Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

Rancangan Pusat Industri Kreatif dengan Tema Neo-Vernakular di Kabupaten Kutai Kartanegara Khalalya, Salsadilla Rizky Nur; Poedjioetami, Esty; Salisnanda, Randy Pratama
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 2, No 2 (2021): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2021.v2i2.2181

Abstract

. Masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara sendiri memiliki ciri khas dan kreatifitas yang berpotensi besar untuk perkembangan seni budayanya yang cukup kental terutama di bidang seni pertunjukkan. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki 18 kecamatan yang memiliki berbagai macam kesenian pertunjukan sebagai potensi kreatifnya. Pusat Industri Kreatif Di Kabupaten Kutai Kartanegara akan menjadi sebuah wadah terpusat dan terintegrasi bagi para penggerak seni di Kabupaten Kutai Kartanegara. Pusat Industri Keatif Di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan pendekatan arsitektur Neo Vernakular yang menciptakan desain dengan tujuan mengembalikan unsur-unsur budaya lokal khas Kalimantan Timur dengan mengalami pembaruan untuk menuju suatu karya yang lebih modern dengan tidak mengurangi kaidah-kaidah nilai tradisi. Konsep mikro tatanan lahan Terpusat, menjadikan tatanan lahan mengarah pada satu sisi atau pusat utama kegiatan industry kreatif. Konsep mikro bentuk (Attractive Culture), menciptakan bentuk bangunan dengan konse atraktif diangkat karena mampu mewakili esensi objek sebagai bangunan wisata kebudayaan. Konsep mikro ruang (Adaptive Culture), menciptakan desain ruang yang berfungsi dan dapat menampung segala kegiatan industri kreatif, mendesain ruang dimulai dari mengangkan unsur dan suasana kebudayaannya, lalu menyesuaikan dengan fungsi tiap ruang yang di desain.
Penerapan Tema Simbolis pada Bentuk Rancangan Museum dan Pusat Dokumentasi Perfilman Nusantara di Surabaya Ulfah, Siti Maria; Poedjioetami, Esty; Ramadhani, Suci
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 2, No 1 (2021): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2021.v2i1.1508

Abstract

Abstract. Films in Indonesia have a long history, and are even now considered an era of national film revival, which is marked by the condition of films experiencing an ever-increasing number of production. Due to the lack of facilities available specifically for archipelago film archives in Indonesia, this background is the reason for the need to build a Museum and Archipelago Film Documentation Center located in Surabaya, where according to the Indonesian Film Agency the island of Java is the region that dominates the largest number of film viewers in Indonesia. The method used in this research is a qualitative method with descriptive research type by making observations, field studies and literature. The land chosen for the designer is located on Jalan Simpang Dukuh, Suarabaya City with an area of 0.76 hectares with a relatively flat site. The use of a symbolic theme with a representative concept was chosen so that the building being designed does not only pay attention to its function. In addition to attracting visitors with the use of symbols in the form of building design, it is hoped that it will be able to appear to show the philosophy and functions that are in it which are used as a means of education, research and entertainment just by looking at the outer appearance of a building.Keywords: Film, Museum, Symbolic. Abstrak. Perfilman di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang, bahkan sampai saat ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional yang ditandai dengan kondisi perfilman yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang terus meningkat. Karena minimnya fasilitas yang tersedia khusus arsip film Nusantara di Indonesia, dengan latar belakang tersebut menjadi alasan perlu dibangunnya sebuah Museum dan Pusat Dokumentasi Perfilman Nusantara yang terletak di Surabaya, dimana menurut Badan Perfilman Indonesia pulau Jawa merupakan wilayah yang mendominasi jumlah penonton film terbanyak di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dengan melakukan observasi, studi lapangan dan literatur. Penggunaan tema simbolis dengan konsep representatif dipilih agar bangunan yang didesain tidak hanya memperhatikan fungsinya. Selain untuk menarik pengunjung dengan penggunaan simbolieme pada bentuk desain bangunan diharapkan mampu tampil menunjukkan filosofi dan fungsi yang ada didalamnya yang tidak lain digunakan sebagai sarana edukasi, penelitian maupun hiburan hanya dengan melihat tampilan luar dari suatu bangunan.Kata Kunci: Film, Museum, Simbolis.
MICE sebagai Wadah Kreatifitas Supporter Bonek pada Rancangan Pusat Bisnis Gelora Bung Tomo Aziz, Abdul; Poedjioetami, Esty; Hendra, Failasuf Herman
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 1, No 2 (2020): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2020.v1i2.1101

