Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

MAKNA DAN NILAI BUDAYA TRADISI KHABANTI KANTOLA SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN KARAKTER PADA MASYARAKAT MUNA-SULAWESI TENGGARA Taena, La; Ali Basri, La Ode; Balawa, La Ode; Rasiah, Rasiah
Proceeding Seminar LPPM UMP 2015: Buku II Bidang Ilmu Pendidikan dan Sosial Humaniora, Proceeding Seminar Nasional LPPM 2015, 2
Publisher : Proceeding Seminar LPPM UMP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna dan nilai dalam tradisi kabhanti kantola kaitannya dengan pendidikan karakter di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kabhanti kantola merupakan sebuah tradisi yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dan hiburan dalam masyarakat Muna dengan pola nyanyian berbalas pantun (folksong) yang diwariskan secara turun-temurun. Lokasi penelitian adalah tiga kecamatan di kabupaten Muna yaitu, Kecamatan Katobu, Kecamatan Watuputih, dan Kecamatan Tongkuno. Data dikumpulkan  melalui teknik observasi pementasan, teknik rekam, transkripsi, terjemahan, dan  interpretasi, data kemudian dianalisis secara qualitatif-interpretatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, tradisi Kabhanti Kantola kantola di kabupaten Muna sesungguhnya masih eksis dan memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi dan hiburan masyarakat, hanya saja intensitasnya mulai berkurang. Berkurangnya intensitas ini bukan saja disebabkan oleh kurangnya sumberdaya manusia, tetapi juga popularitasnya dewasa ini mengalami penurunan, terutama di kalangan generasi muda. Kedua, makna dan nilai budaya yang terpancar dari teks-teks kabnati kantola kaitannya dengan pendidikan karakter mencakup; nilai kebersamaan, etika dalam berpolitik, etika dalam pergaulan dan pendidikan dan gender. Oleh sebab itu, pelibatan pengajaran tradisi kabhanti kantola dalam kurikulum lokal mata pelajaran Seni Budaya di SMP selain dapat menggali nilai-nilai untuk memperkuat pendidikan karakter juga dapat melestarikan tradisi lokal Kabhanti Kantola kantola. Oleh sebab itu, peran dunia pendidikan sangat vital untuk kedua hal tersebut. Kata Kunci : Makna, Nilai, Kabhanti Kantola, Pendidikan Karakter
LOCAL GENIUS AS SOCIO-CULTURAL CAPITAL FOR EMPOWERING THE BAJO ETHNIC PEOPLE RESIDING AT THE COASTAL AREA OF BUNGIN PERMAI VILLAGE, SOUTH EAST SULAWESI Ali Basri, La Ode; Parimartha, I Gde; Ardika, I Wayan; Meko Mbete, Aron
E-Journal of Cultural Studies Vol. 5, No. 1 Januari 2011
Publisher : Cultural Studies Doctorate Program, Postgraduate Program of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (46.956 KB)

