Winarso D. Widodo
Departemen Agronomi Dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor Agricultural University), Indonesia Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Published : 49 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Plant Growth Promoting Rhizobacteria terhadap Pertumbuhan Benih Pepaya di Pembibitan dan di Lapangan Septy Yurihastuti; Winarso Drajad Widodo; Ketty Suketi
Buletin Agrohorti Vol. 6 No. 2 (2018): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1067.622 KB) | DOI: 10.29244/agrob.v6i2.18941

Abstract

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu buah tropika yang telah dibudidayakan secara intensif di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi media tanam dan konsentrasi PGPR yang tepat untuk pertumbuhan bibit pepaya di pembibitan dan di lapangan. Percobaan di laksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2016 di Kebun Mekarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, dengan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) 2 faktor dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas suspensi PGPR dengan konsentrasi 0, 5, 10 dan 15 dan komposisi media tanam yang terdiri atas kontrol tanah: pupuk kandang (M0), tanah: pupuk kandang: sekam (M1), dan tanah: pupuk kandang: cocopeat (M2) sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan. Hasil percobaan di pembibitan menunjukkan bahwa konsentrasi suspensi PGPR mempengaruhi tinggi tanaman, diameter batang dan panjang daun, sedangkan di lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi suspensi PGPR mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun, tetapi tidak mempengaruhi terhadap diameter batang tanaman pepaya. Komposisi media tanam selama di pembibitan tidak mempengaruhi semua parameter. Sedangkan selama pengamatan di lapangan, komposisi media tanah dan pupuk kandang (M0) dan tanah, pupuk kandang dan sekam (M1) mampu mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah daun.
Pengelolaan Perkebunan Pisang Cavendish Komersial di Lampung Tengah, Lampung Moh Agus Jamaluddin; Winarso D. Widodo; Ketty Suketi
Buletin Agrohorti Vol. 7 No. 1 (2019): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.691 KB) | DOI: 10.29244/agrob.v7i1.24650

Abstract

Penelitian dilaksanakan untuk menambah wawasan, pengalaman teknis, keterampilan kerja, manajerial, dan secara khusus mempelajari serta menganalisis pengelolaan perawatan tanaman dan buah pisang cavendish. Penelitian dilaksanakan di Lampung pada bulan Februari hingga Juni 2017. Metode yang digunakan untuk mendapat data primer dengan cara mengikuti dan mengamati kegiatan teknis di lapang dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari laporan dan arsip kebun. Hasil penelitian menunjukkan kualitas buah pisang dipengaruhi pemangkasan daun, penyuntikan jantung, pembrongsongan, pembuangan bunga, pembuangan buah, pembuangan penghalang buah, dan pemasangan sekat buah. Penyakit pisang yang menjadi kendala di lokasi penelitian adalah Black Leaf Streak (BLS) yang disebabkan oleh Mycosphaerella fijiensis dan banana freckle yang disebabkan oleh Guignardia musae. Kehilangan buah ekspor terbesar karena kondisi No Functional Leaf (NFL) karena Banana Freckle. Blok dengan kondisi NFL terbesar adalah blok 27A dengan jumlah 7420 tanaman. Indeks tenaga kerja sebesar 2.08.
Evaluasi Kematangan Pascapanen Pisang Barangan untuk Menentukan Waktu Panen Terbaik Berdasarkan Akumulasi Satuan Panas Winarso Drajad Widodo; Ketty Suketi; Rizky Rahardjo
Buletin Agrohorti Vol. 7 No. 2 (2019): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (778.763 KB) | DOI: 10.29244/agrob.7.2.162-171

Abstract

Buah pisang termasuk buah klimakterik dengan umur simpan pendek. Penanganan pascapanen buah pisang bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan umur simpan buah. Tingkat kematangan buah ketika dipanen dapat mempengaruhi kualitas buah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan umur petik terhadap kriteria kematangan pascapanen dan menentukan umur petik terbaik pisang Barangan berdasarkan akumulasi satuan panas. Percobaan dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Parakan Salak, Sukabumi, Jawa Barat dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 5 perlakuan umur petik: 68, 73, 78, 83, dan 88 hari setelah antesis (HSA). Setiap perlakuan diterapkan pada 5 tandan sebagai ulangan. Buah pisang Barangan dapat dipanen pada umur petik 78 HSA dengan akumulasi satuan panas sebesar 1 200-1 250 °C hari dan umur simpan mencapai 13-14 hari setelah panen (HSP). Buah pisang Barangan dengan umur petik lebih tua lebih cepat mencapai kematangan pascapanen dibandingkan buah dengan umur petik muda. Perlakuan umur petik 68-88 HSA mempengaruhi bobot buah, susut bobot, kekerasan kulit buah, kandungan vitamin C, padatan terlarut total (PTT), asam terlarut total (ATT), dan rasio PTT/ATT, namun tidak mempengaruhi kekerasan daging buah dan edible part.
Karakterisasi dan Daya Simpan Empat Aksesi Buah Pisang Tanduk (Musa .sp AAB) Retty Nurfazizah; Slamet Susanto; Winarso Drajad Widodo
Buletin Agrohorti Vol. 7 No. 3 (2019): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (543.253 KB) | DOI: 10.29244/agrob.v7i3.30202

