Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Penggunaan Edible Coating Dalam Pengawaten Buah Kelengkeng Dimocarpus longan Lour Laga, Suriana; Sutanto, Saiman; Fatmawati, Fatmawati; Halik, Abd.; Sheyoputri, Aylee Christine Alamsyah
Jurnal Ilmiah Ecosystem Vol. 21 No. 2 (2021): ECOSYSTEM Vol. 21 No 2, Mei - Agustus Tahun 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Bosowa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35965/eco.v21i2.1126

Abstract

Masalah yang sering muncul  pada buah-buahan adalah adalah cepatnya mengalami kerusakan karena proses respirasi dan transpirasi sehingga akan memperpendek umur simpan. Salah satu upaya memperpanjang kesegaran buah Kelengkeng dengan pemakaian Edible Coating.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Edible Coating sebagai pengemas buah Kelengkeng selama penyimpanan. Perlakuan penelitian terdiri atas aplikasi Edible Coating (Kontrol) dan lama penyimpanan (1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari dan 6 hari). Parameter yang diamati adalah susut berat, kadar air dan warna. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua kali ulangan. Pengaruh perlakuan aplikasi Edible Coating dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap susut berat, kadar air dan warna buah Kelengkeng. Penggunaan Edible Coating sebagai pelapis mampu mengurangi susut berat buah Kelengkeng, mempertahankan kadar air dan warna buah Kelengkeng selama penyimpanan. The problem that often arises in fruits is that they are quickly damaged due to the respiration and transpiration processes so that they will shorten their shelf life. One of the efforts to extend the freshness of Longan fruit is by using Edible Coating. This study aims to determine the ability of Edible Coating as a packaging for longan fruit during storage. The research treatment consisted of Edible Coating application (Control) and storage time (1 day, 2 days, 3 days, 4 days, 5 days and 6 days). Parameters observed were weight loss, moisture content and color. The experimental design used was a completely randomized design with a factorial pattern with two replications. The effect of Edible Coating application treatment and storage time had a very significant effect on weight loss, moisture content and color of Longan fruit. The use of Edible Coating as a coating is able to reduce the weight loss of longan fruit, maintain water content and color of longan fruit during storage
Penerapan Teknologi Vermicomposting Dalam Pengelolaan Limbah Pertanian Di Desa Massila Kabupaten Bone Abri, Abri; Alamsyah, Aylee Christine; Sanusi, Sanusi
Jurnal Ilmiah Ecosystem Vol. 21 No. 3 (2021): ECOSYSTEM Vol. 21 No 3, September - Desember Tahun 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Bosowa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35965/eco.v21i3.1249