Abstract

In this dissertation the local genius as socio-cultural capital for empowering theBajo ethnic people residing at the costal area of Bungin Permai Village, TinanggeaDistrict, South Konawe Regency, South Sulawesi Province is discussed. The Bajo ethnicpeople have a set of local genius within their socio-cultural system which is reflected intheir belief, tradition and custom and is used as the reference for conceiving andexplaining the objective and essence of life and the world. However, such local geniushas not functioned optimally yet as they are still marginalized.This research is focused on (1) what forms of local genius serve as the sociocultural capital for empowering the Bajo ethnic group residing at the coastal area?; (2)how the local genius is developed to empower the Bajo ethnic people residing at thecoastal area?; and (3) what factors which may support and obstruct the local genius usedas the socio cultural capital for empowering the Bajo ethnic people residing at the coastalarea? Qualitative method is employed in this study with the approach of cultural studies.The theories used are the post colonial theory, structural theory, generative theory,hegemony theory and semiotic theory. The techniques used for collecting the data neededare participative observation, in-depth interview, library research, and focus groupdiscussion. The data obtained are analytically and descriptively processed and arepresented in the forms of narration, tables and visual illustration.The results of the study show that the Bajo ethnic people residing at BunginPermai Village have a set of local genius which may be potentially used as the sociocultural capital for empowering their community such as (1) indigenous skills andknowledge; (2) working culture; and (3) local organizations. The development of theindigenous skills and knowledge (pengetahuan dan ketrampilan asli; hereon abbreviatedto PKA) and the revitalization of their local organizations may be used as the sociocultural capital for empowering their community. The factors supporting the local geniusused as the socio cultural capital to support the empowerment of the Bajo ethnic peopleresiding at the coastal area are (1) availability of marine resources around the area where they live; (2) the existence of their local organizations; (3) being supporting by thecommunity and the government. The factors obstructing the local genius used as thesocio cultural capital to support the empowerment of the Bajo ethnic people residing atthe coastal area are (1) capitalistic economic transformation taking place within theircommunity; (2) collision against the mainland community with regard to cultural values;(3) low quality human resources; (4) negative image of the Bajo community. Themeanings of the local genius as the socio cultural capital for empowering the communityare (1) cultural preservation; (2) community empowerment and independence.
SEJARAH SILAT SANGKAPURA DI KELURAHAN WANEPA-NEPA KECAMATAN LAKUDO KABUPATEN BUTON TENGAH Ude, Amrin; Ali Basri, La Ode; M., Aswati
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.797 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7353

Abstract

ABSTRAKFokus penelitian ini mengacu pada beberapa masalah yaitu; (1) Bagaimana Asal-usul Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah?, (2) Bagaimana Gerakan Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah?, (3) Mengapa Terjadi Perubahan Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-Nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah?, (4) Nilai-nilai apa yang terkandung dalam Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa kecamatan Lakudo kabupaten Buton Tengah?Penelitian ini menggunakan Metode Sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terdiri dari: (1) Teknik Pengumpulan Data (Heuristik), terdiri dari: (a) Penelitian Kepustakaan (Library research), (b) Pengamatan (Observasi), (c) Wawancara (Interview), (d) Studi Dokumen yaitu mengkaji dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti, (2) Kritik Sumber terdiri dari kritik eksternal dan internal, (3) Interpretasi (analisis dan sintesis), (4) Historiografi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Asal-usul lahirnya permainan silat sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa yakni berawal dari Guru Lampolea ia belajar silat sangakapura ini dari seorang toko persilatan di Johor Singapur yang bernama  Ua Senge, ia berasal dari pulau tomia yang telah menjadi Guru besar di pulau johor. Ua Senge mengajarkan silat ini hanya pada orang-orang Buton yang datang berlayar di Johor Singapur, dengan tujuan berdagang dan belajar silat dari Guru Ua Senge. Permainan silat ini kemudian diperkenalkan oleh Guru Lampolea secara diam-diam, ia mengajak keluarganya yaitu Guru Hamza untuk beradu ketangkasan secara rahasia antara Guru dan Murid. Silat sangkapura ini kemudian di lanjutkan oleh Guru Hamza dengan membuka perguruan silat sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa. Silat ini kemudian dipopulerkan dengan nama silat sangkapura (silakampo dari singapur). (2) Pelaksanaan gerakan permainan silat Sangkapura terdiri atas dua tahap yaitu: pertama tahap gerakan dasar dilakukan hanya satu orang, kedua tahap penyerangan dan pertahanan yang dilakukan oleh dua orang. (3) Perubahan yang terjadi Dalam silat tradisional Sangkapura yang dikembangkan di Kelurahan Wanepa-nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah telah mengalami perubahan antara lain dari segi pakaian yaitu pada masa kekesultanan hanya menggunakan pakaian hitam sedangkan sekarang hanya memakai pakaian bisa kadang dikombinasikan dengan sarung wolio. (4) permainan silat Sangkapura mengandung nilai budaya, agama, sosial, dan keindahan. Kata Kunci: Silat Sangkapura (Silakampo), Sejarah, Perkembangan
RITUAL KADIANO GHUSE PADA MASYARAKAT ETNIK MUNA DI KECAMATAN NAPABALANO KABUPATEN MUNA Sunartin, Sunartin; Niampe, La; Ali Basri, La Ode
Jurnal Penelitian Budaya Vol 5, No 1 (2020): Jurnal Penelitian Budaya
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.888 KB) | DOI: 10.33772/jpeb.v5i1.9098

