Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

KONSEP ‘DARAJAH’: SOLUSI AL-QURAN DALAM MENGATASI BEBAN GANDA WANITA KARIER amin, muhammad
Jurnal Bimas Islam Vol 9 No 2 (2016): Jurnal Bimas Islam
Publisher : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.576 KB)

Abstract

Abstraksi Meniti Karier merupakan fitrah setiap manusia, pria dan wanita, sebagaimana dicontohkan oleh para shahabiyat sejak masa permulaan Islam dan tetap berlangsung hingga saat ini. Dewasa ini, problem yang dihadapi oleh wanita karier adalah double burden, khususnya beban khidmatul bait (domestic sphare-ruang kerja domestik).Dengan menggunakan pendekatan tafsir tematik konseptual, penulis menawarkan solusi konsep ?Darajah? berupa kerendahan-hati seorang suami untuk meringankan beban-beban istrinya. Konsep ini disarikan dari surat al-Baqarah/2ayat228 dan berlandaskan pada penafsiran Ibnu Jarîr al-Thabarî terhadap ayat ini. Penulis juga mengutip pendapat mufassir lain dan ahli fiqh sebagai penjelasan dari konsep ?Darajah?. Langkah aplikatif untuk melaksanakan konsep tersebut penulis rumuskan dalam rumusan TM3 yaitu Tafaqquh fi al-Din, Musyawarah, Mulabasah, dan Mulazamah yang diiringi dengan komitmen end-to-end.   Abstract Pursuing career is the nature of every human being, male and female, as examplified by the shahabiyat since the early days of Islam and keep continues until today. Nowadays, the career women faced by the double burden problem, especially the khidmatul-bait problem (domestic work space). Using a conceptual thematic interpretation perspective, the writer offers concept ?Darajah? as a solution for this problem. Darajah means the humility of a man to ease his wife?s burden. This concept is abstacted from QS. al-Baqarah/2: 228 and based on the interpretation  of Ibn Jarîr al-Thabarî againt this verse. The writer also quoted the opinion of other mufassir and fiqh experts as explanation of the concept ?Darajah?. An Applicative step to implement this concept has formulated by writer in the TM3 Formulation (Tafaqquh fi al-Din, Musyawarah, Mulabasah, and Mulazamah) which accompanied by an ?end-to-end? commitment.
IMPLIKASI BEBAN GANDA WANITA INDONESIA TERHADAP HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN (Studi Kasus di Kampung Songket Kecamatan Indralaya) Amin, Muhammad; Jaya, Agus
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 14, No 2 (2020)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v14i2.2248

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji faktor utama penyebab terjadinya beban ganda pada wanita pekerja di Kampung Songket, Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Kajian ini merupakan studi lapangan (field research) dengan pendekatan sosiologi keluarga untuk mengkaji faktor-faktor penyebab beban ganda wanita kampung songket tersebut. Studi ini bersifat eksploratif, data yang dihimpun ditentukan secara purposive sample.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab utama ketidakadilan gender pada wanita kampung songket adalah faktor Kultur Hukum yang dipengaruhi oleh latar belakang keluarga dan budaya masyarakat kampung songket. Adapun faktor lainnya yaitu substansi hukum baik dari pemahaman nash al-Quran dan Sunnah serta materi hukum positif tidak begitu berpengaruh. Sebagai implikasi dari adanya beban ganda ini, posisi wanita kampung songket semakin kuat dalam penetapan harta gono gini sebagaimana diatur dalam pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XIII pasal 85 – pasal 97. [This article aims to examine the main factors causing the double burden of working women in Kampung Songket, Indralaya, Ogan Ilir, South Sumatra. This study is a field research with a family sociological approach to examine the factors causing the double burden of the Kampung Songket women. The results of this study indicate that the main cause of gender injustice in Kampung Songket women is the legal culture factor which is influenced by the family background and culture of the Kampung Songket community. The other factors, namely the substance of the law, both from the understanding of the texts of the Koran and Sunnah and positive legal material, are not very influential. As an implication of this double burden, the position of songket village women is getting stronger in determining the assets of gono gini as regulated in Article 35 paragraph (1) of Law no. 1 of 1974 concerning Marriage and is also regulated in the Compilation of Islamic Law Chapter XIII Article 85 - Article 97.]
I’dadul Quwwah: Jihad Medis dalam Penanganan Covid-19 (Re-Interpretasi Q.S. Al-Anfal (8): 60) Muhammad Amin; Nurushhofa Laila
Studi Multidisipliner: Jurnal Kajian Keislaman Vol 8, No 2 (2021)
Publisher : IAIN Padangsidimpuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24952/multidisipliner.v8i2.4154

