Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

PENGGUNAAN ASAS DISKRESI DALAM PEMBUATAN PRODUK HUKUM Aritonang, Dinoroy
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v7i2.323

Abstract

Government plays a prominent role in influencing many fields of life of society. The role is so much related to government?s functions in protecting and supporting people to get welfare in every side of life. Every step and policy considered and enacted by the government is indicated as government?s legal act and it will bind and influence social life vastly. There are two conditions when government?s legal act would be taken: in normal condition and in urgent one. In the first condition, government will take its legal act and policy according to clearer legal base and authority. However, it will be different in the latter condition, in which government has to face a real problem (sometimes) with no legal base and clearer authority but the problem should be solved immediately. In this case, discretionary principle in administrative law confers an authority for government?s officers to handlesuch kind of situation. But in principle too, there are a few legal and moral restrictions to use the power. The main purpose to restrict the use of power is not only to protect the people?s life from the arbitrariness of government but also to keep the principle of legal certainty.
KEDUDUKAN DAN PERANAN MAJELIS PERTIMBANGAN TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI (MP TP-TGR) DALAM MENDUKUNG PEMBERANTASAN KORUPSI DI DAERAH Aritonang, Dinoroy Marganda
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v10i2.157

Abstract

Dalam pemberantasan korupsi di Indonesia belum banyak prestasi yang diciptakan oleh pemerintah.Pemberantasan korupsi masih belum menunjukkan hasil yang signifikan. Sudah banyak regulasi dan modelkelembagaan yang diciptakan untuk mendukung pemberantasan korupsi baik di tingkat pusat dan daerah.Di tingkat daerah selain keberadaan lembaga pengawas seperti inspektorat dan badan pengawas telah banyakdibentuk Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (MP TP-TGR).Lembaga ini merupakan lembaga penyelesaian administratif terhadap perkara perbendaharaan dan kerugianyang terjadi di daerah. Lembaga ini sebenarnya telah diberikan dasar hukum melalui peraturan menteridalam negeri nomor 5 tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangandan Barang Daerah. Namun, yang menjadi pertanyaan pokoknya adalah apakah lembaga ini cukup efektifdalam mendukung pemberantasan korupsi di daerah.
PERANAN DAN PROBLEMATIKA MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) DALAM MENJALANKAN FUNGSI DAN KEWENANGANNYA Aritonang, Dinoroy Marganda
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 10, No 3 (2013): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v10i3.16

Abstract

MK merupakan lembaga negara yang amat disegani hingga saat ini. Keberadaan MK merupakan penyegar bagidahaga bangsa ini untuk institusi yang bersih dan kredibel dengan ditopang kewenangan yang besar dan berpengaruhluas. Tapi kenyataannya MK tidak berbeda dengan lembaga negara lainnya. Isu negatif perilaku hakim MK pun pernahmenjadi persoalan yang muncul. Meskipun belum terbukti namun kasus tertangkap tangannya ketua MK karena didugaterlibat dalam penyuapan terkait kasus yang sedang diperiksa menjadi polemik yang besar. Persoalan pengawasanterhadap hakim MK menjadi persoalan klasik yang akhirnya muncul lagi. Perdebatan model dan pranata pengawasanmana yang paling tepat untuk mengawasi MK baik secara internal maupun eksternal menjadi topik hangat yang harussegera dicarikan penyelesaiannya
IMPLEMENTASI PENGAWASAN MELEKAT DAN FUNGSIONAL TERHADAP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Aritonang, Dinoroy Marganda
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 11, No 3 (2014): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v11i3.64

Abstract

Pemerintahan daerah dibentuk melalui kebijakan desentralisasi, dengan maksud dan tujuan agar penyelenggaraan pelayanan publik dan keberadaan pemerintah dapat semakin dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Penyerahan sebagian urusan dan kewenangan pemeritahan telah diserahkan kepada daerah otonom agar dapat diselenggarakan sesuai dengan kemampuan dan potensi dari daerah itu sendiri. Namun, hingga saat ini pelaksanaan pemda masih menyimpang dan masih begitu banyak persoalan yang tidak kunjung dapat diselesaikan. Salah satu penyebabnya adalah tidak berfungsinya mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Akibatnya, banyak pejabat publik di daerah yang terjerat berbagai kasus hukum termasuk tindak pidana korupsi dan perbuatan melawan hukum lainnya. Salah satu pola pengawasan yang dianggap cukup efektif sebenarnya adalah pengawasan melekat dan fungsional. Namun pengawasan ini pun belum dapat berjalan dengan efektif disebabkan oleh sejumlah kelemahan.
KONSTITUSIONALITAS PEMBERHENTIAN SEMENTARA PEJABAT PUBLIK YANG DIDUGA ATAU DIDAKWA MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Aritonang, Dinoroy Marganda
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v9i1.255