Abstract

MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) dipertimbangkan dari beberapa aspek yang belum terpenuhi di Kawasan Gelora Bung Tomo, yaitu membeludaknya supporter di luar stadion yang kehabisan tiket, minimnya tenant penjual sehingga Pedagang berkeliaran di sepanjang jalan, dan agenda rutinan oleh Official Persebaya yang belum terwadahi sehingga meminjam tempat lain yang sangat jauh. Dengan adanya daya tarik Pusat Bisnis, supporter dapat memiliki tempat nobar dekat stadion walau kehabisan tiket, Tenants yang tertata demi kelangsungan ekonomi pedagang, serta wadah untuk berkreatifitas antara supporter dengan pihak Official Persebaya dalam bentuk MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition). Metode penelitian kasus dan lapangan dengan pendekatan deskriptif digunakan untuk merencanakan wadah kreatifitas Pusat Bisnis di Kawasan Gelora Bung Tomo. MICE dirancang dengan makro konsep spirit sehingga dihasilkan ruh bangunanyang mendukung sustainable architecture. Makro-konsep Spirit memiliki 3 mikro-konsep, yakni; Interaktif sebagai tatanan lahan sehingga dihasilkan wadah banyak interaksi, Simbolis sebagai tatanan bentuk sehingga dihasilkan ikonik ekor buaya dan Komunikatif sebagai tatanan ruang sehingga dihasilkan lahan yang luas untuk mengkomunikasikan kratifitas supporter Bonek.
Tiny House Village sebagai Solusi Minimnya Lahan di Surabaya dan sebagai Solusi Pola Hidup Sederhana Pratiwi, Inggrit Eka; Poedjioetami, Esty
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 1, No 1 (2020): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2020.v1i1.886

Abstract

Abstract. Surabaya is the second largest metropolis city in Indonesia. This makes Surabaya has a lot of jobs, causing many people from out of town to move and settle in Surabaya. The number of residents who move and settle in Surabaya is not proportional to the amount of land available as a place to live. The Micro House is designed using a modern tropical concept to suit the climatic conditions in Surabaya. using descriptive research methods by conducting observations and comparative studies both in the field and literature with a comparative study in the field of akanoma studio, bandung and royal caravan trawas. Besides a comparative study of literature using the slow town tiny house, South Korea and the UN & Yale University tiny house in New York. From the observations, data on land arrangements, shapes and spaces can be used as a reference for designing Tiny House Village. Site analysis can be determined macro concepts tropical architecture and the micro concept of land structure; “dynamic”, shape: “natural” and space: “effective”. This house is thought to be a solution to the lack of land and the increasing need for housing and can be used for people who want a simple lifestyle, with a smaller size but have complete facilities like a house in general. Keywords: Concept, Lamd, Tiny And Small House, Surabaya, Tropical Abstrak. Surabaya merupakan kota metropolis terbesar kedua di Indonesia.hal ini menjadikan Surabaya memiliki banyak lapangan pekerjaan sehingga menyebabkan banyak orang dari luar kota pindah dan menetap di Surabaya banyaknya penduduk yang pindah dan menetap di Surabaya tidak sebanding dengan jumlah lahan yang tersedia sebagai tempat tinggal. Rumah Mikro ini dirancang menggunakan konsep modern tropis agar sesuai dengan kondisi iklim yang ada di Surabaya. menggunakan metode penelitian dekriptif dengan melakukan observasi dan studi banding baik secara lapngan maupun literaturr dengan studi banding lapngan di studio akanoma bandung dan royal caravan trawas. Juga studi banding literature menggunakan slow town tiny house, korea selatan dan un & yale university tiny house di new york. Dari hasil observasi didapatkan data mengenai tatanan lahan, bentuk dan ruang yang dapat diguanakan sebagai acuan untuk mendesain Tiny House Village, dengan analisis program ruang dan analisis tapak dapat ditentukan konsep makro yaitu arsitektur tropis dan konsep mikro tatanan lahan: “dinamis”, bentuk: “natural” dan ruang: “efektif” yang digunakan dalam merancang. Tiny house ini dirasa mampu menjadi solusi kurangnya lahan dan semakin menigkatnya kebutuhan akan rumah tinggal dan dapat digunakan untuk orang-orang yang menginginkan pola hidup sederhana.dengan ukuran yang ebih kecil namun memiliki fasilitas yang lengkap layaknya rumah pada umumnya. Kata Kunci: Konsep, Lahan, Rumah Mikro, Surabaya, Tropis.
STUDI KUALITAS RUANG TERBUKA HIJAU DITINJAU DARI PENGAPLIKASIAN DESAIN UNIVERSAL (Studi Kasus : Taman Nginden Intan, Surabaya) Firdha Ayu Atika; Esty Poedjioetami; Brina Oktafiana; Hana Rosilawati
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 23, No 1 (2022): Maret 2022
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/jam.v23i1.6199