Abstract

Desa Massila, Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, memiliki potensi limbah pertanian yang sangat besar. Limbah jerami sering menjadi masalah karena hanya dibakar atau ditimbun sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan, begitu pula limbah peternakan. Pengelolaan limbah pertanian dengan teknologi vermicomposting dapat menghasilkan dua kegiatan sekaligus yaitu usaha budidaya cacing dan usaha pembuatan pupuk kascing. Kegiatan ini diharapkan terwujudnya kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangan potensi dengan pemanfaatkan limbah pertanian dan kotoran sapi sehingga menjadi kelompok wirausaha baru yang produktif. Program Kemitraan Masyarakat ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penyuluhan, workshop, pelatihan, pembimbingan, pendampingan, dan penerapan aplikasi teknologi tepat guna di lapangan dalam bentuk demplot. Hasil yang telah dicapai dalam pemberdayaan kelompok tani dalam usaha budidaya cacing dan kascing ini ialah (1). Anggota kelompok tani Mamminasae telah mampu melaksanakan dan memiliki keterampilan budidaya cacing tanah dengan tahapan kegiatan: pembuatan rak cacing bersusun, pembibitan, penggantian media, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan cacing dan kascing (2). Terbentuknya unit usaha kelompok tani mandiri yang dapat memperoleh tambahan pendapatan, meningkatkan kualitas hidupnya, agar mereka dapat hidup lebih baik, lebih efisien cara hidupnya, lebih sehat fisik dan lingkungannya. (3). Budidaya cacing tanah setiap bulan dapat menghasilkan 10 karung kascing (karung 12 kg) yang dijual dengan harga Rp 20.000/karung X 10 karung = Rp 200.000 untuk luas kandang 8 X 5 m dengan menggunakan rak bersusun.  Sedangkan produksi cacing sendiri setiap bulan dapat menghasilkan cacing sebanyak 10 kg cacing/bulan dengan harga Rp 100.00 X 10 kg = Rp 1.000.000 / bulan + kascing Rp 200.000, sehingga total pendapatan tambahan yang diterima oleh kelompok tani Mamminasae sebesar Rp 1.200.000 Massila village, located at Pattimpeng, Bone Regency of South Sulawesi, produces agricultural wastes that have a lot of potentials. The straw waste used to be a problem because it was only burnt or buried, causing the damages on the environment. That also applies for the waste from farming activities. The implementation of the technology of Vermicomposting could generate two activities at the same time that consists of: 1) the cultivation of worm, and 2) the production of worm-based fertilizer that use the agricultural waste as the media. By these activities, it is expected that the economic empowerment of local citizens can be established through the development of the potentials of agricultural wastes and cows dungs, creating groups of productive local entrepreneurs. This partnership program with citizens is organized by using the methods of socialization, workshops, trainings, supervisory, and the implementation of the appropriate technology in the field that takes form of demonstration plot. The results gained from the empowerment of the groups of farmers in the cultivation of worms and fertilizers can be described in three achievements: 1) the members of the farming groups have gained the ability and skills in conducting the cultivation of earthworms that consists of several steps: the production of the multilevel medium for the worms, seeding, medium replacement, maintenances, the controlling of pest and plant disease, and the harvest of the worms, 2) the establishment of the independent groups of farmers that can produce additional incomes from the activities in order to increase their life’s quality, so that they can live a better life, and in the healthier physical conditions and environments, 3) the cultivation of the earthworms can generate, per month, ten bags of worm fertilizer that have a weight of 12 kg per each, and has a price of Rp.20.000,- per unit. It is sold for ten bags, so it can generate Rp.200.000 in total for the area of 8X5 m of the multilevel cages. In other hand, the production of the earthworms per month itself could generate the worm approximately 10 Kg per month with the price of Rp.100.000 per Kg. If it was sold for 10 Kg (per unit bag), it generates Rp1.000.000 per month. In total, the amount of total revenues gained by the groups of farmers in Mamminasae could reach up to Rp.1.200.000.
Analisis Struktur Pasar Sayuran di Desa Kanreapia Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sheyoputri, Aylee Christine Alamsyah; Abri, Abri
Jurnal Ilmiah Ecosystem Vol. 21 No. 3 (2021): ECOSYSTEM Vol. 21 No 3, September - Desember Tahun 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Bosowa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35965/eco.v21i3.1251

