Bambang Samsu Badriyanto
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Jember 68121

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

CHUNG HUA SCHOOL SEBAGAI REPRESENTASI PENDIDIKAN ETNIS TIONGHOA DI JEMBER TAHUN 1911-1966 Goreti, Christian Maria; Badriyanto, Bambang Samsu; Widuatie, Ratna Endang
Publika Budaya Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.544 KB)

Abstract

Artikel ini berisi uraian mengenai keberadaan sekolah berbasis etnis Tionghoa di Jember yang disebut Chung Hua School. Pendiriannya atas prakarsa Tiong Hoa Hwee Koan yaitu sebuah organisasi Tiong- hoa peranakan terbesar pada masa itu. Melalui pendekatan sosiologi pendidikan dan identitas ke-Tiong- hoaan, dalam skripsi ini dipaparkan mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi pendirian sekolah tersebut, kelompok pencetus, tujuan didirikan, efek keberadaannya terhadap kelompok masyarakat ter- tentu, relevansi kondisi politik Indonesia dengan keberlangsungan sekolah tersebut, hingga faktor-faktor penyebab penutupannya. Bagi etnis Tionghoa pendidikan ideal ialah pendidikan yang sarat dengan iden- titas ke-Tionghoaan yang terwujud dalam ilmu pengetahuan mengenai budaya serta adat-istiadat Tiong- hoa. Melaluinya usaha transformasi budaya terhadap etnis Tionghoa (khususnya Tionghoa peranakan) di Hindia Belanda perlahan-lahan berusaha diwujudkan serta baru terealisasi pada awal abad ke-20 dengan berdirinya sekolah berbahasa pengantar bahasa Tionghoa yang modern dan terstruktur. Dinami- ka pendidikan berbasis etnis ini ternyata mengalami pasang surut seiring dengan kebijakan pemerintah yang berkuasa di Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka. Keberlangsungan pendidikan berbasis et- nis Tionghoa ini harus terhenti pasca Gestapu tahun 1965 seiring meningkatnya sentimen negatif ter- hadap etnis Tionghoa di Indonesia.
BEREBUT ´RUMAH TUHAN´ STUDI KASUS KONFLIK ANTARA JEMAAT GKJW DAN GPIB KELURAHAN CITRODIWANGSAN KECAMATAN LUMAJANG KABUPATEN LUMAJANG, 1975-1982 Yulianti, Yanti; Sasmita, Nurhadi; Badriyanto, Bambang Samsu
Publika Budaya Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.043 KB)

Abstract

Artikel ini membahas tentang sejarah sosial dengan menggunakan konsep pendekatan sosiologi agama yang mempelajari peran agama dan peristiwa-peristiwa sosial dalam masyarakat Lumajang. Peristiwa-pristiwa sosial dapat memicu terjadinya konflik sehingga menimbulkan perubahan sosial di dalam masyarakat. Dengan menggunakan bahan-bahan teori sosiologi agama dan historis, artikel ini menyelidiki pandangan, pengetahuan, dan kepercayaan yang berhubungan, khususnya dengan konflik agama yang terjadi antara jemaat GKJW dengan GPIB Lumajang. Jika manusia sudah menjadi satu kesatuan dengan agama dan kelompoknya maka manusia tersebut berani membela agamanya yang dianggap benar sehingga cenderung berusaha menyelamatkan dan membela martabat agamanya. Seperti halnya yang terjadi di Lumajang kedua aliran gereja tersebut saling mempertahankan dan memperebutkan gerejanya, sehingga terjadi konflik. Mereka masing-masing mempunyai rasa ingin membela agama yang dianggapnya benar dan rela mempertahankan kekuasaan satu sama lain.
KONFLIK LAHAN PEGARAMAN DI KECAMATAN GAPURA KABUPATEN SUMENEP TAHUN 1975-1985 Yulinda, Novi Aristin; Badriyanto, Bambang Samsu; Parwata, Parwata
Publika Budaya Vol 2, No 1 (2014): Maret
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.017 KB)

