Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Penggunaan Data Citra Lansat-TM Hasil Olahan diGital Untuk Pendugaan Sebaran Horizontal Produktivitas Primer di Perairan Kabupaten Subang ,Jawa Barat Setyo Budl Susilo; Inul Adkha; Ario Damar
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 3 No. 1 (1995): Juni 1995
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10.661 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang penerapan metode penginderaan jauh dalam menduga sebaran horizontal produktivitas primer. Metode yang dilakukan adalah met ode penggabungan antara data in-situ yang diperoleh dari Survey lapangan dan data citra satelit dari Vmdsat - TM yang didekati secara kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi linear untuk mengetahui hubungan fungsionalnya. Hasil yang didapat, berupa model hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas primer dalam bentuk P=0.006959B (mgC/lt/jam), dimana nilai sebaran horizontal produktivitas primer yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.097-0.124 mgC/lt/jam.Kata-kata kunci : penginderaan jauh, klorofil, produktivitas primer, sebaran horizontal,perairan Pantai
WATER QUALITY FOR AQUATIC LIFE IN CIMANUK RIVER, WEST JAVA Setyo Budi Susilo; Djadja S . Sjefei
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 13 No. 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.199 KB)

Abstract

Sebuah survei kualitas air dilakukan di Sungai Cimanuk pada tahun 1999-2000 mulai dari hulu sungai hingga ke daerah estuari. Dua belas stasiun pengambilan contoh ditetapkan di sepanjang aliran sungai. Pada setiap stasiun, pengambilan contoh dilakukan tiga kali waktu pengambilan, yaitu pada bulan Agustus, Oktober, dan Januari untuk dapat mewakili tiga musim yang berbeda pada periode tahun tersebut. Beberapa parameterdiukur in situ, sementara beberapa yang lainnya dianalisis di laboratorium di Institut Pertanian Bogor. Hasil studi ini menunjukkan bahwa secara umum kualitas air di Sungai Cimanuk masih sesuai bagi peruntukan kehidupan organisme perairan. Kondisi tersebut tercermin pada indek kualitas airnya yang berada pada selang 50 hingga 80 atau dari kategori sedang ke baik. Sungai Cimanuk adalah satah satu contoh khas sungai tropis, dimana volume aliran sungai berfluktuasi menurut besarnya curah hujan. Air hujan menggelontor permukaan tanah pada awal musim hujan yang berakibat menurunkan secara tajam kualitas air sungai. Oleh karena itu walaupun kualitas air sungai masih baik bagi kehidupan organisme perairan, terdapat potensi pencemaran dari daerah aliran sungai tersebut, terutama pada awal musim hujan.Kata kunci: kualitas air, Sungai Cimanuk, musiman.
Satellite Observed Gulf Stream Meanders and Their Effect on Watermass Movements in Coastal Water off North Carolina , USA Setyo Budl Susilo
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 2 No. 1 (1994): Juni 1994
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10.661 KB)

Abstract

Gerakan oceanic frOllt telah sejak lama diduga sebagai suatu fenomena oseanografi fisik yang penting bagi proses-proses biologis di laut. Pergerakan front tersebut diyakini mencerminkan adanya pergerakan massa air laut. Oleh karena itu pergerakan front sangat penting untuk mempelajari proses transportasi partikel di laut terlllasuk transportasi telur larva ikan. Penelitian mengenai pergerakan massa air akibat hembusan angin telah banyak dilakukan. Namun demikian pengaruh arus panas Gulf Stream terhadap fenomena tersebutbelum diteliti secara serius. Penelitian ini ditujukan untuk memperlihatkan pengaruh Gulf Stream terhadap pergerakan front yang dideteksi melaui citra satelit. Pergerakan front di laut dapat dideteksi melalui citra suhu perrmmukaan laut mengingat didaerah front ini terjadi gradien suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa pergerakan front (gerakan offshore-ol ore) di pantai North Carolina, Amerika Serikal, diakibatkan oleh gerakan berbelok-beloknya arus panas Gulf Stream dan fenomena terbentuknya filamen atau bentukan lidah (tonguelike structure) dari Gulf Stream . Pergerakan ini kelihatannya merupakan proses oseanografi yang paling penting mempengaruhi kelangsungan hidup larva ikan di pantai timur-Iaut Amerika Serikat.Kata-kata kunci : satelit, oceanic front, Gulf Stream, pantai, pergerakan massa air, transpor-tasi larva ikan ,estuarine -dependent fish.
STATUS EKOSISTEM PESISIR BAGI PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR DI KAWASAN TELUK AMBON Asyiawati, Yulia; Yulianda, Fredinan; Dahuri, Rokhmin; Sitorus, Santun R.P.; Susilo, Setyo Budi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 10, No 1 (2010): Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Publisher : Program Studi Perencanaan Wilayah Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.845 KB) | DOI: 10.29313/jpwk.v10i1.1367

