Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Ranting dan Kayu Sakit Sengon (Falcataria moluccana) dengan Pelarut Metanol dan Etil Asetat Alfi Rumidatul; Bunga Wahyuniah; Deni Zamaludin; Wasiyah Khusna; Feldha Fadhila; Yayan Maryana
Jurnal Analis Medika Biosains (JAMBS) Vol 8, No 1 (2021): JURNAL ANALIS MEDIKA BIOSAINS (JAMBS)
Publisher : Poltekkes Kemenkes Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32807/jambs.v8i1.211

Abstract

Sengon (Falcataria moluccana) memiliki senyawa metabolit yang beragam dan memiliki aktivitas antimikroba baik pada bagian kulit dan daunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak Sengon sebagai antimikroba. Metode yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah maserasi dengan pelarut metanol dan etil asetat dan dibuat menjadi lima varian konsentrasi yaitu 9%, 9,5%, 10%, 10,5%, dan 11% sedangkan untuk pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram atau Kirby bauer terhadap mikroba uji yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Salmonella typhi, Shigella dysenteriae, Klebsiella pneumonia, Escerichia coli, dan Candida albicans. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi optimum ekstrak kulit ranting sakit dengan pelarut metanol yaitu 11% pada S. aureus dengan diameter 8,3 mm, P. mirabilis dengan diameter 4,3 mm, P. aeruginosa dengan diameter 0,5 mm, K. pneumonia dengan diameter 9 mm, dan E. coli dengan diameter 7 mm. Konsentrasi optimum ekstrak kulit ranting sakit dengan pelarut metanol juga terdapat pada konsentrasi 10% dan 11% pada S. dysenteriae dan C. albicans dengan diameter 3 mm, dan pada S. thypi dengan diameter 6 mm. Konsentrasi optimum ekstrak kayu sakit sengon dengan pelarut metanol yaitu 11% pada S. aureus dengan diameter 8,3 mm, P. mirabilis dengan diameter 5,6 mm, dan P. aeruginosa dengan diameter 9 mm. Konsentrasi optimum ekstrak kayu sakit sengon dengan pelarut etil asetat yaitu 10%, 10,5%, dan 11% terhadap C. albicans dengan diameter 2 mm. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa ekstrak kulit ranting dan kayu Sengon sakit dengan pelarut metanol dan etil asetat dapat menghambat pertumbuhan mikroba uji dengan konsentrasi optimum ekstrak yang berbeda untuk setiap mikroba uji.
Penetapan Nilai Titik Retak Klorinasi (breakpoint chlorination/bpc) Pada limbah Cair Rumah Sakit X di Kota Bandung Feldha Fadhila
Jurnal Kesehatan Rajawali Vol 9 No 1 (2019): Maret
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajawali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54350/jkr.v9i1.2

Abstract

Pendahuluan : Limbah cair rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemar air yangmengandung senyawa organik cukup tinggi. Klorinasi merupakan proses pemberian klorin ke dalamair yang telah mengalami filtrasi. Teknik ini digunakan sebagai disinfektan, salah satu kelemahanklorinasi adalah terbentuknya senyawa halogen organik yang mudah menguap yang bersifatkarsinogenik, sehingga penetapan nilai titik retak klorinasi (Breakpoint Chlorination/BPC) sangatpenting. Tujuan Penelitian mengukur konsentrasi klor aktif yang terkandung dalam limbah cairrumah sakit dan menentukan nilai titik retak klorinasi dengan mengukur sisa klor. Metode Penelitianyang digunakan adalah metode deskriptif dengan 100 ml sampel limbah setelah klorinasi dan 500 mlsebelum klorinasi yang diperiksa dengan metode Orthotolidine Arsenit Test. Hasil Penelitianmenunjukan rerata kandungan bahan organik 19,4 ppm. Konsentrasi kaporit yang digunakan adalah10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, 65 ppm, 70 ppm, 75 ppm, 80 ppm dan nilai sisaklor klorinasi 0,1 ppm. Simpulkan bahwa nilai BPC terjadi pada pembubuhan kaporit sebanyak 60 ppmdengan menghasilkan sisa klor 0,2 ppm.
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK KULIT SEHAT RANTING SENGON (Falcataria moluccana) DENGAN PELARUT N-HEKSANA TERHADAP Proteus mirabillis, Pseudomonas aeruginosa, DAN Staphylococcus aureus Feldha Fadhila; Ani Haerani
Jurnal Kesehatan Rajawali Vol 10 No 2 (2020): Jurnal Kesehatan Rajawali
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajawali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (748.507 KB)

