Claim Missing Document
Check
Articles

Pertumbuhan dan perkembangan tunas nilam var. Lhoukseumawe dari jenis eksplan dengan sitokinin yang berbeda secara in vitro Suminar, Erni; Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Nuraini, Anne; Hapizhah, Hapizhah
Kultivasi Vol 14, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.463 KB)

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatan metode perbanyakan tanaman nilam melalui teknik in vitro dengan meng-gunakan jenis eksplan serta jenis dan konsentrasi sitokinin yang berbeda. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dari bulan Maret sampai dengan Juni 2012. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial yang terdiri dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah tipe eksplan (mata tunas, pucuk, dan daun). Faktor kedua adalah tipe dan konsentrasi sitokinin (0 mg L-1, 0,5 mgL-1 BAP, 1,0 mgL-1 BAP0,5 mgL-1 zeatin, and 1,0 mgL-1 zeatin). Hasil percobaan menunjukkan bahwa eksplan pucuk dengan penggunaan 0.5 mg L-1 menghasilkan jumlah tunas, tinggi tunas, bobot segar dan jumlah daun tertinggi pada 12 msi (minggu setelah inokulasi). Kata kunci: BAP ∙ Eksplan ∙ Nilam ∙ In vitro ∙ Zeatin
Pengaruh Konsentrasi Benzyl Amino Purine terhadap Pertumbuhan Beberapa Klon Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) O. Kuntze) Belum Menghasilkan di Dataran Rendah Ayuningsari, Indah; Rosniawaty, Santi; Maxiselly, Yudithia; Anjarsari, Intan Ratna Dewi
Kultivasi Vol 16, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.954 KB)

Abstract

Pertumbuhan tanaman teh (Camellia sinensis L.) O. Kuntze) di dataran rendah dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berupa klon unggul dan faktor lingkungan berupa aplikasi hormon eksogen diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman teh belum menghasilkan (TBM) di dataran rendah. Penelitian disusun menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan dua faktor perlakuan. Klon sebagai petak utama yang terdiri dari GMB 4, GMB 7, GMB 9, dan GMB 11. Konsentrasi Benzyl Amino Purine (BAP) sebagai anak petak yang terdiri dari 0 ppm, 30 ppm, 60 ppm, 90 ppm, dan 120 ppm. Hasil penelitian menunjukan adanya interaksi antara klon dan konsentrasi BAP terhadap pertambahan diameter batang pada 4 MSP. Konsentrasi BAP 60 ppm berpengaruh paling baik terhadap diameter batang dan jumlah tunas pada 2 MSP. Klon GMB 4 menunjukan hasil terbaik terhadap jumlah tunas.Kata kunci       : TBM, Klon GMB, BAP
Skrining fitokimia cangkang dan kulit batang tanaman jengkol asal Ciamis Jawa Barat sebagai inisiasi obat diabetes mellitus berbahan alam Maxiselly, Yudithia; Ismail, Ade; Rosniawaty, Santi; Anjarsari, Intan Ratna Dewi
Kultivasi Vol 14, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.791 KB)

Abstract

Pengembangan obat bahan alam semakin meningkat karena mempertimbangkan pola masyarakat yang kini lebih memilih hidup back to nature.Jengkol merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai obat bahan alam. Kandungan jengkol yang bermanfaat yaitu asam amino, vitamin, mineral, juga zat lain seperti saponin, flavonoid, dan tannin sangat dibutuhkan manusia. Potensi jengkol lainnya adalah mampu menurunkan kadar gula dalam darah sehingga dapat mencegah penyakit Diabetes Mellitus (DM). Bagian jengkol yang diteliti memiliki zat antidiabetes adalah kulit batang, cangkang buah dan bijinya. Penelitian ini bertujuan melihat kandungan fitokimia pada cangkang dan kuit batang jengkol asal Ciamis Jawa Baratyang telah berhasil dikoleksi oleh Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padja-djaran sebagai tahap awal untuk dikembang-kannya jengkol sebagai salah satu obat bahan alam. Penelitian dilakukan pada November 2013 – Januari 2014 di Laboratorium Farmasi Unpad dengan menggunakan 12 sampel yang terdiri dari bagian cangkang dan kulit batang jengkol. Hasil pengujian menunjukan terdapat variasi dari kandungan fitokimia yang ada pada cangkang dan kulit batang jengkol. Sepuluh dari dua belas sampel memiliki kandungan fenolat dan terpenoid sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan alam yang salah satunya berfungsi  untuk menurunkan kadar gula darah. Kandungan lainnya yang terkandung pada sampel yang diuji adalah alkaloid, saponin, kuinon, dan flavonoid yang juga merupakan metabolit sekunder pada tanaman. Kata kunci : Jengkol ∙ Kandungan fitokimia ∙ Jawa Barat
Rekayasa ekofisiologis tanaman teh belum menghasilkan klon GMB 7 melalui pemberian asam humat dan pupuk hayati konsorsium Suherman, Cucu; Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Rosniawaty, Santi
Kultivasi Vol 14, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.706 KB)