Abstract

Penelitian ini bertujuan : (1) untuk mendeskripsikan prosesi pelaksanaan ritual kadiano ghuse pada etnik Muna di Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna; dan (2) untuk menganalisis makna simbolik yang terkandung dalam ritual kadiano ghuse pada masyarakat etnik Muna di Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna. Teori yang digunakan sebagai alat analisis dan dasar pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah teori interaksi simbolik  dan teori semiotika. Teknik pengumpulan data digunakan dengan cara: (1) observasi; (2) wawancara mendalam; dan (3) studi dokumen. Teknik analisis data dilakukan dengan cara: (1) penyusunan data; (2) sajian data; (3) penafsiran data; dan (4) penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa: (1) Prosesi pelaksanaan ritual kadiano ghuse  memiliki beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu (a) pemanggilan pawang hujan; (b) menyiapkan bahan pelaksanaan ritual kadiano ghuse; (c) pawang hujan melaksanakan ritual  kadiano ghuse. (2) Bahan-bahan  yang digunakan  dalam ritual kadiano ghuse selalu memunculkan penggunaan simbol-simbol yang sangat sarat dengan makna tertentu, di antaranya (a)  Tabhako (Rokok) dan Bhakeno Saha (Buah Cabe) memiliki makna untuk mengarahkan hujan ke tempat lain dan menjadikan hujan menghindar dari tempat hajatan masyarakat; (2)  Paesa (Cermin), Ghohia (Garam) dan Winto Kontu ( Batu Asa) memiliki makna untuk menyinari langit agar cerah dan tidak turun hujan, dan sebagai media perantara doa air hujan tidak meluap di tempat hajatan masyarakat; dan (3) Roono Kalei  (Daun Pisang) dan Kalumembe (Tumbuhan yang dijadikan Sapu Tradisional) memiliki makna untuk mengeringkan awan di langit dan untuk menyapu bersih awan yang ada di langit. Kata kunci: Kadiano ghuse, prosesi, makna simbolik, etnik Muna
Keterlibatan Perempuan dalam Sektor Publik untuk Peningkatan Pendapatan (Studi pada Perempuan Penjual Sayur di Pasar Pelelangan Kota Kendari) Norma, Norma; Taena, La; Taena, La; Ali Basri, La Ode; Ali Basri, La Ode
Jurnal Penelitian Budaya Vol 4, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Budaya
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.556 KB) | DOI: 10.33772/jpeb.v4i2.9074

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk membuat deskripsi dan analisis tentangfaktor-faktor penyebab mengapa perempuan bekerja sebagai penjual sayur diPasar Pelelangan Kota Kendari, tentang bagaimana tugas-tugas domestik parapenjual sayur dilaksanakan dilakasnakan sepulang kerja dari Pasar PelelanganKota Kendari, dan tentang bagaimana kondisi ekonomi rumah tangga setelahmereka aktif berjualan. Penelitian dari artikel ini dilaksanakan di Pasar Pelelangantepatnya di pasar UPTD PPI/TPI Kota Kendari atau lebih dikenal dengan sebutanPasar Pelelangan. Metode penelitian ini adalah deskriftif kualitatif dimanapengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara kepada paraperempuan penjual sayur sebagai informan yang ditetapkan dengan teknikpurposive sampling. Data analisis menggunakan teknik validasi data. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat tiga factor penyebab mengapaperempuan bekerja sebagai penjual sayur yakni ekonomi keluarga yang rendah,tingkat pendidikan yang rendah, dan keinginan untuk hidup layak, 2) tetapdilaksanakan tugas-tugas domestik seperti: tanggung jawab mengantar anak danmenjemput anak, kegiatan membereskan rumah, melayani suami ketika bekerja,perempuan dan ranah social, 3) kondisi ekonomi keluarga dari para perempuanyang bekerja sebagai penjual sayur, telah memenuhi standar cukup dan 4)pekerjaan sebagai penjual sayur juga menimbulkan dampak negatif misalnyasebagian dari waktunya menjadi berkurang untuk mengurus keluarga khususnyaanak-anak mereka.Kata Kunci: Perempuan, Sektor Publik, Pendapatan
Keterlibatan Perempuan dalam Sektor Publik untuk Peningkatan Pendapatan (Studi pada Perempuan Penjual Sayur di Pasar Pelelangan Kota Kendari) Norma, Norma; Taena, La; Taena, La; Ali Basri, La Ode; Ali Basri, La Ode
Jurnal Penelitian Budaya Vol 4, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Budaya
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.556 KB) | DOI: 10.33772/jpeb.v4i2.9074

