala Daerah dan DPRD kabupaten/kota) tidak menerapkan asas negara hukum demokratis; dan ketiga, model ideal partisipasi masyarakat daiam pembentukan peraturan daerah di bidang ekonomi di kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Seiatan yang perlu dikembangkan adalah: a. mengikutsertakan ahli yang independen; b. melakukan diskusi publik atau mengundang pemangku kepentingan; c. melakukan ujisahih; d. mengadakan kegiatan musyawarah; dan e. mempublikasikan rancangan peraturan daerah
THE USE OF HUMAN RIGHTS INSTRUMENTS TO PROTECT THE VICTIMS OF LAND FIRE IN INDONESIA Achmad Romsan; Akhmad Idris; Mada Apriandi Zuhir; Meria Utama
Yustisia Vol 7, No 3: December 2018
Publisher : Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/yustisia.v7i3.24780

Abstract

During the long and dry season, land fire which cause smog haze pollution, is a common phenomenon in Indonesia. Although the practice of slash and burn cultivation has no longer in existence after the promulgation of the 1974 Law No. 5 on the Village Government which abolished the Marga Government. Nevertheless, that tradition remained continued practiced by the workers hired by the big palm plantation companies and industries when they open the land to start their activities. it is very surprising that the above practice has resurfaced in the midst of a long dry season that is happening in Indonesia, especially in South Sumatra. Smog and haze resulting from land fire create health problems for the people in South Sumatra, especially in the area where smog and haze located. There are legal instruments as the foundation to claim the healthy environmental rights, the Indonesian Constitution of 1945, The 1999 Law No. 39 on Human Rights and the 2009 Law No. 32 on the Environmental Protection of and the Environmental Management. Herein, the smog and haze pollution are seen to violate the people’s human rights. Unfortunately, the use of human rights law instruments has never been done in Indonesia. Notwithstanding, many community environmental disputes are brought to the District Court rather than to the Indonesian Commission of Human Rights (KOMNAS HAM) for further study.  As a result, the legal instruments above di not fully protect the victims of environmental pollution. This paper suggests the use of human rights provisions as the basis for prosecution for community environmental-human rights related disputes. For that, a comparative study to the practice of the European Human Rights Court will be of beneficial for Indonesia in protecting the people environmental human rights.  In Indonesia the people’s right to a good and healthy environment is constitutional rights and legal rights for it is protected in the Human Rights Law of 1999 No. 39 and Environmental Law of 2009 No. 32. To that end, the human rights approach to the prosecution of environmental disputes are possible because of environmental pollution disturb the enjoyment of human rights.
URGENCY OF REGULATION: AIRCRAFT AS OBJECT OF CREDIT GUARANTEE Annalisa Yahanan; Murzal Murzal; Mada Apriandi; Febrian Febrian
Diponegoro Law Review Vol 5, No 1 (2020): Diponegoro Law Review April 2020
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (812.915 KB) | DOI: 10.14710/dilrev.5.1.2020.19-33

Abstract

Until now in Indonesia, there is no specific regulation regarding aircraft as collateral object. As a result, in practice, the aviation industry players experienced obstacles related to aircraft financing by guarantee agreements with aircraft objects. Such conditions create legal uncertainty both for credit providers (creditors) and the aircraft guarantees (debtors), because there are no references or signs that can provide direction in the guarantee agreement. If there is a default by the debtor, the creditor has no legal basis for how to execute it. To fill the legal vacuum, in practice, a guarantee agreement was found with the fiduciary deed of the aircraft. Whereas the Fiduciary Law expressly states that it does not apply to (mortgages) aircraft. While on the other hand, Law No. 20 of 2014 concerning Notary Position gives authority to the notary to make an aircraft mortgage deed. Thus the regulations in Indonesia give signals to use aircraft as collateral object. Such a situation demands the urgency for regulations on aircraft guarantee that can provide legal certainty and legal protection for the parties.