Claim Missing Document
Check
Articles

The Shift Paradigm of the Death Penalty in the Draft Criminal Code titin nurfatlah; Amiruddin Amiruddin; Ufran Ufran
Unram Law Review Vol 4 No 1 (2020): Unram Law Review (Ulrev)
Publisher : Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ulrev.v4i1.111

Abstract

This study aims to determine the concept of the death penalty in the future Indonesian criminal law. The method used is a normative research method. The approaches in this research are the statute approach, conceptual approach, historical approach, and comparative approach. The conclusion based on the results of the research, the death penalty in the Draft of the Penal Code is no longer a primary punishment but has separate rules. The provisions of the death penalty in the Draft Penal Code is particular and as an alternative punishment. The purpose of this death penalty provision includes giving broader consideration for judges in giving decisions as not arbitrary towards the convicted; give more attention to the objectives of the punishment. Additionally, the provision advocates the death penalty as a last resort in protecting the community, as the judges shall look for other punishment as an alternative to the death penalty. The Draft of the Criminal Code bases on Neo-Classical school of thought, which maintains a balance between objective factors (actions/outward) and subjective factors (people/ inner/inner attitudes).
PERKEMBANGAN PENAFSIRAN DELIK MAKAR DALAM KUHP DI INDONESIA Yuni Ristanti; Lalu Parman; Ufran Ufran
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.27 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v10.i01.p03

Abstract

Tujuan penelitian untuk mengetahui dan mengenalisis perkembangan penafsiran delik Makar dalam KUHP di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa makar terdapat pada pasal 87, 104, 106, 107, 110 KUHP. Permulaan perbuatan makar dalam KUHP sudah disebut sebagai delik makar. Pengertian makar berdasarkan penafsiran hakim pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo adalah ancaman membunuh presiden melalui sosial media dan makar menggulingkan pemerintah melalui materi gugatan atau disebut makar melalui pengadilan. Segala bentuk perbuatan selama tujuannya untuk makar sesuai pasal-pasal 104, 106, 107 KUHP disebut sebagai delik makar. The purpose of the study was to identify and identify the development of the interpretation of the Makar offense in the Indonesian Criminal Code. The research method used is normative legal research. The results showed that treason is found in articles 87, 104, 106, 107, 110 of the Criminal Code. The beginning of the act of treason in the Criminal Code is already referred to as a treason offense. The definition of treason based on the interpretation of judges during the reign of President Joko Widodo is the threat to kill the president through social media and treason to overthrow the government through lawsuits or called treason through the courts. All forms of action as long as the purpose is to commit treason in accordance with articles 104, 106, 107 of the Criminal Code are referred to as treason offenses.
PEMBERIAN AMNESTI DALAM KASUS PIDANA ITE OLEH PRESIDEN MELALUI KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES) Dwi Tania Wista Yuliantari; Amiruddin Amiruddin; Ufran Ufran
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 4 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (567.062 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i04.p12

