Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Liability Without Fault Dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Indonesia Handayani, Emi Puasa; Arifin, Zainal; Virdaus, Saivol
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 4, No 2 (2018): Juli – Desember 2018
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (588.403 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v4i2.74

Abstract

Pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) atau yang lebih dikenal dengan istilah strict liability, telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Banyak cara mempersoalkan kasus-kasus lingkungan, salah satunya mengajukan gugatan pertanggungjawaban kepada perusahaan yang menyebabkan polusi atau kerusakan lingkungan. Dalam ranah hukum lingkungan, gugatan ini dikenal dengan tanggung jawab mutlak perusahaan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Artikel ini akan menjawab dua persoalan atau pertanyaan riset, pertama apa makna Pertanggungjawaban tanpa kesalahan?, dan bagaimana mekanisme Pertanggungjawaban tanpa kesalahan dalam sengketa lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian hukum normatif. Disimpulkan bahwa Liability without fault, penyelesaian sengketa lingkungan hidup unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Mekanisme pertanggungjawaban tanpa kesalahan dalam sengketa lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, dalam petitum tidak perlu mencantumkan bahwa Tergugat telah terbukti melanggar hukum. Hakim tidak perlu mencari bukti dan dalil pelanggaran hukum.
Liability Without Fault Dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Indonesia Handayani, Emi Puasa; Arifin, Zainal; Virdaus, Saivol
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 4, No 2 (2018): Juli – Desember 2018
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v4i2.74

Abstract

Pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) atau yang lebih dikenal dengan istilah strict liability, telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Banyak cara mempersoalkan kasus-kasus lingkungan, salah satunya mengajukan gugatan pertanggungjawaban kepada perusahaan yang menyebabkan polusi atau kerusakan lingkungan. Dalam ranah hukum lingkungan, gugatan ini dikenal dengan tanggung jawab mutlak perusahaan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Artikel ini akan menjawab dua persoalan atau pertanyaan riset, pertama apa makna Pertanggungjawaban tanpa kesalahan?, dan bagaimana mekanisme Pertanggungjawaban tanpa kesalahan dalam sengketa lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian hukum normatif. Disimpulkan bahwa Liability without fault, penyelesaian sengketa lingkungan hidup unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Mekanisme pertanggungjawaban tanpa kesalahan dalam sengketa lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, dalam petitum tidak perlu mencantumkan bahwa Tergugat telah terbukti melanggar hukum. Hakim tidak perlu mencari bukti dan dalil pelanggaran hukum.
LONCENG KEMATIAN PENDIDIKAN HUKUM DI INDONESIA TINJAUAN FILOSOFIS Handayani, Emi Puasa; Arifin, Zainal
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 8, No 1 (2020): Suloh Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.232 KB) | DOI: 10.29103/sjp.v8i1.2491

Abstract

Makalah berjudul Lonceng Kematian Pendidikan Hukum Di Indonesia Tinjauan Filosofis, mengangkat dua persolan yaitu pertama  apa hakekat pendidikan hukum? Kedua bagaimana formulasi kedepan pendidikan hukum di Indonesia?. Kedua problem itu akan dijawab menggunakan pendekatan filosofis, teoritis dan yuridis. Teori yang digunakan untuk menganalisis kedua persoalan itu adalah teori abstraksi dari Aristoteles dan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud. Hasilnya pertama hakekat pendidikan hukum adalah adalah mendewasakan anak didik untuk mandiri, obyektif independen, memilki karakter budi pekerti luhur, berkecerdasan intelektual, emosional, sosial  dan spiritual  yang tinggi. Kedua, pendidikan hukum kedepan dirancang untuk  mampu menciptakan anak didik yang cerdas sesuai dengan tujuan pendidikan yang termuat dalam kosntitusi, dengan menekankan pada etika religius, serta memasukan kurikulum terintegrsi yang menekankan pada berfikir yang komprehensif praktis dan teoritis.Kata Kunci: Lonceng kematian, pendidikan hukum
Penyelesaian Perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Yang Tidak Menemui Kesepakatan (Studi Kasus di PJT I Malang) Zainal Arifin; Emi Puasa Handayani; Saivol Firdaus
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 6, No 1 (2020): Januari - Juni 2020
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.397 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v6i1.106