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk membuat deskripsi dan analisis tentangfaktor-faktor penyebab mengapa perempuan bekerja sebagai penjual sayur diPasar Pelelangan Kota Kendari, tentang bagaimana tugas-tugas domestik parapenjual sayur dilaksanakan dilakasnakan sepulang kerja dari Pasar PelelanganKota Kendari, dan tentang bagaimana kondisi ekonomi rumah tangga setelahmereka aktif berjualan. Penelitian dari artikel ini dilaksanakan di Pasar Pelelangantepatnya di pasar UPTD PPI/TPI Kota Kendari atau lebih dikenal dengan sebutanPasar Pelelangan. Metode penelitian ini adalah deskriftif kualitatif dimanapengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara kepada paraperempuan penjual sayur sebagai informan yang ditetapkan dengan teknikpurposive sampling. Data analisis menggunakan teknik validasi data. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat tiga factor penyebab mengapaperempuan bekerja sebagai penjual sayur yakni ekonomi keluarga yang rendah,tingkat pendidikan yang rendah, dan keinginan untuk hidup layak, 2) tetapdilaksanakan tugas-tugas domestik seperti: tanggung jawab mengantar anak danmenjemput anak, kegiatan membereskan rumah, melayani suami ketika bekerja,perempuan dan ranah social, 3) kondisi ekonomi keluarga dari para perempuanyang bekerja sebagai penjual sayur, telah memenuhi standar cukup dan 4)pekerjaan sebagai penjual sayur juga menimbulkan dampak negatif misalnyasebagian dari waktunya menjadi berkurang untuk mengurus keluarga khususnyaanak-anak mereka.Kata Kunci: Perempuan, Sektor Publik, Pendapatan
BUDAYA TEPOROMBUA PADA MASYARAKAT TOLAKI DI DESA BAO-BAO, KECAMATAN SAMPARA, KABUPATEN KONAWE Syukri, Muhammad; Ali Basri, La Ode; Syahrun, Syahrun
Jurnal Penelitian Budaya Vol 3, No 2 (2018): Jurnal Penelitian Budaya
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.552 KB) | DOI: 10.33772/jpeb.v3i2.6615

Abstract

Penelitian ini berjudul “Budaya Teporombua pada Masyarakat Tolaki di Desa Bao-Bao Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe”. Penelitian ini mengkaji tentang budaya teporombua pada masyarakat Tolaki di Desa Bao-Bao Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe.Fokus permasalahan dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu bagaimana bentuk-bentuk teporombua pada masyarakat Tolaki dan bagaimana fungsi serta nilai budaya yang terkandung didalam budaya teporombua.             Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk serta fungsi dan nilai budaya yang terkandung dalam teporombua.Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini yakni teori solidaritas sosial dan teori struktural fungsional.Secara metodologi, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan, wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk teporombua yang sering dilakukan dalam masyarakat Tolaki di Desa Bao-Bao yakni teporombua ronga pamarenda (pertemuan atau perkumpulan antara masyarakat dengan pemerintah) guna membicarakan program-program pemerintah yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat, teporombua pepakawia (p
POHON KELAPA SEBAGAI MAHAR PERKAWINAN PADA MASYARAKAT WAWONII DI KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN Dauliyah, Syahri; Jamiludin, Jamiludin; Ali Basri, La Ode
Jurnal Penelitian Budaya Vol 6, No 1 (2021): Jurnal Penelitian Budaya
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (652.168 KB) | DOI: 10.33772/jpeb.v6i1.13077