Abstract

This study aims : (1) to analyze the status of coastal ecosystems, (2) to analyze factors that affect the quality of coastal ecosystems, and (3) to prepare the direction on spatial planning in coastal areas of Ambon Bay Area. The analytical method used in this study is the analysis of ecosystem status, principal components analysis, analysis of Geographic Information Systems (GIS) and analysis of dynamic systems. The results showed that the condition of ecosystem status damaged in 2008, whereby, the status of mangrove ecosystems is moderate with a density of 1100 trees/ha, the status of seagrass ecosystems damaged by percentage cover of 38,76%, and the status of coral reef ecosystems are damaged by the percentage of live coral is 42,27%. Ecosystem conditions in Ambon Bay Area is affected by land use on land, namely forest area and population. Refferral of land use planning in Ambon Bay Areas wich recommended in this study for a period of 20 years of protected areas and cultivated areas. Protected areas is aimed at 9.480,70 ha or 41,21% of land area, while the allocation of space for the cultivation area is 10.416,30 ha (58,79% of land area). To reduce the pollutant into the waters, planned buffer zones (coastal and riverine border for 11,69% of land area), which serves to absorb pollutants and protect the inland waters of the tidal influence, while still controlling the waste coming into water By using dynamic systems analysis, created the scenario of land use planning in Ambon Bay Area that integrates land and wet land. The scenario used in this study is the optimistic, pessimistic and moderate scenarios. The variable that is used to determine of policy scenarios spatial planning based on the rate of population growth is 2,5% per annum, while variable forest area of at least 30% of the area. Of the three scenarios, the scenario chosen for the land use planning policy in Ambon Bay Areas in the future is to use the moderate scenario. The simulation results moderate scenario, the status of coastal ecosystems is improved from the criteria of the coastal ecosystem damaged by coastal ecosystems index 44,44% in 2008 turned into good condition with the index of coastal ecosystems 88,89% in 2029
MODEL PENDUGAAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PULAU WETAR (MALUKU TENGGARA BARAT) ATAS DASAR ASIMILASI FOSFAT Setyo Budl Susilo
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 13 No. 2 (2006): Desember 2006
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.311 KB)

Abstract

Studi ini bertujuan untuk menilai salah satu aspek daya dukung lingkungan Pulau Wetar, Maluku Tenggara Barat, dlam kaitannya dengan program pengembangan transmigrasi di pulau ini. Sebuah model asimilasi fosfat (fosfor) yang diserap oleh lingkungan perairan pantai digunakan untuk tujuan tersebut. Hasil studi ini menunjukkan bahwa lingkungan perairan pantai Pulau Wetar dpat mendukung lebih dari 30 000 kluarga transmigran sebagai tambahan populasi yang telah menghuni pulau ini. Namun demikian, hasil dugaan nilai daya dukung lingkungan ini hanya didasarkan pada satu aspek saja yaitu asimilasi fosfat dan untuk mendapatkan nilai dugaan yang sebenarnya masih memerlukan pendugaan-pendugaan dari berbagai aspek daya dukung lingkungan yang lain. Lagi pula, model ini masih bersifat makro mengingat seluruh pulau dan perairan pesisir di sekitarnya dianggap sebagai satu sistem.Kata kunci: pulau Wetar, daya dukung, model asimilasi fosfat, rencana program transmigrasi.
Sebaran Produktivitas Primer Kaitannya dengan Kondisi Kualitas Air di Perairan Karimun Jawa Mulkan Nuzapril; Setyo Budi Susilo; James P. Panjaitan
Jurnal Segara Vol 15, No 1 (2019): April
Publisher : Pusat Riset Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.469 KB) | DOI: 10.15578/segara.v15i1.7559