Abstract

Tulisan ini membahas konflik antara petani garam dengan PT Garam yang terjadi di Kecamatan Gapura diKabupaten Sumenep, Madura. Metode yang dipakai di sini adalah metode sejarah, yang meliputi empat tahaputama, yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tulisan ini menggunakan teori konflik yangdicetuskan oleh Karl Marx yaitu tentang kelas-kelas sosial, dimana dalam masyarakat terdapat dua kelas yaitukelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin (proletar). Menurut Lewis A Coser, konflik dibagimenjadi dua, yaitu konflik realitas yang berasal dari rasa kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan dan merasapara pertisipan yang mendapat keuntungan, kedua konflik non realitas bukan berasal dari tujuan-tujuan sainganyang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan. Para petani garam merasa kecewa kepadapemerintah atau dalam hal ini PT Garam, yang telah mengambil lahan garam yang dianggap warisan dari leluhurmereka. Oleh karena itu, mereka melancarkan aksi protes atas pengambilan hak tersebut. Konflik lahan garamtersebut masih belum terselesaikan.Kata Kunci: Konflik, Lahan Pegaraman, PT Garam, petani garam, Sumenep
PROSTITUSI DI JEMBER TAHUN 1974-2007 Jailani, Ahmad Subur; Badriyanto, Bambang Samsu
Publika Budaya Vol 2, No 2 (2014): Juli
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.189 KB)

Abstract

Komersialisasi seks di Indonesia berkembang sejak masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, pelacuran telah memasuki semua kalangan masyarakat. Pada umumnya, praktek prostitusi memiliki tempat khusus yang disebut dengan lokalisasi. Para pelacur bekerja secara terorganisir dan diawasi oleh seorang yang disebut dengan germo. Akan tetapi tidak sedikit juga para pelacur yang tidak tergabung dalam lokalisasi atau mereka yang lebih memilih untuk bertebaran di berbagai tempat secara terselubung dalam melakukan prakteknya, seperti di hotel, wisma, musik room, taksi, tempat kost, panti pijat atau tempat lainnya. Di Jember praktek prostitusi disebabkan oleh keadaan ekonomi masyarakat yang tidak memadai, gaya hidup mewah serta budaya konsumtif yang masih melekat pada warga sekitar. Prostitusi di Jember tidak lagi dilakukan oleh kalangan dewasa saja, bahkan anak yang masih di bawah umur juga ikut serta di dalamnya. Fenomena ayam kampus dan gadis putih abu-abu juga banyak terjadi di Jember. Praktek prostitusi menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat sekitar. Penelitian ini menggabungkan metode sejarah dan sejarah lisan. Metode sejarah digunakan untuk mengkaji bagaimana fenomena prostitusi terjadi serta bagaimana muncul dan berkembangnya prostitusi di Jember. Metode sejarah lisan digunakan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat yang menjadi saksi atau terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Kata kunci: Menjual tubuh, Komersialisasi seks, Prostitusi di Jember
INTERETHNIC RELATIONSHIP AND SOCIAL HARMONY: SOCIAL INTERACTION BETWEEN MADURESE AND OTHER ETHNICS IN SUMENEP REGENCY Badriyanto, Bambang Samsu
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 12, No 1 (2011): Nationalism and History Education
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (34.1 KB) | DOI: 10.17509/historia.v12i1.12123

Abstract

Indonesia is a multiethnic nation that has various physical characteristic and culture. Each ethnic has its own characteristic, the skin color, langguage, art, custom, social structurem and cultureThese variousity of human and culture is a form of human adaptation process into the different environment as the result of the wide archipelago area. In the process of a country development, since the independence era until today, it seems that one particular ethnic has a different development level to the other. In fact, today there is a high tendency of discrepancy among ethnics, whether it is the aspect of economy, social, technology, politic, or culture. This discrepency has an implicatioin of horizontal conflict trigerred by the jelousy regarding the matter of economy, social, culture. The ethnic of madura is one of some ethnics in Indonesia with a high rate of migration. They live in several area of Indonesia, particularly Java, Sumatera, and Kalimantan. Due to the natural resources limitation in madura, about 70 % Madurese live and reside the Madura island (Djojomartono, 1985). They work in various sector, particularly the informal sectors, services, and fisherman. This article is based on research focused on interethnic relationship and social harmony: social interaction between Madurese and other ethnics in Sumenep regency.Â