Abstract

Potensi tanaman hortikultura khususnya sayuran yang ada di Kecamatan Tinggimoncong cukup besar bahkan beberapa jenis sayuran seperti kubis, petsai, wortel, bawang daun dan kentang, selain dipasarkan dalam wilayah kabupaten juga dipasarkan sampai ibukota propinsi bahkan di antar pulaukan ke Kalimantan namun demikian sistem pemasarannya masih bersifat tradisional yang berimplikasi pada pendapatan petani sebagai produsen tidak optimal. Penelitian ini bertujuan mengkaji stuktur pasar, saluran distribusi dan margin pemasaran produk usahatani sayur-sayuran yang berada di Desa Karenapia, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2019, dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Struktur pasar sayuran yang terbentuk di desa Kanreapia mengarah pada pasar oligopsoni. Struktur pasar di tingkat kabupaten/kota, lebih memgarah pada pasar persaingan sempurna dan diferensiasi. petani sebagai produsen tidak memiliki sarana dan perlakuan pascapanen (standarisasi melalui grading), lemahnya informasi tentang pasar sehingga peranan petani dalam memanfaatkan peluang pasar sangat kecil, skala usaha yang relatif kecil dan usaha tani yang tidak didasarkan atas permintaan pasar, menyebabkan posisi tawar petani sangat lemah, hal ini memungkinkan kehadiran pedagang perantara yang kemudian lebih dominan dalam penentuan harga jual di tingkat petani. Bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan konsumen untuk beberapa jenis sayuran, rata-rata lebih kecil dibandingkan yang diterima oleh pedagang perantara sehingga sistem pemasaran yang terjadi dinilai kurang efisien bagi petani. The potential of horticultural crops, especially vegetables in the District of  Tinggimoncong is quite considerable. Some types of vegetables such as cabbage, Chinese cabbage, carrots, leeks and potatoes, besides being marketed in the Regency Area, are also marketed to the provincial capital even inter-island to Kalimantan. The marketing system, however, is still traditional, and that makes the income of the farmers as the producers is not optimal. This study aimed to examine the market structures, distribution channels and marketing margins of the vegetable farming products located in Kanreapia village Tinggimoncong District Gowa Regency South Sulawesi. Using a quantitative descriptive approach, it was carried out from April to June 2019. The results showed that the structure of the vegetable market formed in Kanreapia village led to an oligopsony market. The market structure at the Regency/Municipal level was more likely to lead to a perfect competition and differentiation market. Because the farmers as the producers did not have post-harvest treatment and facilities (standardization through grading), and were weak in terms of market information, the role of the farmers in taking the advantages of market opportunities was very small. The relatively small business scales and non-market-demand farming have caused the farmers’ bargaining position very weak, allowing the presence of intermediary traders who in turn are more dominant in determining the selling prices at the farmer level. For several types of vegetables, the share received by the farmers from the price paid by the consumers is, on average, smaller than that received by the intermediary traders. Hence, the marketing system that occurs is considered less efficient for farmers.
ISOLASI BAKTERI RHIZOSFER PADATANAMAN KACANG TANAH (ARACHIS HYPOGEA)ASAL BANTIMURUNG Abri Abri; Aylee Christine Ch. Alamsyah
JURNAL GALUNG TROPIKA Vol 3 No 1 (2014)
Publisher : Fapetrik-UMPAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.319 KB) | DOI: 10.31850/jgt.v3i1.60

Abstract

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI PEDESAAN MELALUI PELATIHAN PEMBUATAN TERASI UDANG RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MAROS Aylee Christine A. Sheyoputri; Abdul Halik
Jurnal Dinamika Pengabdian (JDP) Vol. 4 (2018): JURNAL DINAMIKA PENGABDIAN VOL. 4 NO. (EDISI KHUSUS) NOVEMBER 2018
Publisher : Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jdp.v4iK.5436

Abstract

Desa Bori Masunggu dan Desa Bori Kamase Kecamatan Maros Baru Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah kawasan pesisir dan merupakan daerah  pembudidayaan rumput laut jenis Gracilaria verrucosa, namun terkadang secara kualitas hasil  produksinya belum mampu diserap pasar,  mengakibatkan turunnya harga.  Di sisi lain sebagai daerah pesisir dimana masyarakatnya selain membudidayakan rumput laut, juga berprofesi sebagai nelayan yang pada umum memperoleh hasil tangkapan sampingan berupa rebon (udang-udang kecil)  yang memiliki nilai jual yang sangat murah,  untuk itu diperlukan sentuhan inovasi teknologi agar masyarakat  dapat memperoleh tambahan penghasilan, salah satunya adalah usaha pembuatan terasi udang rumput laut. Dalam rangka mencapai target dan mewujudkan luaran, kegiatan dibagi menjadi 4 (empat) kelompok utama, yaitu 1) Pelatihan Pembuatan terasi udang rumput laut; 2) Pelatihan Pengemasan dan Pelabelan; 3) Pelatihan Pemasaran; dan 4) Pendampingan dalam rangka menjadi wirausaha baru yang profesional dalam mengelolah usaha. Hasil dan luaran yang telah dicapai dalam adalah: 1) Tercipta wirausaha baru di bidang pengolahan hasil-hasil perikanan khususnya produksi terasi udang rumput laut; 2) Terapan Iptek dalam rangka pemanfaatan udang rebon dan rumput laut; dan 3) Terwujudnya program pemerintah dalam  mensosialisasikan pengolahan hasil perikanan yang tergolong dalam perishable product yang memiliki masa simpan pendek dan cepat rusak.Kata kunci: Terasi bubuk, rumput laut, udang rebon.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN TAMAONA KECAMATAN TOMBOLO PAO KABUPATEN GOWA MELALUI PENGOLAHAN BIJI KOPI MENJADI KOPI BUBUK Aylee Christine Alamsyah Sheyoputri; Faidah Azuz; Andi Abriana
Jurnal Dinamika Pengabdian (JDP) Vol. 7 No. 2 (2022): JURNAL DINAMIKA PENGABDIAN VOL. 7 NO. 2 MEI 2022
Publisher : Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jdp.v7i2.20845