Abstract

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi. S. aureus bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi adalah Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa. Timbulnya resisten pada beberapa antibiotik telah menyebabkan kegagalan dalam penanggulangan berbagai jenis penyakit infeksi, sehingga perlu dicari alternatif antibiotik baru alami yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan tanaman sebagai antibakteri didorong karena adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang semakin luas. Falcataria moluccana, juga dikenal dengan nama sengon, merupakan salah satu jenis pionir serbaguna yang sangat penting di Indonesia. Ekstrak daun sengon memiliki aktivitas antibakteri seperti alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, dan terpenoid Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa pengujian aktivitas antimikroba ekstrak kulit sehat ranting sengon (Falcataria mollucana) dengan pelarut N-heksana memiliki potensi sebagai antibakteri alami.
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit dan Kayu Sakit Ranting Sengon Terhadap Bakteri dan Jamur Anisa Sri Pragita; Dheanna Putri Shafa; Devi Nursifah; Alfi Rumidatul; Feldha Fadhila; Yayan Maryana
Jurnal Analis Kesehatan Vol 9, No 2 (2020): JURNAL ANALIS KESEHATAN
Publisher : Department of Health Analyst, Politeknik Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tanjungkarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26630/jak.v9i2.2459

Abstract

Penyakit infeksi masih banyak diderita oleh masyarakat di negara berkembang dan resistensi antimikroba tidak dapat dihindari. Maka, diperlukan alternatif antimikroba yang diharapkan dapat menekan angka resistensi antimikroba. Bahan-bahan alami seperti tumbuhan dapat digunakan sebagai alternatif antimikroba, salah satunya adalah tanaman sengon (Falcataria moluccana). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak kulit dan kayu sakit ranting sengon dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kulit sehat ranting sengon dengan pelarut n-heksana mengandung senyawa fitokimia (metabolit sekunder) yang berpotensi sebagai antimikroba. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antimikroba dari ekstrak tersebut terhadap Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Salmonella typhi, Escherichia coli, Shigella dysentriae, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa dan Candida albicans. Konsentrasi yang digunakan masing-masing ekstrak adalah 9%, 9.5%, 10%, 10.5%, dan 11%. Metode pengujian aktivitas antimikroba yang digunakan adalah metode difusi dengan kertas cakram (kirby-baueur). Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak uji dapat menghambat hampir semua pertumbuhan mikroba uji, kecuali K. pneumoniae dan E. coli. Aktivitas antimikroba tertinggi diperoleh dari ekstrak kulit sakit ranting sengon dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 11% terhadap P. mirabilis dengan diameter zona hambat 10.3 mm
Aktivitas Antimikroba Ekstrak N Heksana dan Etil Asetat Kulit Ranting Sakit Sengon (Falcataria moluccana) Terhadap Enterobacteriaceae Ajeung Dewi Firdausia; Siti Yesi H.Y; Alfi Rumidatul; Feldha Fadhila; Yayan Maryana
Jurnal Analis Kesehatan Vol 10, No 1 (2021): JURNAL ANALIS KESEHATAN
Publisher : Department of Health Analyst, Politeknik Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tanjungkarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26630/jak.v10i1.2716

