Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

PROBLEMA HUKUM SEPUTAR TUNJANGAN HARI RAYA DI MASA PANDEMI COVID-19 Hanifah, Ida; Koto, Ismail
Jurnal Yuridis Vol 8, No 1 (2021): Jurnal Yuridis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35586/jyur.v8i1.2879

Abstract

Terbitnya peraturan menteri tenaga kerja nomor 6 tahun 2016 sebagai peraturan terbaru terkait Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja sudah mengalami perbaikan-perbaikan baikan yang dapat melindungi hak pekerja untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya Kea-gamaannya, namun apabila diteliti pada bagian sanksi terlihat bahwa sanksi berupa pidana denda kurang jelas dalam memberikan pengaturan apabila pengusaha tersebut nekat atau tetap tidak mau membayar Tunjangan Hari Raya kepada pekerja. Apabila melihat pada hu-kum pidana, pidana denda dibarengi dengan pidana kurungan dengan catatan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan. Akibat tidak diaturnya atau dihapusnya sanksi pidana kurungan yang sebelumnya diatur dalam peraturan yang lama ini menjadi kekosongan norma bagi peraturan yang baru, sehingga dengan kekosongan norma ini perlu mendapat kajian apakah sanksi-sanksi yang ada dalam peraturan yang baru tersebut dapat berlaku efektif dalam penegakannya guna melindungi hak pekerja.Prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa dokumentasi yaitu pedoman yang digunakan berupa catatan atau kutipan, pencarian literatur hukum, buku dan lain-lain yang berkaitan dengan identifikasi masalah dalam penelitian ini secara offline maupun online. Analisis bahan hukum dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi (centent analysis method) yang dilakukan dengan mendeskripsikan materi peristiwa hukum atau produk hukum secara detail guna memudahkan interpretasi dalam pembahasan.Berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/6/Hk.04/Iv/2021 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi pekerja/buruh merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. Pembayaran THR Keagamaan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa hal
Omnibus Law Sebagai Percepatan Perekonomian Bangsa di Sektor Pasar Modal Dirkareshza, Rianda; Koto, Ismail; Lubis, Ikhsan
Halu Oleo Law Review Vol 5, No 2 (2021): Halu Oleo Law Review: Volume 5 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33561/holrev.v5i2.18929

Abstract

Pasar modal merupakan salah satu roda perekonomian suatu negara, fungsi yang diwakili adalah sebagai sarana pendanaan usaha dan sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal untuk mengembangkan usaha dan menambah modal kerja. Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 menjadi kendala utama aktivitas ekonomi di Indonesia. Sektor investasi juga tidak luput dari dampak buruk akibat pandemi ini. Kehadiran Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan wacana Omnibus Law Sektor Keuangan menjadi harapan sebagai percepatan perekonomian sektor pasar modal di Indonesia. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan patung dan pendekatan studi kasus, serta penelusuran materi hukum terkait pasar modal dan investasi di Indonesia yang dianalisis secara kualitatif berdasarkan kasus yang diangkat saat ini di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan adanya Omnibus Law di masa Covid-19 kini menjadi landasan hukum yang kuat dalam meningkatkan investasi sehingga dapat bersaing di tingkat ASEAN. Selain itu, dalam rangka memperkuat sektor keuangan, dalam pembiayaan ekonomi di Indonesia, omnibus law perlu disusun sebagai penguatan koordinasi dan penataan kewenangan antarlembaga, termasuk pembentukan forum pengawasan perbankan terpadu, penataan kewenangan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka penyegaran iklim pasar modal dan percepatan perekonomian di Indonesia
TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DALAM PERSPEKTIF TEORI KEPASTIAN HUKUM (STUDI KASUS DI KANTOR BEA CUKAI TELUK NIBUNG TANJUNG BALAI) Ismail Koto; Taufik Hidayat Lubis
BULETIN KONSTITUSI Vol 2, No 1 (2021): Vol. 2 No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyelundupan dalam sistem kepabeanan kerap sekali terjadi salah satunya penyelundupan pakaian bekas di tanjung balai. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan hukum yang mengatur terkait dengan penyelundupan diatur dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006, tepatnya di pasal 102 dan pasal 102A. Bea Cukai Hanyalah sebagai pelaksana dari aturan yang ada, dalam hal penyelundupan pakaian bekas, kementrian Perdagangan melalui Peraturan Mentri Perdagangan RI No. 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan impor Pakain Bekas. Hambatan KPPBC Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung dalam menanggulangi tindak pidana penyelundupan pakaian bekas yaitu pada saat melakukan penegakkan hukum di laut, ditemukan resistensi atau perlawanan dari para penyelundup dengan mengerahkan massa, Terkait dengan penegakan hukum terhadap pakaian bekas yang beredar di masyarakat dan atau yang di jual dalam bentuk eceren atau ball.
TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DALAM PERSPEKTIF TEORI KEPASTIAN HUKUM (STUDI KASUS DI KANTOR BEA CUKAI TELUK NIBUNG TANJUNG BALAI) Ismail Koto; Taufik Hidayat Lubis
BULETIN KONSTITUSI Vol 2, No 1 (2021): Vol. 2 No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyelundupan dalam sistem kepabeanan kerap sekali terjadi salah satunya penyelundupan pakaian bekas di tanjung balai. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan hukum yang mengatur terkait dengan penyelundupan diatur dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006, tepatnya di pasal 102 dan pasal 102A. Bea Cukai Hanyalah sebagai pelaksana dari aturan yang ada, dalam hal penyelundupan pakaian bekas, kementrian Perdagangan melalui Peraturan Mentri Perdagangan RI No. 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan impor Pakain Bekas. Hambatan KPPBC Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung dalam menanggulangi tindak pidana penyelundupan pakaian bekas yaitu pada saat melakukan penegakkan hukum di laut, ditemukan resistensi atau perlawanan dari para penyelundup dengan mengerahkan massa, Terkait dengan penegakan hukum terhadap pakaian bekas yang beredar di masyarakat dan atau yang di jual dalam bentuk eceren atau ball.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Terkait Dengan Produk Cacat Ahmad Fauzi; Ismail Koto
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No 3 (2022): Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), February
Publisher : Mahesa Research Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.344 KB) | DOI: 10.34007/jehss.v4i3.899

