Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENERAPAN METODE HYPNOTEACHING DALAM MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN BAGI GURU-GURU SEKOLAH KATOLIK DI KEC. DONOMULYO Agustinus Indradi; Andy Endra Krisna
Asawika : Media Sosialisasi Abdimas Widya Karya Vol 2 No 1 (2017): Juni: Asawika
Publisher : LPPM Unika Widya Karya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37832/asawika.v1i2.1

Abstract

Dari hasil observasi awal pada kelompok sasaran, yaitu sekolah-sekolah Katolikdi Kecamatan Donomulyo (TK-SMP) ada 4 sekolah yang memiliki 41 guru. Merekarata-rata merupakan guru yayasan dari Yayasan Karmel yang kantor pusatnya beradadi Malang. Sebagian besar dari guru-guru tersebut dalam mengajar masihmenggunakan metode pembelajaran yang konvensional.Tujuan pengabdian pada masyarakat ini adalah memberikan pelatihan bagipeningkatan kompetensi pedagogik para guru di sekolah-sekolah Katolik diKecamatan Donomulyo. Adapun metode yang digunakan adalah perpaduan antarademonstrasi (peragaan hipnosis oleh kedua pemateri), ceramah tentang hipnosis danpemanfaatannya dalam pembelajaran, tanya-jawab, diskusi dan praktik oleh paraguru dalam memberikan kata-kata yang sugestif kepada siswa. Setelah prosespelatihan berakhir dilakukan penyebaran angket untuk mendapat informasi balikandari peserta pelatihan. Sebagian besar peserta menyatakan mendapatkan hal yangbaru dan metode yang digunakan sangat variatif dan menyenangkan. Oleh karena itu,peserta memberi saran agar kegiatan serupa rutin bisa diadakan.
PENINGKATAN BUDAYA BERLITERASI SASTRA BAGI SISWA SMAK SANTA MARIA MALANG MELALUI PEMBUATAN KITAB PENTIGRAF Agustinus Indradi
Asawika : Media Sosialisasi Abdimas Widya Karya Vol 6 No 1 (2021): Jurnal Asawika Vol 6-1
Publisher : LPPM Unika Widya Karya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37832/asawika.v6i01.49