Abstract

Infeksi mikroorganisme patogen merupakan salah satu masalah dalam dunia kesehatan. Penggunaan zat antimikroba merupakan salah satu cara mengendalikannya. Namun, mikroorganisme telah mengalami banyak resisten terhadap beberapa antimikroba yang ada saat ini, sehingga memerlukan zat antimikroba yang baru untuk dapat dikendalikan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan tanaman Sengon (Falcataria moluccana). Pemanfaatan tanaman Sengon yang terserang penyakit diharapkan dapat menjaga kelestarian dari tanaman ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan ekstrak kulit sakit sengon dengan pelarut n- heksana dan etil asetat dalam menghambat pertumbuhan Enterobacteriaceae, S. aureus dan C. albicans. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksperimental dengan metode uji aktivitas antimikroba difusi agar teknik Kirby-bauer. Pada penelitian ini ekstrak kulit ranting sakit sengon dengan pelarut n-heksana dapat menghambat pertumbuhan pada konsentrasi optimum masing-masing 11 mg/L terhadap S. dysentriae dengan terbentuknya zona bening sebesar 5 mm, E. coli sebesar 1 mm, P. mirabilis sebesar 5 mm dan untuk C. albicans membentuk zona bening sebesar 6 mm. Sedangkan, ekstrak kulit ranting sakit sengon dengan pelarut etil asetat dapat menghambat pertumbuhan pada konsentrasi optimum 11 mg/L terhadap S. dysentriae dengan terbentuknya zona bening sebesar 3,3 mm. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak untuk mengidentifikasi konsentrasi terendah ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba secara maksimal.
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK KULIT DAN KAYU RANTING SENGON (FALCATARIA MOLUCCANA) DENGAN PELARUT N-HEKSANA, ETIL ASETAT DAN METANOL TERHADAP Enterobacteriaceae, Staphylococcus aureus DAN Candida albicans Dheanna P.S Rachmawati; Khairin Rabbani; Alfi Rumidatul; Feldha Fadhila; Yayan Maryana
Jurnal Media Analis Kesehatan Vol 11, No 2 (2020): JURNAL MEDIA ANALIS KESEHATAN
Publisher : Poltekkes Kemenkes Pakassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32382/mak.v11i2.1711

Abstract

Penyakit infeksi masih menjadi penyakit yang banyak diderita sehingga pengobatan antibiotik terkadang digunakan secara tidak tepat dan menimbulkan resistensi terhadap beberapa mikroorganisme patogen. Beberapa penelitian terhadap bahan alam mulai dilakukan, salah satunya terhadap kulit dan kayu ranting Sengon. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak kulit dan kayu Sengon terhadap bakteri family Enterobacteriaceae, Staphylococcus aureus dan Candida albicans. Metode uji aktivitas antibakteri difusi agar dilakukan dengan teknik Kirby-bauer. Pada penelitian ini, zona hambat terbesar pada masing-masing mikroorganisme berada pada konsentrasi 11%. Dengan pengukuran rerata total zona hambat tertinggi dihasilkan dari bagian kayu sakit dengan pelarut etil asetat terhadap Salmonella typhi dengan rerata total zona hambat 5,5 mm, kulit sehat dengan pelarut n-heksana menghasilkan zona hambat paling kecil dengan rerata total 1,94 mm. Adapun bakteri yang tidak dapat dihambat pertumbuhannya adalah Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia.
EFEKTIVITAS ASAP CAIR DAUN BAMBU (Bambusa sp) SEBAGAI ANTISEPTIK SECARA IN VITRO DAN IN VIVO Shenny Fitriani; Eki Andini; Ira Puspa Dewi; Feldha Fadhila; Yayan Maryana; Alfi Rumidatul
Jurnal Media Analis Kesehatan Vol 13, No 1 (2022): JURNAL MEDIA ANALIS KESEHATAN
Publisher : Poltekkes Kemenkes Pakassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32382/mak.v13i1.2499

Abstract

Infeksi nosokomial dapat dikurangi dengan mencuci tangan menggunakan antiseptik yang mengandung alkohol. Pemakaiannya yang efektif dan efisien menjadi daya tarik tersendiri sehingga alkohol banyak dibutuhkan. Meningkatnya kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya kelangkaan. Pemanfaatan limbah dari daun bambu dapat digunakan sebagai bahan baku untuk asap cair yang berpotensi sebagai antiseptik karena mengandung senyawa fenol dan asam yang memiliki sifat antimikroba (antibakteri dan antijamur). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas asap cair daun bambu (Bambusa sp) sebagai antiseptik secara in vitro dan in vivo. Uji in vitro menggunakan metode difusi cakram dan metode sumuran. Sedangkan uji in vivo menggunakan metode Total Plate Count (TPC) dengan sampel swab telapak tangan responden perempuan dan laki-laki. Hasil in vitro terdapat zona hambat pada Escherichia  coli (3,6 mm) dan Staphylococus aureus (5,5 mm) dari asap cair daun bambu 100%, sedangkan pada  Aspergillus  flavus dan Candida  albicans tidak terdapat zona hambat (0,0 mm). Hasil in vivo terdapat penurunan jumlah bakteri (80%) dan jamur (39%). Hasil data kuisioner didapatkan responden menyukai warna (50%), aroma (42%), tidak menimbulkan kekeringan (100%) dan tidak menimbulkan efek samping lainnya (67%). Asap cair daun bambu (Bambusa sp) memiliki potensi sebagai antiseptik.Kata kunci : Antiseptik, Asap Cair, Daun Bambu
SKRINING DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL SIKLODEKSTRIN GLUKOSIL TRANSFERASE (CGTASE) DARI TANAH CIHANJUANG RAHAYU Purwaeni; Raisya Amira Shabira; Feldha Fadhila
PROSIDING SIMPOSIUM KESEHATAN NASIONAL Vol. 1 No. 1 (2022): Simposium Kesehatan Nasional
Publisher : LPPM STIKES BULELENG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.457 KB)