Abstract

Perlindungan konsumen menjadi isu yang sangat penting terkait dengan pasar bebas, dimana arus keluar masuk barang tidak boleh dihambat. Konsekuensi dari perdagangan bebas ini adalah adanya kompetisi yang fair di antara produsen dan keseimbangan antara kepentingan produsen dengan konsumen. Kualitas produk menjadi indikator utama bagi konsumen, sedangkan biaya produksi yang rendah menjadi kepentingan utama produsen. Namun keseimbangan demikian sangat rentan. Selain itu asuransi tanggung jawab produk merupakan isu penting yang perlu untuk dikaji dan dibahas secara mendalam untuk mendapatkan suatu solusi terhadap penggantian kerugian yang dialami konsumen akibat penggunaan suatu produk yang cacat. Oleh karena itu kehadiran asuransi tanggung jawab produk, di satu sisi dapat memberikan jaminan kepada konsumen untuk penggantian kerugian yang dialaminya. Di sisi yang lain, adanya asuransi tanggung jawab produk akan dapat membantu produsen atas penggantian kerugian konsumen, khususnya kerugian dalam jumlah besar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan hasil analisis kualitatif. Bahwa Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang.Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Perlindungan hukum bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, untuk itu setiap produk yang dihasilkan legislatif harus senantiasa memberikan jamina perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara.Perlindungan hukum juga dapat diartikan sebagai tindakan suatu upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagi manusia. Bahwa Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur mengenai pertanggungjawaban produsen, yang disebut dengan pelaku usaha, pada Bab VI dengan judul Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pasal 19 – 28. Pasal 19 menentukan Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi dan Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan
Penerapan Eksekusi Jaminan Fidusia Pada Benda Bergerak Terhadap Debitur Wanprestasi Ismail Koto; Faisal Faisal
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No 2 (2021): Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), November
Publisher : Mahesa Research Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (811.535 KB) | DOI: 10.34007/jehss.v4i2.739