Abstract

The Collective working Agreement (PKB) is regulated in Article 1601 of the Civil Code (Civil Code), which is an agreement between two parties, an employee or laborer and a company, both bound together. Workers commit themselves to employers for a certain time. A bond to do work by receiving wages. Another understanding of collective working agreements is regulated in Law Number 13 of 2003 concerning labor. Working agreements are agreements between employers and employees, or laborers who have conditions of employment, rights and obligations of both parties. There are two research questions, fi rst what is the meaning of the settlement of collective bargaining agreements that do not meet the agreement and, how do we formulate a joint working agreement negotiation solution without finding a deal. The method used to answer research questions is a type of normative and empirical legal research. Theories used are certainty theory, hierarchical theory of law and distributive justice theory. The results achieved. First, the meaning of the deadlock negotiation agreement to formulate a co-operation agreement. Two, settlement of collective working agreement negotiations that did not meet the agreement, can be completed with three mechanisms. The fi rst is done through bipartite negotiations, through conciliation and mediation mechanisms.fi nally the dispute mechanism can be carried out in industrial relations courts.
PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI MASA PANDEMI COVID 19. (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KAB. KEDIRI) Emi Puasa Handayani; Zainal Arifin
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 6, No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v6i2.135

Abstract

This article is the outcome of research aimed at took two problems. First, what is the procedure for the mediation process in accordance with the Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1 of 2016. Second, how is the implementation of Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1 of 2016, during the Covid 19 pandemic at the Kediri District Religious Court. The method used in this research is juridical empirical. The research steps taken were: First, the researcher visited the Kediri District Religious Court offi ce. To fi nd initial data, and interviewed the data source, then processed and presented according to the theory used. The theory used is the legal system. In essence, there are three components in law, namely substance, structure and culture (society). The research found two things, namely: fi rst, that Mediation based on the regulations of the Supreme Court is carried out in three stages, fi rst is pre-mediation, the second stage is the application of mediation and the third stage is the implementation of mediation. The second fi nding is that the implementation of Perma RI Number: 1 of 2016 concerning mediation during the Covid 19 pandemic at the Kediri District Religious Court deviates from the established legal basis. The judge still gave a verdict or sentenced him, even though the Petitioner did not come at the time of mediation on the grounds of the Covid 19 Pandemic.
IMPLEMENTASI PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI MEDIATOR NON SERTIFIKAT DI KOTA KEDIRI Emi Puasa Handayani; Zainal Arifin
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 8, No 1 (2022): Januari - Juni 2022
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v8i1.170

Abstract

Sengketa tidak berarti adanya perbedaan, namun karena ada dua pihak yang ingin sesuatu barang yang seharusnya dimiliki satu person, namun kedua belah pihak ingin menguasai, sehingga keduanya saling berusaha untuk memiliki. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris untuk meneliti persoalan penyelesaian sengketa tanah yang terjadi di Kota Kediri, yang diselesaikan oleh mediator non sertifi kat. Ada dua pertanyaan penelitian pertama apa makna penyelesaian sengketa tanah melalui mediator non sertifi kat. Kedua bagaimana penerapan mediasi sengketa melalui mediator non sertifi kat. Hasilnya bahwa sengketa hak atas tanah yang diselesaikan melalui mediator bersertifi kat di Pengadilan Negeri Kota Kediri, berlangsung secara formalitas. Mediator bersertifi kat terikat dengan aturan-aturan formal, sehingga tidak maksimal dan kurang aktif. Kehadiran mediator non sertifi kat, sangat membantu kedua pihak yang bersengketa dan mengupayakan secara maksimal. Kedua belah pihak yang bersengketa segan pada mediator non sertifi kat yang memiliki ketokohan sehingga petuah mediator dapat diterima. Penerapan mediasi sengketa tanah melalui mediator non sertifi kat bisa dilalui melalui tahapan yang ditempuh secara alami.
Penyelesaian Perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Yang Tidak Menemui Kesepakatan (Studi Kasus di PJT I Malang) Zainal Arifin; Emi Puasa Handayani; Saivol Firdaus
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 6, No 1 (2020): Januari - Juni 2020
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v6i1.106

Abstract

The Collective working Agreement (PKB) is regulated in Article 1601 of the Civil Code (Civil Code), which is an agreement between two parties, an employee or laborer and a company, both bound together. Workers commit themselves to employers for a certain time. A bond to do work by receiving wages. Another understanding of collective working agreements is regulated in Law Number 13 of 2003 concerning labor. Working agreements are agreements between employers and employees, or laborers who have conditions of employment, rights and obligations of both parties. There are two research questions, fi rst what is the meaning of the settlement of collective bargaining agreements that do not meet the agreement and, how do we formulate a joint working agreement negotiation solution without finding a deal. The method used to answer research questions is a type of normative and empirical legal research. Theories used are certainty theory, hierarchical theory of law and distributive justice theory. The results achieved. First, the meaning of the deadlock negotiation agreement to formulate a co-operation agreement. Two, settlement of collective working agreement negotiations that did not meet the agreement, can be completed with three mechanisms. The fi rst is done through bipartite negotiations, through conciliation and mediation mechanisms.fi nally the dispute mechanism can be carried out in industrial relations courts.
PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI MASA PANDEMI COVID 19. (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KAB. KEDIRI) Emi Puasa Handayani; Zainal Arifin
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 6, No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v6i2.135

