Rakhma Yanti Hellmi
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS PENYAKIT DENGAN KECENDERUNGAN KEJADIAN DEPRESI PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (STUDI KASUS DI RSUP DR. KARIADI, SEMARANG) Risky Maulidah Hasanah; Setyo Gundhi Pramudo; Rakhma Yanti Hellmi
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.979 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15914

Abstract

Latar Belakang : Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam tubuh. Manifestasi klinik dari LES bergantung organ yang terlibat, dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia dengan perjalanan klinis yang kompleks, sangat bervariasi, dan dapat ditandai oleh serangan akut, periode aktif, terkendali ataupun remisi. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi depresi pada pasien LES adalah antara lain 11,5% - 47% dan menunjukkan kecenderungan depresi meningkat seiring dengan meningkatnya keparahan penyakit LES.Tujuan : Mengetahui gambaran mengenai kecenderungan kejadian depresi serta hubungannya dengan aktivitas penyakit LES di RSUP. dr. Kariadi, Semarang.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan jenis studi kasus belah lintang. Sampel penelitian adalah pasien LES yang berobat jalan di Rumah Sakit Dokter Kariadi periode Mei 2016. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan uji korelasi SpearmanHasil : Hubungan antara aktivitas penyakit LES dengan kecenderungan kejadian depresi adalah positif dengan kekuatan korelasi sangat lemah. Selain itu ditemukannya lima komponen paling berpengaruh terhadap kecenderungan kejadian depresi pada pasien LES yang berobat jalan di RSUP dr. Kariadi, SemarangSimpulan : Sebagian besar pasien LES (67%) memiliki tingkat aktivitas penyakit sedang, pasien LES yang mengalami depresi dalam jumlah kecil (23,3%) serta terdapat hubungan positif antara tingkat aktivitas penyakit dengan kecenderungan kejadian depresi dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah dan tidak bermakna.
HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS PENYAKIT DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (STUDI KASUS DI RSUP DR. KARIADI, SEMARANG) Rivan Dwiutomo; Setyo Gundi Pramudo; Rakhma Yanti Hellmi
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.519 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15915

Abstract

Latar Belakang: Lupus Eritematosus Sistemik adalah penyakit inflamasi autoimun multisistem kronik yang menimbulkan manifestasi klinik dan prognosis penyakit yang sangat beragam. Kualitas tidur yang buruk telah dilaporkan pada sebagian besar pasien LES. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur dan kualitas tidur yang buruk pada pasien LES yaitu aktivitas penyakit, persepsi rasa nyeri, cacat fungsional dan depresi.Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat aktivitas penyakit dengan kualitas tidur pada pasien LES.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan studi belah lintang. Sampel penelitian berjumlah 30 pasien LES yang berobat di RSUP dr. Kariadi Semarang. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner Mexican Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity (MEX-SLEDAI) dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), dan data sekunder yang diperoleh melalui rekam medik pasien LES. Analisis hubungan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman.Hasil: 9 pasien LES dengan tingkat aktivitas penyakit ringan memiliki kualitas tidur yang baik. 15 dari 20 pasien LES dengan tingkat aktivitas penyakit sedang memiliki kualitas tidur yang buruk. Terdapat hubungan positif bermakna antara tingkat aktivitas penyakit dengan kualitas tidur pada pasien LES (p<0,05). Latensi tidur dan gangguan tidur merupakan komponen kualitas tidur yang memiliki hubungan bermakna (p<0,05) dengan tingkat aktivitas penyakit LES.Kesimpulan: Terdapat hubungan positif kuat yang signifikan antara tingkat aktivitas penyakit dengan kualitas tidur pada pasien LES, yang artinya semakin berat tingkat aktivitas penyakit semakin buruk pula kualitas tidur pasien LES.
HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN TERJADINYA PENINGKATAN AMBANG PENDENGARAN Diva Natasya Krismanita; Zulfikar Naftali; Rakhma Yanti Hellmi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.612 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18563

Abstract

Latar Belakang Gangguan pendengaran sensorineural dapat terjadi sebagai komplikasi dari diabetes melitus. Salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya gangguan pendengaran adalah lamanya menderita diabetes melitus.Tujuan Membuktikan hubungan antara lamanya menderita Diabetes Mellitus dengan terjadinya peningkatan ambang pendengaran.Metode Penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian Cross-sectional pada pasien diabetes melitus yang berusia kurang dari sama dengan 65 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Semarang.Hasil Terdapat 50 pasien diabetes melitus berusia kurang dari atau sama dengan 65 tahun. Empat puluh sembilan orang (98%) dengan derajat pendengaran telinga kanan normal dan 1 orang (2%) dengan derajat pendengaran telinga kanan dengan gangguan ringan. Sedangkan pada telinga kiri terdapat 45 orang (90%) dengan derajat pendengaran normal, 4 orang (8%) dengan gangguan pendengaran ringan, dan 1 orang (2%) dengan gangguan pendengaran sedang. Hubungan lamanya menderita diabetes melitus dengan terjadinya peningkatan ambang pendengaran adalah tidak bermakna (p=0,390 untuk telinga kanan dan p=0,060 untuk telinga kiri)Kesimpulan Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya menderita diabetes melitus dengan gangguan pendengaran
Randomized Controlled Trial of Herbal Extracts (Eugenia polyantha, Apium graveolens, Nigella sativa) and Allopurinol Effect on Serum Uric Acid, Urinary Uric Acid and High Sensitivity C-Reactive Protein Levels in Subject with Hyperuricemia Bantar Sutoko; Rakhma Yanti Hellmi; Ika Vemillia W; Stepanus Agung L
Indonesian Journal of Rheumatology Vol. 11 No. 2 (2019): Indonesian Journal of Rheumatology
Publisher : Indonesian Rheumatology Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/ijr.v11i2.112