Abstract

Kepulauan Karimun Jawa merupakan gugusan pulau-pulau yang memiliki sumber daya pesisir yang besar. Sumber daya pesisir di Karimun Jawa didukung dengan adanya ekosistem penting seperti ekossistem karang, lamun, rumput laut dan mangrove. Meningkatnya pariwisata di perairan Karimun Jawa dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem laut. Hal tersebut berdampak pada organisme yang terdapat pada perairan tersebut. Klorofil-a merupakan pigmen fitoplankton yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Proses fotosintesis juga dipengaruhi oleh sinar cahaya yang masuk di dalam perairan sehingga apabila kekeruhan di suatu perairan tinggi dapat menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan.  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas primer kaitannya dengan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap produktivitas perairan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis komponen utama (PCA). Uji laboratorium yang dilakukan adalah analisis konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,12 - 0,51 mg/m3 dan muatan padatan tersuspensi berkisar antara 10,00 - 42,86 mg/l. Hasil dari penelitian ini yaitu nilai produktivitas primer berkisar antara 37,5 - 75 mgC/m3/jam. Hasil analisis biplot PCA menunjukkan bahwa indikator yang dominan  dalam produktivitas primer adalah nilai klorofil-a dan muatan padatan tersuspensi.
KAPASITAS ADAPTIF EKOSISTEM LAMUN (SEAGRASS) DI GUGUS PULAU GURAICI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA Subur, Riyadi; Yulianda, Fredinan; Susilo, Setyo Budi; Fahrudin, Achmad
AgriSains Vol 12, No 3 (2011)
Publisher : FAPETKAN UNTAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sea grass bed is an important ecosystem in coastal areas and small islands which plays important and effective roles as a protector of the coastal line and the safety of the mainland area of small islands. Physically, the roles of ecosystem were as erosion prevention, sediment trap and barrier of waves and currents. The existence of these ecosystems in the coastal regions and small islands was an important in enhancing the adaptive capacity of islands against natural disaster because the island serves as a natural protector. The aim of this research was to calculate and assess tha adaptive capacity of sea grass ecosystems growing in the waters of around the small islands in the group of Guraici. The research was conducted on 17 islands located in the group of Guraici islands. Measurement of adaptive capacity of sea grass ecosystem was done by analyzing 6 parameters, namely: Sea Grass Dimension Index (IDLn), Dominant Species of Sea Grass, Sea Grass Coverage Percentage (%), Number of Sea Grass Species, Substrate Type, Distance from The Point of Ecosystem. Sea Grass ecosystem adaptive capacity value was in the range between 0.0-1.0, with capacity of five categories of “very low, low, medium, high and very high”. These results indicated that sea grass ecosystem growing in the waters of around the islands in the island of group Guraici had adaptive capacity with values ranging between 0.0-0.59. The ranges of values were distributed into three categories of the adaptive capacities (very low, low and medium). A total of 13 islands had a capacity of sea grass ecosystem “medium”, the other three islands with capacity of “low” and one island with a capacity of “very low”.    Key words : Adaptive Capacity, seagrass ecosystem.
ANALYSIS DINAMIKA SPASIAL DAN TEMPORAL PENGGUNAAN LAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP SEDIMENTASI DI WILAYAH PESISIR DAS CITARUM Paryono -; Sri Suryo Sukoraharjo; Ario Damar; Setyo Budi Susilo; Rokhmin Dahuri; Heny Suseno
Jurnal Kelautan Nasional Vol 11, No 3 (2016): DESEMBER
Publisher : Pusat Riset Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (638.032 KB) | DOI: 10.15578/jkn.v11i3.6118

