Brodjonegoro, Bambang P. S.
Universitas Indonesia

Published : 19 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Analisis Aglomerasi Industri Manufaktur Besar dan Sedang di DKI Jakarta Tahun 1975-1998 Harmadi, Sonny Harry B.; Brodjonegoro, Bambang PS.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 3, No 1 (2002): Juli
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adanya faktor skala ekonomi dalam pemilihan lokasi menyebabkan beberapa perusahaan yang sejenis memilih berada pada lokasi yang berdekatan, sehingga membawa dampak menurunnya biaya produksi perusahaan. Aglomerasi industri ini dapat menjelaskan mengapa suatu kota memiliki perusahaan yang jenisnya sama lebih dari satu, dan adanya kecenderungan bahwa kota akan berkembang di sekitar lokasi industri. Suatu kota industri yang besar terbentuk karena adanya aglomerasi ekonomi dalam produksi, dimana terdapat dua jenis aglomerasi ekonomi, yaitu localization economies dan urbanization economies. Analisis regresi data panel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil yang mendasar antara industri dengan klasifikasi ISIC 2 digit dengan industri berdasarkan klasifikasi ISIC 3 digit. Sub-sektor industri di DKI Jakarta yang mengalami aglomerasi industri ialah subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit, Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Industri Kimia dan Barang-Barang dari Kimia, Petroleum, Batu Bara, Karet, dan Barang dari Plastik, Industri Barang-Barang dari Logam, Mesin dan Perlengkapannya, Industri Pengolahan Lainnya. Sedangkan sub-sektor Industri Makanan, Minuman Serta Tembakau, Industri Kayu dan Barang-Barang dari Kayu, Termasuk Alat-Alat Rumah Tangga dari Kayu, Industri Barang-Barang Galian Bukan Logam, dan Industri Dasar Logam tidak mengalami aglomerasi. Pada golongan pokok industri teridentifikasi tidak terjadi aglomerasi industri.
Analisis Aglomerasi Industri Manufaktur Besar dan Sedang di DKI Jakarta Tahun 1975-1998 Harmadi, Sonny Harry B.; Brodjonegoro, Bambang PS.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 3, No 1 (2002): Juli
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adanya faktor skala ekonomi dalam pemilihan lokasi menyebabkan beberapa perusahaan yang sejenis memilih berada pada lokasi yang berdekatan, sehingga membawa dampak menurunnya biaya produksi perusahaan. Aglomerasi industri ini dapat menjelaskan mengapa suatu kota memiliki perusahaan yang jenisnya sama lebih dari satu, dan adanya kecenderungan bahwa kota akan berkembang di sekitar lokasi industri. Suatu kota industri yang besar terbentuk karena adanya aglomerasi ekonomi dalam produksi, dimana terdapat dua jenis aglomerasi ekonomi, yaitu localization economies dan urbanization economies.   Analisis regresi data panel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil yang mendasar antara industri dengan klasifikasi ISIC 2 digit dengan industri berdasarkan klasifikasi ISIC 3 digit. Sub-sektor industri di DKI Jakarta yang mengalami aglomerasi industri ialah subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit, Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Industri Kimia dan Barang-Barang dari Kimia, Petroleum, Batu Bara, Karet, dan Barang dari Plastik, Industri Barang-Barang dari Logam, Mesin dan Perlengkapannya, Industri Pengolahan Lainnya. Sedangkan sub-sektor Industri Makanan, Minuman Serta Tembakau, Industri Kayu dan Barang-Barang dari Kayu, Termasuk Alat-Alat Rumah Tangga dari Kayu, Industri Barang-Barang Galian Bukan Logam, dan Industri Dasar Logam tidak mengalami aglomerasi. Pada golongan pokok industri teridentifikasi tidak terjadi aglomerasi industri.
Analisa Pengganda dan Distribusi Keuntungan Perdagangan di Wilayah ASEAN Parewangi, A.M. Alfian; Brodjonegoro, Bambang P.S.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 3, No 2 (2003): Januari
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Matrices of International Trade model shows world equilibrium and the inter-linkage among countries through trade. This approach enable us to decompose trade multiplier into direct import requirement, indirect import requirement, internal and external propagation as components of total trade multiplier. We also can run growth simulation to identify the distribution of trade gain as previously applied by Miyazawa, Hewings and other authors. Using trade flow data from 178 countries, and focusing on the big five ASEAN, we conform the most important role of Singapore and Malaysia in this region. We also find the role of United States and Japan as biggest and most important trading partner. Unsurprisingly, growth simulation shows unequal trade gain distribution between ASEAN countries and their trading partner.
Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian Antar Daerah : Analisa Model IRIO Nurkholis, Nurkholis; Brodjonegoro, Bambang P.S.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 3, No 2 (2003): Januari
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Regional autonomy program is the form of fiscal decentralization policy in Indonesia, legally started with the law of Regional Government No.22/1999 about de-concentration azas, which imply power or authority sharing and No.25/1999 about decentralization, which imply financial sharing between central and regional government. Financial sharing is tax and natural resources sharing revenue. This financial sharing type can widen fiscal gap between regions. As the solution, the central government gives block grants.   Interregional Input-Output (IRIO) model can be used to analyze the impact of fiscal decentralization policy on sectoral and regional linkages, multipliers, growth, equalization, and efficiency of the regional economy. The analysis use shock variables of inter-governmental transfer including tax sharing revenue, natural resources revenue and block grants. They are treated as an exogenous variable package by regional government expenditure. The expenditures are in the form of investment and consumption based on IRIO model to analyze the optimality of policy variation.   The analysis shows that the optimality of growth, equalization, and economic efficiency will be reached if the allocation of inter-governmental transfer is exactly the same as the potency and linkages between sectors and regions. We find the current formulation of intergovernmental transfer by central government, potent to increase regional disparity. Central government should reformulate division of inter-governmental transfer to avoid fiscal decentralization to be contra productive policy
The Interregional Impact of Fiscal Decentralization in Indonesia: Inter Regional Social Accounting Matrix Model Utarna, Satria; Brodjonegoro, Bambang P.S.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 4, No 1 (2003): Juli
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-undang 22/0 dan 25/99 telab merubah pola hubungan pusat-daerah di Indoensia dari pola sentralistik menjadi desentralisis yang efektif berlaku sejak bulan Januari 200 1 . Lebih jaul pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur lebih detail tentang kewajiban dan kewenangan daerah, hutang daerah dan hal lainnya, selain beberapa sektor penting seperti sistem peradilan, agama, keamanan dan hal lain yang masih dibawab tanggungejawab dan kewenangan pemerintah pusat. Konsekuensi langsurng dari perubahan mi adalah pemerintah harus mengatur pemerataan dan sustainabilitas anggaran antar daerah. Mengingat karakteristik antar daerah sangat bervariasi dalam hal kandungan sumber daya alam, dan sumber daya manusia, dan juga selepas krisis yang menerpa Indonesia, maka permasalahan yang dihadapi pemerintah pusat dalam menjalankan proses desentralisasi mi, menjadi tidak ringan. Satu hal yang jelas, implementasi proses desentralisasi ini, akari mengurangi penerimaan pemerintah pusat secara langsung sementara agenda peningkatan kesejahteraan, penurunan kesenjangan dan upaya peningkatan pertumbuhan lintas wilayah, sudah didepan mata.
Determinan Pertumbuhan Kota Di Indonesia Mulatip, Imam; Brodjonegoro, Bambang PS
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 5, No 1 (2004): Juli
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peran kota sebagai pusat aktivitas utama ekonomi dewasa ini, menjadi daya tarik mengapa pertumbuhan kota perlu diperhatikan. Kota memiliki populasi yang besar, dan cenderung meningkat pesat dari waktu ke waktu. Makalah ini mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan kota, serta mengkaji pola pertumbuhan kota di Indonesia. Pertumbuhan kota diukur menggunakan pertumbuhan populasi dan angkatan kerja. Hasil analisis memperlihatkan kepadatan penduduk dan spesialisasi ekonomi secara negatif signifikan mempengaruhi pertumbuhan kota. Sedangkan primacy, manufaktur dan tingkat pendidikan secara positif signfikan mempengaruhi pertumbuhan kota. Selain itu, pendapatan dan pengeluaran pemerintah tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan kota. Demikian pula, variabel geografis dan ukuran kota, yang juga tidak signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan kota.
Dampak Desentralisasi Fiskal di Indonesia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Antar Daerah: Analisa Model Makro Ekonometrik Simultan Dartanto, Teguh; Brodjonegoro, Barnbang P.S.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 4, No 1 (2003): Juli
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