Abstract

Background: Eugenia polyantha, Apium graveolens, and Nigella sativa are extracts which in preclinical trial can reduce uric acid serum, increase urinary uric acid excretion. Allopurinol is an inhibitor of the xanthine oxidase enzyme which can also reduce the increase of hsCRP in subjetcs with hyperuricemia. Objective: To determine the safety and effect of herbal extracts in reducing serum uric acid, increasing uric acid excretion and reducing hsCRP levels in patients with hyperuricemia compared with allopurinol. Method: This study was a double blind randomized controlled trial (RCT). The subjects were hyperuricemic patients aged ³18 years. The subject was divided into groups that received 3000 mg/day of herbal extracts and allopurinol 100 mg/day for 4 weeks. Evaluation of serum uric acid and urinary uric acid urine were every week, and hsCRP levels was baseline and end of intervention. Other parameters related to the safety of use were examined every 2 weeks. Results: A number of 44 hyperucemia subjects, 23 subjects received herbal extracts and 21 subjects received allopurinol. The decrease of uric acid serum levels in the herbal extract group was 0,467±1,123;0,600;-2,70-3,00 (p=0.027), while in the allopurinol group 1,11 4±0,813;1,30;-1,30-2,30 (p=0,000). Uric acid excretion in the herbal extract group decrease 71,00±1,970;5,50;-92,00-702,00 (p=0,269) and in the allopurinol group decrease 64,54±1,298;22,00;-29,00-440,0 (p=0.003). The reduction of hsCRP in the herbal extract group was 0.08±0.639; 0.01; -1.55-2.05 (p=0.658), and the allopurinol group was -0.33 ± 0.806; -0.01; -2.73- 0.31 (p=0.256). Conclusion: Herbal extracts (Eugenia poliantha, Apium graveolens and Nigella sativa) and allopurinol can reduce serum uric acid levels in patients with hyperuricemia. Allopurinol also can reduce urinary uric acid excretion.
Characteristics of Patients with Autoimmune Rheumatic Disease in the Era of COVID-19 Pandemic in Indonesia Rudy Hidayat; Harry Isbagio; Anna Ariane; Faisal Parlindungan; Laniyati Hamijoyo; I Nyoman Suarjana; Dwi Budi Darmawati; Rakhma Yanti Hellmi; Gede Kambayana; IA Ratih Wulansari Manuaba; Awalia Awalia
Indonesian Journal of Rheumatology Vol. 12 No. 1 (2020): Indonesian Journal of Rheumatology
Publisher : Indonesian Rheumatology Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/ijr.v12i1.159

Abstract

Background Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) could be fatal in high-risk patient including autoimmune rheumatic patients. Nowadays, the management of these patients becomes dilemma because the use of steroids and disease-modifying anti-rheumatic drugs could suppress the immune system however, poor control of the underlying disease increases the infection risk. Understanding the characteristics of these patients in the COVID-19 pandemic is essentials to establish management guidelines and identify patients who are more susceptible to COVID-19. This study aimed to determine the characteristics of autoimmune rheumatic patients in the era of COVID-19 pandemic in Indonesia. MethodA descriptive study using national scale survey method was conducted. The subjects were autoimmune rheumatic patients in Indonesia and recruited using consecutive sampling. The variables evaluated in this study were demographic data, history of disease, current medications taken, daily activities in the COVID-19 pandemic, and also data related to COVID-19. The surveys distributed in online form to patients with autoimmune rheumatic disease in Indonesia. ResultTotal participants in this study were 570 patients, mostly women (93.9%), aged <60 years old (97.2%), and diagnosed with systemic lupus erythematosus (62.8%). Glucocorticoid (70.2%) especially low dose glucocorticoid (52.6%) is the most medication taken by patients. A 30.5% of patients is taking hydroxychloroquine/chloroquine and 88.1% of them have good compliance. During COVID-19 pandemic, 76.5% respondents still do normal activities/work and only 53.2% use personal protective equipment. Eleven of 541 respondents had positive PCR test and confirmed to COVID-19. The risk of COVID-19 infection based on British Society of Rheumatology (BSR) scoring system showed that 57.9%, 28.6%, and 13.5% patients in high, moderate and low risk, respectively. ConclusionPatients with autoimmune rheumatic diseases might be more susceptible to COVID-19 than the general population. Interplay of aging, therapies and disease-specific factors, comorbidities and the proper use of personal protective equipment seem to contribute. Keywords :autoimmune rheumatic disease, characteristic, COVID-19, Indonesia