Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

“BAGANISASI” DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING (“Baganisasi” in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing) Akhmad Solihin; Mashury Imron; Ary Wahyono
Buletin PSP Vol. 20 No. 2 (2012): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.992 KB)

Abstract

Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya kerap dimasuki oleh armada tangkap Malaysia yang menggunakan alat tangkap trawl skala besar. Selain kerugian ekonomi, praktik-praktikillegal fishing tersebut telah merusak ekosistem laut dan sumber daya ikan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengkaji akar permasalahan illegal fishing di wilayah perairanPulau Sebatik dan menganalisis kebijakan baganisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai upaya pemberantasan illegal fishing. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, yang menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan analisa dihasilkan bahwa illegal fishing di wilayah perairan Pulau Sebatik disebabkan oleh: (a) rendahnya patroli laut; dan (b) dan lemahnya koordinasi aparat penegak hukum. Sementara kebijakan baganisasi berdampak positif, karena: (a)  menghambat masuknya nelayan asing; (b) menunjukkan penguasaan perairan oleh Republik Indonesia; dan (c) kapalTentara Angkatan Laut Negara lain segan masuk ke wilayah perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya.Kata kunci: baganisasi, illegal fishing, nelayan asing, penegak hokum, Pulau Sebatik
TINGKAT KETERGANTUNGAN NELAYAN GILLNET DI KARANGaSONG, KABUPATEN INDRAMAYU TERHADAP SUMBERDAYA IKAN Iin Solikhin; Eko Sri Wiyono; Akhmad Solihin
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 4 No 1 (2013): MEI 2013
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.167 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.4.63-71

Abstract

Ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan pada umumnya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya diversifikasi pekerjaan sebagai sumber pendapatan alternatif saat ikan susah didapatkan. Namun untuk melakukan diversifikasi pekerjaan tersebut, maka perlu dilihat terlebih dahulu tingkat ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mendeskripsikan perikanan gillnet di PPI Karangsong, (2) menganalisis tingkat ketergantungan nelayan gillnet di PPI Karangsong terhadap sumberdaya ikan. Perhitungan tingkat ketergantungan menggunakan Multi Cryteria Analysis dengan kriteria yang digunakan yaitu jumlah keluarga, alokasi waktu, pendapatan, dan pengeluaran. Perikanan gillnet di PPI Karangsong didominasi oleh kelompok gillnet 0-10 GT. Kapal gillnet < 25 GT masih menggunakan es, sedangkan kapal ≥ 25 GT menggunakan freezer. Tingkat ketergantungan nelayan gillnet 0-20 GT terhadap sumberdaya ikan lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan gillnet > 20 GT.
ASURANSI KERANGKA KAPAL PERIKANAN SEBAGAI STRATEGI MANAJEMEN RISIKO (STUDI KASUS: PERUSAHAAN UMUM PERIKANAN INDONESIA) Bunga Mega Aprilia; Fis Purwangka; Akhmad Solihin
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 10 No 2 (2019): NOVEMBER 2019
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2662.772 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.10.217-231

Abstract

Fishing vessel operational activities have a high risk of accidents, those causing losses to the ship owner. The government has required fishing vessel frame insurance to the ship owner through a mandatory circular for the removal of the ship's framework and/or compensation protection. This study aims to describe the rules of ship insurance in Indonesia with a normative juridical law. Next, identify fishing vessel requirements for submission of insurance with a descriptive analysis and find out the gap in the implementation of fishing vessel frame insurance at Perum Perindo and provide recommendations for implementation with gap analysis. The results of this study, it is known that the rules regarding fishing vessel frame insurance contained in Law No. 17/2008 (Article 203), PP No. 5/2010 (Article 119), and PermenHub No. 71/2013 (Article 18). Required insurance requirements are grosse akta, surat ukur, and pas besar. The implementation gap for fishing vessel frame insurance at Perum Perindo is 40%. Recommendations for implementing insurance are suggested that the ship owner completes the document of ownership of the ship which is the insurance requirement and the preparation of funds to pay premiums to third parties.
Hak Ulayat Laut di Era Otonomi Daerah sebagai Solusi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan: Kasus Awig-awig di Lombok Barat Akhmad Solihin; Arif Satria
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 1 No. 1 (2007)
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.631 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v1i1.5937