From January 1 , 2001 , when new autonomy laws were implemented, lndonesia began to move toward decentralization of what had been a highly decentralized. This policy adopts two complimentary laws. Law No.22/1999, which basically the devolution policy, has been accompanied by La No.25/1999, which basically reflect that decentralization policy in Indonesia has adopted the concept of ”money follows function”. Law No.25/1999 describe the fiscal decentralization process that will create a new intergovernmental transfer scheme between the central government and local government. Some of items in the law were really new ones such as the natural resources revenue sharing, income tax sharing, general allocation fund (OAF) and specifics allocation fund (SAF). The policies oftax and natural resource revenue sharing can result in fiscal imbalance among regions. Tax and natural resources revenue sharing will benefit only to urbanized and natural resources rich regions Because of it, Central Government created General Allocation Funds. This fund has block grant characteristic and will be given to regions by fiscal gap conception . The purpose is to equalize fiscal capacity among regions that in turn also can reduce disparity among them. The Simultaneous Macro Econometric Model is made for analyzing the fiscal decentralization impact to economic growth and region disparity. The policy simulation in this model used transfer fund from central government such as Tax Revenue Sharing, Natural Resource Revenue Sharing and General Allocation Fund. The simulation is carried out to see the optimality of various possible existing policies. The optimality is measured by evaluating the high rate of economic growth and low disparity.
Analisis Aglomerasi Industri Manufaktur Besar dan Sedang di DKI Jakarta Tahun 1975-1998 Harmadi, Sonny Harry B.; Brodjonegoro, Bambang PS.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 3, No 1 (2002): Juli
Publisher : Department of Economics-FEUI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adanya faktor skala ekonomi dalam pemilihan lokasi menyebabkan beberapa perusahaan yang sejenis memilih berada pada lokasi yang berdekatan, sehingga membawa dampak menurunnya biaya produksi perusahaan. Aglomerasi industri ini dapat menjelaskan mengapa suatu kota memiliki perusahaan yang jenisnya sama lebih dari satu, dan adanya kecenderungan bahwa kota akan berkembang di sekitar lokasi industri. Suatu kota industri yang besar terbentuk karena adanya aglomerasi ekonomi dalam produksi, dimana terdapat dua jenis aglomerasi ekonomi, yaitu localization economies dan urbanization economies. Analisis regresi data panel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil yang mendasar antara industri dengan klasifikasi ISIC 2 digit dengan industri berdasarkan klasifikasi ISIC 3 digit. Sub-sektor industri di DKI Jakarta yang mengalami aglomerasi industri ialah subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit, Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Industri Kimia dan Barang-Barang dari Kimia, Petroleum, Batu Bara, Karet, dan Barang dari Plastik, Industri Barang-Barang dari Logam, Mesin dan Perlengkapannya, Industri Pengolahan Lainnya. Sedangkan sub-sektor Industri Makanan, Minuman Serta Tembakau, Industri Kayu dan Barang-Barang dari Kayu, Termasuk Alat-Alat Rumah Tangga dari Kayu, Industri Barang-Barang Galian Bukan Logam, dan Industri Dasar Logam tidak mengalami aglomerasi. Pada golongan pokok industri teridentifikasi tidak terjadi aglomerasi industri.
Determinant Factors of Regional Inflation in Decentralized Indonesia Brodjonegoro, Bambang P. S.; Simorangkir, Iskandar; Gitaharie, Beta Y.; Falianty, Telissa
Economics and Finance in Indonesia Volume 53, Number 1, 2005
Publisher : Institute for Economic and Social Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (28.873 KB) | DOI: 10.47291/efi.v53i1.124

Abstract

.
The Structure of the Jakarta Metropolitan Economy Brodjonegoro, Bambang P. S.; Haddad, Eduardo; Hewings, Geoffrey J. D.
Economics and Finance in Indonesia Volume 46, Number 1, 1998
Publisher : Institute for Economic and Social Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (28.873 KB) | DOI: 10.47291/efi.v46i1.176

Abstract

.