Abstract

The problem of temporary dismissal of public officials frequently emerges along with the problem of corruption eradication. Some public officials who do not agree with the temporary dismissal procedures usually request a petition orjudicial review process to Constitutional Court (MK) related to laws regulating about his/her public position. The procedures of temporary dismissal for public officials are stipulated in one or more laws regulating the function and role ofa public institution where the public officials were used to work before. There are some terms and mechanisms within the related laws. But the point, the main reason why such public officials are dismissed temporarily from office is caused by a criminal accusation against the public official. Temporary dismissal left us with some very crucial questions, one of them is about the particular period of the dismissal that has to be obeyed by the public officials. The related law only provides an answer in a normative way. It is stated that the public official shall be released or appointed again when the court confirms that he/she is not guilty at all, then his/her power and name will be rehabilitated. This kind of uncertainty of the length on the dismissal period which is why usually considered to be a legal basis in order to propose a judicial review to MK, because the requester perceives that his/her loss can be categorized as aconstitutional loss. Besides, he/she would be thinking that the dismissal can be also considered as a violation to presumption of innocent principle. Another main problem is could it be right if the litigant considered that the temporary dismissal is a constitutional issue and then sending it to MK to be reviewed constitutionally. According to several MK's decision about these cases, MK has affirmed that the temporary dismissal is not a constitutional issue and can not be accepted as a constitutional loss. The exact place to argue that issue is DPR through legislative review. This research itself uses three type of approaches those are statute approach, comparative approach, and case approach.
The Model of Public Official Dismissal to Eradicate Corruption in Indonesia Aritonang, Dinoroy Marganda
BISNIS & BIROKRASI: Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The problem of corruption in Indonesia is related to the opportunities of public officials to abuse the authority in their own scope of position. In Indonesia, this condition exists at every level of public administration and public position. In order to reduce abusive and corruptive behavior, Parliament (DPR) and President through legislation have made some standard procedures to temporarily remove public officials accused of having committed corruption. But in many cases, practically, this problem amounts some legal difficulties. One of which is related to the constitutionality of the dismissal norm. In legal culture perspective, resigning temporarily when being accused for doing a shameful behavior is not a popular option; this is because of the presumption of innocent principles’ requirement of the legal basis in criminal law. This article tried to analyse some parts of these problems.
KONTESTASI OTONOMI DAERAH DAN DEMOKRASI DI DAERAH Aritonang, Dinoroy Marganda
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v11i1.25

Abstract

Demokrasi selalu menjadi isu kajian yang menarik dalam bidang politik. Demokrasi seperti sudah menjadi konsepkunci dan utama jika berbicara mengenai praktik dan budaya politik. Selain itu, demokrasi dianggap sebagai salah satulandasan penting bagi lahirnya banyak konsep-konsep lain dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya termasuk dalamprospek penyelenggaraan pemerintahan. Demokrasi telah menjadi landasan untuk diterapkannya desentralisasi ataupenyerahan sebagian kekuasaan pengelolaan pemerintahan kepada daerah otonom. Daerah didorong untuk menjadi lebihmandiri dan sejahtera. Kewenangan untuk mengurus rumah tangga dan pemerintahan daerah secara luas diberikankepada pemerintah daerah. Artinya pemerintah daerah mempunyai kewenangan penuh dan luas untuk membawakesejahteraan bagi masyarakat di daerah. Selain itu, dikaitkan dengan demokrasi maka desentralisasi menjadi saranapenting dan signifikan bagi masyarakat di daerah untuk terjun dalam pendidikan politik secara langsung atas prakarsadan kehendak masyarakat itu sendiri. Partisipasi yang dapat dibangun dalam demokrasi di tingkat daerah dapat menjadilebih aktif dan intensif, baik dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah, penyusunan kebijakan di daerah, danpemilihan tokoh politik untuk memimpin daerah sebagai kepala daerah.
PENGELOLAAN BANTUAN DANA HIBAH REVITALISASI POSYANDU DARI PEMERINTAH PROPINSI JAWA BARAT PADA KECAMATAN CIMAHI TENGAH KOTA CIMAHI Aritonang, Dinoroy Marganda; Aminatun, Aminatun
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v11i2.45