Abstract

Kebijakan pembangunan perikanan Indonesia di masa lalu banyak mengalami kegagalan, hal ini dikarenakan doktrin common property, sentralistik dan anti pluralisme hukum. Akibatnya, kebijakan seperti ini telah menciptakan permasalahan yang kompleks di masyarakat pesisir, seperti kerusakan ekologi pesisir dan laut, kemiskinan nelayan, konflik dan lain sebagainya.  Sementara itu, kehadiran Undang-Undang (UU) No 22/1999 dan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang membuka akses dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan lebih luas telah menciptakan pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan. Rekonstruksi peran hak ulayat laut yang ada di masyarakat Lombok Barat bagian Utara, seperti upacara adat sawen merupakan cikal bakal dari ketetapan bersama secara tertulis dalam mengelola sumberdaya perikanan, yaitu Awig-awig. Terbentuknya aturan ini dipengaruhi oleh faktor utama, yaitu konflik. Adapun konflik tersebut disebabkan oleh kondisi ekologi, demografi, lingkungan politik legal, proses distribusi pasar, mata pencaharian dan perubahan teknologi. Sedangkan, proses pembentukannya adalah melalui tahapan informal hingga formal. Sementara dalam tahap revitalisasi awig-awig mempunyai beberapa aturan, yaitu : (1) wilayah tangkapan sejauh 3 mil dari daratan hanya diperuntukan nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional (alat tangkap skala kecil); (2) unit sosial pemegang hak bersifat individual (terbuka); (3) sumber legalitasnya adalah dari upacara adat sawen dan kesadaran masyarakat akan kerusakan sumberdaya perikanan oleh aktivitas pengeboman dan pemotasan; dan (4) pelaksanaan awig-awig ditegakkan secara tegas oleh Lembaga Musyawarah Nelayan Lombok Utara (LMNLU) yang mempunyai sanksi, pertama denda meteri maksimal Rp 10.000.000,00; kedua pembakaran alat tangkap dan ketiga pemukulan massa namun tidak sampai mati. Pemberlakuan awig-awig sangat efektif dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Lombok Barat bagian Utara, hal ini tercermin dari kian menurunnya kegiatan nelayan yang destruktif, seperti penggunaan bom, dinamit, potasium dan alat-alat yang merusak lainnya.
KONFLIK ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA-AUSTRALIA Akhmad Solihin
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 1 No. 2 (2010): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.409 KB) | DOI: 10.29244/jmf.1.2.29-36