Abstract

ABSTRAKPenanaman gemar membaca sudah dilakukan di semua sekolah, namun belum semua dimuarakan padapembiasaan menulis. Memang terdapat beberapa kendala dalam upaya penanaman gemar menulis, karyasastra khususnya. Guna mengatasi kendala yang ada, pelatihan pembuatan pentigraf (cerpen tiga paragraf)ternyata bisa menjadi solusi. Hal ini dibuktikan lebih dari 2/3 siswa bisa mengumpulkan pentigraf dengantetap waktu. Agar rasa bangga siswa menjadi semakin terbangun, maka karya-karya tersebut dicetak dalambentuk buku oleh penerbit dan ber-ISBN. Buku tersebut diberi judul Teduhan Tak Kasat Mata yang terdiriatas 125 pentigraf dari 114 siswa. Melalui kegiatan abdimas ini, kiranya budaya berliterasi sastra bagi siswadi SMAK St. Maria Malang sungguh semakin berkembang. AbstractInstilling reading habit has been carried out in all schools, but not all has been directed to the writing habit.Indeed, there are several obstacles in writing, especially in literary works. In order to overcome this obstacles,training in making pentigraphs (three paragraphs consisting of short stories) turned out to be a solution. This isproven by more than 2/3 of students of SMAK St. Maria Malang are able to collect pentigraphs on time. Inorder to build a sense of pride of the students, their works are printed in the form of book of pentigraphs bypublishers and have ISBN. The book is entitled Teduh Tak Kasat Mata which consists of 125 pentigraphersfrom 114 students. Through this community service, the culture of literary literacy of the students could beimproved.
PEMBENTUKAN KARAKTER KRITIS DAN KREATIF MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA DAN KETELADANAN GURU BAHASA Agustinus Indradi Agustinus Indradi
FKIP e-PROCEEDING 2017: SEMINAR NASIONAL #3: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM KONTEKS GLOBAL
Publisher : Pendidikan Fisika FKIP UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam perkembangan dunia yang begitu pesat, dibutuhkan orang-orang yang memiliki karakter kritis dan kreatif. Pembentukan kedua karakter tersebut bisa dikembangkan melalui proses pendidikan, yang salah satunya melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karakter kritis dan kreatif siswa bisa dikembangkan melalui proses pembiasaan, baik melalui pembelajaran maupun pemerolehan. Proses pembelajaran terjadi secara sengaja di dalam kelas, sedangkan proses pemerolehan terjadi secara alami melalui apa yang dilihat siswa pada gurunya. Sama halnya dengan orang yang belajar bahasa, apa yang didapat melalui pemerolehan akan lebih membekas daripada yang didapat melalui pembelajaran. Pembelajaran membaca dan menulis bisa dipakai sebagai sarana mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Pembelajaran membaca bisa banyak membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan pembelajaran menulis bisa banyak membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Tetapi apabila dalam pembelajaran menulis, guru tidak bisa berperan sebagai model yang bisa dijadikan teladan dalam hal menulis, kiranya kreativitas menulis dari siswa sulit untuk dikembangkan secara maksimal. Oleh karena itu, guru Bahasa Indonesia tidak cukup bisa menyampaikan teori bahasa dengan bagus, tetapi juga harus mampu menjadi model dalam menghasilkan karya tulis yang baik.Kata Kunci: pembelajaran, pemerolehan, karakter, kritis, kreatif
PEMBENTUKAN KARAKTER KRITIS DAN KREATIF MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA DAN KETELADANAN GURU BAHASA Agustinus Indradi
FKIP e-PROCEEDING 2017: PROSIDING SEMINAR NASIONAL #3: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM KONTEKS GLOBAL
Publisher : Pendidikan Fisika FKIP UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Dalam perkembangan dunia yang begitu pesat, dibutuhkan orang-orang yang memiliki karakter kritis dan kreatif. Pembentukan kedua karakter tersebut bisa dikembangkan melalui proses pendidikan, yang salah satunya melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karakter kritis dan kreatif siswa bisa dikembangkan melalui proses pembiasaan, baik melalui pembelajaran maupun pemerolehan. Proses pembelajaran terjadi secara sengaja di dalam kelas, sedangkan proses pemerolehan terjadi secara alami melalui apa yang dilihat siswa pada gurunya. Sama halnya dengan orang yang belajar bahasa, apa yang didapat melalui pemerolehan akan lebih membekas daripada yang didapat melalui pembelajaran. Pembelajaran membaca dan menulis bisa dipakai sebagai sarana mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Pembelajaran membaca bisa banyak membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan pembelajaran menulis bisa banyak membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Tetapi apabila dalam pembelajaran menulis, guru tidak bisa berperan sebagai model yang bisa dijadikan teladan dalam hal menulis, kiranya kreativitas menulis dari siswa sulit untuk dikembangkan secara maksimal. Oleh karena itu, guru Bahasa Indonesia tidak cukup bisa menyampaikan teori bahasa dengan bagus, tetapi juga harus mampu menjadi model dalam menghasilkan karya tulis yang baik. Kata-kata Kunci: pembelajaran, pemerolehan, karakter, kritis, kreatif
Penyusunan Kitab Pentigraf sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Berliterasi Siswa/Siswi SMA/SMK Katolik dan Kristen Se-Malang Raya Agustinus Indradi
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat Universitas Ma Chung 2020: Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat (SENAM) 2020
Publisher : Ma Chung Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (736.458 KB)

