Articles
Pengaruh Kinerja Guru Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik di SMA Negeri 1 Telaga Biru
Salma Amir;
Damhuri;
Tita Rostitawati
Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol 7 No 2 (2019): Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Publisher : LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30603/tjmpi.v7i2.1113
Permasalahan dalam penelitian ini ialah melihat apakah kinerja guru berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Telaga Biru? dan sekaligus mengukur seberapa besar pengaruh kinerja guru terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Telaga Biru?. Dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh kinerja guru terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Telaga Biru, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kinerja Guru terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Telaga Biru. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan mendalam mengenai pengaruh kinerja guru terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Telaga Biru. Populasi penelitian ini adalah guru SMA Negeri 1 Telaga Biru dengan jumlah sampel 40 guru. Selanjutnya pengumpulan data penulis menggunakan angket, dan jenis analisis yang digunakan yaitu berupa analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian dari analisis regresi data melalui program Statistics Program For Social Science (SPSS) 23 di peroleh Y = 34,314 + 0,748 x. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu kali peningkatan kinerja guru, maka akan memberikan pengaruh terhadap kualitas pembelajaran di SMA Negeri 1 Telaga Biru sebesar 0,748. Adapun kontribusi dari kinerja guru terhadap peningkatan kualitas pembelajaran yakni sebesar 34% dengan tingkat korelasi sebesar 49,1%. Uji hipotesis membuktikan bahwa kinerja guru berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran di SMA Negeri 1 Telaga Biru dengan perbandingan Thitung > Ttabel (5,931 > 1,684). Implikasi dari penelitian ini menunjukan bahwa kinerja guru berpengaruh signifikan terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Telaga Biru.
NEO-MODERNISME FAZLURRAHMAN DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Tita Rostitawati
Irfani Vol. 13 No. 1 (2017): Irfani (e-Journal)
Publisher : LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (181.572 KB)
Hingga kini pendidikan Islam masih berada dalam posisi problematik antara “determinisme historis” dan “realisme praktis” Di satu sisi, pendidikan Islam belum sepenuhnya keluar dari idealisasi kejayaan pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegemonic, sementara di sisi lain pendidikan Islam juga dipaksa untuk mau menerima tuntutan-tuntutan masa kini, khususnya yang datang dari Barat dengan orientasi yang sangat praktis. Dalam dataran historis-empiris, kenyataan tersebut seringkali menimbulkan dualisme dan polarisasi system pendidikan di tengah-tengah masyarakat muslim sehingga agenda transformasi sosial yang digulirkan seakan berfungsi hanya sekedar “tambal sulam” saja. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila di satu pihak kita masih saja mendapati tampilan (performance) system pendidikan Islam yang sangat tradisional karena tetap memakai baju lama, sementara di pihak lain kita juga mendapati system pendidikan Islam yang bercorak materialistic-sekularistik.Fazlurrahman sebagai tokoh pembaru Islam mempunyai gambaran tentang perjalanan sejarah pendidikan, turut serta dalam melihat fenomena kegagalan pemaknaan Al-Quran dan Al-Sunnah oleh umat Islam, sehingga kritik tradisionalisasi ilmu dalam sejarah Islam ia lantunkan dengan gaya pemikiran neo-modernismenya.
TUHAN, MANUSIA DAN ALAM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tita Rostitawati
Irfani Vol. 14 No. 1 (2018): Irfani (e-Journal)
Publisher : LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (433.841 KB)
Object study of philosophy of Islamic education can be divided into two categories: macro and micro. The study of God, man and nature are the object of a macro philosophy of Islamic education. If there is a nature-nature, then there is first nature (al-Haqq al-Awwal), the first is the nature of God or called Causa Prima, and ends or returns to God anyway. Man is the manager of God's creation, while human nature as a means of doing, all three have an associated role between one and the other. The human ability to manage natural and translate the revelation of God is the manifestation and harmonious manner. Instead the human capacity to manage natural but was unable to translate the revelation of God is considered as a form of perversion, because humans ignore creation. On the other hand the human ability to translate the revelation of God but not able to translate nature is considered as a form of denial of pasilitas given to man by God. So, we need a complate understanding between the three. The universe is the medium of education as well as the means by which the human family to carry out the educational process. In this universe man can not live and the "independent" with the real. Because between man and the universe is interdependent and complementary with each other. Where this universe need a man to care for and maintain it while humans need nature as a means of interacting with other human beings.
