Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

PENGARUH BUKAAN TERHADAP PENCAHAYAAN ALAMI DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA MASJID AL AHDHAR BEKASI Vidiyanti, Christy; Siswanto, Rodi; Ramadhan, Febriansyah
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 3, No 1 (2020): Vol. 3 No. 1 (2020): Jurnal Arsitektur Zonasi Februari 2020
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v3i1.18621

Abstract

Abstract: The building should be able to provide a comfortable space for users to avoid outside unfavorable climate, so that the activities in it can run optimally. The comfort aspect is one of the important factors in special worship in it. Al-Ahdhar Mosque is a mosque designed by architect Nataneka. This mosque has large openings so that natural lighting and natural ventilation can enter the building. However, it needs to be investigated whether this large opening is enough to influence the lighting conditions and conditions of the Al-Ahdhar mosque. This research was also conducted to find out the relationship between natural lighting and natural ventilation produced and to find out the opinions of respondents to the thermal comfort of the Al-Ahdhar mosque. The method used in this study is field measurements and observations which are then processed quantitatively. The results showed that natural lighting at Al-Ahdhar mosque was 180 lux on the 1st and 128th floors of lux on the 2nd floor, which meant that natural lighting in this mosque still did not meet the standards of 200 lux. Thermal conditions at Al-Ahdhar mosque, the lowest temperature of 240C is found in areas that have openings of 34%. While 80% openings produce temperatures that tend to be higher at 29.20C to 29.60C. Larger openings do not necessarily produce good natural lighting and air conditioning conditions. But keep in mind the location of openings, orientation of openings, and types of openings. The bigger the openings will also include large solar radiation as well.Keywords: natural lighting; natural ventilation; thermal conditions; mosqueAbstrak: Bangunan sebaiknya dapat memberi ruang beraktivitas yang nyaman kepada pengguna agar terhindar dari iklim luar yang tidak menguntungkan, sehingga aktivitas di dalamnya dapat berjalan dengan optimal. Aspek kenyamanan merupakan salah satu faktor penting dalam kekhusukan beribadah di dalamnya. Masjid Al-Ahdhar merupakan masjid yang didesain oleh arsitek Nataneka. Masjid ini memiliki bukaan yang cukup besar sehingga pencahayaan alami dan penghawaan alami dapat masuk ke dalam bangunan. Namun, perlu diteliti apakah bukaan yang besar ini cukup berpengaruh terhadap kondisi pencahayaan dan kondisi penghawaan pada masjid Al-Ahdhar. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pencahayaan alami dan penghawaan alami yang dihasilkan serta mengetahui pendapat responden terhadap kenyamanan termal masjid Al-Ahdhar. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengukuran lapangan dan observasi yang kemudian diolah secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencahayaan alami pada masjid Al-Ahdhar adalah sebesar 180 lux pada lantai 1 dan 128 lux pada lantai 2 yang berarti pencahayaan alami pada masjid ini masih belum memenuhi standar yaitu sebesar 200 lux. Kondisi thermal pada masjid Al-Ahdhar, suhu terendah yaitu sebesar 240C didapatkan pada area yang memiliki bukaan 34%. Sedangkan bukaan 80% menghasilkan suhu udara yang cenderung lebih tinggi yaitu sebesar 29,20C sampai 29,60C. Bukaan yang semakin besar belum tentu menghasilkan kondisi pencahayaan alami dan penghawaan alami yang baik. Namun perlu diperhatikan letak bukaan, orientasi bukaan, dan jenis bukaan. Semakin besar bukaan juga akan memasukkan radiasi matahari yang besar pula.Kata Kunci: pencahayaan alami; penghawaan alami; kondisi termal; masjid
EFEKTIVITAS SARANA DAN JALUR EVAKUASI DARURAT MALL BLOK M PLAZA Hermawan, Muhammad Erix Ade; Vidiyanti, Christy; Astari, Iin Yuni
Jurnal Arsitektur Komposisi Vol 13, No 2 (2020): Jurnal Arsitektur Komposisi
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.23 KB) | DOI: 10.24002/jars.v13i2.3401

