Abbas Arfan
Fakultas Syari’ah UIN Maliki Malang

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Aplikasi al-Qawâ‘id al-Fiqhîyah sebagai Nalar Deduktif dalam Istinbât Hukum Islam Arfan, Abbas
ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman Vol 8, No 2 (2014): Islamica
Publisher : Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.465 KB) | DOI: 10.15642/islamica.2014.8.2.292-315

Abstract

This paper discusses the application of al-qawâ‘id al-fiqhîyah (legal principles) as deductive reason in legal reasoning through usûl al-fiqh approach. This paper seeks to answer a problem of how deductive reason using al-qawâ‘id al-fiqhîyah is regarded as the source of Islamic law in the perspective of classical and contemporary religious scholars (ulama). Basing mainly on the legal approach, this paper argues that not all ulama are familiar with, and therefore, employ al-qawâ‘id al-fiqhîyah in the making of Islamic legal opinion. This study concludes that the views of classical and contemporary ‘ulama on this issue can be classified into three groups: a) those who categorically reject legal principles as direct reference of Islamic legal reasoning; b) those who permit the use of legal principles as evidence or reference in legal reasoning; and c) those in the middle position, permitting the use of legal principles as reference on the condition that this principle should be derived from the primary source of Islamic law (al-Qur’ân and Sunnah), not from the legal thought of jurists.
TIPOLOGI MULTIAKAD DALAM PRODUK FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA PERSPEKTIF TEORI DAN BATASAN MULTIAKAD AL ‘IMRANI Arfan, Abbas
ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam Vol 18, No 2 (2017): Islamic Law
Publisher : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.057 KB) | DOI: 10.18860/ua.v18i2.4787

Abstract

Multi-contract theory or hibryd contracts (al ‘uqud al murakkabah) is one of the new theory in contemporary Islamic jurisprudence and among academicians who did a study about the multi-contract in fiqh perspective is Abdullah bin Muhammad bin Abdullah al ‘Imrani. Some fatwa products of NSB-IUC also used this multi-contract theory. This research type is qualitative with descriptive-qualitative and descriptive-quantitative method, the retrieval data technique with a literature review to research multi-contract typology in NSB-IUC fatwas perspective al ‘Imrani multi-contract theory and its limits. The conclutions of this research are: (1) among five typology multi-contract perspectives al ‘Imrani multi-contract theory only found two kinds of multi-contract in NSB-IUC’s fatwas, which are first; mutaqabilah (totalled by 7 or 31.8%) and second; mujtami’ah (totalled bt 15 or 68.2%), while third (mutanafiyah), fourth (mukhtalifah), and fifth (mutajanisah) each of them are 0, which means no (0%) multi-contract with those three typologies; (2) as for multi-contract typology in NSB-IUC’s fatwas, it is al ‘Imrani multi-contract perspective limits which means all multi-contract does not contradict al ‘Imrani multi-contract limits, therefore it is allowed by Sharia, but there are some alternative multi-contract in fatwa products wich kind of doubtful (syubhat), moreover it could lead us to riba, like Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) transaction especially in two multi-contract options, which are: wakalah-murabahah and wakalah-qardh.
PROSPEK DAN HAMBATAN BISNIS ASURANSI UMUM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Arfan, Abbas
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 1, No 1: Juni 2009
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v1i1.327

Abstract

Majority of Indonesians have not made use of insurance as a means of protecting life, family and property from unforeseen events befalling on them. They are still unfamiliar with insurance and neither awared of types of insurance products available. Besides, their understanding about insurance law from Islamic legal perspective is far from enough. This article aims to reveal the importance of insurance in protecting people’s life, family and property, and divergent opinions of ulama on the legal status of insurance.Masyarakat Indonesia masih belum memanfaatkan keberadaan perusahan asuransi sebagai sarana melindungi diri, keluarga dan harta benda dari kejadian-kejadian tak terduga yang datang menimpa. Masyarakat kita masih sangat awam dengan asuransi dan belum banyak mengenal jenis-jenis produk asuransi yang tersedia. Di samping itu, pemahaman mayoritas umat Islam Indonesia tentang hukum asuransi dalam pandangan Hukum Islam (Fiqh) masih belum utuh. Artikel ini berusaha mengungkap pentingnya asuransi dalam melin-dungi Keywords: Asuransi, Produk Asuransi, Hukum Islam.
MASLAHAH DAN BATASAN-BATASANNYA MENURUT AL-BÛTHÎ (Analisis Kitab Dlawâbith al-Mashlahah fi al-Syarî’ah al-Islâmiyyah) Arfan, Abbas
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 5, No 1: Juni 2013
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (529.764 KB) | DOI: 10.18860/j-fsh.v5i1.2999