Transmisi Ilmu Dalam Tradisi Islam
Tita Rostitawati
Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol 5 No 2 (2017): Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Publisher : LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (300.725 KB)
Transmisi ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam bermula sejak Islam muncul, tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Di awal kehadiran Islam, di masa Rasulullah SAW dan khulafaur rasyidun, belum terlihat perkembangan yang pesat pada bidang ilmu pengetahuan. Transmisi yang ada bersifat pengembangan aspek keyakinan terhadap Allah SWT (tauhid). Hal ini disebabkan belum terjadi persentuhan yang kuat dengan peradaban besar lain yang sudah berkembang sebelum Islam hadir di Mekkah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman kejayaan Islam masa lampau tak lepas dari peran lembaga pendidikan yang ada. Lembaga-lembaga itu menjadi sarana bagi berlangsungnya transmisi ilmu pengetahuan . Banyak sekali lembaga pendidikan yang berperan menjadi saranan pengembangan ilmu kala itu. Antara lain maktabah, kuttab, halaqah, observatorium, dan klinik, dar al-hikmah, dan dar-al-ilmu serta madrasah.
Konsep Pendidikan Akhlak Anak Dalam Perspektif Al-Ghazali
Tita Rostitawati
Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol 4 No 1 (2016): Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Publisher : LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Imam Al-Ghazali seorang dari ahli fikir dan ahli tasawuf Islam yang terkenal dengan gelar “Pembela Islam” (Hujjatul Islam) banyak mencurahkan perhatian kepada masalah pendidikan. Menurut Imam Al-Ghazali seorang pendidik agar memperoleh sukses dalam tugasnya harus menggunakan pengaruhnya serta cara yang tepat arah. Bila dipandang dari segi filosofis, Imam Al-Ghazali adalah berfaham idealisme yang konsekuen terhadap agama. Dalam masalah pendidikan Imam Al-Ghazali berfaham empirisme oleh karena beliau sangat menekankan pengaruh pendidik terhadap anak didik. Misalnya didalam kitabnnya “Ihya’ ulum ad-Din” juz III, Imam Al-Ghazali menguraikan antara lain: “… metode untuk melatih anak adalah salah satu dari hal-hal yang amat penting. Anak adalah amanat yang dipercayakan kepada orang tuanya. Hatinya bersih, murni laksana permata yang amat berharga, sederhana dan bersih dari ukiran atau gambaran apapun. Ia dapat menerima setiap ukiran yang digoreskan kepadanya dan ia akan cenderung kearah manapun yang kita kehendaki (condongkan). Oleh karena itu bila ia dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik, maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik itu pada dirinya dan akan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sebaliknya bila anak tersebut kita biasakan dengan sifat-sifat yang jelek, dan kita biarkan begitu saja maka ia akan celaka dan binasa.