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pemberian amnesti dalam kasus pidana ite oleh presiden melalui keputusan presiden (Keppres). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian amnesti yang merupakan hak prerogatif president dan diatur diatur dalam pasal 14 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 dan UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 Tentang Amnesti dan Abolisi. Dalam kasus Pidana ITE Bq. Nuril terlihat bahwa terdapat tiga unsur National Interst menurut Thomas W. Robinson yang terpenuhi yakni pertama yakni Variable interest dan Specific interst, yang dapat diartikan sebagai kepentingan nasional dalam mengakomodasi opini publik yang tengah bergejolak, dalam kasus ini publik berpendapat bahwa pemberian hukum kepada Bq. Nuril dianggap sebagai suatu bentuk ketidakadilan kepada perempuan karena terdapat banyak ditemukan hal janggal dalam pemberian putusanya khususnya putusan MA, karena jika dibiarkan akan timbul permasalahan dalam masyarakat yang menganggap bahwa pemerintah tidak mempedulikan hak-hak perempuan dalam mendapatkan keadilan. This study aims to analyze the granting of amnesty in criminal cases by the president through a presidential decree (Keppres). This research is a normative legal research. Based on the results of the study, it can be concluded that the granting of amnesty which is a prerogatif right of the president and is regulated in Article 14 paragraph (2) of the 1945 Constitution and Emergency Law Number 11 of 1954 concerning Amnesty and Abolition. In the case of Criminal ITE Bq. Nuril can see that there are three elements of National Interest according to Thomas W. Robinson which are fulfilled, namely, first, Variable interest and Specific interest, which can be interpreted as national interest in accommodating public opinion which is in turmoil, in this case the public believes that the provision of law to Bq. Nuril is considered a form of injustice to women because there are many odd things found in giving her decisions, especially the Supreme Court's decision, because if left unchecked, problems will arise in society who think that the government does not care about women's rights in getting justice.
KONSEP PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT KUHP Hariyanto Hariyanto; Lalu Parman; Ufran Ufran
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 12 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.172 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i12.p10

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep penyertaan dalam Pasal 55 KUHP serta untuk menganalisis Penerapan konsep penyertaan dalam putusan hakim terkait tindak pidana pencurian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual (conceptual approach); pendekatan kasus (case approach); dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) terkait isu hukum. Hasil penelitian ini adalah Penerapan konsep Penyertaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Tais Nomor 51/Pid.B/2017/PN Tas. Dalam bentuk penganjuran (uitlokking). Pertimbangan hakim tidak menjelaskan pola hubungan antar pelaku sehingga terjadi suatu penyertaan dalam bentuk menganjurkan (uitlokking). Dalam putusan tersebut yang terjadi bukan merupakan suatu tindak pidana pencurian, melainkan penganjuran dalam tindak pidana pencurian yang berakhir dengan suatu percobaan (pooging). Selain dalam Putusan Pengadilan Negeri Tais Nomor 51/Pid.B/2017/PN Tas. Penerapan konsep penyertaan dalam putusan tindak pidana pencurian dapat dilihat dalam Pengadilan Negeri Baturaja Nomor :628/Pid.B/2015/PN.BTA dalam bentuk menyuruh melakukan (doen plegen). Putusan tersebut bukan merupakan menyuruh melakukan (doen plegen) melainkan merupakan suatu penganjuran (uitlokking). Karena dalam putusan tersebut, pelaku langsung atau pelaku materiel tidak memiliki kesalahpahaman (dwaling) terhadap unsur dari delik yang dilakukan. This study aims to analyze the concept of inclusion in Article 55 of the Criminal Code and to analyze the application of the concept of inclusion in the judge's decision related to the crime of theft. The method used in this research is a normative research method with a conceptual approach; case approach; and the statute approach related to legal issues. The results of this study are the application of the concept of participation in the Tais District Court Decision Number 51/Pid.B/2017/PN Tas. In the form of recommendation (uitlokking). The judge's consideration did not explain the pattern of relations between the actors so that there was an inclusion in the form of recommending (uitlokking). In the decision, what happened was not a criminal act of theft, but a suggestion in a criminal act of theft which ended with a trial (pooging). Apart from the Tais District Court Decision Number 51/Pid.B/2017/PN Tas. The application of the concept of inclusion in the decision on the crime of theft can be seen in the Baturaja District Court Number: 628/Pid.B/2015/PN.BTA in the form of ordering to do (doen plegen). The decision is not an order to do it (doen plegen) but is a suggestion (uitlokking). Because in the decision, the direct perpetrator or material perpetrator did not have a misunderstanding (dwaling) of the elements of the offense committed.
IDENTIFIKASI PENGGOLONGAN KEJAHATAN BIOTERORISME DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA TERORISME Hardiyanti Astuti; Lalu Parman; Ufran Ufran
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 12 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.983 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i12.p20