Abstract

This article or writing aims to discuss the Fiduciary Guarantee Law which has provided rules regarding the execution of the Fiduciary Guarantee object, but the fact is that in the field executions carried out by financial institutions do not comply with the applicable laws and regulations. carried out by financial institutions deviations and acts against the law occur. The obligation to register fiduciary guarantees is strengthened by the existence of PMK RI Number 130/PMK.010/2012 concerning Registration of Fiduciary Guarantees for finance companies that carry out consumer financing for motor vehicles with the imposition of fiduciary guarantees. The discussion focuses on how the provisions of Indonesian National law regulate the execution of fiduciary guarantees on movable objects against defaulting debtors? and how is the execution mechanism of fiduciary guarantees on movable objects against defaulting debtors. The procedure used to collect data in this study is in the form of documentation, namely the guidelines used in the form of notes or quotes, searching for legal literature, books and others related to the identification of problems in this study both offline and online. Analysis of legal materials is carried out using the content analysis method (centent analysis method) which is carried out by describing the material of legal events or legal products in detail in order to facilitate interpretation in the discussion. This paper will then be analyzed qualitatively. The purpose of this study is to find out the provisions of Indonesian National law governing the execution of fiduciary guarantees on movable objects against defaulting debtors and the mechanism of execution of fiduciary guarantees on movable objects against defaulting debtors. This study concludes that Fiduciary is the transfer of ownership rights to an object on the basis of trust provided that the object whose ownership rights are transferred remains in the control of the owner of the object. Article 1 of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Security (Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantee ). While Fiduciary Guarantee is a guarantee right on movable objects, both tangible and intangible and immovable objects, especially buildings that cannot be encumbered with mortgage rights as referred to in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights which remain in the control of the Fiduciary Giver, as collateral for the repayment of certain debts, which gives priority to the Fiduciary Recipient over other creditors. (Article 1 of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Security).
The Legal Protection for Female Workers in the Perspective of Islamic Law and Law No. 11 Year 2020 on Job Creation Ismail Koto; Ida Hanifah
Randwick International of Social Science Journal Vol. 2 No. 4 (2021): RISS Journal, October
Publisher : RIRAI Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47175/rissj.v2i4.333

Abstract

On Monday, 5 October 2020, the Draft Law on Job Creation was ratified by the House of Representatives of the Republic of Indonesia and the manuscript was signed by the government on November 3, 2020. Therefore, since November 3, 2020, the Draft Law on Job Creation promulgated in Law Number 11 Year 2020 on Job Creation. Based on the existing official text, the researcher intended to compare the rights of female workers as regulated in Law Number 13 of 2003 on Manpower with Law Number 11 of 2020 on Job Creation. The research method used in this study was a normative juridical research, with a statutory and conceptual approach, descriptive analytical research specifications, data collection by literature study, and qualitative data analysis. The protection of female workers as referred to in the previous labor law was still valid and was not discussed at all in Law Number 11 of 2020 on Job Creation. Therefore, it could be ascertained that the refusal of workers during the process of the Draft Law on Job Creation is wrong. The article which was amended related to the protection of female workers did not change the substance of the protection of female workers as previously regulated through Law Number 13 Year 2003 on Manpower. The Qur'an has been explained that people need to provide special rights for female workers. Explicitly, there is no verses in the Qur'an that mentioned the word 'special rights for female workers'. However, implicitly, there were general arguments based on the verses in the Qur'an that could be used as a basis for granting this right. Some of the special rights of female workers were implicitly communicated in Islamic teachings.
Cyber Crime According to the ITE Law Ismail Koto
International Journal Reglement & Society (IJRS) Vol 2, No 2 (2021): May - August
Publisher : International Journal Reglement & Society (IJRS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55357/ijrs.v2i2.124

Abstract

The development of this information technology in turn changes the social order and behavior. In fact, it does not only end there, but also changes the reality of the economy, culture, politics and law. Therefore, behind the positive benefits, internet technology also has a small negative impact. One of them is used as a means of committing crimes, hereinafter known as internet crime or cybercrime. The procedure used to collect data in this study is in the form of documentation, namely the guidelines used in the form of notes or quotes, searching legal literature, books and others related to the identification of problems in this study offline and online. Analysis of legal materials is carried out using the content analysis method (centent analysis method) which is carried out by describing the material of legal events or legal products in detail in order to facilitate interpretation in the discussion. In relation to the regulation of criminal penalties for cybercrime in Indonesia, until now the majority of cybercrime acts in Indonesia have not been regulated in clear legal norms in the legislation, therefore in adjudicating cybercrime the provisions of the Criminal Code and provisions in laws outside the Criminal Code are applied. Provisions in the Criminal Code that can be used to prosecute cybercrimes by means of extensive interpretation are provisions concerning the crime of counterfeiting (as regulated in Articles 263 to 276), the crime of theft (as regulated in Articles 362 to 367), criminal acts of fraud ( how it is regulated in Articles 378 to 395), and criminal acts of destruction of goods (as regulated in Articles 407 to 412). Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (IET). The rules of criminal acts committed in it are proven to threaten internet users. Since the enactment of Law no. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions on April 21, 2008, has caused many victims. Based on the monitoring that has been carried out by the alliance, there are at least four people who are called the police and become suspects because they are suspected of committing criminal acts stipulated in the ITE Law.
Kewenangan Jaksa Dalam Melakukan Penggabungan Perkara Korupsi Dan Money Laundering (Studi Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara) Ismail Koto
Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum Vol 2, No 2 (2021): Juni - September
Publisher : Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55357/is.v2i2.103