Abstract

Indonesia memiliki berbagai jenis pisang tanduk dengan karakteristik yang berbeda. Informasi mengenai perbedaan karakteristik dan daya simpan beberapa jenis pisang tanduk masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik dan daya simpan empat aksesi pisang tanduk. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Maret 2017 hingga Juni 2017. Bahan utama yang digunakan yaitu 4 aksesi pisang tanduk yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu aksesi. Faktor aksesi terdiri atas 4 aksesi dan 4 ulangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aksesi memberikan pengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati (bobot buah, panjang buah, diameter buah, ketebalan kulit, bobot daging, bobot kulit, kelunakan, BDD, PTT dan ATT) kecuali rasio antara PTT/ATT. Aksesi 1 dan 3 memiliki kualitas fisik (bobot buah, panjang, diameter dan ketebalan kulit) terbaik. Kualitas kimia terbaik terdapat pada Aksesi 3. Susut bobot Aksesi 1 dan 3 merupakan susut bobot terendah dibandingkan Aksesi lainnya. Hasil pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada semua aksesi tidak aktif. Umur simpan pisang berkisar antara 15 hari sampai dengan hari.
Motode Adaptasi Tanaman Sambung Nyawa terhadap Cahaya-UV untuk meningkatkan Produksi Flavonoid Winarso D. Widodo; Ani Kurniawati; Edi Djauhari P
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 13 No. 3 (2008): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (712.718 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh paparan tipe dan periode pemaparan radiasi UV pada karakter agronomi, tanggap fisiologi dan biokimia
Peningkatan Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah Varietas Bima melalui Vernalisasi dan Aplikasi GA3 Dian Fahrianty; Roedhy Poerwanto; Winarso Drajad Widodo; Endah Retno Palupi
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 25 No. 2 (2020): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.42 KB) | DOI: 10.18343/jipi.25.2.245

Abstract

The low production of true seed of shallot (TSS) is mostly caused by a low flowering rate. The research was aimed to increase the flowering rate and seed yield in lowland (240 masl) and highlands (1250 masl) by vernalization and submersion of the seed bulbs in GA3 before planting. The research was arranged in a completely randomized block design with 2 factors and replicated four times. The first factor was vernalization, i.e. without and with vernalization at 10±2°C for 30 days, and the second factor was the submersion of the seed bulbs following vernalization in GA3 at the concentrations of 0, 100, and 200 ppm for 1 h. Parameters measured were time of 50% flowering (days after planting), percentage of flowering plants, number of umbel per plant, number of floret per umbel, fruitset, seed weight per umbel and per plant, as well as the percentage of seed germination. The result suggested that when production of TSS of var. Bima is to be carried out in the lowland then the seed bulbs had to be vernalized at 10±2°C for 30 days which will increase the flowering percentage and seed yield. If the production of TSS is to be carried out in the highland then vernalization at 10±2°C for 30 days will increase the flowering percentage and seed yield. However, if for any reason vernalization is impossible to proceed then the submersion of the seed bulbs in 100 ppm GA3 for 1 h was sufficient to increase the flowering percentage and seed yield. The produced seeds (TSS) either in the low as well as in the highlands had high germination percentages. Keywords: germination, highland, lowland, umbel, true seed of shallot
The Fruit Characteristics of Ambon Forest Nutmeg (Myristica fatua Houtt) and Banda Nutmeg (Myristica fragrans Houtt) Karmanah Karmanah; Slamet Susanto; Winarso Drajad Widodo; Edi Santosa
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 25 No. 2 (2020): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.604 KB) | DOI: 10.18343/jipi.25.2.292