Abstract

Blok M Plaza Mall in the middle of Blok M in South Jakarta, surrounded by various modes of transportation, Blok M Terminal, and Blok M MRT Station, make Blok M Plaza mall as a mall characterized by TOD (Transite oriented development) building. Related to a very strategic location, the Blok M Plaza mall became a mall in Jakarta with a busy number of visitors. The crowd at Blok M Plaza mall was interesting to be investigated to find out the effectiveness of emergency evacuation facilities and routes inside the Blok M Plaza mall. This research was conducted on several main mall floors, namely lower ground, upper ground, 1st floor, 2-5th floor, and 6th floor. The method used uses quantitative methods and refers to evaluative methods. Data collection using observations and questionnaires. Data are juxtaposed to get the results of a comparison between observational data  with  questionnaire  data  about  visitors'  perceptions  about  the  path  and emergency evacuation facilities. The results, it was concluded: of the nine aspects used as the object of observation, 53% were effective more than the standard, and 33% were effective according to the reference standard for the effectiveness of the path and emergency evacuation facilities.
HOUSE'S SOLAR CHIMNEY A NUMERICAL ANALYSIS ON THE THERMAL PERFORMANCE IN JAKARTA Bachrun, Abraham Seno; Vidiyanti, Christy; Ismail, Lokman Hakim; Abd. Wahab, Izudinshah
SINERGI Vol 24, No 3 (2020)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22441/sinergi.2020.3.010

Abstract

The abundance of solar light in tropical countries is the advantage of the utilization of solar energy. Increasingly expensive electricity forces buildings to use passive ventilation as building coolers. One of them is the use of the stack effect through the solar chimney. The absence of residential buildings that use the solar chimney as part of a passive ventilation system makes the need for prototypes for residential buildings. The application of solar chimney to homes in Jakarta is something new. Six types of the solar chimney have been tested on a prototype, one-story residential houses in Jakarta. The location was assumed to be in the densely populated area of South Jakarta. Wind velocity ambient data using Rubber locations. Using Ansys 16.0, simulations have been carried out, and solar chimney with double-full roof collector was able to induce a wind velocity of 0.41 m/s on average
EFEKTIVITAS SKYLIGHT SEBAGAI BUKAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA MASJID Vidiyanti, Christy; Suherman, Suherman
MODUL Vol 20, No 2 (2020): MODUL vol 20 nomor 2 tahun 2020 (9 articles)
Publisher : architecture department, Engineering faculty, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mdl.20.2.2020.120-125

Abstract

Skylight sebagai salah satu jenis bukaan atas dapat menjadi salah satu strategi dalam memasukkan cahaya alami ke ruang yang tidak dapat dijangkau oleh sistem pencahayaan samping. Masjid Jami’e Darussalam merupakan salah satu masjid yang menggunakan skylight. Penggunaan skylight menjadi dilema karena cahaya matahari langsung dapat masuk kedalam ruang yang dapat menyebabkan silau pada ruang. Penelitian ini akan mengkaji skylight sebagai salah satu strategi dalam sistem pencahayaan alami pada masjid. Masjid biasanya dirancang dengan pencahayaan rendah, namun pada masjid Jami’e Darussalam terdapat skylight yang dapat menghasilkan pencahayaan yang tinggi. Hal ini perlu dikaitkan dengan kenyamanan visual dari pengguna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas skylight sebagai bukaan pencahayaan alami dalam menghasilkan kuantitas dan kualitas pencahayaan pada masjid; dan untuk mengetahui kenyamanan visual yang dirasakan oleh responden pada masjid Jami’e Darussalam. Metode yang dipakai adalah metode evaluatif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan skylight walaupun menghasilkan tingkat pencahayaan yang tinggi, namun tidak berpotensi menimbulkan silau. Hal tersebut didukung oleh kenyamanan visual yang dirasakan oleh pengguna Masjid Jami’e Darussalam.
STUDI PERBANDINGAN KINERJA PENCAHAYAAN DARI RAK CAHAYA KONVENSIONAL DAN RAK PENGARAH CAHAYA PADA GEDUNG BERTINGKAT TINGGI Vidiyanti, Christy; Bachrun, Abraham Seno
Jurnal Arsitektur dan Perencanaan (JUARA) Vol 5, No 1 (2022): Februari (Jurnal Arsitektur dan Perencanaan)
Publisher : Universitas Aisyiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31101/juara.v5i1.2159

