Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Konsep Sihir dalam Perspektif Buya Hamka dan M. Quraish Shihab Faisol Rahman; Ghozi Mubarok
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 5 No. 2 (2021): Al-Iman Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In The Al-Qur’an, there are less than 30 thirty verses to magic. among them are in the letter Al-Baqarah verse 102, Al-A’ra>f verse 116, Tha>ha verse 66, Al-Falaq verse 3-4, dan surat Yu>nus verse 81-82. in Indonesia, the practice of magic is believed to have taken place in various places with all its variations. How ever, scholars differed on the concepts and the laws of studying magic. On that basis, the author intends to examine the views of Buya Hamka and M. Quraish Shihab in the work Tafsi>r Al-Azha>r and Tafsi>r Al-Misba>h which concerns verses about magic in the holy Al-Qur'an. the theary used thematic. By colleting an understanding verses about magic in thr holy Al-Qur’an, then constructing it into a complete and systematic concept. The essence of magic does exist. However, Buya Hamka and M. Quraish do not explain significantly the nature of magic in the holy Al-Qur'an. Buya Hamka and M. Quraish Shihab said that magic is just an illusion which according to their allegations the origin is from two angels, namely Ha> rut and Ma> rut. While regarding working of magic, Buya Hamka and M. Quraish Shihab mentioned how magic works by reciting spells with the aim of harming others, and from the women blowing the knots. Buya Hamka explains in more detail how magic works and contains more of the elements archipelago that which looks very thick in Minangkabau. As Buya Hamka mentioned items commonly used by witches, as; needles totaling 7 pieces, shredded the shroud, burial ground that is still new and some are using tombstones. Meanwhile, M. Quraish Shihab only explains how magic works in general. Di dalam Al-Qur'an, Terdapat kurang dari 30 ayat yang berkenaan dengan sihir. Diantaranya terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 102, Al-A’ra>f ayat 116, Tha>ha ayat 66, Al-Falaq ayat 3-4, dan surat Yu>nus ayat 81-82. Di Indonesia praktik sihir diyakini telah berlangsung di berbagai tempat dengan segala variasinya. Meski demikian, para ulama berbeda pendapat tentang konsep dan hukum mempelajari sihir. Atas dasar itu, penulis bermaksud mengkaji pandangan Buya Hamka dan M. Quraish Shihab dalam karya Tafsi>r Al-Azha>r dan Tafsi>r Al-Misba>h yang menyangkut ayat-ayat tentang sihir dalam Al-Qur’an. Adapun teori yang digunakan adalah tematik konseptual dengan cara mengumpulkan dan memahami ayat-ayat tentang sihir dalam Al-Qur’an, lantas dikonstruksikan menjadi sebuah konsep yang utuh dan sistematis. Hakikat sihir memang ada. Akan tetapi, Buya Hamka dan M. Quraish tidak menjelaskan secara signifikan mengenai hakikat sihir dalam Al-Qur’an. Buya Hamka dan M. Quraish Shihab mengatakan bahwa sihir hanyalah sebuah khayal yang menurut dugaan mereka asal usulnya dari dua Malaikat yaitu Ha>rut dan Ma>rut. Sementara mengenai cara kerja sihir, Buya Hamka dan M. Quraish Shihab menyebutkan cara kerja sihir dengan membaca mantra yang tujuannya untuk mencelakakan orang lain, dan dari wanita-wanita peniup pada buhul-buhul. Buya Hamka lebih rinci menjelaskan cara kerja sihir dan lebih banyak mengandung unsur nusantaranya yang nampak sangat kental yang ada di Minangkabau. Sebagaimana Buya Hamka menyebutkan barang-barang yang biasa digunakan oleh tukang sihir, seperti; jarum yang berjumlah 7 buah, cabikan kain kafan, tanah perkuburan yang masih baru dan ada juga yang menggunakan batu nisan. Sedangkan M. Quraish Shihab hanya menjelaskan cara kerja sihir secara umum.
Dualisme Konteks Proper sebagai Instrumen Penaatan Sukarela dan Command and Control Faisol Rahman
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 2 (2020): April
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i2.160

Abstract

Kehadiran penaatan sukarela (voluntary approach) di negara berkembang telah menjadi alternatif untuk mendorong penaatan hukum. Penaatan sukarela dapat menjadi pelengkap instrumen atur dan awasi (command and control), untuk mengatasi keterbatasan sumber daya dan minimnya kemauan politik pemerintah. Proper yang pada masa awalnya merupakan salah satu instrumen penaatan sukarela yang dapat mendorong ketaatan hukum pesertanya. Namun belakangan, Proper dikritik karena tidak memberikan sanksi terhadap pesertanya yang berperingkat tidak taat. Pada titik singgung ini, menjadi bias pemaknaan Proper antara konteks penaatan sukarela dan command and control.Artikel ini mengkaji secara normatif adanya dilema penerapan sanksi dalam Proper oleh KLHK selaku penyelenggara Proper. Dimana non-peserta Proper, cenderung mendapatkan keleluasaan akibat ketiadaan sistem pengawasan dan penegakan hukum. Sedangkan peserta Proper, yang secara sukarela telah bekerja sama untuk mempermudah pengawasan pemerintah, terancam sanksi apabila ditemukan pelanggaran. Sehingga apabila sanksi diterapkan terhadap peserta, dapat memberikan tekanan terhadap kesukarelaan peserta untuk melanjutkan kerja samanya dalam Proper.Kata Kunci: penaatan sukarela, penegakan hukum lingkungan, proper