Abstract

There are many facts that occur that the perpetrators of money laundering crimes commit money laundering crimes from the proceeds of their crimes and most are obtained from criminal acts of corruption. Money laundering actors carry out various modes to eliminate traces of their actions. Money Laundering (Money Laudring) as a crime has a characteristic that this crime is not a single crime but a double crime. The point is that the crime of Money Laundering is a form of crime committed by either a person or a corporation, although the prosecutor has the authority to combine corruption and money laundering cases, we rarely see the merger between these two crimes. This type of research is a normative juridical research. With the main problem in the form of How is the relationship between corruption as a Predicate Crime in Money Laundering? How is the prosecutor in carrying out his authority to combine Corruption Crimes and Money Laundering Crimes? What are the Prosecutor's Barriers in Merging Corruption Crimes and Money Laundering Crimes? In every anti-money laundering provision there must be an element called a predicate offence, which means that from the results of any crime that can be subject to the provisions of Article 3, Article 4 and Article 5 of Law No. 8 of 2010 concerning Crimes Money laundering. The crime of Corruption and Money Laundering has a very fundamental relationship or relationship. If there is a merger of investigations into cases of corruption and money laundering, the Prosecutor must make a description of the two crimes in one indictment so that the indictment is in the form of an alternative and the Prosecutor must prove the two crimes before the trial. Based on Article 141 of the Criminal Procedure Code (KUHP), it is stated that the Public Prosecutor can combine cases and make them into one indictment, if at the same time or almost simultaneously they receive several case files. The prosecutor's obstacle in merging Corruption Crimes and Money Laundering Crimes is that it requires a long investigation time, because investigators must always coordinate with PPATK (Financial Transaction Reports and Analysis Center) to track money and assets of the suspect and coordinate with related parties, in court against the trial process, namely the course of the trial process will take a long time
Hate Speech Dan Hoax Ditinjau Dari Undang-Undang Ite Dan Hukum Islam Ismail Koto
SOSEK : Jurnal Sosial dan Ekonomi Vol 2, No 1 (2021): Maret-Juni
Publisher : SOSEK : Jurnal Sosial dan Ekonomi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55357/sosek.v2i1.125

Abstract

Tindakan ujaran kebencian ini bisa dilakukan diberbagai media, bisa dalam bentuk ucapan atau tulisan yang di tulis di manapun, termasuk salah satu nya di media sosial. Adanya media sosial ini merupakan salah satu wadah untuk melakukan ujaran kebencian. Ujaran kebencian ini yang merupakan bentuk ekspresi yang dapat menjadi subjek larangan, dan termasuk perbuatan pidana. Ujaran kebencian terlihat sedang terjadi belakangan ini. Berisi mengenai kalimat yang berupa hasutan untuk membenci, atau tuduhan lain cenderung diskriminatif. ITE adalah informasi dan transaksi elektronik di mana suatu aturan yang dibuat oleh negara dengan pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama, sosial, budaya masyarakat Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan mengambil sumber data dari dokumen-dokumen terkait kemudian di analisis dengan menggunakan analisis kualitatif sehingga dapat dimengerti oleh pembaca. Berita hoax merupakan salah satu berita bohong yang sengaja disebarkan guna mencapai tujuan tertentu, misalnya pencemaran nama baik seseorang. Hal ini termasuk dalam perbuatan yang dilarang menurut UU ITE Pasal 27 ayat (3) dan angka (4). Dari segi perbuatan, ujaran kebencian merupakan perbuatan yang di dalamnya mencakup penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, provokasi, perbuatan tidak menyenangkan, fitnah, penyebaran berita bohong, dan semua perbuatan ini dilakukan dengan menghasut untuk menimbulkan permusuhan. Terdapat penjelasan istilah-istilah tersebut dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam, penghinaan adalah terjemahan dari kata Ihtiqar. Ihtiqar berarti meremehkan, maksudnya adalah penghinaan terhadap orang lain, yang bisa terjadi menggunakan kata-kata, peragaan, atau gambar-gambar, yang kemudian orang yang dihina menjadi malu.