Abstract

Definition of al - mashlahah according to al - Bûthî is : “ Something useful accoding to al - Shâri ‘ (Allah and His Messenger ) for the benefit of his servants , in keeping religion , life , intellect , lineage and their property , in accordance with the specific sequences contained in the maintenance category . “ Furthermore al - Bûthî asserts that al - mashlahah can be used as a source of law if it meets the five criteria that he called al -mashlahah Dlawâbith.  These  five  criteria  are  ;  (  a)  maslahah  should  be included in the scope of al - maqashid al - Syar’iyyah the five , ( b ) maslahah does not contradict with the Qur’an , ( c ) maslahah does not contradict with al - Sunnah , ( d ) maslahah does not contradict with al - Qiyas and ( e ) maslahah does not contradict with another benefit that is higher / stronger / more important . That’s more or less the gist of the book Dlawâbith mashlahah fi al - Shari’ah al - Islamiyya , beside that in this paper , the authors tried to analyze critic al - Bûthî against al - Thûfî on maslahah concept , in addition also critical analysis of the author to distribution and limitations of maslahah in al - Bûthî’s version. Definisi  al-Mashlahah  menurut  al-Bûthî  adalah:  “Sesuatu  yang  bermanfaat yang dimaksudkan  oleh  al-Syari’  (Allah  dan  Rasul-Nya)  untuk  kepentingan hamba-Nya,  baik  dalam  menjaga  agama,  jiwa,  akal,  keturunan  dan  harta mereka,  sesuai  dengan  urutan  tertentu  yang  terdapat  di  dalam  kategori pemeliharaan tersebut.” Namun al-Bûthî menegaskan bahwa al-Mashlahah dapat dijadikan sebagai sumber hukum jika memenuhi lima kriteria yang ia istilahkan dengan Dlawâbith  al-Mashlahah.  Kelima  kriteria  tersebut  adalah;   maslahah tersebut haruslah: (a) termasuk ke dalam cakupan al-Maqâshid al-Syar’iyyah yang lima, (b) tidak bertentangan dengan al-Qur’an, (c) tidak bertentangan dengan alSunnah, (d) tidak bertentangan dengan al-Qiyas dan (e) tidak bertentangan dengan kemaslahatan  lain  yang  lebih  tinggi/  lebih  kuat/lebih  penting.  Itulah lebih kurang intisari  dari  kitab   Dlawâbith  al-Mashlahah fi  Syarî’ah  al-Islâmiyyah,  namun dalam makalah ini, penulis berusaha menganalisis kritik al-Bûthî terhadap konsep maslahah al-Thûfî, disamping analisis kritis penulis terhadap pembagian maslahah dan batasannya versi al-Bûthî.
FIQH AL-SIYASAH AL-JABIRI: Analisis Kitab al-‘Aql al-Siyasi al-’Arabi (Nalar Politik Arab) Arfan, Abbas
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 2, No 1: Juni 2010
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v2i1.56

