Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

JENIS-JENIS JAMUR BASIDIOMYCETES FAMILIA POLYPORACEAE DI HUTAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN BENGO-BENGO KECAMATAN CENRANA KABUPATEN MAROS Tambaru, Elis; Abdullah, Asadi; Alam, Nur
BIOMA : Jurnal Biologi Makassar Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam, Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jamur Basidiomycetes dari Familia Polyporaceae di hutan Pendidikan UniversitasHasanuddin Bengo-Bengo Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui berbagai jenis jamur Basidiomycetes makroskopis Familia Polyporaceae tumbuh di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin Bengo-Bengo Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros.Penelitian ini digunakan metode jelajah (Cruise Method) sedangkan dalam identifikasi dan deskripsi specimen jamur digunakan deskriptifeksploratif. Pengambilan sampel dibagi menjadi 5 stasiun. Hasil penelitian ditemukan Familia Polyporaceaeada 18 species: Amylosporus campbellii, Laetiporus cincinnatus, Microporus affinis, Microporellus obovatus, Microporus xanthopus, Panus strigellus, Polyporus arcularius, Polyporussp., Polyporus brumalis, Polyporus varius, Polyporusdermoporus, Polyporus versicolor, Pycnoporus cinnabarinus, Trametes sp., Trametes spp.,Trametes suaveolens, Trametes versicolor, dan Ganoderma aplanatum.Kata Kunci: Jamur,Basidiomycetes, Polyporaceae, Maros
PEMULIAAN TANAMAN PADI AROMATIK LOKAL KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN Masniawati, A; Baharuddin, .; Joko, Tri; Abdullah, Asadi
Sainsmat : Jurnal Ilmiah Ilmu Pengetahuan Alam Vol 4, No 2 (2015): September
Publisher : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.917 KB) | DOI: 10.35580/sainsmat4220392015

Abstract

Kabupaten Enrekang merupakan  sentra penanaman padi lokal Aromatik, hanya saja padi lokal tersebut memiliki umur yang panjang dan produktivitasnya masih rendah. Salah satu cara untuk memperbaiki karakter padi lokal adalah dengan menyilangkan dengan padi unggul nasional.  Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bibit padi lokal aromatik yang memiliki karakter seperti padi unggul nasional yaitu berumur pendek, memiliki aoma, potensi produksi tinggi dan tinggi berkisar 100 cm. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret ? September 2014. Persilangan dilakukan antara padi Aromatik Lokal Kab. Enrekang yaitu Pare Mandoti, Pare Pallan, Pare Pinjan dan Pare Lotong dengan varietas unggul  Ciherang. Hasil penelitian hingga tahap ini telah berhasi diperoleh generasi Fi hasil persilangan dan akan dikarakterisasi secara morfologi dan molecular untuk mendapatkan bibit tanaman padi Aromatik Unggul. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Telah berhasil dilakukan persilangan antara padi lokal aromatic Kabupaten Enrekang dengan varietas unggul ciherang, 2. Telah diperoleh generasi F1 dari hasil silangan antara Pare Mandoti, Pare Pinjan, Pare Lambau, dan Pare Lotong dengan varietas unggul Ciherang.Kata Kunci: Kabupaten Enrekang, Padi Aromatik, Pemuliaan Tanaman, Varietas Unggul
Comparison of Probiotic Isolate Growth in Natural Culture with Various Carbon Sources: Perbandingan Pertumbuhan Isolat Probiotik pada Media Alami dengan Berbagai Jenis Sumber Karbon Ilmiah, Sitti Nur; Dwyana, Zaraswati; Abdullah, Asadi
Journal of Pharmacy and Science Vol. 6 No. 2 (2021): Journal of Pharmacy and Science
Publisher : Akademi Farmasi Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53342/pharmasci.v6i2.218

Abstract

Probiotik merupakan mikroba hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang karena dapat menyeimbangkan mikroba yang ada dalam saluran pencernaan menjadi meningkat. Pemanfaatan tersebut dapat memberikan pengaruh positif dan kesehatan bagi inang sehingga sangat baik untuk diaplikasikan. Pemanfaatan bahan alami dapat menekan biaya media tumbuh sehingga perlu penggantian media sintetik dengan media alami karena memiliki harga yang relatif lebih murah tetapi mengandung nutrien penting bagi pertumbuhan mikroba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan isolat probiotik berdasarkan lama waktu kutur dalam media alami yang mengandung sumber karbon berbeda. Pertumbuhan isolat probiotik dalam berbagai sumber karbon dilakukan melalui metode Standard Plate Count (SPC). Melalui metode SPC didapatkan jumlah koloni isolat G dari masing-masing media berupa kanji, sagu, dan dedak yaitu 2,3 x 108 Cfu/mL, 6,4 x 106 Cfu/mL, dan 4,3 x 106 Cfu/mL selama 48 jam; 2,6 x 108 Cfu/mL, 1,6 x 108 Cfu/mL, dan 1,0 x 108 Cfu/mL selama 96 jam; 4,6 x 108 Cfu/mL, 1,8 x 108 Cfu/mL, dan 1,2 x 108 Cfu/mL selama 144 jam. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa isolat G mampu ditumbuhkan dalam media alami berupa kanji, sagu dan dedak.
Penataan Batas Wilayah Administrasi Desa, Hambatan dan Alternatif Solusi dengan Pendekatan Geospasial Asadi Asadi
Jurnal Borneo Administrator Vol 12 No 2 (2016): Agustus 2016
Publisher : Puslatbang KDOD Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.382 KB) | DOI: 10.24258/jba.v12i2.237