Abstract

Daylight conditions in high-rise buildings have phenomenon that the side of the room that is close to the window have a high level of daylight, while the other side receives less daylight. The use of light shelf is still possible to be installed, but light shelf still have a minimum Useful Daylight Illuminance (UDI) value of 44%. This happens because the process of reflection on the light shelf occurs more than once. This study tries to design a light guiding shelf with the principle of reducing the amount of reflection so that the light received by the space is not reduced too much. This research will use the Sahid Sudirman Center as a case study building. The method used in this research is the experimental method. The hypothesis in this study is that buildings with light guiding shelf produce better and more uniform lighting quality than buildings with conventional light shelf. The data will be taken using the Dialux software to get data on the intensity of daylight on the building. The results showed that the conventional light shelf only had the best performance on uniformity of daylight at 12.00. While the light guiding shelf has the best performance on all criteria, that sDA350-6650, light uniformity, light contrast and DGP at 08.00 and 16.00. In addition to being able to meet the best daylighting quantity performance, the light guiding shelf is also able to produce good daylighting quality performance. So overall, light guiding shelf has better lighting performance than conventional light shelf, so the hypothesis in this study is accepted. 
KAJIAN RETROFIT BANGUNAN SEBAGAI UPAYA MEREDUKSI KONSUMSI ENERGI OPERASIONAL Studi Kasus : Campus Centre (CC) Barat ITB Christy Vidiyanti
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 5, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.597 KB)

Abstract

ABSTRACTProduction of electric energy in Indonesia is largely still using fossil fuels which are non-renewable energy. Thus increasing energy consumption will also contribute to impact on the depletion of fossil energy reserves. The building sector as one of the users of energy consumption, also participated responsible for operational energy consumption. Architects as one who coined an important role in determining the energy consumption in a building, this is because the design of the building will also influence energy consumption of that building. The operational energy consumption in buildings is the use of air conditioning and artificial lighting. It certainly can be avoided by making energy conservation by utilizing as much as possible the use of natural energy for room temperature and natural lighting.The ratio of openings (window to wall ratio (WWR)) also affect the energy use intensity (EUI) in the building. In the case study of West Campus Centre ITB building, it can be seen that the facade that has WWR value close to 100% even though it can reduce energy consumption of artificial lighting, but can increase energy consumption for air conditioning. The effort required to retrofit to reduce both the energy consumption. Retrofitting efforts can be done through the addition of shading on the building, the reduction of WWR value, or replace glazing material with low U-Value glazing.Keyword: energy use intensity (EUI), retrofit, energy reduction, energy conservationABSTRAKProduksi energi listrik di Indonesia sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil yang merupakan energi tak terbarukan. Sehingga meningkatnya konsumsi energi akan turut pula berdampak pada menipisnya cadangan energi fosil. Sektor bangunan sebagai salah satu pemakai konsumsi energi, turut pula bertanggung jawab terhadap pemakaian energi operasionalnya. Arsitek sebagai salah satu yang memiiki peran penting dalam menentukan pemakaian energi pada suatu bangunan, hal ini dikarenakan desain suatu bangunan akan turut mempengaruhi konsumsi energinya. Konsumsi energi operasional terbesar di bangunan yaitu pada penggunaan penghawaan buatan dan pencahayaan buatan. Hal ini tentu dapat dihindari dengan melakukan konservasi energi melalui memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan energi alam untuk penghawaan dan pencahayaan alami.Rasio bukaan cahaya (window to wall ratio(WWR)) turut berpengaruh terhadap intensitas penggunaan energi (EUI) di bangunan. Pada studi kasus bangunan Campus Centre Barat ITB, dapat diketahui bahwa fasade yang memiliki nilai WWR mendekati 100% meskipun dapat mengurangi konsumsi energi pencahayaan buatan, namun dapat meningkatkan konsumsi energi untuk penghawaan buatan. Untuk itu diperlukan upaya retrofit untuk mereduksi kedua konsumsi energi tersebut. Upaya retrofit dapat dilakukan melalui penambahan shading pada bangunan, pengurangan nilai rasio bukaan, atau mengganti material kaca dengan yang memiliki nilai U Value rendah.Kata Kunci : intensitas penggunaan energi (EUI), retrofit, reduksi energi, konservasi energi
EVALUASI KENYAMANAN TERMAL PADA PERON DI STASIUN KERETA COMMUTER JABODETABEK STASIUN MANGGARAI Shiva Firly Rahmania; Christy Vidiyanti
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (573.812 KB) | DOI: 10.22441/vitruvian.2018.v8i2.004