Abstract

Kelurahan Tamaona Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa merupakan wilayah pengembangan agroindustri kopi. IKM Tanitimur Tamaona sebagai mitra dalam kegiatan ini masih terbilang pemula dalam mengelola kopi dan merupakan usaha yang baru dirintis, sehingga sangat membutuhkan bimbingan dan pendampingan terutama dalam pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk. Metode yang digunakan adalah penyuluhan atau bimbingan teori dan pelatihan atau pendampingan praktek. Pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat terdiri dari bimbingan dan pendampingan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada mitra dan petani kopi tentang pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk. Hasil luaran dari program pengabdian pada masyarakat ini adalah adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan mitra dan petani kopi dalam melakukan pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk, sehingga dapat meningkatkan kualitas produk kopi bubuk yang dihasilkan oleh mitra. Kelompok IKM mitra dapat menjadi percontohan bagi petani kopi lainnya untuk melakukan usaha pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk. Kata kunci: Biji kopi, Kopi bubuk, Agroindustri.   ABSTRACT Tamaona Village, Tombolo Pao Subdistrict, Gowa Regency is a coffee agroindustry development area. IKM Tanitimur Tamaona as a partner in this activity is still a beginner in managing coffee and is a newly initiated business, so it really needs guidance and assistance, especially in processing coffee beans into ground coffee. The method used is counseling or theoretical guidance and training or practical assistance. The implementation of community service activities consists of guidance and assistance which aims to provide understanding and skills to partners and coffee farmers about processing coffee beans into ground coffee. The output of this community service program is an increase in the knowledge and skills of partners and coffee farmers in processing coffee beans into ground coffee, so as to improve the quality of ground coffee products produced by partners. The partner IKM group can be a role model for other coffee farmers to carry out the business of processing coffee beans into ground coffee. Keywords: Coffee beans,Ground coffee, Agroindustry.
SUSTAINABILITY ANALYSIS OF MILKFISH AQUABUSINESS MANAGEMENT ON SUMBAWA ISLAND: A BIOECOLOGY, TECHNOLOGY, AND ECONOMIC APPROACH Evron Asrial; Aylee Christine Alamsyah Sheyoputri; Rusmin Nuryadin
Jurnal AGRISEP JURNAL AGRISEP VOL 19 NO 02 2020
Publisher : Badan Penerbitan Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (879.378 KB) | DOI: 10.31186/jagrisep.19.2.417-432

