Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Kanal Televisi Pada Media Sosial untuk Promosi di Kampoeng Wisata Titik Nol Jateng Purwanto Lephen; Risang Panji Kumoro; Putri Sima Prajahita
Abdimas: Papua Journal of Community Service Vol. 4 No. 1 (2022): Januari
Publisher : LP3M Universitas Muhammadiyah Sorong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33506/pjcs.v4i1.1485

Abstract

Desa Wisata “Kampoeng Wisata Titik Nol Jateng” berada di perbatasan Jateng dan DIY. Sebagaian besar warga di Desa Bligo, Nguwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah memiliki smartphone dengan spesifikai yang canggih dan dapat memutar serta membuat multi media. Ada 20 anak dan remaja yang berminat menggunakan smatphone membuat konten berita dan reportase kegiatan di Kampoeng Wisata Titik Nol Jateng. Kunjungan pewisata ke destinasi tersebut kemudian dilfoto, divideo, diiput dan diunggah ke media sosial. Guna memberdayakan potensi para yutuber muda di Kampoeng Wisata Titik Nol Jateng, diselenggarakan pelatihan mengambil gambar, penyuntingan, reporter, dan membuat kanal berita Titik Nol TV. Jumlah peserta yang terampil bermedia sosial dan memuat di kanal Titik Nol TV di Blaburan semakin meningkat secara kualitas dan kuantitas. Namun, perlu ditingkatkan dengan memasang hotspot yang lebih baik dan peralatan produksi yang lebih berkualitas agar potensi yutuber di daerah tersebut semakin bermanfaat bagi pengembangan desa wisata berkelanjutan,  mensejarahterakan  warga setempat.
Pengembangan Potensi Atraksi Wisata Seni Suara dan Musik di Kampoeng Wisata Titik Nol Jateng, Desa Bligo, Magelang Purwanto Lephen; Budi Raharja; Mahdi Naufal Hilmi
Jurnal Pengabdian Seni Vol 2, No 2 (2021): NOVEMBER 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v2i2.5550

Abstract

Kampoeng Wisata Titik Nol Jateng di Blaburan, Bligo, Ngluwar, Magelang, Jawa Tengah memiliki peluang untuk berkembang sebagai desa wisata minat khusus, olah raga, wisata edukasi, dan budaya di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Potensi wisata tersebut perlu dikembangkan dengan memberdayakan anak-anak dan remaja bermain musik dan berseni suara. Motode pemberdayaan dan pengembangan dilakukan dengan observasi, pendataan, pengklasifikasian, wawancara, dan uji kemampuan menyanyi dan bermusik. Sesudah data peserta pembinaan seni suara dan musik dihimpun, dilakukan uji kepercayaan diri tampil di depan umum. Selanjutnya dilaksanakan pengembangan sumber daya manusia yang berminat pada penguatan bakat menyanyi dan bermusik hingga mampu tampil di depan umum. Pelatihan diikuti 65 peserta dari berbagai desa. Materi yang diajarkan: menyanyi (seni suara) dan seni musik sehingga dapat dibuat atraksi wisata menyanyi lagu anak, lagu remaja, lagu Korea, dan menyanyi bersama (koor), baik lagu pop Jawa maupun Indonesia dan Korea. Bakat-bakat penyanyi dan bermusik di Desa Bligo tersebut dapat memperkuat atraksi wisata musik dan seni suara di Kampoeng Wisata Titik Nol Jateng yang pada tahun 2018-2019 sebanyak 12.100 pengunjung atau rata-rata 500 orang per bulan. Atraksi wisata saat istirahat atau makan biasanya belum ada hiburan. Potensi anak-anak dan remaja dalam bidang musik dan seni suara akan memperkaya atraksi wisata di tepi Sungai Krasak tersebut dapat menyejahterakan warga setempat.  
Tinular Tutur : Audio Drama Media Counter Hegemony Ruler of The New Order (Analysis of Critical Discourse) Purwanto Lephen
Dance and Theatre Review: Jurnal Tari, Teater, dan Wayang Vol 4, No 1: May 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (774.6 KB) | DOI: 10.24821/dtr.v4i1.4977