Pembaharuan dalam Tasawuf: (Studi Terhadap Konsep Neo-Sufisme Fazlurrahman)
Tita Rostitawati
Farabi Vol 15 No 2 (2018): Farabi
Publisher : LPPM IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30603/jf.v15i2.642
Fazlur Rahman sesungguhnya menghendaki agar umat Islam mampu melakukan tawazun (keseimbangan) antara pemenuhan kepentingan akhirat dan kepentingan dunia, serta umat Islam harus mampu memformulasikan ajaran Islam dalam kehidupan sosial. Kebangkitan kembali tasawuf di dunia Islam dengan istilah baru yaitu neo-sufisme nampaknya tidak boleh dipisahkan dari apa yang disebut sebagai kebangkitan agama. Kebangkitan ini juga adalah lanjutan kepada penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan kepada sains dan teknologi selaku produk dari era modenisme. Modernisme telah dinilai gagal memberikan kehidupan yang bermakna kepada manusia. Oleh karena itu, manusia telah kembali kepada nilai-nilai keagamaan karena salah satu fungsi agama adalah memberikan makna bagi kehidupan. Demikianlah, era post-modernisme yang dibelenggu dengan bermacam-macam krisis yang semakin parah dalam berbagai aspek kehidupan. Akhlak masyarakat semakin buruk dan kejahatan semakin banyak. Kebangkitan nilai-nilai keagamaan tidak salah lagi telah menggerakkan kembali upaya menghidupkan karya-karya klasik dengan pendekatan baru termasuk juga dalam bidang tasawuf. Karya-karya dalam bidang tasawuf yang dihasilkan oleh penulis kontemporer seperti al-Taftazani menunjukkan adanya garis lurus untuk menegaskan kembali bahwa tradisi tasawuf tidak pernah lepas dari akar Islam. Ini menunjukkan bahwa kebangkitan tasawuf kontemporer ditandai dengan pendekatan yang sangat pesat antara spiritualisme tasawuf dengan konsep-konsep Syariah. Tasawuf yang dianut dan dikembangkan oleh sufi kontemporer nampaknya berbeda dari sufisme yang difahami oleh kebanyakan orang selama ini yaitu sufisme yang hampir lepas dari akarnya (Islam), cenderung bersifat memisah atau eksklusif. Menurut mereka, sufisme yang berkembang kebelakangan ini, sebagaimana dinyatakan oleh Akhbar S Ahmed, pasca- modernisme membawa kita kepada kesadaran betapa pentingnya nilai keagamaan dan keperluan terhadap toleransi serta perlunya memahami orang lain yang semuanya terdapat dalam neosufisme.
Guru Dan Penanaman Nilai-Nilai Toleransi antar umat beragama
Abdul Gafur Hulalango;
Tita Rostitawati
PEKERTI Vol. 1 No. 1 (2019): PEKERTI: Jurnal Pendidikan Agama Islam & Budi Pekerti
Publisher : Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (456.401 KB)
Abstract Skripsi ini membahas tentang “upaya guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama di SMA Negeri 1 Bolangitang Barat. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu: penulis berupaya untuk mengetahui:pertama Bagaimana Toleransi Antar Umat Beragama Di SMA N 1 Bolangitang Barat,kedua Bagaimana Upaya Guru PAI dalam Menanamkan Nilai-nilai Toleransi Antar Umat Beragama di SMA Negeri 1 Bolangitang Barat,ketiga Apa Saja Kendala Guru Pai Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Toleransi Beragama Di SMA N 1 Bolangitang Barat. Penelitian ini bertujuan pertama Mengetahui Toleransi Antar Umat Beragama Di SMA N 1 Bolangitang Barat kedua Bagaimana Upaya Guru PAI Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama di SMA N 1 Bolangitang Barat ketiga Mengetahui Kendala Guru PAI Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Toleransi Beragama Di SMA N 1 Bolangitang Barat.Metode penelitian yang di gunakan adalah penelitian kualitatif deskriktif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis Penelitian ini dilakukan dengan cara melaksanakan empat kegiatan pokok: (a) pengumpulan data. (b) pengelolaan data. (c) analisa data. (d) penafsiran hasil analisis dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian menujukan:pertamaKondisi sikap toleransi beragama siswa di SMA N 1 Bolangitang Barat sudah sangat baik. hal ini di buktikan dengan ada sikap menerima dalam hidup berdampingan dengan warga sekolah yang heterogen, menghormati dan menghargai keyakinan orang lain, menjalin kerjasama dalam bidang sosial, seperti adanya ekstrakulikuler dan acara sekolah. Kedua Upaya Guru PAI Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Toleransi Beragama Kepada Peserta Didik Di SMA Negeri I Bolangitang Barat. melalu dua tahapan yaitu: a) pembinaan dalam kegiatan pembelajaran meliputi. Pemanfaatan sumber belajar, memilih gaya guru mengajar yang baik, penerapan variasi metode dan memili metode yang sesuai, menciptakan komunikasi guru dengan peserta didik penerapan evaluasi berkelanjutan. b) pembinaan di luar kelas dengan memberikan contoh sikap toleransi dilingkungan sekolah, seperti hidup berdampingan dengan semua warga sekolah, bekerja sama dengan semua warga sekolah untuk menerapkan senyum, sapa, sopan salam, dan santun untuk bekerja sama dalam bidang sosial. ketiga kendala gura PAI dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama di SMA N I Bolangitang Barat pengaruh lingkungan luar sekolah yang tidak sesuai dengan lingkungan sekolah.