Abstract

Perkembangan pemikiran Islam Indonesia akhir-akhir ini dapat dikatakan cukup membanggakan. Umat Islam tidak lagi dihadapkan dengan satu pola pikir, melainkan berbagai ragam bentuk pemikiran. Namun, yang memperhatinkan, adanya kecenderungan kalangan tertentu yang terlalu mengagungkan corak pemikiran para modernis dan dekonstruksionis untuk dijadikan “imam mazhab” baru. Meskipun menggunakan kerangka metodologi yang berbeda, pada prinsipnya kesemua pemikir modern itu sepakat untuk melakukan pembacaan ulang terhadap turath Islam (‘iadah qira’ah al-turath) agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu diantaranya adalah al-Jabiri dengan karya tetralogi yang tergabung dalam proyek peradabannya, namun yang akan dikaji dalam makalah hasil penelitian ini adalah konsep Fiqh al-Siayasah-nya yang ia sebut dengan istilah “nalar politik arab”. Metode yang digunakan dalam penelitian makalah ini adalah analisis isi lewat studi pustaka, karena memang jenis dan sumber data dari penelitian ini adalah kualitatif. Adapun nalar politik Arab yang dimaksud al-Jabiri dalam bukunya al-‘Aql al-Siyasi al-‘Arabi tak lain adalah “motif-motif (muh}addidat) tindakkan politik (cara menjalankan kekuasaan dalam sebuah masyarakat), serta manifestasi/ pengejawantahan (tajalliyat) teoritis dan praktisnya yang bersifat sosiologis”. Disebut “nalar” (‘aql), karena motif-motif tindakan politik dan manifestasinya tersebut, semua tunduk dan dijalankan atas sebentuk logika internal yang mengorganisasi hubungan antar pelbagai unsurnya. Logika ini pada akhirnya berupa prinsip-prinsip yang dapat disifati dan dianalisis secara kongkrit. Dikatakan sebagai “politik” (siyasi) karena tugasnya bukanlah mereproduksi pengetahuan, tapi menjalankan sebentuk kekuasaan; sebuah otoritas pemerintahan atau menjelaskan tata cara pelaksanaannya.Kata Kunci: nalar, politik, arab, Islam, pembaharuan, demokrasi.
Tolerance in Fikih’s Mazhab of Santri in Malang Arfan, Abbas
Justicia Islamica Vol 15, No 2 (2018)
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/justicia.v15i2.1456

Abstract

ABSTRAKKonflik yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan), terutama konflik internal antar umat Islam di Indonesia masih sering terjadi. Hal itu memberi gambaran bahwa toleransi antar umat Islam atau lebih tepatnya antar pengikut mazhab fikih masih relatif rendah, sehingga perlu adanya penelitian kuantitatif untuk berusaha mengukur secara kuantitas nilai sikap toleransi bermazhab fikih terutama bagi genarasi muda, yaitu kaum santri di wilayah Malang. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode survey, teknik pengambilan datanya dengan non probability sampling-sistematis random sampling, instrumen penelitiannya dengan model skala Likert dan teknik analisis datanya dengan rumus theta, lamda dan gamma. Kemudian diuji dengan rumus chi-square. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tidak ada pengaruh (hubungan) yang signifikan antara perbedaan jenis kelamin santri terhadap sikap toleransi bermazhab fikih santri pondok pesantren di Malang; 2) Ada pengaruh (hubungan) yang signifikan antara perbedaan model pesantren terhadap sikap toleransi bermazhab fikih santri pondok pesantren di Malang dan santri pesantren khalaf (modern) lebih toleran daripada santri pesantren salaf (tradisional); 3) Ada pengaruh (hubungan) yang signifikan antara perbedaan masa studi di pesantren terhadap sikap toleransi bermazhab fikih santri pondok pesantren di Malang dan santri yang masa studinya di atas tiga tahun lebih toleran daripada yang kurang dari tiga tahun; dan 4) Tidak ada pengaruh (hubungan) yang signifikan antara perbedaan pengusaan fikih perbandingan mazhab terhadap sikap toleransi bermazhab fikih santri pondok pesantren di Malang.لا تزال النزاعات غالبا حول القضية العرقية والدينية والفئوية، ولا سيما النزاعات الداخلية بين المسلمين في إندونيسيا. و هذا يبين لنا أن التسامح بين المسلمين، أو بتعبير أدق بين أتباع المذاهب الفقهية لا تزال منخفضة نسبيا، لذلك نحن بحاجة إلى بحث كمي لقياس موقف التسامح الكمي بين أتباع المذاهب من قبل جيل الشباب و وخاصة بطلاب المعاهد الاسلامية (المجتمع السنتري) في مالانج. نوع هذا البحث هو البحث الكمي بطريقة المسح الكمي، وتقنيات جمع البيانات هي عدم احتمال أخذ العينات-أخذ العينات العشوائية المنتظمة، وأداة هذا البحث هي نموذج مقياس "ليكرت" (Likert) وتحليل البيانات بصيغة "ثيتا" (theta)، "لمدا" (lamda) و"غاما" (gamma). ثم اختبرت بصيغة "جي- سقوير"(chi-square). الاستنتاجات من هذا البحث هي : 1) ليس هناك تأثير كبير (العلاقة) في الفرق بين جنسي الطالبين و الطالبات في المعاهد الاسلامية نحو التسامح بين المذاهب الفقهية في مالانج ؛ 2) هناك تأثير كبير (العلاقة) بين مختلفة نماذج المعاهد (السلفية و العصرية) في موقف التسامح بين المذاهب فطلاب المعاهد العصرية أكثر تسامحا من طلاب المعاهد السلفية (التقليدية)؛ 3) هناك تأثير كبير (العلاقة) بين مختلفة فترة الدراسة (الطويلة و القصيرة) بالمعاهد في موقف التسامح بين المذاهب في مالانج فالطلاب الذين يدرسون أكثر من ثلاث سنوات أكثر تسامحا من الطلاب الذين يدرسون أقل من ثلاث سنوات؛ 4) لا يوجد أي تأثير (العلاقة) بين اختلاف الطلاب في علمهم بالفقه المقارن وعدم علمهم نحو موقف التسامح بين المذاهب في مالانج.Nowadays, Ethnicity, religion, race, and inter-group relations conflicts, especially internal conflict among Muslim in Indonesia often occurs around us. That shows us that the tolerance among Moslems or more appropriately among mazhab followers is relatively at the low level, therefore, we need quantitative research to measure the tolerance attitude quantitatively among mazhab followers especially in teenagers, which in this research is santri society in Malang city. This kind of research is quantitative research with survey method, data collection technique with non-probability sampling-systematic random sampling, research instrument with the Likert scale model, and data analysis technique with theta, lamda and gamma formulas. Then examined with chi-square formula. Conclusions of this research are: 1) There are no significant influences between santri sex gender to the tolerance attitude among santri at Islamic boarding school (pesantren) in Malang; 2) There are some significant influences between Islamic boarding school types on the tolerance attitude among santri at Islamic boarding school in Malang and santri at Khalaf (modern) Islamic boarding school are more tolerant than at the Salaf (traditional) Islamic Boarding School; 3) There are some significant influences between long study period to the tolerance attitude among santri at Islamic boarding school in Malang and santri with either 3 years or above  long study period are more tolerant than less one; and 4) There are no significant influences between ability of fiqh mazhab comparison to the tolerance attitude among santri at Islamic boarding school in Malang.
Lima Prinsip Istinbat Kontemporer sebagai Konklusi Pembaharuan dalam Teori Penetapan Hukum Islam Arfan, Abbas
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2797.218 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i2.492