Abstract

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisis Bioterorisme dalam Perspektif Undang-Undang Pemeberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jenis penelitian yang digunakan yakni penelitian hukum normatif. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pada undang-undang anti terorisme di Indonesia, pembahasan mengenai tindakan yang dikategorikan sebagai Bioterorisme hanya dibahasa secara general, adapun beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai bioterorisme dalam UU tersebut seperti : mengembangkan, menyimpan, mengirim, menjual maupun melepaskan agen biologi potensial sebagai senjata biologis. The purpose of this study is to identify and analyze Bioterism in the Perspective of the Law on the Eradication of Criminal Acts of Terrorism. The type of research used is normative legal research. The results of the research that get are that in the anti-terrorism law in Indonesia, discussions about actions that are categorized as bioterrorism are only discussed in general terms, while some actions that can be categorized as bioterrorism in the law are: developing, storing, sending, selling or releasing agents. potential as a biological weapon.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Ramdani Abd. Hafizh; Rodliyah Rodliyah; Ufran Ufran
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.537 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i02.p09

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan menganalisis terkait bentuk perlindungan anak pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia. Jenis Penelitian yang digunakan oleh penuldalah metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelindungan terhadap anak lebih lagi anak yang berhadapan dengan hukum dirasa sangat urgen/perlu karena ketika anak menjadi pelaku dalam suatu tindak pidana bukan tidak mungkin akan ditemukan penangan yang sama dengan orang dewasa, oleh sebab itu sangat perlu dan diwajibkan kepada aparat penegak hukum yang menangani perkara anak harus diberikan koridor batasan aturan dan pedoman. Terlebih lagi Indonesia sebagai negara anggota yang melakukan telah melakukan ratifikasi terhadap konvensi hak anak dimana di dalam terdapat 4 prinsip yang harus ada sebagai dasar perlindungan anak khususnya sebagai pelaku tindak pidana narkotika. This study aims to analyze the forms of child protection for narcotics criminals in Indonesia. The type of research used is a normative legal research method. Based on the results of the research conducted by the authors, it can be concluded that the protection of children, especially children who are in conflict with the law, is considered very urgent/necessary because when a child becomes a perpetrator in a criminal act, it is not impossible to find the same handler as an adult, therefore it is very important. It is necessary and obligatory for law enforcement officers who handle children's cases to be given a corridor of rules and guidelines. Moreover, Indonesia as a member country that has ratified the convention on the rights of the child in which there are 4 principles that must exist as a basis for protecting children, especially as perpetrators of narcotics crimes.
The Implementation of Safeguard In Efforts to Protect Domestic Industrial Products Muhammad Sood; Djumardin Djumardin; Ufran Ufran
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 9, No 1: April 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v9i1.833

Abstract

Trade security measures (safeguards) are government policies of importing countries to recover serious losses or prevent the threat of serious losses to domestic industries as a result of a surge in imports of similar goods are directly competitive. The purpose of this study is to analyze safeguard regulation in international trade, and to analyze the implementation of safeguards to protect domestic industries. This research is a normative legal research with a statute approach, a conceptual approach and a comparative approach. The technique of collecting legal materials is conducted by literature study. The analysis of legal materials was carried out in a qualitative descriptive manner. The results show that the safeguard arrangement is intended as a legal basis for the government to take security measures to recover serious losses and / or prevent the threat of serious losses from the domestic industry as a result of a surge in imports of similar goods which are directly competitors to domestic industrial products. The implementation of safeguards by importing countries is carried out by the Trade Safeguard Committee through stages, namely starting from investigation and evidence, determining the existence of a loss or threat of loss, and implementing security measures.
PENERAPAN KETENTUAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN SEMA NOMOR 3 TAHUN 2018 Dena Murdiawati; Lalu Parman; ufran ufran
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 23, No 1 (2021): Juni (2021)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jdsb.v23i1.2924