Abstract

Teh merupakan komoditas perkebunan penting di Indonesia. Rekayasa ekologis yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman teh di perkebunan adalah melalui tindakan pemupukan. Sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan kini pihak pekebun pada umumnya menggunakan input yang lebih ramah lingkungan, diantaranya dengan menggunakan asam humat dan pupuk hayati konsorsium. Saat ini asam humat telah dimanfaatkan sebagai pelengkap pupuk yang dapat meningkatkan pemanfaatan pupuk dan meningkatkan pertum-buhan tanaman. Selain asam humat, salah satu alternatif untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman teh belum menghasilkan adalah dengan pemeberian pupuk hayati konsorsium yang terdiri dari bakteri pelarutf posfat, bakteri penambat nitrogen dan bakteri pelarut kalium.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana pemberian asam humat dan pupuk hayati konsorsium dapat mengoptimalkan nutrisi tanaman teh belum menghasilkan guna meningkatkan efisiensi pemupukan pada teh di fase TBM. Penelitian ini dimenggunakan ran-cangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan  yakni kontrol, 10 mLasam humat,  20 mL asam humat, 30 mL Asam Humat, 1,0 g PHK/tanaman, 2,0 g PHK/tanaman dan kombinasi keduanya sehingga terdapat sembilan perlakuan yang diulang 3 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa Terdapat pengaruh pemberian asam humat dan pupuk hayati konsorsium terhadap pertum-buhan tanaman teh belum menghasilkan klon GMB 7 serta pada kombinasi 1,0  g PHK/ tanaman + 10 mL Asam humat menunjukkan kecen-derungan nilai laju asimilasi bersih, luas daun, nisbah luas daun yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Kata kunci  : Teh ∙ Asam humat ∙ Pupuk hayati konsorsium 
Katekin teh Indonesia : prospek dan manfaatnya Dewi Anjarsari, Intan Ratna
Kultivasi Vol 15, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.554 KB)

Abstract

Teh Indonesia dikenal karena memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) tertinggi di dunia Katekin adalah salah satu turunan dari poliphenol yang memiliki khasiat antioxidant yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi kadar katekin adalah varietas dan klon teh,  ketinggian tempat, umur daun, serta jenis petikan.  Dipandang dari sisi kesehatan, makin tinggi katekin berarti makin bermanfaat buat kesehatan. Akan tetapi sebaliknya, ditinjau dari sisi rasa, memiliki perbandingan yang terbalik. Katekin berperan penting di dalam menentukan aroma dan rasa. Katekin merupakan senyawa tidak berwarna dan larut dalam air serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Senyawa ini paling penting dalam daun teh karena dapat menentukan kualitas teh dalam pengolahanya. Katekin dalam teh merupakan senyawa kompleks yang tersusun atas epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG), dan galokatekin (GC). Komponen yang mendominasi yaitu epigalokatekin dan epigalokatekin galat. Kandungan katekin berkisar antara 20-30% dari seluruh berat kering daun. Dalam pengolahan, secara langsung atau tidak langsung, perubahan katekin selalu dihubungkan dengan semua sifat teh jadi, yaitu rasa, warna, dan aroma. Katekin yang mendominasi 20% berat kering teh merupakan substansi utama yang menyebabkan teh memenuhi persyaratan sebagai minuman fungsional  Kata kunci : katekin, poliphenol, minuman fungsional 
The effect of arbuscular mychorizal fungi (AMF) and root plant growth regulator (rPGR) in increasing number of tea (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) planting material Suherman, Cucu; Rizky, Wieny H; Dewi, Intan Ratna
Jurnal Penelitian Teh dan Kina Vol 18, No 2 (2015)
Publisher : Research Institute for Tea and Cinchona

