Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

The Manipulation effectivity of cell co-cultures in 5% CO2 incubation system to increase in vitro cattle embryo production Syaiful, Ferry Lismanto; BP, Zesfin; Saladin, R; ., Jaswandi; ., Hendri
Indonesian Journal of Animal and Veterinary Sciences Vol 15, No 1 (2010)
Publisher : Indonesian Animal Sciences Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.437 KB) | DOI: 10.14334/jitv.v15i1.678

Abstract

The purpose of this research is to determine the effectivity of various cell co-cultures of cattle embryo production by in vitro CO2 5% incubation system and get the best cell co-culture. Cell co-culture which are used in the synthesis is the oviduct cells, isthmus cells, ampulla cells, follicle cells and without cells. Data were analyzed based on completely randomized desiggn. The average growth rate/ cleavage in various cell culture was: the oviduct cell 59.24%, ampulla cell  58.69%, isthmus cell 58.25%, follicle cell 52.24% and without cells 47.76%. The average  growth of 8-16 cells embryos to various cell co-culture was: the oviduct cell 46.02%, ampulla cell 45.45%, isthmus cell 45.15%, follicle cell 43.07%, and without cell 38.50%. The mean percentage of morula in various cell co-culture treatment was: the oviduct cell 20.59%, ampulla cell 20.48%, isthmus cell 20.30%, follicle cell 16.96% and without cell 12.58%. The average percentage of embryonic growth (cleavage, 8-16 cells and morula) was not significantly different (P > 0.05).  The treatment of a variety of cell co-culture increased significantly (P>0.05), blastocysts production, namely: the oviduct cell 3.28%, ampulla cell 3.22%, isthmus cell 3.08%, follicle cell 2.45% and without cell 1.97%.  In conclusion, the treatment of various cell co-culture in 5%CO2   incubation system can increace the growth of cattle embryos in vitro.   Key words: Cell Co-Culture, In Vitro Embryo, 5%CO2 Incubation System, Cattle
Kontribusi hiperglikemia dan hipoalbuminemia terhadap multiple organ dysfunction syndrome (MODS) pada pasien multitrauma ., Hendri; Sapan, Heber B.; Lampus, Harsali F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15381

Abstract

Abstract: Recent randomized prospective data suggest that early hyperglycemia and hypoalbuminemia are associated with MODS in multitrauma patients. This study was aimed to determine the contribution of early blood glucose elevation and decreased serum albumin in Trauma Emergency Department or ICU patients. We prospectively collected multitrauma patients with Injury Severity Score (ISS) ≥18, blood glucose, serum albumin, aged 14-81 years old, admitted to level I Trauma Centre at Prof. Dr. R. D. Kandou General Hospital Manado from September 2015 through July 2016. Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score was used to determine MODS during hospitalization. The X2 (Fisher exact) test was used to determine the level of significance and odd ratio was used to determine the risk estimation. There were 51 multitrauma patients in this study. The mean age was 31.73 years old; 41 males (80.4%) and 10 females (19.6%); blood glucose level >126 mg/dl occurred in 34 patients (66.7%) and ≤ 126 mg/dL occurred in 17 patients (33.3%). Serum albumin level <3.5 gr/dL occurred in 31 patients (60.8%) and ≥3,5 gr/dl occurred in 20 patients (39.2%). Conclusion: Early hyperglycemia (blood glucose level >126 mg/dL) and hypoalbuminemia (serum albumin <3.5 gr/dL) were associated with significantly higher MODS rates in multitrauma patients independently of injury characteristics. The present of early hyperglycemia and hypoalbuminemia may allow early identification of trauma patients who are at risk for MODS.Keywords: multitrauma, hyperglycemia, hypoalbuminemia, MODSAbstrak: Data prospektif secara random menunjukkan bahwa adanya hiperglikemia dan hipoalbuminemia dapat berisiko terhadap terjadinya MODS pada pasien dengan multitrauma. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kontribusi hiperglikemia dan hipoalbuminemia pada pasien yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat maupun di ICU. Data diambil secara prospektif pada pasien multitrauma dengan Injury Severity Score (ISS) ≥18, kadar gula darah dan serum albumin, usia 14-81 tahun yang datang ke Pusat Trauma RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado selama 11 bulan (September 2015 s/d Juli 2016). Digunakan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) skor untuk menentukan MODS selama dirawat. Data dianalisis dengan X2 atau Fisher exact test untuk tingkat signifikansi dan odd ratio untuk menentukan perkiraan tingkat kesalahan. Hasil penelitian mendapatkan total 51 pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi. Rerata usia 31,73 tahun, laki-laki 41 pasien (80,4%) dan perempuan 10 pasien (19,6%). Kadar gula darah >126 mg/dl sebanyak 34 pasien (66,7%) dan kadar gula darah ≤126 mg/dl sebanyak 17 pasien (33,3%). Kadar albumin <3,5 gr/dl sebanyak 31 pasien (60,8%) dan kadar albumin ≥3,5 gr/dl sebanyak 20 pasien (39,2%). Simpulan: Hiperglikemia dengan kadar gula darah >126 mg/dl dan hipoalbuminemia dengan kadar albumin <3,5 gr/dl sangat berisiko untuk terjadi MODS pada pasien-pasien trauma namun tergantung dari beratnya cedera yang dialami. Adanya hiperglikemia dan hipoalbuminemia merupakan tanda awal terhadap risiko terjadinya MODS pada pasien multitrauma.Kata kunci: multitrauma, hiperglikemia, hipoalbuminemia, MODS
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rerata Skor Empati pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Tahun 2012 ., Hendri
Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura Vol 3, No 4 (2017): Jurnal Cerebellum
Publisher : Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.449 KB)