Abstract

Upaya mengelola wilayah pesisir akan efektif jika diikuti pengelolaan di Daerah Aliran Sungai (DAS) di atasnya, karena perubahan penggunaan lahan di DAS akan berdampak pada sedimentasi di wilayah pesisir. Pengelolaan wilayah pesisir secara efektif membutuhkan kajian keterkaitan penggunaan lahan di wilayah DAS  terhadap sedimentasi di wilayah pesisir. Penelitian ini bertujuan menganalisis : (a) perubahan luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir; (b) luas sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum; (c) hubungan antara perubahan luas penggunaan lahan dengan luas sedimentasi.   Lokasi penelitian  di DAS Citarum bagian hilir. Perhitungan luas penggunaan lahan dan luas sedimentasi menggunakan analisa citra satelit. Hasil perhitungan luas penggunaan lahan  menunjukkan  terjadi perubahan luas penggunaan lahan  di DAS Citarum bagian hilir dari tahun 2000 - 2014 secara signifikan, yaitu : (1) terjadi peningkatan luas penggunaan lahan non-vegetasi; (2) terjadi penurunan luas lahan sawah;  dan (3) terjadi penurunan luas lahan bervegetasi. Hasil perhitungan luas area sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum menunjukkan peningkatan luas sedimentasi tahun 2000 - 2014.  Analisa keterkaitan antara luas sedimentasi dengan berbagai luas penggunaan lahan yaitu : (1)  semakin luas lahan  bervegetasi maka semakin kecil luas sedimentasi; (2) semakin luas lahan non-vegetasi maka luas sedimentasi makin besar ; (3)   peningkatan luas lahan sawah berdampak pada penurunan luas sedimentasi.  Dari berbagai faktor tersebut, faktor yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan sedimentasi adalah  faktor lahan bervegetasi. Hasil pemodelan perhitungan luas penggunaan lahan di DAS Citarum hilir  yang berdampak pada luas sedimentasi paling kecil terjadi jika curah hujan maksimum dan luas sawah minimum dengan komposisi luasan yaitu luas sawah sebesar 124.796 hektar dari kisaran 124.796 - 179.416 hektar, luas lahan bervegetasi maksimum 92.134 hektar dari kisaran 71.015 - 92.134 hektar,  dan luas lahan non vegetasi 76.000 hektar dari kisaran 40.000 - 90.000 hektar.
Fish Stock Condition in Southern Coastal Water of West Java Setyo Budi Susilo
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 16 No. 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.554 KB)

Abstract

Fish stock in marine waters is always dynamic due to fluctuation in the annual total catch. Consequently, the estimate number of fish stock changes yearly, without exception in the southern coastal water of West Java. Fish stock condition in this region has not been reevaluated since 1999, the time before the separation of the province into West Java and Banten. This current study was intended to reassess the condition of fish stock utilization and estimate fish stock growth parameters in the southern coastal water of West Java in 2006. Data of fish production, effort, fish price, and effort cost for 14 years (1993-2006) are taken from the Office of Fisheries Agency of West Java Province. Effort data are standardized using relative fishing power method. Analysis of fish stock condition is carried out using Gordon-Schaefer bioeconomic model. Fish stock growth parameters are estimated using CYP, Uhler, and Hilborn and Walters methods. The results showed that utilization of marine fish resource in the southern coastal water of West Java is still in the condition of underfished and under effort. Estimates of fish stock growth parameters in this area are r = 3.8882, K = 22 080.355 ton, and q = 14.1775 × 10-7.Key Words: Fish stock assessment, southern coastal water, West Java, Gordon-Schaefer model.
KAPASITAS ADAPTIF EKOLOGIS GUGUS PULAU GURAICI KECAMATAN KAYOA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA (Ecological Adaptive Capacity of Guraici Islands Group Sub-District Kayoa, Southern Halmahera District, North Moluccas Province) Riyadi Subur; Fredinan Yulianda; Achmad Fahrudin; Setyo B. Susilo
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 4 No. 2 (2013): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.253 KB) | DOI: 10.29244/jmf.4.2.97-108