Abstract

The habits of Indonesian fisher who ride into the territory of the Australian fisheries often causing fluctuative relations between two countries, because repressive action of the Australian Government's apparatus. Therefore, the purpose of this study are: to assess the economic interest of fisher when get into the fishery regions of Australia, to analyze the offense of illegal fishing, and to get the eradication strategies of illegal fishing in two countries agreement areas. This study is a descriptive analysis, using a normative juridical approach which is equipped with comparative approaches. Based on the analysis yielded that 1) sea cucumbers and sharks are the main target of Indonesian fisher, wherein the value of profits from sea cucumbers of AU $ 14,000-AU $ 30,000, 2) illegal fishing violation occurred, i.e.; breach of the agreement not only operating areas, the utilization of fishery resources, environmental pollution, but also agents of illegal immigrants, 3) eradication of illegal fishing through the establishment of a legal approach by arbitration forming, and economic approach with alternative livelihoods development.
TATA KELEMBAGAAN PENANGANAN NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA PELINTAS BATAS DI WILAYAH PERAIRAN AUSTRALIA Akhmad Solihin
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 3 (2014): Desember
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RINGKASANKompleksitas permasalahan nelayan tradisional Indonesia di wilayah perikanan Australia telah berlangsung sejak tahun 1980-an, meski telah dilakukan penandatanganan perjanjian yang mengakui hak atas nelayan tradisional Indonesia, kerap terjadi pelanggaran oleh nelayan Indonesia.  Berdasarkan Analytical Hierarchy Process (AHP), diperoleh hasil, yaitu melanjutkan kebiasaan penangkapan ikan di wilayah MoU BOX dengan aturan yang baru (0,581) dengan membuat sistem pemantauan perahu nelayan dengan cara memasang vessel monitoring system (VMS).  Sementara itu, analisa LFA (Logical Framework Analysis) menghasilkan tiga isu utama, yaitu kelembagaan, ekonomi dan hukum.Kata kunci : nelayan tradisional, pelintas batas perairan, MoU Box
STRATEGI PERDAGANGAN TUNA INDONESIA KE PASAR UNI EROPA Eko Sri Wiyono; Akhmad Solihin
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 3 No 2 (2016): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peningkatan pertumbuhan penduduk dunia menuntut pasokan kebutuhan pangan, salah satunya dari protein ikan dari penangkapan ikan. Tekanan terhadap perikanan tangkap tersebut mengakibatkan gejala tangkap lebih yang disertai dengan masih tingginya angka kegiatan praktik perikanan ilegal. Dampak perikanan ilegal disikapi secara serius oleh masyarakat dunia dengan ditetapkannya berbagai instrumen internasional, baik yang mengikat maupun tidak. Sementara itu, komunitas Uni Eropa membuat peraturan khusus yang mengatur perdagangan ikan yang bebas dari praktik perikanan ilegal. Tujuan penelitian ini yaitu:  (1) menganalisis aturan Uni Eropa; (2) menganalisis level kompatibilitas peraturan Indonesia dengan peraturan Uni Eropa; dan (3) menyusun strategi perdagangan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa. Metode yang digunakan analisis hukum dan A'WOT. Analisa hukum mengungkapkan bahwa untuk memberantas perikanan ilegal, Uni Eropa mengeluarkan Peraturan Dewan No 1005/2008, yang disikapi oleh Pemerintah Indonesia dengan cara mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.13/MEN/2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan. Sementara A'WOT menghasilkan strategi, yaitu: monitoring dan evaluasi implementasi Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan berkala; sosialisasi pemerataan SHTI di pelabuhan perikanan, dan penataan sistem data terpadu.Kata kunci:  perikanan iIlegal, Uni Eropa, sertifikat hasil tangkapan ikan
PENGUATAN KELEMBAGAAN TPI DALAM MEWUJUDKAN PERIKANAN BERKELANJUTAN DAN BERKEADILAN Akhmad Solihin
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 3 No 3 (2016): Desember
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelabuhan perikanan berperan penting dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, kegiatan praproduksi, produksi, pengolahan, pemasaran ikan dan pengawasan sumberdaya ikan. Namun demikian, keberadaan sistem pelelangan di pelabuhan perikanan tersebut dihadapkan pada kompleksitas permasalahan yang tidak hanya menghambat perekonomian daerah, akan tetapi juga mengganggu keberlanjutan perikanan. Beberapa permasalahan tersebut antara lain kuatnya peran patronase nelayan dan pembeli yang tidak tercatat di pelabuhan perikanan, ketiadaan kepemilikan modal para pelelang ikan, dan sarana prasarana pelabuhan perikanan yang sangat minim. Oleh karena itu, Kabupaten Tangerang yang memiliki potensi perikanan mengoptimalkan peran dan fungsi Tempat Pelelangan Ikan, salah satunya adalah optimalisasi pelelangan ikan di Cituis. Tujuan penelitian ini yaitu:  (1) menganalisis isu dan permasalahan kelembagan Tempat Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis; dan (2) menyusun rekomendasi kebijakan dalam penguatan peran kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan. Metode yang digunakan adalah Logical Framework Analysis, yang hasilnya menunjukan bahwa permasalahan utama di Tempat Pelelangan Ikan Cituis adalah terganggunya pelelangan ikan, yang disebabkan oleh kemampuan daya beli pedagang kecil, sistem lelang di hutang, hubungan sistem langgan, dan minimnya dana talangan. Oleh karena itu,  diperlukan penguatan fungsi kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan, penguatan peran langgan, peningkatan fasilitas pelabuhan perikanan, dan  penegakan hukum.
ANALISIS KELEMBAGAAN KEMITRAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN IMPLEMENTASINYA DI KABUPATEN REMBANG Akhmad Solihin; Benny Osta Nababan
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 4 No 2 (2017): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Usaha perikanan tangkap senantiasa dihadapkan pada ketidakpastian, sehingga berdampak terhadap keberlanjutan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Kelembagaan kemitraan dalam usaha perikanan tangkap merupakan salah satu strategi yang perlu diadaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi ketidakpastian tersebut. Kemitraan dalam sistem usaha telah diatur dalam  Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kesenjangan peraturan perundang-undangan dalam mengatur kemitraan, dan menganalisis tingkat perkembangan kemitraan berdasarkan indikator dalam peraturan perundang-undangan tersebut, serta menyusun strategi kemitraan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis hukum meliputi analisis yuridis normatif dan yuridis empiris, serta analisis kerangka logis (LFA). Analisa hukum melalui peraturan perundang-undangan dengan mengungkapkan indikator kemitraan harus memperhatikan aspek pemasaran, pembinaan, permodalan, manajemen dan teknologi. Analisa LFA merekomendasikan penguatan kemitraan usaha perikanan tangkap, melalui (1) membantu akses perbankan; (2) penguatan permodalan koperasi; (3) penguatan peran bakul; (4) revitalisasi Tempat Pelelangan Ikan; (5) intensitas pendampingan teknis penyuluh; dan (6) pembentukan dan intensitas forum KUB.
STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI WILAYAH PERBATASAN BERBASIS KELAUTAN DAN PERIKANAN (STUDI KASUS DI NANUSA, NATUNA DAN NUNUKAN) Mira Mira; Akhmad Solihin; Tajerin Tajerin
Sosio Konsepsia Vol 2 No 3 (2013): Sosio Konsepsia (Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Publisher : Puslitbangkesos Kementerian Sosial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33007/ska.v2i3.780