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.419 KB) | DOI: 10.22302/pptk.jur.jptk.v18i2.74

Abstract

Among problems encountered in the availability of quality seedlings in nurseries is a low percentage of seedlings ready to plant. The seedling will remain stunted if no treatment is provided. Therefore, there must be some treat-ments carry in the nursery, as increase seedling ready to plant. One of the problems causing lack of good seedling growth is less than optimal growth and the role of the root, thus, the increase in the growth of the tea plant seeds can be cultivated among others through im-proved root system. The objective of this re-search was to determine the effect arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and plant growth regulator (PGR) against the percentage of root seedlings were ready to plant. Root growth can be accelerated by the application of PGR roots, ability to function and role of the roots can be improved by application of biological fertilizers such as AMF. The experimental design used was a randomized block design combined con-centration of PGR roots consisting of Z0: 0 mg/mL; Z1: 25 mg/mL; Z2: 50 mg/mL; Z3: 75 mg/mL with a dose of FMA consisting of: F0: 0 g FMA/plant; F1: 5,0 g FMA/plant; F2: 7,5 g FMA/plant and F3: 10,0 g FMA/plant. The experiment was conducted at the Gambung Experimental Station at the Research Institute for Tea and Cinchona, Bandung, West Java, at a height of ± 1.350 m above sea level with the type of Andisols. Rainfall including B-type according to the classification of Schmidt and Fergusson (1951). The experiments resulted in the conclusion FMA 7,5 g dose combination treatment plants PGR-1 with a concentration of 25 mg/mL root, generating growth in both the percentage of root infection, seedling height, the number of leaves, and the amount of leaf chlorophyll and the percentage of tea planting material. The treatment resulted in a 35% increase in plant height, a number of leaves nearly 68% and the amount of chlorophyll is 83% higher compared to treatment without the FMA and without PGR. The percentage of 12 months old planting material with treatment reached 78,11% higher than the treatment without AMF and PGR which reached 49,28%.
Effect of arbuscular mycorrhizal fungi on growth of cinchona (Cinchona ledgeriana Moens) shoot cutting Cib5 and QRC clones Laksono, Agung Budi; Dewi, Intan Ratna; Suherman, Cucu; Santoso, Joko
Jurnal Penelitian Teh dan Kina Vol 16, No 2 (2013)
Publisher : Research Institute for Tea and Cinchona

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.801 KB) | DOI: 10.22302/pptk.jur.jptk.v16i2.93

Abstract

AbstractThe purposes of this study were to observe the effect of interaction between arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and shoot cutting of quinine clones at nursery phase of quinine (Cinchona ledgeriana Moens) and to obtain the combination dosage AMF with the best Cinchona clone. The experiment began from March until June 2013 at Research Institute for Tea and Cinchona, Gambung, Bandung, West Java, on altitude 1.250 meters above sea level, type of soil Andisol with acidity 6,28 and type of climate B based on Schmidt and Fergusson (1951). This experiment used split plot as an experimental design with two factors and four replications. The main plot factor is Cinchona clones with two levels Cibeureum 5 (Cib5) and Quinine Research Center (QRC). The subplot is dosage of AMF with four levels, they are 0 g/shoot cutting, 5 g/shoot cutting, 10 g/shoot cutting, 15 g/shoot cutting. The result showed that there is no interaction between two clones Cib5 and QRC with the four dosages AMF to all measured variable. The AMF with 15 g/shoot cutting treatment showed the best effect to the percentage of AMF infection, root volume, and root length and significant for both two clones compare with lower AMF dosage.
Pengaruh Cairan Pembersih Lumut dan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh (Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze) Asal Biji Setelah Dipangkas Anjarsari, Intan Ratna Dewi
PLANTA TROPIKA: Jurnal Agrosains (Journal of Agro Science) Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/pt.2015.043.78-86