Abstract

Latar Belakang : Siklodekstrin digunakan dalam berbagai industri seperti industri farmasi, pangan, kesehatan, kosmetik dan kimia analisa. Penggunaan siklodekstrin dalam industri kesehatan dapat digunakan sebagai preparasi serum lipemik. Ketersediaan yang terbatas dan harga jual siklodekstrin yang tinggi membuat pemanfaatan siklodekstrin di berbagai bidang dibatasi. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat bakteri dan mengidentifikasi bakteri asal tanah Cihanjuang Rahayu yang mampu menghasilkan enzim CGTase. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode simple random sampling untuk mengetahui adanya bakteri penghasil Enzim CGTase dari Tanah Cihanjuang Rahayu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif. Hasil : Hasil dari uji skrining pewarnaan Gram, pewarnaan Spora serta uji biokimia didapatkan bakteri gram positif, berbentuk basil, memiliki spora, motil, dapat memfermentasi karbohidrat, serta menghasilkan enzim katalase. Kesimpulan : Dari kelima sampel tanah didapatkan satu isolat bakteri yang berasal dari tanah perkebunan menunjukan hasil positif menghasilkan enzim CGTase yang teridentifikasi merupakan genus Bacillus sp
Comparison of hemoglobin level measurement results using sodium lauryl sulphate with Oshiro and Mansoor procedure Fadhilah, Wasiyah Khusna; Al Badri, Muhammad Hilal; Wahid, Aziz Ansori; Fadhila, Feldha
Asian Journal of Health and Applied Sciences Vol. 1 No. 1 (2022): Asian Journal of Health and Applied Sciences (AJHAS)
Publisher : Lighthouse Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.919 KB) | DOI: 10.53402/ajhas.v1i1.4

Abstract

The method of measuring Hb levels recommended by ICSH uses the HiCN method. However, it has a high risk due to the toxicity of the reagent. Therefore, the determination of Hb has been developed using the SLS method. According to Oshiro and Mansoor, who both stated that there was no significant difference between SLS and HiCN, this method has two distinct procedures. This study aims to determine the comparison between the measurement results of hemoglobin levels using sodium lauryl sulfate with the Oshiro procedure and Mansoor. The research design used is analytical research. The data obtained from the results of measuring Hb levels with the Oshiro and Manshoor procedures was given to students of the Diploma IV Study Program of Medical Laboratory Technology, Rajawali Health Institute batch 2018, which collected 49 people. The sampling technique used was saturated sampling to reduce the error rate in the study. The results of the normality test of the data in this study showed n of the two procedures was 49 mean±SD for the Oshiro procedure 13.09±0.56 and p = 0.200. Meanwhile, the Mansoor procedure had a meanSD of 13.09±0.57 and a p-value of 0.059. Because the probability of both being p > 0.05, the data is declared normally distributed. The results of the average difference test from the data of this study show the mean±SD of the pairwise difference between the Oshiro and Mansoor procedures is 0.002±0.059 and the p value = 0.811. If P > 0.05, then it is stated that there is no significant difference between the two groups. The conclusion of this study is that the result of measuring Hb levels using the SLS procedure is reliable. Oshiro and Mansoor conform to HiCN and there is no significant difference in the mean results.