Abstract

Selama lebih dari tiga dekade, masyarakat pesisir telah mengelola dan memanfaatkan lahan pesisir Pulau Sumbawa untuk budidaya bandeng (Chanos chanos). Mereka memanfaatkan pasang surut dan topografi daratan pesisir untuk melakukan kegiatan di tambak. Bandeng dipilih karena: kegemaran masyarakat, organisme euryhaline, teknologi budidaya bandeng tergolong sederhana, biaya produksi rendah, dan sintasan tinggi. Tujuan penelitian untuk mengetahui status keberlanjutan pengelolaan dimensi bioekologi, teknologi, dan ekonomi serta mengetahui atribut-atribut sensitif dari masing-masing dimensi. Keberlanjutan merupakan amanat dalam pengelolaan perikanan dunia dan Indonesia. Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten (Sumbawa, Dompu, Bima) selama Juni - Oktober 2018. Penghimpunan data menerapkan metode survey dependen dengan teknik sampling, dialog, observasi, dan dokumentasi. Pengolahan data menerapkan berbagai persamaan statistik dan non statistik. Analisis keberlanjutan menggunakan teknik penilaian untuk akuabisnis bandeng (Rapmilkfish). Hasil Analisis Rapmilkfish menunjukkan status keberlanjutan dimensi bioekologi 'Berkelanjutan', dimensi teknologi 'Cukup Berkelanjutan', dimensi ekonomi 'Kurang Berkelanjutan', dan atribut sensitif sebanyak 12 atribut. Dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapan teknologi budidaya bandeng tergolong ramah lingkungan dan berkorelasi positif dengan kelestarian sumber daya alam. Sehingga, kegiatan budidaya bandeng dapat dilanjutkan tanpa harus menaikkan taraf teknologi budidaya bandeng dalam upaya meningkatkan produktivitas tambak.
Strategi Pengembangan Agribisnis Sereh Wangi Di Desa Pasir Putih Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat Oktavia, Wildia; Salam, Suryawati; Sheyoputri, Aylee Christine Alamsyah; Abri, Abri
Jurnal Ilmiah Ecosystem Vol. 22 No. 3 (2022): ECOSYSTEM Vol. 22 No 3, September-Desember Tahun 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35965/eco.v22i3.1982

Abstract

Sereh Wangi merupakan tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri yang dikenal dengan nama citronella oil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor internal dan faktor eksternal serta merumuskan alternatif strategi pengembangan agribisnis sereh wangi. Penelitian ini dilaksanakan bulan April-Mei 2022, di Desa Pasir Putih. Metode analisis yang digunakan adalah SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan yaitu faktor internal meliputi kekuatan (antusias masyarakat membudidayakan sereh wangi; luas lahan tersedia; kondisi iklim mendukung; peluang pasar) dan kelemahan (lahan sebagaian berpasir; alat penyulingan manual; tenaga kerja kurang terampil). Faktor eksternal meliputi peluang (pertama kali dikembangkan di Kabupaten Mamasa; tanaman sereh wangi tahan terhadap hama dan penyakit; dukungan pemerintah; permintaan pasar tinggi) dan ancaman (harga berfluktuasi; kondisi pandemic membatasi sosialisasi; lahan sebagian berpasir). Analisis faktor strategi internal IFAS, diperoleh total skor sebesar 2,85. Sementara  analisis faktor strategi eksternal EFAS diperoleh total skor sebesar 2,48. Strategi pengembangan sereh wangi yang paling tepat untuk diterapkan di Desa Pasir Putih, Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa adalah strategi SO. Lemongrass is a plant that can produce essential oils known as citronella oil. This study aims to determine internal and external factors and to formulate alternative strategies for developing lemongrass agribusiness. This research was conducted in April-May 2022, in the village of Pasir Putih. The analytical method used is SWOT. The results of this study indicate that internal factors include strengths (Community enthusiasm for cultivating lemongrass; available land area; favorable climatic conditions; market opportunities) and weaknesses (partially sandy land; manual distillation equipment; unskilled labor). External factors include opportunities (first developed in Mamasa District; lemongrass plants are resistant to pests and diseases; government support; high market demand) and threats (fluctuating prices; pandemic conditions limit socialization; land is partially sandy). IFAS internal strategy factor analysis, obtained a total score of 2.85. Meanwhile, EFAS's external strategy factor analysis obtained a total score of 2.48. The most appropriate strategy for developing lemongrass is the SO strategy.