Abstract

Law No. 6 of 2014 concerning Villages provides additional evidence that Indonesia has paid more attention and respect to the existence of villages. The significant amount of village expansion lately is not matched with the clarity of village boundaries that may rise in to potential conflicts. Ideally, the entire instruments to structure village boundaries must first be prepared. One of the instruments needed is the availability of large scale of basic maps (topographical maps) as the main instrument of making a village map. Unfortunately, the large-scale topographical maps are not available yet. This paper provides an alternative acceleration of village boundaries arrangement using High Resolution Satellite Imagery Data that has passed orthorectified process. By involving the community and village leaders in the process of structuring boundaries, and supported by the spirit of fraternity, all problems occured during the activity of village boundaries can be solved with the very best solution.Keywords: village boundary, High Resolution Satellite Imagery Data, spirit of fraternityUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan tambahan bukti bahwa negara semakin memperhatikan dan menghormati keberadaan desa. Adanya pemekaran wilayah desa yang signifikan akhir-akhir ini, tidak diimbangi dengan kejelasan batas wilayah desa,berpotensi menimbulkan konflik. Idealnya, seluruh instrumen untuk melakukan penataan batas wilayah desa harus terlebih dahulu disiapkan. Salah satu instrumen tersebut adalah tersedianya peta dasar (peta rupabumi) skala besar sebagai bahan utama pembuatan peta desa. Sayangnya ketersediaan peta rupabumi skala besar belum tersedia. Tulisan ini memberikan alternatif percepatan penataan batas wilayah desa yang dapat menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) yang sudah melalui proses ortorektifikasi. Dengan melibatkan masyarakat dan tokoh masyarakat desa dalam melakukan proses penataan batas wilayah, dan dengan didukung semangat persaudaraan, diharapkan permasalahan batas wilayah desa dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.Kata kunci: batas desa, metode kartometrik, CSRT, semangat persaudaraan
GENETIC CONTROL OF SOYBEAN RESISTANCE TO SOYBEAN POD SUCKER (Riptortus linearis L.) Asadi Asadi; Aziz Purwantoro; Sahiral Yakub
AGRIVITA, Journal of Agricultural Science Vol 34, No 1 (2012)
Publisher : Faculty of Agriculture University of Brawijaya in collaboration with PERAGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17503/agrivita.v34i1.141

Abstract

Riptortus linearis represents the most common pod sucking pest on soybean. Genetic studies on inheritance of resistance to the pest are needed. The study used B4400 and B3802 genotypes as resistant parents, Tambora as susceptible parent. Crosses were made to form F2 population of Tambora x B4400, and Tambora x B3802. A total of 10-20 seeds each of resistant and susceptible parents, 220 F2 seeds of Tambora x B4400 crosses, and 232 F2 seeds of Tambora x B3802 crosses were grown in pots, one plant/pot. The plants were infested with adult R. linearis (riptortus), at the R2 stage. The results showed that the population of riptortus in each of the F2 soybean population at 7 and 15 days after infestation were >2 insects/25 plants, which enables the study of genetic resistance to soybean pod sucker. Heritability values indicated that resistance to pod sucker was controlled by genetic factors. The resistance to riptortus in B4400 and B3802 genotypes was controlled by two recessive genes located at different loci, and interacted with each other with epistatic dominant reaction. With an assumption that B and C genes were dominant, hence the resistance genes found in both soybean genotypes were bbcc.   Keywords: genetic resistance, soybean pod sucker Riptortus linearis L.
Keragaman Karakter Morfologi, Komponen Hasil, dan Hasil Plasma Nutfah Kedelai (Glycine max L.) Priskilla Purnaning Putri; Adisyahputra Adisyahputra; Asadi Asadi
Bioma Vol 10 No 2 (2014): Bioma
Publisher : Biologi UNJ Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.057 KB) | DOI: 10.21009/Bioma10(2).7

Abstract

Abstract Soybean (Glycine max L.) is annual crop that have high morphologies and yield components diversity. The research was conducted at the first season of 2011, the objective of the research were to find morphological, yield, and yield component of Soybean germplasm (Glicine max L.). The research was carried out at experimental station BB-BIOGEN Citayam, Depok, and laboratory of Gene Bank BB-BIOGEN. The experiment used randomized block design with 100 different accessions and three replications for each accession. Based on the observation, the morphological characters have many visual forms. They are as follows: growth percentage in which 19.33 – 99%; growth types were determinate and indeterminate, the leave form was triangle to sharp; purple and white flowers; yellow and black seeds color. The range of values for each characteristic component are as follows: plant height 29,23 – 104,25 cm; number of pods per plant was 23,6 – 99,82; flowering time 33 – 47 days after planting; 100 seed weight 5,98 – 20,77 gram; maturing time 75 – 96,67 days after planting; root nodule’s weight 0,004 – 0,109 gram; seed’s weight 3,15 – 11,45 gram/plant. Among the accessions, the highest yield was shown by B 4323 (643,27 gram/3,6 m2). Significant correlation was shown between soybean’s yield components and yield which were plant’s height, growth percentage, numbers of main stem’s node, numbers of pods, seeds weight for each plant and root nodule’s weight. 100 seeds weight showed significant negative correlation with soybean components. Key words: germplasm, morphological characteristics, soybean, yield components