Abstract

Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan manusia dan lingkungan sosial. Penyediaan RTH berupa Taman Kota menjadi salah satu strategi Pemkot Surabaya, dalam meningkatkan kualitas tata ruang kota yang mendukung konsep kota ekologis. Keberadaan dari Taman Kota sangat penting dalam mendukung pembangunan kota yang layak huni dan berkelanjutan. Ruang Terbuka Hijau merupakan aset pemerintah daerah yang dikelola untuk kepentingan masyarakat dari berbagai kalangan. Konsep Desain Universal atau Desain Inklusif merupakan pendekatan desain yang berpusat terhadap pengguna. Desain tersebut harus dapat diakses, dipahami, dan digunakan oleh semua orang, tanpa memandang usia, situasi, kemampuan atau kondisi disabilitas. Oleh karena itu, pengaplikasian Desain Universal menjadi hal yang esensial pada sebuah desain Taman Kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas dan memberikan rekomendasi desain pada studi kasus Taman Nginden Intan ditinjau dari pengaplikasian Desain Universal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis triangulasi, untuk mendapatkan hasil yang valid secara ilmiah. Berdasarkan hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa Taman Nginden Intan memerlukan perbaikan dari segi penyediaan ramp, guiding block, hand rail, cabang jalur pedestrian dan fasilitas informasi yang komunikatif bagi penyandang disabilitas. Penambahan elemen barrier dan rumble strip pada jalan raya juga dibutuhkan, demi keselamatan pengunjung taman dari risiko kecelakaan. Di masa pandemi seperti sekarang ini, taman juga harus diberikan papan informasi protokol kesehatan dan fasilitas cuci tangan, untuk menciptakan kebiasaan baru guna menekan lonjakan kasus Covid-19.Green Open Space has a great contribution to human welfare and the social environment. The provision of City Park is one of the strategies of the Surabaya City Government, improving the quality of urban spatial planning that supports the concept of an ecological city. The existence of the City Park is very important supporting the development of a livable and sustainable city. Green Open Space is a local government asset that managed for the public interest. The concept of Universal Design or Inclusive Design is a user-centred design approach. It must be accessible, understood and used by everyone, regardless of age, situation, ability or disability. Therefore, the application of Universal Design is essential in a City Park design. This study aims to identify the quality and give design recommendations of Nginden Intan Park, in terms of the application of Universal Design. This study uses a qualitative method with triangulation analysis techniques, to obtain scientifically valid results Based on the analysis results, it can be concluded that Nginden Intan Park needs to be improved in terms of providing ramps, guide blocks, hand rail, pedestrian path branches and communicative information facilities, for people with disabilities. The addition of road barrier elements and rumble strips on the highway is also needed, for the safety of park visitors from the risk of accidents. During the pandemic, parks must be provided with health protocol information boards and hand washing facilities, creating new habits to decrease Covid-19 cases.
Application of Ecological Architecture Concepts to Industrial Villages in Surabaya (Case Study: Gundih Village) Dian Pramita Eka Laksmiyanti; Esty Poedjioetami
OPSI Vol 14, No 1 (2021): ISSN 1693-2102
Publisher : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri UPN "Veteran" Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/opsi.v14i1.3958