Abstract

Hukum Islam yang dalam penetapannya tidak dapat terlepas dari dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah yang bersifat terbatas, sedangkan kehidupan masyarakat terus berkembang dan dinamis. Oleh karena itu, pembaharuan dalam teori penetapan hukum Islam melalui pintu ijtihad dipandang menjadi penting untuk memecahkan berbagai problem mayarakat. Sejak abad I sampai VII H perkembangan metodologis ilmu usul fikih telah melahirkan lima aliran, yaitu: al-Syafi’iyyah, al-Hanafiyyah, al-Jam’i (gabungan antara keduanya), Takhrij al-Furu’ ‘ala al-Usul dan al-Syatibiyyah (al-Maqasidiyyah). Diilhami oleh metode Syatibi inilah geliat pembaharuan metode istinbat dalam ilmu usul fikih mulai berkembang, sehingga muncul beberapa pemikir muslim kontemporer seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Hasan Hanafi, Muhammad Syahrur, ‘Abdullah Ahmad al-Na’im, Riffat Hassan, dan lain-lain. Mereka semua menyorot secara tajam paradigma keilmuan Islamic studies, khususnya paradigma keilmuan usul fikih dan merekapun menyerukan pembaharuan (reformasi) dalam teori penetapan hukum Islam. Ada titik temu dari beberapa ide-ide pembaharuan dalam teori penetapan hukum Islam, yaitu lima prinsip istinbat sebagai berikut: Fiqh al-Maqasid atau al-Maslahah (prinsip maslahat); Fiqh al-Taghayyur atau al-Tajdid (prinsip pembaharuan); Fiqh al-Taysir (prinsip kemudahan); Fiqh al-Awlawiyyat (prinsip prioritas), dan Fiqh al-Waqi‘ (prinsip realitas).