Abstract

A study examines the effect of moss removal and inorganic fertilizers on the growth of the tea (Camellia sinensis (L.) O.Kuntze) derived from seed after pruning. This research was conducted at the Research Center of Tea and Quinine in Gambung, Ciwidey.The research was managed using factorial experiment that arranged in Completely Randomized Design 4 x 4 with three replications. The first factor was the concentration of moss removal i.e. 0%, 1%, 2% and 3%. The second factor was the dose of inorganic fertilizer i.e. 100%, 80%, 60% and 40%. The result showed that there was no interaction between moss removal and inorganic fertilizer. In 2 % of moss removal showed the better result than 1% and 3% of moss removal in shoot numbers, shoot fresh weight, shoot dry weight. Inorganic fertilizer with 80% doses showed better result than doses 100%, 60% and 40% in shoot numbers, shoot fresh weight, shoot dry weight.
Respon pertumbuhan bibit nilam aceh (Pogostemon cablin benth.) Klon sidikalang pada media tanam subsoil dengan pemberian pati beras dan pupuk hayati Ariyanti, Mira; Suherman, Cucu; Dewi Anjarsari, Intan Ratna; Santika, Dewi
Kultivasi Vol 16, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.822 KB) | DOI: 10.24198/kltv.v16i3.14429

Abstract

Media tanam berupa topsoil masih menjadi andalan untuk mendukung pertumbuhan tanaman nilam karena kandungan mineral dan bahan organiknya yang tinggi. Seiring dengan pemanfaatannya, ketersediaan topsoil semakin berkurang dan dirasa perlu untuk mencari alternatif lain yaitu dengan memanfaatkan subsoil. Peningkatan unsur hara dalam subsoil dilakukan dengan cara pemberian pupuk organik berupa pati beras dan pupuk hayati. Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor pada Juni 2011- September 2011. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok terdiri dari 11 kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan percobaan meliputi  top soil,  sub soil + pupuk anorganik N 1.75 g, sub soil + 25 g pati beras, sub soil + 50 g pati beras, sub soil + 75 g pati beras, sub soil + 25 g pati beras + pupuk hayati EMAS 2.5 g, sub soil + 50 g pati beras + pupuk hayati EMAS 2.5 g, sub soil + 75 g pati beras + pupuk hayati EMAS 2.5 g, sub soil + 25 g pati beras + pupuk hayati EMAS 5 g, sub soil + 50 g pati beras + pupuk hayati EMAS 5 g, sub soil + 75 g pati beras + pupuk hayati EMAS 5 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian  25 g pati beras + PHE 2,5 g pada media tanam subsoil menghasilkan pengaruh yang paling baik terhadap pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, pertambahan cabang, luas daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, dan bobot kering akar tanaman nilam. Pati beras mengandung 0.8% N, 0.29% P2O5, 0.07% K2O, 1.48% CaO, 1.14% MgO, 10.04 % C-organik. 
Respons konduktansi stomata beberapa genotipe tebu sebagai parameter toleransi terhadap stress abiotik Soleh, Mochamad Arief; Manggala, Ranu; Maxiselly, Yudithia; Ariyanti, Mira; Anjarsari, Intan Ratna Dewi
Kultivasi Vol 16, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (921.873 KB) | DOI: 10.24198/kltv.v16i3.14455

Abstract

Peningkatan produksi tebu saat ini akan terhambat dengan adanya fenomena pemanasan global yang disertai dengan perubahan iklim hingga mempengaruhi sebaran air hujan.  Akibatnya musim hujan sering terjadi secara sporadis dan kurang dapat diprediksi. Di sisi lain kondisi lahan kebanjiran akibat genangan air berpotensi menyebabkan stress abiotik pada tanaman tebu yang secara langsung berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Salahsatu sifat fisiologis yang berkaitan erat dengan ketahanan stress abiotik adalah respons konduktansi stomata (gs) sebagai representatif proses metabolisme tanaman berupa fotosintesis. Beberapa varietas tebu ditanam dalam kondisi genangan air memperlihatkan perbedaan nilai gs dari 240 mmol H2O·m-2·s-1 untuk Kidang Kencana (KK) sebagai varietas lokal sampai 516 mmol H2O·m-2·s-1 untuk PS921 sebagai varietas terbarukan. Perbedaan respons gs ini selaras dengan peningkatan suhu kanopi tanaman pada perlakuan genangan dibanding tanaman tanpa genangan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi para pemulia tanaman tebu dalam merakit tanaman yang lebih tahan stress abiotik berupa genangan air. Kata kunci: konduktansi stomata, tebu, cekaman abiotik, genangan.