Abstract

Latar Belakang. Empati penting dalam hubungan dokter dengan pasien. Kemampuan berempati dokter dapat meningkatkan kepuasan pasien. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi empati seorang mahasiswa kedokteran. Metodologi. Penelitian ini merupakan penelitian studi analitik kategorik numerik dengan pendekatan cross sectional. Data dikumpulkan dari 270 mahasiswa dengan Jefferson Scale of Physician Empathy-Student Version (JSPE-S). Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman, uji one way ANOVA, uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Hasil. Nilai skor tertinggi adalah 134 dan skor terendah adalah 66. Ratarata skor empati adalah 103,22. Sebanyak 142 mahasiswa (52,6%) memiliki skor di bawah atau sama dengan 104 nilai median. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara skor empati dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) (p=0,557). Tidak terdapat hubungan antara skor empati dengan nilai kelulusan modul (p=0,071). Tidak terdapat hubungan antara skor empati dengan lama studi (p=0,127). Terdapat hubungan antara skor empati dengan jenis kelamin (p=0,009). Kesimpulan. Sebanyak 142 mahasiswa (52,6%) yang memiliki skor empati ≤104 nilai median, kelompok ini memiliki skor empati yang rendah. Hubungan nilai IPK, nilai kelulusan modul Empati dan Bioetik untuk Pengembangan Pribadi dan Profesi Kedokteran dalam konteks Humaniora (EBP3KH) dan lama studi dengan skor empati secara statistik tidak bermakna. Hubungan jenis kelamin dengan skor empati secara statistik bermakna
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RERATA SKOR EMPATI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA TAHUN 2012 ., Hendri
Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura Vol 3, No 1 (2013): Jurnal Publikasi Mahasiswa PSPD FK UNTAN
Publisher : Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Empati penting dalam hubungan dokter dengan pasien.Kemampuan berempati dokter dapat meningkatkan kepuasan pasien.Banyak faktor yang dapat mempengaruhi empati seorang mahasiswakedokteran. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktoryang mempengaruhi rerata skor empati mahasiswa kedokteranfakultas kedokteran Universitas Tanjungpura. Metodologi: Penelitian inimerupakan penelitian studi analitik kategorik numerik dengan pendekatancross sectional. Data dikumpulkan dari 270 mahasiswa dengan JeffersonScale of Physician Empathy-Student Version (JSPE-S). Data dianalisisdengan uji korelasi Spearman, uji one way ANOVA, uji Kruskal-Wallis danuji Mann-Whitney. Hasil: Nilai skor tertinggi adalah 134 dan skor terendahadalah 66. Rata-rata skor empati adalah 103,22. Sebanyak 142mahasiswa (52,6%) memiliki skor di bawah atau sama dengan 104 nilaimedian. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara skor empatidengan indeks prestasi kumulatif (IPK) (p=0,557). Tidak terdapathubungan antara skor empati dengan nilai kelulusan modul (p=0,071).Tidak terdapat hubungan antara skor empati dengan lama studi (p=0,127).Terdapat hubungan antara skor empati dengan jenis kelamin (p=0,009).Kesimpulan: Sebanyak 142 mahasiswa (52,6%) yang memiliki skorempati ? 104 nilai median, kelompok ini memiliki skor empati yang rendah.Hubungan nilai IPK, nilai kelulusan modul Empati dan Bioetik untukPengembangan Pribadi dan Profesi Kedokteran dalam konteksHumaniora (EBP3KH) dan lama studi dengan skor empati secara statistiktidak bermakna. Hubungan jenis kelamin dengan skor empati secarastatistik bermakna. Kata kunci: empati, mahasiswa kedokteran, JSPE
The Manipulation effectivity of cell co-cultures in 5% CO2 incubation system to increase in vitro cattle embryo production Ferry Lismanto Syaiful; Zesfin BP; R Saladin; Jaswandi .; Hendri .
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol 15, No 1 (2010): MARCH 2010
Publisher : Indonesian Center for Animal Research and Development (ICARD)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.437 KB) | DOI: 10.14334/jitv.v15i1.678