Abstract

The heyday of the 1980-1990 audio drama created by the Sanggar Cerita and the Teater Sanggar Prativi, Jakarta, Indonesia, was an industrial production of drama initiatives synergize between drama creators, pharmaceutical companies and herbal medicine as sponsors, and private radio companies that broadcast them. The productivity of audio drama works in the New Order era reached dozens of titles; some audio drama works produced up to 720 series or 24 episodes for two years broadcast. The audio drama Tutur Tinular by S. Tidjab uses history in Java (Singasari, Kediri, Majapahit) as a source of creation. Critical Discourse Analysis used (Norman Fairclough) is used to reveal texts, practices of discourse. Between social practices were resulting in the finding that in the audio drama, Tutur Tinular contains the behaviour of kings (rulers), royal authorities (patih, warlords), warriors (good people), criminals (bad people), and persecuted people. In the power New Order era, audio drama, which was considered an entertainment media and educational history of nationalism, was a media of resistance of the New Order military rulers.  It contained the rulers' behaviour and soldiers who oppressed their people, but it never received a reprimand and a ban on the authorities until the regime subsided.Keywords: drama audio, counter-hegemony, critical discourse        
Interkultural dalam Pertunjukan Teater Tubuh Ketiga Sutradara Yudi Ahmad Tajudin, & Teater Garasi Yogyakarta Zaki Daris Arhan; Purwanto Lephen; Nur Sahid
IDEA: Jurnal Ilmiah Seni Pertunjukan Vol 17, No 2 (2023): Vol 17, No 2 (2023)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertunjukan Tubuh Ketiga oleh Teater Garasi Yogyakarta dipentaskan di Yogyakarta dan Jakarta, Indonesia. Pertunjukan Tubuh Ketiga diproses melalui riset di Indramayu, Jawa Barat.  Pada Tubuh Ketiga memuat proses interkultural antara modern-tradisi, lokal-global, hingga sakral profan. Kajian interkultural berkaitan fenomena sosial-budaya juga ekonomi yang menimbulkan masalah sosial di dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis unsur-unsur teater dan hubungan pertunjukan Tubuh Ketiga karya sutradara Yudi Ahmad Tajudin Teater Garasi Yogyakarta dengan kondisi sosial masyarakatnya. Pertunjukan Tubuh Ketiga merupakan bentuk interkultur yang ada dalam masyarakat berwujud karya seni yang bersifat elaborasi tanpa menggerus sosial yang ada dalam masyarakatnya. Pertunjukan Tubuh Ketiga sebagai metafora yang menangkap fenomena sosial masyarakat Indramayu yang saling menguatkan dan menjaga keberadaannya. Hanya, kajian interkultural belum dapat menganalisis kontribusi ekonomi dari buruh migran, petani, buruh industry, hingga pekerja kreatif atau pekerja bebas terhadap penguatan Tarling-Dangdut sebagai produk interkultural.Interculturalism in Theater Performance of Tubuh Ketiga Directed by Yudi Ahmad Tajudin & Teater Garasi, YogyakartaThe Third Body performance by Teater Garasi Yogyakarta was staged in Yogyakarta and Jakarta, Indonesia. The Third Body performance was processed through research in Indramayu, West Java.  The Third Body contains intercultural processes between modern and tradition, local and global, to the profane sacred. Intercultural studies are related to socio-cultural and economic phenomena that cause social problems in society. This study aims to analyze the elements of theater and the relationship between the performance of the Third Body by director Yudi Ahmad Tajudin Teater Garasi Yogyakarta and its community's social conditions. Third Body performance is a form of intercultural that exists in society in the form of works of art that are elaborations without eroding the social that exists in the community. The Third Body performance as a metaphor that captures the social phenomenon of the Indramayu community that strengthens each other and maintains their existence. However, intercultural studies have not been able to analyze the economic contribution of migrant workers, farmers, industrial workers, creative workers, or free workers to the strengthening of Tarling-Dangdut as an intercultural product.
PERFORMATIVITAS RITUAL MANGULOSI DALAM PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT BATAK TOBA Krisna Tama; Purwanto Lephen
Acintya Vol. 15 No. 2 (2023)
Publisher : Institut Seni Indoensia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/acy.v15i2.5117

Abstract

ABSTRACTThe mangulosi ritual is part of the ulaon unjuk ritual ceremony in Toba Batak marriages. This research analyzes the performativity of the mangulosi ritual based on an "is" performance perspective. The method used is qualitative with a theater anthropology approach. The results showed that the mangulosi ritual is a spectacle that allows active interaction between the presenter and the audience. The historical condition of the culture of the Toba Batak people who do not have performing arts performances outside of traditional ceremonies, so traditional ceremonies become one of the places to watch performances. As a performance continuum, the mangulosi ritual has some basic similarities with theater. These similarities are that it has a specific time, gives symbolic value to objects, is non-productive, has certain rules, and is often held in special places. It can be a limitation of the mangulosi ritual event ("is") a performance that has similarities with theater referring to the cultural context of the Toba Batak community. Keyword: Mangulosi, Performativity, Theater Anthropology, Performance ABSTRAKRitual mangulosi merupakan bagian dari upacara ritual ulaon unjuk dalam perkawinan masyarakat Batak Toba. Penelitian ini menganalisis performativitas ritual mangulosi berdasarkan perspektif “adalah” pertunjukan (“is” performance). Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan antropologi teater. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ritual mangulosi merupakan sebuah tontonan yang memungkinkan interaksi aktif antara penyaji dan penonton. Hal tersebut didukung oleh kondisi historis budaya masyarakat Batak Toba yang tidak memiliki seni pertunjukan yang dipergelarkan di luar upacara adat, sehingga upacara adat menjadi salah satu tempat untuk menyaksikan pertunjukan. Sebagai salah satu kontinum dari performance, ritual mangulosi memiliki beberapa persamaan dasar dengan teater. Beberapa persamaan tersebut adalah memiliki waktu tertentu, pemberian nilai simbolik pada objek, bersifat non produktif, memiliki aturan tertentu, dan kerap diselenggarakan di tempat-tempat khusus. Hal tersebut dapat menjadi pembatas peristiwa ritual mangulosi adalah pertunjukan (“is”) performance yang memiliki persamaan dengan teater mengacu pada konteks kebudayaan masyarakat Batak Toba. Kata kunci: Mangulosi, Performativitas, Antropologi Teater, Pertunjukan