Abstract

This article is the outcome of research aimed at took two problems. First, what is the procedure for the mediation process in accordance with the Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1 of 2016. Second, how is the implementation of Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1 of 2016, during the Covid 19 pandemic at the Kediri District Religious Court. The method used in this research is juridical empirical. The research steps taken were: First, the researcher visited the Kediri District Religious Court offi ce. To fi nd initial data, and interviewed the data source, then processed and presented according to the theory used. The theory used is the legal system. In essence, there are three components in law, namely substance, structure and culture (society). The research found two things, namely: fi rst, that Mediation based on the regulations of the Supreme Court is carried out in three stages, fi rst is pre-mediation, the second stage is the application of mediation and the third stage is the implementation of mediation. The second fi nding is that the implementation of Perma RI Number: 1 of 2016 concerning mediation during the Covid 19 pandemic at the Kediri District Religious Court deviates from the established legal basis. The judge still gave a verdict or sentenced him, even though the Petitioner did not come at the time of mediation on the grounds of the Covid 19 Pandemic.
IMPLEMENTASI PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI MEDIATOR NON SERTIFIKAT DI KOTA KEDIRI Emi Puasa Handayani; Zainal Arifin
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 8, No 1 (2022): Januari - Juni 2022
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v8i1.170

Abstract

Sengketa tidak berarti adanya perbedaan, namun karena ada dua pihak yang ingin sesuatu barang yang seharusnya dimiliki satu person, namun kedua belah pihak ingin menguasai, sehingga keduanya saling berusaha untuk memiliki. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris untuk meneliti persoalan penyelesaian sengketa tanah yang terjadi di Kota Kediri, yang diselesaikan oleh mediator non sertifi kat. Ada dua pertanyaan penelitian pertama apa makna penyelesaian sengketa tanah melalui mediator non sertifi kat. Kedua bagaimana penerapan mediasi sengketa melalui mediator non sertifi kat. Hasilnya bahwa sengketa hak atas tanah yang diselesaikan melalui mediator bersertifi kat di Pengadilan Negeri Kota Kediri, berlangsung secara formalitas. Mediator bersertifi kat terikat dengan aturan-aturan formal, sehingga tidak maksimal dan kurang aktif. Kehadiran mediator non sertifi kat, sangat membantu kedua pihak yang bersengketa dan mengupayakan secara maksimal. Kedua belah pihak yang bersengketa segan pada mediator non sertifi kat yang memiliki ketokohan sehingga petuah mediator dapat diterima. Penerapan mediasi sengketa tanah melalui mediator non sertifi kat bisa dilalui melalui tahapan yang ditempuh secara alami.
LONCENG KEMATIAN PENDIDIKAN HUKUM DI INDONESIA TINJAUAN FILOSOFIS Emi Puasa Handayani; Zainal Arifin
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 8, No 1 (2020): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2020
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v8i1.2491

Abstract

Makalah berjudul Lonceng Kematian Pendidikan Hukum Di Indonesia Tinjauan Filosofis, mengangkat dua persolan yaitu pertama  apa hakekat pendidikan hukum? Kedua bagaimana formulasi kedepan pendidikan hukum di Indonesia?. Kedua problem itu akan dijawab menggunakan pendekatan filosofis, teoritis dan yuridis. Teori yang digunakan untuk menganalisis kedua persoalan itu adalah teori abstraksi dari Aristoteles dan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud. Hasilnya pertama hakekat pendidikan hukum adalah adalah mendewasakan anak didik untuk mandiri, obyektif independen, memilki karakter budi pekerti luhur, berkecerdasan intelektual, emosional, sosial  dan spiritual  yang tinggi. Kedua, pendidikan hukum kedepan dirancang untuk  mampu menciptakan anak didik yang cerdas sesuai dengan tujuan pendidikan yang termuat dalam kosntitusi, dengan menekankan pada etika religius, serta memasukan kurikulum terintegrsi yang menekankan pada berfikir yang komprehensif praktis dan teoritis.Kata Kunci: Lonceng kematian, pendidikan hukum