Abstract

Abstract: This research aims at analyzing the use of coconut trees as dowry, analyze how to count coconut trees as dowry and change the shape of dowry of coconut trees as marriage dowry in the Wawoni community. The data used are qualitative data. The technique of data collection in this research were observation, interview and documentation. The research method used is a descriptive analysis method that focuses on the interpretation and opinions of informants obtained from interviews and research at the research location and then discussed in the study. The results of the research showed that 1) Coconut trees as a dowry are closely related to natural resources and philosophy in developing households in the Wawonii community, 2) Coconut trees that can be used as the dowry in marriage, namely 1 tree that has been bearing fruit for one puu, a coconut tree that will fruiting the first time talking about 2 trees for 1 puu, a new coconut tree that has a segment on the trunk of 4 trees to escape 1 puu. Keywords: coconut tree, dowry, marriage, Wawoni community.
NILAN-NILAI TRADISI POSEPA’A PADA MASYARAKAT LIYA DI KABUPATEN WAKATOBI Setiawan, Wawan; Suardika, I Ketut; Ali Basri, La Ode
Jurnal Penelitian Budaya Vol 2, No 2 (2017): Jurnal Penelitian Budaya
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (706.644 KB) | DOI: 10.33772/jpeb.v2i2.7889

Abstract

Tujuan peneliotian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Posepa’a pada masyarakat Liya di Kabupaten Wakatobi. Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan konsep nilai dan teori fungsionalisme. Desain penelitian menggunakan metode kualitatif. Lokasi penelitian di Kabupaten Wakatobi khususnya di Desa Liya sebagai satu-satunya pemilik tradisi Posepa’a. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi non partisipatif, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Posepa’a pada masyarakat Liya adalah nilai religius, nilai kepatuhan, nilai kesabaran, nilai kepemimpinan, nilai perjuangan, nilai kebersamaan, nilai sportivitas, dan nilai estetika. Nilai tersebut sudah menjadi jati diri yang telah mengakar pada masyarakat Liya yang dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena pada proses pembentukan tradisi Posepa’a sebagai permainan rakyat telah terjadi yang selama berabad-abad yang mengindikasikan bahwa tradisi Posepa’a dalam  kelangsungannya diyakini telah membawa nilai yang sengaja diberikan secara langsung untuk menguatkan eksistensinya sebagai adat kebiasaan yang positif pada masyarakat Liya. Kata kunci: Tradisi Posepa,a, nilai, Desa Liya
THE CHANGE OF CULTURAL IDENTITY IN TORETE ETHNIC AT SORUE JAYA VILLAGE, SOROPIA SUBDISTRICT, KONAWE REGENCY Setiawati, Indra Rahayu; Taena, La; Ali Basri, La Ode
Jurnal Penelitian Budaya Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Penelitian Budaya
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.379 KB) | DOI: 10.33772/jpeb.v3i1.7765

Abstract

Salah satu kelompok etnis yang hidup berkembang di Sulawesi Tenggara adalah kelompok etnis Torete dengan populasi yang relatif lebih kecil atau minoritas dibandingkan dengan kelompok etnis atau etnis lain. Dibandingkan dengan etnis asli, seperti Bugis, Jawa, Bali, Toraja, Lombok, dan yang dikategorikan sebagai kelompok etnis asli seperti Tolakin, Buton, Munan, dan Moronenen. Pertanyaan penelitian dari penelitian ini adalah: “Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan identitas budaya pada etnis Torete di desa Sorue Jaya, Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan identitas budaya pada etnis Torete di desa Sorue Jaya, Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dikumpulkan dengan observasi yang terlibat dan wawancara mendalam dengan informan terpilih. Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah berikut: (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) menarik kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Bentuk-bentuk perubahan identitas budaya suku Torete di desa Sorue Jaya, Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe dapat dilihat dari perubahan bahasa, perubahan sistem mata pencaharian, dan perubahan sistem kepercayaan . (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan identitas budaya pada etnis Torete di desa Sorue Jaya, Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe adalah (a) akulturasi budaya, (b) keberadaan orientasi sosial dan ekonomi, (c) keberadaan perkawinan antar etnis, (d) kehadiran kelompok etnis, dan (e) loyalitas kelompok etnis berkurang.Kata kunci: Perubahan, identitas budaya, dan etnis Torete