Abstract

ABSTRAKStasiun kereta merupakan tempat pelayanan jasa yang digunakan untuk pengguna kereta dengan tingkat populasi yang tinggi meskipun jumlah waktu penggunaannya relatif singkat menjadikan stasiun kereta tempat yang sangat penting untuk dilakukan penelitian tentang kenyamanan termal terlebih lagi tentang tanggapan penggunanya terhadap kenyamanan termal pada stasiun. Metode yang digunakan adalah: 1) pengukuran termal (suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan udara), 2) pembagian kuisoner kepada pengguna peron stasiun kereta. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi kenyamanan termal dan tanggapan pengguna pada 2 (dua) keadaan peron yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi termal peron zona A dan zona B serta presepsi pengguna peron zona A dan zona B di stasiun manggarai. Nilai rata-rata suhu udara pada zona A dan zona B berada pada “nyaman optimal ambang batas”. Nilai rata-rata kecepatan udara pada zona A dan zona B berada pada kecepatan udara “tidak dapat dirasakan” dengan efek penyegaran 0 oC. Nilai rata-rata kelembaban udara zona A dan zona B sesuai dengan standar kelembaban udara yaitu pada kelembaban “nyaman optimal”. Terdapat perbedaan antara hasil dari indeks sensasi kenyamanan termal PMV & PPD dengan tanggapan responden terkait kenyamanan termal.Kata Kunci :   Kenyamanan Termal, Stasiun Kereta, Peron  ABSTRACTTrain station is a place with high populated rate, although the time that have been used relatively fast. Which make train station an important place to do study about thermal comfort and the user opinion about their comfort in station. The method that writer use for this study is: 1) thermal measurement (temperature, humidity and wind speed), 2) distribution of questionnaires to the train users. The method used to find out the conditions of thermal comfort and the user responses for 2 (two) different ambience between platform. The purpose of this study to know about thermal condition in platform zone A and zone B, also the user perception about platform zone A and zone B in manggarai station. The average temperature in zone A and zone B turn out in “nyaman optimal ambang batas”. The average wind speed in zone A and zone B turn out in “tidak dapat dirasakan dengan efek penyegaran 0 oC”. The average of humidity in zone A and zone B suitable with humidity standard in “kelembaban nyaman optimal”. There are differences between sensation index of thermal comfort PMV & PPD and the user responses about thermal comfort. Keyword: thermal comfort, train stasion, the platform
STUDI EKSPERIMENTAL RANCANGAN UPPER BLIND SEBAGAI STRATEGI MENGOPTIMALKAN CAHAYA MATAHARI PADA GEDUNG Christy Vidiyanti; Abraham Seno Bachrun
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22441/vitruvian.2021.v11i1.009

Abstract

Intensitas pencahayaan pada tirai kaca gedung menghasilkan bagian yang dekat dengan dinding transparan akan mendapatkan intensitas cahaya yang berlebih sehingga akan menimbulkan silau, hal tersebut menyebabkan pengguna gedung cenderung menutup dinding dengan tirai. Terdapat beberapa strategi dalam mengoptimalkan cahaya alami pada bangunan melalui desain pasif. Peneliti melakukan penilaian kategori berdasarkan penelitian yang dilakukan Moreno sehingga didapatkan bahwa yang mendapatkan poin tertinggi adalah upper blinds. Pada penelitian ini, mengacu pada pendapat Szokolay maka akan dikembangkan rancangan upper blind yang mengoptimalkan masuknya cahaya matahari kedalam bangunan berdasarkan sudut jatuh cahaya matahari pada permukaan panel blind. Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Radiance. Bangunan studi kasus yang akan digunakan adalah Menara Kompas. Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan, model dengan upper blind dapat mengoptimalkan tingkat pencahayaan alami sehingga ruang mendapatkan sinar matahari yang lebih mendekati dengan standar pencahayaan yang direkomendasikan SNI. Upper blind dapat menurunkan intensitas pencahayaan alami pada gedung dengan fasad curtain wall sebesar 28%. Namun, untuk kualitas pencahayaan, mdoel tanpa upper blind lebih baik dari model dengan upper blind. Nilai keseragaman cahaya pada model tanpa upper blind lebih baik sebesar 8% dan nilai kontras cahaya pada model tanpa upper blind lebih baik sebesar 17%. Bila ditotal maka upper blind masih lebih unggul karena nilai kuantitas cahaya yang lebih baik. The lighting intensity through the curtain wall in high rise building is the part that is close to the curtain wall will get excessive light intensity which will cause glare, this causes building users to tend to cover the transparent wall with curtains. There are several strategies to optimize natural light in buildings through passive design. Researchers conducted a category assessment based on research conducted by Moreno so that it was found that those who got the highest points were the upper blinds. In this study, referring to Szokolay's opinion, an upper blind design will be developed that optimizes the entry of sunlight into the building based on the angle of sunlight falling on the blind panel surface. The method used in this study is an experimental method with the used of Radiance software. The case study building that will be used is the Kompas Tower. Based on the results of experiments conducted, the model with the upper blind can optimize the level of natural lighting so that the room gets daylight that is closer to the lighting standards recommended by SNI. Upper blind can reduce the intensity of natural lighting in buildings with curtain wall facades by 28%. However, for lighting quality, model without upper blind is better than model with upper blind. The light uniformity value in the model without the upper blind is better by 8% and the light contrast value in the model without the upper blind is better at 17%. When totaled, upper blind is still superior because of the better light quantity value.
STRATEGI PENINGKATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG MINIM BUKAAN SAMPING MELALUI PERANGKAT PENCAHAYAAN ATAS Christy Vidiyanti
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 6, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.512 KB)