Abstract

The purpose of this research is to determine the effectivity of various cell co-cultures of cattle embryo production by in vitro CO2 5% incubation system and get the best cell co-culture. Cell co-culture which are used in the synthesis is the oviduct cells, isthmus cells, ampulla cells, follicle cells and without cells. Data were analyzed based on completely randomized desiggn. The average growth rate/ cleavage in various cell culture was: the oviduct cell 59.24%, ampulla cell  58.69%, isthmus cell 58.25%, follicle cell 52.24% and without cells 47.76%. The average  growth of 8-16 cells embryos to various cell co-culture was: the oviduct cell 46.02%, ampulla cell 45.45%, isthmus cell 45.15%, follicle cell 43.07%, and without cell 38.50%. The mean percentage of morula in various cell co-culture treatment was: the oviduct cell 20.59%, ampulla cell 20.48%, isthmus cell 20.30%, follicle cell 16.96% and without cell 12.58%. The average percentage of embryonic growth (cleavage, 8-16 cells and morula) was not significantly different (P > 0.05).  The treatment of a variety of cell co-culture increased significantly (P>0.05), blastocysts production, namely: the oviduct cell 3.28%, ampulla cell 3.22%, isthmus cell 3.08%, follicle cell 2.45% and without cell 1.97%.  In conclusion, the treatment of various cell co-culture in 5%CO2   incubation system can increace the growth of cattle embryos in vitro.   Key words: Cell Co-Culture, In Vitro Embryo, 5%CO2 Incubation System, Cattle
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DAN MEDIA TANAM TERHADAP PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BENIH SALAK (Salacca edulis Reinw) DI POLIBEG Zulkarnain Husny; Ridwan Hanan; Hendri .
JURNAL TRIAGRO Vol 1, No 2 (2016): Volume 1 No.2 Juli – Desember 2016
Publisher : Universitas Tridinanti Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.358 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada benih dan media tanam yang digunakan pada perkecambahan dan pertumbuhan benih salak. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengetahuan serta dapat digunakan sebagai pedoman dalam membudidayakan tanaman salak. Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Pulau Harapan, Kecamatan Sembawa Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Maret 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok ( RAK) dengan 12 perlakuan, yang diulang sebanyak 3 (tiga) kali. Jadi jumlah seluruh tanaman yang digunakan sebanyak 180 polibeg. Perlakuan benih (P) terdiri : P1 = (benih tidak direndam + tanah : pasir : kotoran sapi = 2:1:1), P2 = (benih tidak direndam + tanah : pasir : kotoran kambing = 2:1:1), P3 = (benih tidak direndam + tanah : pasir : kotoran ayam = 2:1:1), P4 = (benih direndam dalam air + tanah : pasir : kotoran sapi = 2:1:1), P5 = (benih direndam dalam air + tanah : pasir : kotoran kambing =2:1:1), P6 = (benih direndam dalam air + tanah : pasir : kotoran ayam = 2:1:1), P7 = (benih diasah + direndam dalam air + tanah : pasir : kotoran sapi = 2:1:1), P8 = (benih diasah + direndam dalam air + tanah : pasir : kotoran kambing = 2:1:1), P9 = (benih diasah + direndam dalam air + tanah : pasir : katoran ayam = 2:1:1), P10 = (benih direndam dalam larutan kimia + tanah : pasir : kotoran sapi = 2:1:1), P11 = (benih direndam dalam larutan kimia + tanah : pasir : kotoran kambing = 2:1:1), P12 = (benih direndam dalam larutan kimia + tanah : pasir : kotoran ayam = 2:1:1).Peubah yang akan diamati pada penelitian ini meliputi waktu muncul plumula (hari), tinggi tanaman (cm), panjang akar (cm), persentase bibit tumbuh (%), berat basah akar (g), berat kering akar (g), berat basah tanaman (g), berat kering tanaman. hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perkecambahan benih salak yang lebih baik diperoleh pada perlakuan benih diasah dan direndam dalam air dengan media tanah : pasir : pupuk kandang kotoran sapi dengan perbandingan (rasio) yaitu : 2 : 1 : 1 (P7). Pada perlakuan P7 tersebut ternyata munculnya plumula 9 (sembilan) hari setelah tanam. Sedangkan tinggi tanaman, persentase bibit tumbuh, panjang akar, berat basah akar, berat kering akar, berat basah tanaman, dan beratkering tanaman dipengaruhi secara tidak nyata.
Analisis SWOT Strategi Pemasaran Jambu Mete di Kabupaten Sampang ( Studi Kasus Desa Banyusokah Kec Ketapang KAb. Sampang) Muslihul Umam; Hendri .; Zainuddin Zainuddin
IQTISODINA Vol. 2 No. 1 (2020): DESEMBER
Publisher : LPPM IAI Nazhatut Thullab

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.84 KB)

Abstract

Jambu mete merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia. Nilai ekonomi yang diperoleh dari komoditi jambu mete diantaranya adalah sebagai penyumbang devisa negara melalui ekspor jambu mete pada tahun 2012 yang mencapai 58.8 ribu ton atau setara dengan 115.5 juta dollar dan sebagai mata pencaharian masyarakat Indonesia. Dalam penelitian ini lokasi penelitan yang akan dijadikan objek penelitian yaitu di Desa Banyusokah, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang. Alasan memilih lokasi ini karena tempat yang strategis dan potensial karena salah satu desa di Kecamatan Ketapang yang 80% semua lahan dipenuhi dengan pohon mete. Dari hasil stretgi tersebut yang harus dilakukan oleh Masyarakat Banyusokah khusunya petani jambu mete harus mempunyai inovasi untuk mengembangkan jambu mete, inovasi tersebut meliputi pengelolaan jambu mete, jambu mete harus dikemas dengan kemasan yang bagus, di goreng, diberikan varian rasa, dan dikasih branding, agar harga jambu mete meningkat dan pemasaran yang dilakukan oleh masyarakat Bannyusokah ada perkembangan tidak selalu memasarkan jambu mete dengan cara yang kuno sebagaimana yang di lakukan sebelumya. Kata kunci : SWOT, jambu mete, pemasaran