Abstract

Global warming encourage people to care more about energy consumption. Metropolitan city like Surabaya has a complex problem in it such as high density, fast growth and development, high energy consumption, and many more. Ecological city supposed to encourage smart citizen, environmentally friendly and humane. It obviously not easy, requires good cooperation between the government, sector managers and the community. The Surabaya mayor's approach and the socialization of the importance of implementing green architecture in each area have succeeded in raising public awareness to create a harmonious, ecological and energy-conscious environment. Apart from the ecological aspects, what makes Surabaya the most advanced city in Indonesia is economic growth. The fast economic growth cannot be separated from the motivation of the Mayor of Surabaya in growing small and medium industries. Kampung Gundih is one of the kampong that has successfully implemented the ecological concept and has become the most advanced home industry in Surabaya by winning the Surabaya Green and Clean in recent years. This study aims to identify and describe the application of Green architecture and ecological concepts in small industrial-based settlements in Kampung Gundih, Surabaya. The method used in this research is descriptive qualitative. The results obtained are a review of the implementation of the concept of ecological architecture in rural areas and small industries, a description of the integrated water management process, and environmental management strategies in Kampung Gundih Surabaya. 
Penerapan Tema Arsitektur Analogi Pada Perancangan Wahana Apresiasi Seni Kontemporer Di Surabaya Fitria Wulan Rahmawati; Siti Azizah; Esty Poedjioetami
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 1, No 2 (2020): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2020.v1i2.1087

Abstract

Potensi dan peluang bagi Surabaya untuk menjadi kiblat seni baru di Indonesia sangat besar. Hanya saja wadah penuangan seni tidak sebanding dengan potensi dan peluang yang dimiliki. Untuk meningkatkan pasar seni kontemporer di Indonesia, khususnya Kota Surabaya, perlu adanya sebuah bangunan sebagai wahana atau wadah apresiasi masyarakat Indonesia, khususnya Surabaya, terhadap kesenian kontemporer. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu metode riset yang sifatnya memberikan penjelasan dengan menggunakan analisis data. Fungsi bangunan ditujukan sebagai fasilitas hiburan dan edukasi. Program ruang terbagi atas beberapa fasilitas, diantaranya, fasilitas utama (fasilitas pengenalan, pelatihan, pembelian, komunitas), fasilitas penunjang, servis, dan fasilitas pengelola. Pada perancangan ini, tema yang diusung yaitu arsitektur analogi, dimana juga menerapkan unsur kontemporer sebagai ekspresi wujud dan fungsi bangunan. Serta konsep makro kontemporer sebagai representasi fungsi bangunan sebagai wahana apresiasi seni kontemporer. Perwujudan analogi pada penataan lahan diwujudkan dengan penggunaan konsep mikro terintegrasi. Sedangkan pada bentuk bangunan, perwujudan analogi diterapkan menggunakan konsep mikro dinamis dimana menganalogikan sifat seni kontemporer yang bebas. Dan penerapan analogi pada ruang diwujudkan dengan konsep mikro ruang yang fleksibel, dimaksudkan agar ruang seni yang ada dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan dan tidak tetap, sehingga dapat menampilkan perwujudan karya seni dengan maksimal.
Arsitektur Neo Vernakular pada Gedung Pertunjukan Seni Tari Tradisional Suku Dayak di Samarinda Fauzi Syah; Suci Ramadhani; Esty Poedjioetami
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 2, No 2 (2021): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2021.v2i2.2049

Abstract

Kota Samarinda merupakan Ibukota provinsi Kalimantan Timur dimana terdapat banyaknya ragam budaya di antaranya ada seni tari tradisional yaitu tari khas suku dayak.. Gedung Pertunjukan Seni Tari Tradisional Suku Dayak di Kota Samarinda dengan menggunakan tema aritektur Neo-Vernakular bertujuan untuk mengembangkan kesenian tari khas dari Kalimantan Timur. Dengan pendekatan tema arsitektur Neo Vernakular dan menerapkan makro konsep (Develop Culture) yang menciptakan desain dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian mangalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat. Mikro KonsepTatanan Lahan (Cultural Realm) Menciptakan desain tatanan lahan dengan menerapkan sebuah kawasan yang memiliki suasana nyaman dan asri serta menerapkan nilai-nilai budaya suku dayak pada kawsan. Mikro Konsep Bentuk (Forward Culture) Menciptakan desain bentuk bangunan dengan konsep budaya yang maju, agar dapat memberikan semangat untuk mengembangkan kebudayaaan khas daeerah. Mikro Konsep Ruang (Adaptive) Konsep “Adaptive” dalam Arsitektur menciptakan desain ruang secara langsung maupun tak langsung berhubungan dengan ruang, ruang yang berfungsi sebagai wadah kegiatan. Hasil rancangan ini diharapkan menjadi pusat kesenian tari khas suku dayak yang dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat serta dapat menjadi obyek wisata bagi masyarakat, baik dari dalam maupun luar negeri yang tertarik tentang kesenian tari asli Kalimantan Timur di Kota Samarinda.
Rancangan Pusat Industri Kreatif dengan Tema Neo-Vernakular di Kabupaten Kutai Kartanegara Salsadilla Rizky Nur Khalalya; Esty Poedjioetami; Randy Pratama Salisnanda
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 2, No 2 (2021): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2021.v2i2.2181