Abstract

Hunian padat penduduk di pinggir kota, cenderung memiliki orientasi bangunan horizontal (bangunan landed). Hunian landed dikawasan padat penduduk, memiliki bukaan berupa jendela dengan dimensi yang terbatas, sehingga menyebabkan minimnya penerimaan pencahayaan matahari melalui jendela (side lighting). Untuk itu diperlukan upaya lainnya untuk meningkatkan pencahayaan alami pada ruang yang tidak memiliki jendela, yaitu melalui pencahayaan atas (top lighting). Hasil penelitian diharapkan dapat berkontribusi secara jangka panjang yaitu berupa strategi dalam upaya mengurangi konsumsi energi baik untuk bangunan baru maupun untuk retrofit bangunan. Penelitian ini memfokuskan pada strategi pencahayaan alami pada teknologi pencahayaan atas. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja berbagai tipe pencahayaan atas (clerestory, skylight,dan roof monitor) dalam mengoptimalkan pencahayaan alami pada ruang dengan pencahayaan samping terbatas. Pada ruang tidur, tingkat pencahayaan terbaik dihasilkan oleh model dengan skylight tipe 2 yaitu bukaan cahaya pada bagian atas ruang sebesar 5% dari luas ruang dan diletakkan pada bagian pinggir dari ruang. Pada ruang dapur, tingkat pencahayaan terbaik dihasilkan oleh model dengan skylight tipe 1 yaitu bukaan cahaya pada bagian atas ruang sebesar 5% dari luas ruang dan diletakkan pada bagian tengah dari ruang.Kata Kunci : pencahayaan alami, pencahayaan atas, optimasi, hunian padat
Analisis Pencahayaan Terhadap Kenyamanan Visual Pada Pengguna Kantor (Studi Kasus: Kantor PT. Sandimas Intimitra Divisi Marketing di Bekasi) Hari Widiyantoro; Edy Muladi; Christy Vidiyanti
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.842 KB)

Abstract

Manusia pada dasarnya memerlukan cahaya untuk melihat objek secara visual. Cahaya yang dipantulkan oleh objek-objek tersebutlah maka kita dapat melihatnya secara jelas dan mata nyaman untuk melihat. Ruang kerja yang baik adalah ruang kerja yang nyaman untuk melakukan suatu pekerjaan agar hasil kerja optimal. Kenyamanan visual dapat tercapai jika poin-poin kenyamanan visual teraplikasikan secara optimal antara lain dengan kesesuaian rancangan dengan standar terang yang direkomendasikan dan penataan layout ruangan yang sesuai dengan distribusi pencahayaan. Metode pengumpulan datanya menggunakan metode gabungan (kualitatif dan kuantitatif) dan pengolahan data atau analisa data menggunakan metode komparatif, digunakan untuk menganalisa pencahayaan untuk kenyamanan visual pada pengguna kantor PT. Sandimas Intimitra Bekasi divisi marketing. Metode gabungan terbagi dari metode kualitatif (kuesioner responden diolah metode likert) dan kuantitatif (pengukuran intensitas cahaya). Metode komparatif membandingkan hasil kuesioner, hasil pengukuran intensitas cahaya dan standart SNI. Hasil dari penelitian ini, berdasarkan pengukuran intensitas cahaya ruangan dan respon dari pengguna ruang dari kuesioner. Maka dihasilkan zona A sudah mencapai standart SNI ruang kantor 350lux pada kondisi tirai terbuka. Yaitu dengan nilai zona A1 365 lux, zona A2 365.33 lux dan zona A3 341.33 lux serta responden menyatakan nyaman. Kemudian pada zona B mencapai standar SNI pada kondisi tirai tertutup dengan hasil zona B1 347.67 lux, zona B2 350.67 lux dan zona B3 355 lux serta pada kondisi ini responden merasa nyaman.Kata Kunci : Pencahayaan, ruang kerja, kenyamanan visual, tirai, bukaan jendela