Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

SEREBRAL DAN SPINAL DIGITAL SUBTRACTION ANGIOGRAPHY Tranggono Yudo Utomo
JURNAL KEDOKTERAN Vol. 9 No. 1 (2021): Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya
Publisher : jurnal 2019

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.528 KB)

Abstract

Pengembangan teknologi citra medis terus dilakukan sampai saat ini karena sifatnya yang non-invasif dan memiliki manfaat yang besar dalam membantu klinisi mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan penyakit. Salah satu teknologi citra medis yang digunakan saat ini adalah digital subtraction angiography (DSA), yang berfungsi sebagai alat diagnostik penyakit kardiovaskular. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji berbagai modalitas citra medis vaskular yang ada saat ini termasuk DSA, serta peran pencitra medis DSA dalam menunjang prosedur terapi penyakit serebrovaskular. Metode: Artikel ini berupa telaah literatur yang didapatkan melalui peramban google cendekia dan pubmed dengan kata kunci: “digital substraction angiography, DSA, computed tomography angiography, CTA, neuro intervensi, magnetic resonating angiography, MRA”. Pencitra medis DSA sampai saat ini masih menjadi baku emas untuk mendeteksi penyakit pembuluh darah dan visualisasi diagnostik pada terapi intervensi pada beberapa penyakit vaskular, dengan tingkat resolusi spasial yang tinggi menghasilkan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan MRA dan CTA namun masih memiliki kelemahan dalam hal sifatnya yang invasif, waktu diagnosis dan paparan radiasi. DSA masih lebih unggul dibandingkan modalitas lain untuk kepentingan diagnostik dan sebagai alat penunjang pada terapi endovaskular khususnya stroke, namun beberapa kelemahan DSA akan dapat diatasi dengan perkembangan teknologi dimasa depan. DSA masih relevan digunakan sebagai standar baku dalam diagnosis penyakit vascular
Pemberian Fenitoin Oral dan Timbulnya Hiperplasia Ginggiva pada Pasien Epilepsi Tranggono Yudo Utomo; Amin Husni; Farichah Hanum
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2011:MMI Volume 45 Issue 3 Year 2011
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.222 KB)

Abstract

ABSTRACTPhenytoin oral treatment and the development of ginggival hyperplasia in epileptic patientsBackground: Phenytoin is commonly used as a first line drug therapy for epilepsy because of its potency and low cost. Dosage and duration of oral phenytoin administration have been considered as important factors in the development of ginggival hyperplasia.Objective: To investigate whether dosage and duration of oral phenytoin usage were risk factors of ginggival hyperplasia in epileptic patients.Method: Twenty epileptic patiens with phenytoin monotherapy who developed ginggival hyperplasia, and 20 epileptic patients with phenytoin monotherapy without ginggival hyperplasia as a control group were studied. The history of illness, physical examination, fasting and post prandial blood glucose level, funduscopy, oral hygiene, index of hyperplasia scoring from Saymor were taken. Blood sample 3-5 cc were also taken to examine the level of phenytoin. Oral dose, serum dose and duration of administration were noted. Odd ratio was calculated by multiple regression statistic (95% confidence interval).Result: High dose of oral phenytoin was a significant risk factor of ginggival hyperplasia, (p<0.05), while duration of administration >6 months was not a risk factor (p=0.522). Adjusted by duration of oral phenytoin usage, high dose of oral phenytoin usage was still a significant risk factor for gingival hyperplasia, OR=29.14 (95%CI 3.8-291.9).Conclusion: High dose of phenytoin was a significant risk factor for ginggival hyperplasia.Keywords: Dosage and duration of phenytoin administration, ginggival hyperplasiaABSTRAKLatar belakang: Fenitoin sering digunakan sebagai lini pertama pengobatan epilepsi karena potensial dan ekonomis. Dosis dan lama pemberian fenitoin, dianggap sebagai faktor yang berperan dalam timbulnya hiperplasia ginggiva. Tujuan penelitian ini mengetahui apakah dosis fenitoin yang tinggi dan durasi pemberian fenitoin yang panjang merupakan faktor risiko terhadap timbulnya hiperplasia ginggiva pada penderita epilepsi.Metode: Dua puluh pasien epilepsi dengan monoterapi fenitoin yang mengalami hiperplasia ginggiva dan dua puluh pasien epilepsi dengan monoterapi fenitoin yang tidak hiperplasia ginggiva diambil sebagai studi kasus kontrol. Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, gula darah puasa dan postprandial, funduskopi, higine mulut, skoring hiperplasia Indek Saymor, pengambilan sampel darah serum fenitoin 3-5cc. Selanjutnya mendata dosis oral, dosis serum dan lama pemberian. Rasio odds (95% interval kepercayaan) dihitung dengan statistik multiple regresi.Hasil: Dosis tinggi fenitoin merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap risiko hiperplasia ginggiva (p<0,05), sementara lama pemberian obat >6 bulan tidak terbukti sebagai faktor risiko (p=0,522). Bila dikendalikan oleh faktor durasi, maka besar dosis fenitoin oral tetap merupakan faktor risiko hiperplasia ginggiva yang signifikan OR=29,14 (95%CI, 38-291,9) sedang lama pemberian fenitoin tetap bukan merupakan faktor risiko yang signifikan.Simpulan: Dosis tinggi fenitoin merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap hiperplasia ginggiva.