Abstract

. Masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara sendiri memiliki ciri khas dan kreatifitas yang berpotensi besar untuk perkembangan seni budayanya yang cukup kental terutama di bidang seni pertunjukkan. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki 18 kecamatan yang memiliki berbagai macam kesenian pertunjukan sebagai potensi kreatifnya. Pusat Industri Kreatif Di Kabupaten Kutai Kartanegara akan menjadi sebuah wadah terpusat dan terintegrasi bagi para penggerak seni di Kabupaten Kutai Kartanegara. Pusat Industri Keatif Di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan pendekatan arsitektur Neo Vernakular yang menciptakan desain dengan tujuan mengembalikan unsur-unsur budaya lokal khas Kalimantan Timur dengan mengalami pembaruan untuk menuju suatu karya yang lebih modern dengan tidak mengurangi kaidah-kaidah nilai tradisi. Konsep mikro tatanan lahan Terpusat, menjadikan tatanan lahan mengarah pada satu sisi atau pusat utama kegiatan industry kreatif. Konsep mikro bentuk (Attractive Culture), menciptakan bentuk bangunan dengan konse atraktif diangkat karena mampu mewakili esensi objek sebagai bangunan wisata kebudayaan. Konsep mikro ruang (Adaptive Culture), menciptakan desain ruang yang berfungsi dan dapat menampung segala kegiatan industri kreatif, mendesain ruang dimulai dari mengangkan unsur dan suasana kebudayaannya, lalu menyesuaikan dengan fungsi tiap ruang yang di desain.
Penerapan Tema Simbolis pada Bentuk Rancangan Museum dan Pusat Dokumentasi Perfilman Nusantara di Surabaya Siti Maria Ulfah; Esty Poedjioetami; Suci Ramadhani
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 2, No 1 (2021): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2021.v2i1.1508

Abstract

Abstract. Films in Indonesia have a long history, and are even now considered an era of national film revival, which is marked by the condition of films experiencing an ever-increasing number of production. Due to the lack of facilities available specifically for archipelago film archives in Indonesia, this background is the reason for the need to build a Museum and Archipelago Film Documentation Center located in Surabaya, where according to the Indonesian Film Agency the island of Java is the region that dominates the largest number of film viewers in Indonesia. The method used in this research is a qualitative method with descriptive research type by making observations, field studies and literature. The land chosen for the designer is located on Jalan Simpang Dukuh, Suarabaya City with an area of 0.76 hectares with a relatively flat site. The use of a symbolic theme with a representative concept was chosen so that the building being designed does not only pay attention to its function. In addition to attracting visitors with the use of symbols in the form of building design, it is hoped that it will be able to appear to show the philosophy and functions that are in it which are used as a means of education, research and entertainment just by looking at the outer appearance of a building.Keywords: Film, Museum, Symbolic. Abstrak. Perfilman di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang, bahkan sampai saat ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional yang ditandai dengan kondisi perfilman yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang terus meningkat. Karena minimnya fasilitas yang tersedia khusus arsip film Nusantara di Indonesia, dengan latar belakang tersebut menjadi alasan perlu dibangunnya sebuah Museum dan Pusat Dokumentasi Perfilman Nusantara yang terletak di Surabaya, dimana menurut Badan Perfilman Indonesia pulau Jawa merupakan wilayah yang mendominasi jumlah penonton film terbanyak di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dengan melakukan observasi, studi lapangan dan literatur. Penggunaan tema simbolis dengan konsep representatif dipilih agar bangunan yang didesain tidak hanya memperhatikan fungsinya. Selain untuk menarik pengunjung dengan penggunaan simbolieme pada bentuk desain bangunan diharapkan mampu tampil menunjukkan filosofi dan fungsi yang ada didalamnya yang tidak lain digunakan sebagai sarana edukasi, penelitian maupun hiburan hanya dengan melihat tampilan luar dari suatu bangunan.Kata Kunci: Film, Museum, Simbolis.