Abstract

ABSTRACTCoral reef, mangrove, and seagrass bed are important ecosystems in coastal areas and small islands which plays critical roles in maintenance of shorelines and lands on small islands. Those ecosystems have mutual relationships in providing effective protection of lands and lives on small islands. The objectives of the research are to calculate, to valuate, and to determine ecological adaptive capacity small islands of Guraici Islands. Field work was carried out at all 17 islands of Guraici Islands, where data collection and calculations of each ecosystem adaptive capacity of coral reef, mangrove and seagrass bed were made. Values of adaptive capacity for each ecosystem are found to range between 0.0 and 1.0 whereas values of the ecological adaptive capacity of every single island in Guraici Islands range between 0.0 and 3.0. The results of this research indicate that all small island ecosystems studied in Guraici Islands can be grouped into three categories of adaptive capacity, they are “medium, low, and very low”. Values of coral reefs adaptive capacity range between 0.0 and 0.58. Values of mangroves adaptive capacity range between 0.0 and 0.51. Values of seagrass beds adaptive capacity range between 0.0 and 0.51. Data analysis made also shows that small island ecological adaptive capacity in Guraici Islands has also belonged to three categories “medium, low, and very low”, where all their adaptive capacity values range between 0.37 and 1.64. Ten islands are in “Medium” category, six islands in “low” category, and one island is in “very low” category.Key words: coral reef, ecological adaptive capacity, mangrove, seagrass-------ABSTRAKTerumbu karang (coral reef), mangrove dan padang lamun (seagrass bed), merupakan ekosistem penting di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memegang peranan penting dalam melindungi garis pantai serta daratan pulau kecil. Ekosistem tersebut cukup efektif sebagai pelindung terhadap keselamatan lahan daratan pulau-pulau kecil, dan memiliki keterkaitan dalam melindungi pulau-pulau kecil. Tujuan peneliltian ini adalah menghitung, menilai serta menentukan status kapasitas adaptif ekologi pulau-pulau kecil dalam Gugus Pulau Guraici. Penelitian dilakukan pada 17 pulau yang terdapat dalam Gugus Pulau Guraici, dengan menghitung kapasitas adaptif ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove dan ekosistem lamun. Nilai Kapastias adaptif setiap ekosistem tersebut berkisar 0,0-1,0, sedangkan nilai kapasitas adaptif ekologi pulau berkisar 0,0-3,0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh ekosistem pesisir yang diteliti pada pulau-pulau dalam Gugus Pulau Guraici tergolong dalam tiga kategori kapasitas adaptif yaitu “sedang, rendah dan sangat rendah”. Nilai kapasitas adaptif ekosistem terumbu karang berkisar 0,0-0,58.Ekosistem mangrove memiliki nilai kapasitas adaptif berkisar 0,0-0,51, dan ekosistem lamun kapasitas adaptifnya berkisar 0,0-0,59. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kapasitas adaptif ekologi pulau-pulau dalam Gugus Pulau Guraici tergolong kedalam tiga kategori yaitu “sedang, rendah dan sangat rendah”, dengan nilai kapasitas adaptif ekologi yang berkisar 0,37-1,64. Sebanyak sepuluh pulau tergolong memiliki kapasitas adaptif ekologi “sedang’, enam pulau memiliki kapasitas adaptif ekologi berkategori “rendah”, dan satu pulau berkategori kapasitas adaptif ekologi “sangat rendah”.Kata kunci: terumbu karang, kapasitas adaptif ekologis, mangrove, lamun