Pembentukan Akhlak Dalam Memanusiakan Manusia: Perspektif Buya Hamka
Moh. Rivaldi Abdul;
Tita Rostitawati;
Ruljanto Podungge;
Muh. Arif
PEKERTI Vol. 2 No. 1 (2020): PEKERTI: Jurnal Pendidikan Agama Islam & Budi Pekerti
Publisher : Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (495.422 KB)
Artikel ini membahas tentang Perspektif Buya Hamka: dalam Memanusiakan Manusia. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana Pandangan Buya Hamka tentang akhlak manusia?, dan bagaimanakah Pandangan Buya Hamka mengenai pendidikan dalam upaya pembentukan akhlak untuk memanusiakan manusia? Metode yang digunakan adalah kualitatif, jenis penelitian kepustakaan dengan menggunakan dokumen dengan pengumpulan data content analisys. Hasil penelitian bahwa Buya Hamka memandang akhlak dapat dibentuk. Pendidikan orang tua dalam keluarga adalah dengan membiasakan anak berbuat baik, keteladanan orang tua pada anak, penanaman nilai-nilai ketauhidan, dan menghindari pola pendidikan orang tua yang keliru yaitu dengan mengekang dan terlalu membebaskan anak. Pendidikan guru di sekolah adalah dengan membiasakan peserta didik berbuat baik, guru menjadi teladan, metode pendidikan yang baik, dan memilih materi pelajaran yang baik. Dalam masyarakat terdapat dua cara untuk mengupayakan lingkungan yang baik, yaitu cara positif dengan mengupayakan lingkungan baik dan cara negatif dengan memberikan sanksi bagi yang melakukan perbuatan buruk. Dengan demikian lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan dapat membentuk akhlak manusia. Dan upaya membentuk akhlak dalam memanusiakan manusia akan dapat terwujud.
Pembentukan Akhlak Dalam Memanusiakan Manusia: Perspektif Buya Hamka
Moh. Rivaldi Abdul;
Tita Rostitawati;
Ruljanto Podungge;
Muh. Arif
PEKERTI Vol. 2 No. 1 (2020): PEKERTI: Jurnal Pendidikan Agama Islam & Budi Pekerti
Publisher : Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (495.422 KB)
Artikel ini membahas tentang Perspektif Buya Hamka: dalam Memanusiakan Manusia. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana Pandangan Buya Hamka tentang akhlak manusia?, dan bagaimanakah Pandangan Buya Hamka mengenai pendidikan dalam upaya pembentukan akhlak untuk memanusiakan manusia? Metode yang digunakan adalah kualitatif, jenis penelitian kepustakaan dengan menggunakan dokumen dengan pengumpulan data content analisys. Hasil penelitian bahwa Buya Hamka memandang akhlak dapat dibentuk. Pendidikan orang tua dalam keluarga adalah dengan membiasakan anak berbuat baik, keteladanan orang tua pada anak, penanaman nilai-nilai ketauhidan, dan menghindari pola pendidikan orang tua yang keliru yaitu dengan mengekang dan terlalu membebaskan anak. Pendidikan guru di sekolah adalah dengan membiasakan peserta didik berbuat baik, guru menjadi teladan, metode pendidikan yang baik, dan memilih materi pelajaran yang baik. Dalam masyarakat terdapat dua cara untuk mengupayakan lingkungan yang baik, yaitu cara positif dengan mengupayakan lingkungan baik dan cara negatif dengan memberikan sanksi bagi yang melakukan perbuatan buruk. Dengan demikian lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan dapat membentuk akhlak manusia. Dan upaya membentuk akhlak dalam memanusiakan manusia akan dapat terwujud.