Abstract

Artikel ini difokuskan pada kajian re-interpretasi makna I’dadul Quwwah melalui konsep jihad medis dalam penanganan dan pemutusan mata rantai Covid-19. Penulis melakukan kajian studi kepustakaan (library reseach) dengan pendekatan teologis dan medis. Hasil kajian penulis menunjukkan bahwa re-interpretasi makna I’dadul Quwwah dapat dilakukan pada saat ini adalah pengerahan segenap kemampuan untuk menangani Covid-19 yang dikomandoi oleh tenaga kesehatan. Langkah implementatif jihad medis yang dapat diterapkan adalah: (1) melakukan kerjasama antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat; (2) pemenuhan kebutuhan petugas kesehatan; (3) kolaborasi protokol keseharan dengan platform keseharian Islami yang meliputi: dawāmul wuḍῡ, menutup aurat, menjaga jarak, serta menjaga imun dan meningkatkan iman.
PENGARUH PERSIA, TURKI, DAN BYZANTIUM DALAM PERADABAN BANI ABBASIYAH Muhammad Amin
Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam Vol 16 No 1 (2016): Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam
Publisher : Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Golden Era of Islam was gained in Abbasid dynasty. In this Era, Muslims reached the highest glory and civilization, especially in education and infrastructure. However, the educational progress was not accompanied by stability of political and economical conditions. During the five centuries of Abbasid rule, the dynasty was only able to rule independently in the last periode but their power is concentrated in the city of Baghdad. Abbasid dynasty was ruled by the Persian and Turks, so there are a wide variety of civilization during the Abbasid period was affected by the Persian-Turkish culture. Bilateral relation between the Abbasids and Byzantine empire also influenced the development of Islamic civilization because the massive translation of Greek works were stored in a warehouse the Byzantine empire especially in al-Makmun era.
Kisah Adam dalam Al-Quran dan Alkitab Serta Pengaruhnya dalam Tafsir Muhammad Amin
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama Vol 21 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jia.v21i2.7422

Abstract

This article is a comparative study of the story of Prophet Adam in the Koran and the Bible and its influence in the commentaries. By using a comparative approach, the writer compares the narrative description of the story in the Koran and the Bible, and how it influences the interpretation. There are many similarities in the narrative, such as the substance of creation, his placement in heaven, and the prohibition of eating from a tree. On the other hand, there are also many differences related to the details of the story and these differences have a considerable influence in the tafsir of the Koran, as evidenced by the acquisition of various information or history of israiliyyat in interpretive books such as the interpretation of al-Tabari, al-Baidhawi, and al-Kasysyaf.
Resepsi Masyarakat Terhadap Al-Quran Muhammad Amin; Muhammad Arfah Nurhayat
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama Vol 21 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jia.v21i2.7423

Abstract

Al-Quran has been a part of human life since it was first revealed and has been accepted by society. In Indonesia, the reception can be in the form of aesthetic receptions, cultural receptions, and academic receptions. Some forms of cultural receptions that are developed in the community still contain elements of local culture. As a means of forming cultural understanding, especially local culture that uses the Koran as a part of it, a special cultural methodology is needed. This method is known as the Living Quran method. This method is a study of culture with two steps, namely the historical-normative analysis and the socio-cultural analysis of the people who own the culture.
Sejarah Tafsir Indonesia Abad ke XX Muhammad Amin
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama Vol 22 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jia.v22i2.10967

Abstract

Indonesian interpretation of the Koran has developed since the sixteenth century in Aceh. However, the massive development of this interpretation only occurred in the twentieth century. In this article, the author describes the history of the study of interpretation in Indonesia in the twentieth century along with its features, objects, and characteristics. The first period of the twentieth century started from 1900s to the 1960s with the object of interpretation in the form of selected letters such as Surah Yasin and al-Fatihah as well as selected chapters such as 30th chapter. The second period between the 1970s and 1980s began to show a special pattern in interpretation of the Koran. This particular pattern has not been seen in the previous period. The pattern that emerged in this era was dominated by the study of Islamic jurisprudence or interpretation of legal verses. The third period, which began in the 1990s, was the culmination of the development of interpretation with the emergence of commentators who studied the Koran in relation to contemporary issues such as feminism. Among the characteristics of the twentieth century interpretation is the emergence of several interpretations written collectively. In addition, there were also several commentators who had non-Quranic academic background such as economics, social, and literature.
KEBIJAKAN ZAKAT PROFESI DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF FIKIH ISLAM: ANALISIS PEDOMAN PELAKSANAAN ZAKAT PROFESI KEMENTRIAN AGAMA, MAJELIS ULAMA INDONESIA, DAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL Reno Ismanto; Muhammad Amin
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 15, No 2 (2021)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v15i2.3272