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi isu, permasalahan dan strategi peningkatan ekonomi wilayah perbatasan berbasis sektor kelautan dan perikanan telah dilakukan di Natuna, Nunukan, dan Nanusa pada tahun 2012. Data yang digunakan dalam penelitian adalah bersifat kualitatif yang dikumpulkan dengan Focus Group Disscussion (FGD). Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik LFA (Logical Framework Analisys) untuk memetakan permasalahan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, teknik SWOT (Strength-Weakness-Opportunity-Threat) untuk merumuskan strategi peningkatan ekonomi wilayah perbatasan, dan teknik QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan pilihan strategi prioritas. Berdasarkan total nilai dari causatif dan effect dari analisis LFA disimpulkan 7 permasalahan utama dari 19 isu permasalahan dalam peningkatan ekonomi wilayah perbatasan, yaitu: (1) produktivitas perikanan tangkap dan budidaya yang rendah; (2) lemahnya peran kelembagaan ekonomi; (3) pasokan BBM tidak lancar dan mahal harganya; (4) maraknya illegal fishing; (5) ketergantungan perekonomian terhadap negara luar; (6) dukungan penyediaan input produksi berupa benih dan pakan yang kurang dan (7) kurangnya frekuensi angkutan laut. Berdasarkan analisis SWOT dan QSPM, dirumuskan strategi peningkatan ekonomi wilayah perbatasan yaitu, pertama: Untuk mendukung peningkatan produktifitas perikanan tangkap dan budidaya pemerintah setidaknya membangun 1 SPDN dan 1 BBI di masing-masing wilayah tersebut. Kedua: Pemberian bantuan modal untuk peningkatan usaha penangkapan minimal Rp 77 juta sampai dengan Rp 200 juta dan Rp 60 juta untuk usaha budidaya. Ketiga: Pemerintah minimal menyediakan 25 tenaga pendamping untuk mendukung peningkatan kapasitas kelembagaan koperasi dan kualitas nelayan, pembudidaya, dan pengolahan perikanan. Keempat: Pemerintah harus merealisasikan 180 hari pengawasan dimana selama ini jumlah hari pengawas baru terealisasi 100 hari per tahun. Kata kunci: Peningkatan ekonomi, wilayah perbatasan, strategi,nelayan .