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 serta Implikasi Yuridis terhadap kepastian dan keadilan Hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Normatif yang dilakukan dengan meneliti bahan Pustaka dan peraturan-peraturan yang terkait dengan Penerapan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 serta Implikasi Yuridis SEMA Nomor 3 Tahun 2018 terhadap kepastian hukum dan keadilan. Pendekatan yang dilakukan adalah Pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Teori yang digunakan adalah teori Kepastian hukum, teori keadilan dan teori hierarki peraturan perundang-undangan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Penerapan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 2 dan pasal 3 berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 tidak digantungkan berdasarkan kualitas pribadi seseorang tetapi dilihat berdasarkan kerugian negara yang ditimbulkan apabila kerugian negara diatas Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) maka akan dikenakan Pasal 2 dan jika kerugian keuangan negara dibawah Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) akan dikenakan Pasal 3. Kemudian bagaimanakah Implikasi Yuridisi dari Sema Nomor 3 Tahun 2018 terhadap keadilan dan kepastian hukum.
PENERAPAN KETENTUAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN SEMA NOMOR 3 TAHUN 2018 Dena Murdiawati; Lalu Parman; Ufran .
Jurnal Education and Development Vol 8 No 3 (2020): Vol.8.No.3.2020
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.064 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 serta Implikasi Yuridis terhadap kepastian dan keadilan Hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Normatif yang dilakukan dengan meneliti bahan Pustaka dan peraturan-peraturan yang terkait dengan Penerapan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 serta Implikasi Yuridis SEMA Nomor 3 Tahun 2018 terhadap kepastian hukum dan keadilan. Pendekatan yang dilakukan adalah Pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Teori yang digunakan adalah teori Kepastian hukum, teori keadilan dan teori hierarki peraturan perundang-undangan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Penerapan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 2 dan pasal 3 berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 tidak digantungkan berdasarkan kualitas pribadi seseorang tetapi dilihat berdasarkan kerugian negara yang ditimbulkan apabila kerugian negara diatas Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) maka akan dikenakan Pasal 2 dan jika kerugian keuangan negara dibawah Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) akan dikenakan Pasal 3. Kemudian bagaimanakah Implikasi Yuridisi dari Sema Nomor 3 Tahun 2018 terhadap keadilan dan kepastian hukum.
KEWENANGAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI NOMINAL KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PALING SEDIKIT SATU MILIAR RUPIAH PADA KEJAKSAAN Hasri Ratna Utari; Lalu Parman; Ufran .
Jurnal Education and Development Vol 8 No 4 (2020): Vol.8.No.4.2020
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.497 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum dan konsekuensi yuridis terhadap kewenangan Kejaksaan melakukan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi nominal kerugian keuangan Negara paling sedikit satu miliar rupiah pada Kejaksaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Normatif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan peraturan-peraturan yang terkait dengan kewenangan penuntutan tindak pidana korupsi nominal kerugian keuangan Negara diatas satu miliar pada Kejaksaan. Pendekatan yang dilakukan adalan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan teori kewenangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara umum yang mempunyai kewenangan melakukan penuntutan adalah Kejaksaan, namun untuk penuntutan tindak pidana korupsi nominal kerugian keuangan Negara paling sedikit satu milyar rupiah kewenangannya dimiliki oleh KPK berdasarkan pasal 11 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 berdasarkan asas “lex specialis derogate legi generalis”. Konsekuensi yuridis tindakan Kejaksaan terhadap kewenangannya melakukan penuntutan tindak pidana korupsi nominal kerugian keuangan Negara paling sedikit satu milyar rupiah sah menurut hukum, sebagai bentuk kerja sama antara KPK dengan Kejaksaan berdasarkan Nota Kesepahaman antara Komisi Pemberantsan Korupsi, Kejaksaan dan Kepolisian Nomor SPJ-97/01-55/03/2017, Nomor KEP-087/A/JA/03/2017 dan Nomor B/27/III/2017 tentang Kerja Sama Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.