Abstract

Semangat berliterasi, khususnya pengembangan kemampuan menulis karya sastra, perlu terus dipupuk di kalangan siswa SMA. Namun para guru Bahasa Indonesia di SMA/SMK merasa memiliki keterbatasan waktu dalam pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran cerpen. Selain itu, tidak semua guru Bahasa Indonesia memiliki kemampuan bersastra. Pentigraf (cerpen tiga paragraf) sebagai sebuah genre baru dalam sastra bisa menjadi alternatif mengatasi keterbatasan waktu. Pelatihan diadakan dengan target bisa menghasilkan Kitab Pentigraf (buku kumpulan pentigraf) sebagai upaya membantu para guru Bahasa Indonesia dalam mengembangkan kemampuan menulis siswa. Semua siswa SMA/SMK Katolik dan Kristen se-Malang Raya diberi peluang untuk bisa mengikuti pelatihan menulis pentigraf. Jumlah sekolah yang memberi tanggapan ada 8 SMA dan 1 SMK dengan jumlah peserta 90 orang. Dari 90 orang tersebut 54 siswa yang menyerahkan pentigraf-pentigraf mereka dan terkumpul lebih dari 200 pentigraf. Setelah diseleksi, terpilih 148 pentigraf dan terkumpul dalam Kitab Pentigraf dengan judul “Gadis Kecil Berpayung Hitam”
WORKSHOP METODE PEWARTAAN DI ERA DIGITAL BAGI TEAM PEWARTA PAROKI SEMALANG RAYA Agustinus Indradi; Andy Endra Krisna
Asawika : Media Sosialisasi Abdimas Widya Karya Vol 8 No 2 (2023): Desember : Asawika
Publisher : LPPM Unika Widya Karya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37832/asawika.v8i02.146

Abstract

AbstrakSetelah penyelenggaraan Konsili Vatikan II, peran awam sebagai pewarta menjadi semakin jelas.Sikap Gereja juga sangat terbuka dalam menanggapi perkembangan teknologi yang begitu cepat, dandiharapkan bisa dimanfaatkan sebagai media pewartaan yang lebih efektif. Sayangnya, belum semua TimPewarta Paroki mendapat pendidikan yang cukup guna melaksanakan tugas tersebut. Karena hal itulah kegiatanpengabdian kepada masyarakat ini diadakan. Materi pelatihan berisi dua hal, yaitu renungan lisan untukdiunggah via Youtube dan renungan tulis dalam format renungan tiga paragraf (rentigraf). Karena latarbelakang peserta begitu beragam, khususnya dari kemampuan pemannfaatan IT, maka tugas yang diberikanhanya terkait membuat renungan dalam bentuk tulis, yaitu dalam format renungan tiga paragraf. Walaupunbegitu, dari 97 peserta hanya 32 peserta yang mengirimkan renungan tiga paragraf (rentigraf) yang ditugaskandan akhirnya dicetak menjadi Kitab Rentigtaf. Semoga pengalaman peserta yang telah ikut membuat renungantiga paragraf dan telah dibukukan menjadi semangat baru dalam ikut mewartakan ajaran-Nya di era digital ini.Kata kunci: era digital; pewartaan; renungan tiga paragraf (rentigraf)AbstractAfter the holding of the Second Vatican Council, the role of laypeople as evangelists becameincreasingly clear. The Church's attitude is also very open in responding to rapid technological developments,and it is hoped that it can be used as a more effective evangelical media. Unfortunately, not all ParishEvangelist Teams have received sufficient education to carry out this task. That's why this community serviceactivity was held. The training material consists of two things, namely an oral reflection to be uploaded via aYouTube channel and a written reflection in three paragraph reflection (called rentigraf) format. Because theparticipants' backgrounds were so diverse, especially in terms of their ability to use IT, the assignments givenwere only related to writing reflections in written form, namely in a three-paragraph reflection format(rentigraf). Despite this, of the 97 participants, only 32 participants submitted their assigned three-paragraphreflections (rentigraf) which were eventually printed into the Book of Rentigraf. We hope that the experienceof the participants who have participated in the making of the rentigraf book will give them new enthusiasm insharing His teachings in this digital era.Keywords: digital era; proclamation; three paragraph reflection (rentigraf)