Abstract

Di Indonesia kebijakan pembayaran zakat profesi diserahkan kepada tiga lembaga yaitu Kementrian Agama, Majelis Ulama Indonesia, dan Badan Amil Zakat berdasarkan tinjauan Fikih Islam. Aturan tertulis mengenai kewajiban zakat profesi ini tertuang dalam Fatwa MUI nomor 3 tahun 2003 dan Peraturan Menteri Agama nomor 52 tahun 2014. Aturan tersebut diimplementasikan dalam pengumpulan zakat yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional. Dengan menggunakan metode analasisis komparatif, kajian ini menemukan adanya perbedaan antara aturan pelaksanaan zakat profesi di Indonesia dengan pendapat ulama fikih secara umum pada penentuan nishab. Perbedaan tersebut terletak pada penghitungan nishab berdasarkan pendapatan dikurangi kebutuhan pokok pada pendapat para ulama fikih. Aspek inilah yang tidak diperhitungkan dalam pelaksanaan zakat profesi di Indonesia. Dengan demikian, ada potensi seorang yang belum dikategorikan wajib zakat menurut jumhur ulama fikih menjadi kategori muzakki berdasarkan fatwa MUI dan PMA. [In Indonesia, the policy of paying professional zakat is left to three institutions, namely the Ministry of Religion (KEMENAG), the Indonesian Ulema Council (MUI), and the Amil Zakat Agency (BAZNAS) based on a review of Islamic Jurisprudence. The written rules regarding professional zakat obligations are contained in the MUI Fatwa number 3 of 2003 and the Minister of Religion Regulation number 52 of 2014. These rules are implemented in the collection of zakat carried out by the National Amil Zakat Agency. By using a comparative analysis method, this study finds a difference between the rules for implementing professional zakat in Indonesia and the opinion of fiqh scholars in general in determining the nishab. The difference lies in the calculation of nishab based on income except basic needs in the opinion of fiqh scholars. This aspect is not taken into account in the implementation of professional zakat in Indonesia. Thus, there is the potential for someone who has not been categorized as obligatory for zakat according to the number of fiqh scholars to be categorized as muzakki based on the MUI and PMA fatwas.] 
Konsep Tsalatsu 'Auratin: Etika Preventif Perilaku Penyimpangan Seksual Anak Berbasis QS. An-Nur ayat 58 Muhammad Amin
El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis Vol 8, No 2 (2019): Desember
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/jpkth.v8i2.2430

Abstract

Indonesia sedang menanti generasi emas melalui bonus demografi pada dua dekade yang akan datang. Peluang ini segera mendapatkan tantangan utama dari banyaknya kasus penyimpangan seksual yang terjadi pada anak. Melalui analisis tematik terhadap ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang penyimpangan seksual, maka penulis menawarkan gagasan implementasi konsep tsalatsu ‘auratin sebagai bentuk preventif terhadap perilaku penyimpangan seksual pada anak dengan landasar QS. An-Nur ayat 58. Implementasi penerapan izin bagi anak yang belum baligh untuk memasuki kamar orang tuanya pada tiga waktu yaitu sebelum shalat Subuh, setelah shalat Dzuhur, dan setelah shalat Isya. Tiga waktu tersebut adalah waktu istirahat di mana orang tua biasa melepas baju luar yang menutup ‘aurat mereka. Impelementasi konsep tsalatsu ‘auratin ini akan sangat berdampak positif pada perkembangan mental anak di masa yang akan datang. Adapun langkah aplikatif dalam penerapan konsep tersebut adalah dengan empat langkah yaitu: pengenalan pada anak usia 0 – 5 tahun, pemahaman pada anak usia 5 – 7 tahun, pembiasaan pada anak usia 7 – 10 tahun, dan penerapan pada anak yang berusia 10 tahun.
Instrumen Higher Order Thingking Skill (HOTS) Dalam Kisah Penyembelihan Nabi Ismā‘īl (Tafsir Tarbawī Surat Aṣ-Ṣaffāt Ayat 102) Muhammad Amin
Tawshiyah: Jurnal Sosial Keagaman dan Pendidikan Islam Vol 14 No 2 (2019): TAWSHIYAH DESEMBER 2019
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/taw.v14i2.1040

Abstract

Artikel ini ditujukan sebagai upaya untuk memahami kisah penyembelihan Nabi Ismā‘īl dalam perspektif tafsīr tarbawī. Fokus kajian ditujukan pada analisis instrumen Higher Order Thinking Skill (HOTS) yang ada dalam pertanyaan Nabi Ibrāhīm kepada Nabi Ismā‘īl. Dengan menggunakan langkah metodologis kajian tafsīr tarbawī yang ditawarkan Mahyudin, penulis dapat menentukan instrumen soal HOTS yang terdapat dalam kisah ini melalui beberapa indikator yaitu: 1) adanya stimulus berupa cerita Nabi Ibrāhīm tentang mimpinya menyembelih Nabi Ismā‘īl, 2) pertanyaan dengan ṣigat “فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ” yang menunjukkan adanya aktifitas nalar dalam merespon stimulus, dan 3) adanya gabungan antara berbagai konsep untuk menjawab soal tersebut sekaligus menjadi problem solving bagi kondisi dilematis yang dialami Nabi Ismā‘īl. Adapun pesan moral yang dapat ditarik dari kisah ini adalah perlunya kesantunan dalam berdakwah, perlunya kesabaran dalam menghadapi setiap ujian, dan juga tawaḍḍu’ sebagai hasil nyata dari pendidikan karakter yang ditanamkan.