Abstract

Pengelolaan dana hibah merupakan salah satu hal yang masih jarang diteliti, setidaknya dalam kontek penelitianadmininistrasi publik. Dalam tulisan ini, diuraikan secara sederhana bagaimana pengelolaan dana hibah yang diberikanoleh pemerintah daerah kepada posyandu yang berada dalam wilayah kerjanya. Penelitian ini berbasis kualitatif dengansifat yang deskriptif. Di dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal yang mungkin merupakan persoalan yang hampirsama pada jenis-jenis dana hibah lainnya. Yang membuat menarik adalah bagaimana posyandu menggunakan danahibah yang amat sedikit dengan tujuan agar terjadi peningkatan strata bagi tiap posyandu. Oleh karena itu dalampenelitian ini disampaikan beberapa hal yang menjadi persoalan dan kondisi nyata bagaimana pola pengelolaan danahibah tersebut.
KOMPLEKSITAS PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI DAN PIDANA DI INDONESIA Dinoroy Marganda Aritonang
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 18, No 1 (2021): Jurnal Legislasi Indonesia - Maret 2021
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54629/jli.v18i1.729

Abstract

Perkembangan hukum pidana dalam sistem hukum Indonesia meluas ke banyak persoalan hukum tanpa terkecuali hukum administrasi negara. Kedua bidang hukum tersebut pada dasarnya memang tidak mungkin dipisahkan sebagai wujud percabangan dari hukum publik. Namun demikian, garis pemisah di antara kedua hukum tersebut harus dapat ditentukan untuk membedakan apakah sebuah pelanggaran hukum termasuk pelanggaran administrasi atau perbuatan pidana, selain itu untuk menentukan proses hukum mana yang tepat dan sanksi yang seyogyanya dijatuhkan (substantive dan procedural law). Namun, lahirnya bidang hukum pidana administrasi telah membuat pembedaan atau pemisahan terhadap kedua hukum tersebut menjadi kabur. Hal tersebut didorong juga oleh banyaknya regulasi mengenai administrasi publik memasukkan sanksi pidana kedalamnya selain sanksi administratif, yang otomatis memasukkan juga proses penanganan hukum pidana pada setiap pelanggaran yang sifanya administratif. Dengan kata lain, regulasi tersebut memunculkan perbuatan-perbuatan pidana yang baru. Terdapat beberapa regulasi yang memberikan pengaruh secara luas terhadap penafsiran dan penerapan prinsip-prinsip hukum pidana ke dalam hukum administrasi. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap penyusunan berbagai kebijakan bidang administrasi dan pelaksanaannya dalam manajemen pemerintahan. Masifnya paradigma atau pendekatan hukum pidana dalam ranah hukum administrasi salah satunya disebabkan oleh dominasi konsep clean government dan pemberantasan korupsi yang amat progresif.
POLA DISTRIBUSI URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Dinoroy Marganda Aritonang
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 13, No 1 (2016): Jurnal Legislasi Indonesia - Maret 2016
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.287 KB) | DOI: 10.54629/jli.v13i1.137

Abstract

Kebijakan penyelenggaraan desentraliasi mengalami banyak perubahan sejak dimulainyapada tahun 1999 melalui UU No. 22/1999. Sejak tahun 2004, hingga selama kurang lebih 11 (sebelas) tahun pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan berdasarkan mandat dalam UU No. 32/2004. Persoalan dalam pelaksanaan UU tersebut pada dasarnya masih banyak yang belum terselesaikan. Namun pada tahun 2014, terbitlah regulasi baru yaitu UU No. 23/2014 yang mengatur mengenai pelaksanaan desentralisasi untuk menggantikan UU No. 32/2004. Lahirnya UU baru bukan tanpa masalah, setidaknya dapat dilihat dilihat dalam aspek teknis dan yuridis normatif. Beberapa persoalan tersebut, yaitu: kerancuan dalam beberapa pasal yang mengatur mengenai pembagian urusan pemeritahan kepada daerah, adanya urusan wajib bagi daerah namun tidak terkait dengan pelayanan publik, dan diberikannya urusan pilihan kepada daerah namun sifatnya wajib. Oleh karena itu, salah satu upaya yang kiranya dapat dilakukan  adalah dengan segera mengubah ketentuan UU tersebut agar tidak terjadi lagi kerancuan serta dengan segera menyesuaikan beragam peraturan pelaksana yang masih berlaku sejak UU No. 32/2004.