Abstract

Ambon Forest nutmeg (Myristica fatua Houtt) is one of the endemic plants in Indonesia. The morphological characteristic of Ambon Forest nutmeg is slightly different from that of Banda nutmeg (Myristica fragrans Houtt) i.e., it is not used as spices, but its oil is used as a lamp oil. This study aimed to determine the chemical components and essential oils of Ambon Forest nutmeg derived from its seeds, mace, and flesh compared to Banda nutmeg. Extractions of essential oils were performed using a steam hydro-distillation. Analysis of chemical compositions and contents of essential oil was carried out using a Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS) instrument and SNI 06-2388-2006 method. The essential oil contents in Ambon Forest nutmeg were relatively low, i.e., 0.63% in the seeds, 0.30% in the mace, and 0.04% in the flesh compared to Banda nutmeg i.e., 1% in the seeds, 40% in the mace, and 3.5% in the fruit flesh. The chemical compositions of essential oils showed that M. fatua Houtt contained 12 compounds in the seeds, 24 compounds in the mace, and 17 compounds in the fruit flesh, while for Banda Nutmeg, the contents of essential oils were found 18 compounds in the seeds, 10 compounds in the mace, and 15 compounds in the fruit flesh. M. fatua Houtt contained the highest Copaene, i.e., 28.41% in the seeds, 10.42% in the mace, and 23.33% in the fruit flesh. Myristicin, as the main marker compound of nutmeg oil, was also found in Ambon Forest nutmeg i.e., 1.3% in the seeds, 1.16% in the mace, and 5.19% in the fruit flesh. However, these results showed lower contents when compared to Banda nutmeg with Myristicin contents of 8.72% in the seeds, 10.14% in the mace, and 10.46% in the fruit flesh. Keywords: Essential oil, Myristica fatua Houtt, Myristica fragrans Houtt, Nutmeg
Penentuan Waktu Panen Pisang Raja Bulu Berdasarkan Evaluasi Buah Beberapa Umur Petik Mustika Dwi Rahayu; Winarso Drajad Widodo; Ketty Suketi
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 5 No. 2 (2014): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.678 KB) | DOI: 10.29244/jhi.5.2.65-72

Abstract

ABSTRACTBananas are commonly consumed because of their nutrition content and affordability. Banana fruits are  rapidly over riped. Therefore, harvest time is key point for long shelf life.  The aims of this study is to analyze the criteria of Raja Bulu Banana’s (Musa  paradisiaca) ripeness in post-harvest with  several picking  dates  and  to  determine  the  best  picking  date  for  favorable  post harvest handling. This study was  conducted  from January until June 2014. Tagging was held in January at farmer  located in Sumedang  (900 m  above sea level, West Java). The post-harverst  evaluation  was conducted  from  Mei until  June  at  the  Postharvest  Laboratory,  Departement  of  Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The experiment was  arrangedin a randomized complete block design using single factor with 5 replications  for 5 picking dates, i.e. 85, 90, 95, 100, 105 and 3 replications for 110 days after anthesis (DAA). This study showed that the best picking-time for Raja Bulu Banana was achieved in 85 DAA with 11 days of shelf-life and heat units 1305.5 0C day. The later the picking age was negatively correlated with the length of shelf life. The younger the picking age was  negatively correlated with respiration rate. Picking  date  did not affect the physical and chemical quality of post-harvest fruit at the same maturity level.Keywords: color scale, respiration rate, shelf lifeABSTRAKPisang  lebih  disukai  oleh  masyarakat  karena  harganya  yang  terjangkau dan  banyak mengandung  vitamin  dan  mineral.  Buah  pisang  memiliki permasalahan  pascapanen  buah  karena yang cepat  masak. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kriteria kematangan pascapanen buah pisang Raja Bulu dari beberapa umur petik dan menentukan saat panen terbaik untuk penanganan pascapanen. Percobaan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Penandaan bunga pisang dilaksanakan  pada  bulan  Januari  di kebun  pisang  milik  warga  di  Sumedang  Jawa  Barat  pada ketinggian  900 m  dpl  dan  pengujian  pascapanen  dilaksanakan  pada  bulan  Mei  hingga Juni  di Laboratorium  Pascapanen,  Departemen  Agronomi  dan  Hortikultura, Fakultas  Pertanian,  Institut Pertanian  Bogor.  Percobaan  dilaksanakan dengan rancangan  kelompok  lengkap  teracak  (RKLT) faktor tunggal dengan 6 umur petik sebagai perlakuan, yaitu 85, 90, 95, 100, dan 105 hari setelah antesis (HSA) masing-masing dengan 5 ulangan dan 3 ulangan untuk 110 (HSA) sehingga terdapat 28  satuan  percobaan.  Hasil  percobaan  menunjukkan bahwa  umur  petik  terbaik  pisang  Raja  Bulu dicapai pada 85 HSA dengan umur simpan terlama (11 hari) serta satuan panas sebesar 1305.5 0C hari. Buah pisang  yang  dipetik  tua  lebih  cepat  mencapai  kematangan  pascapanen dibandingkan dengan  buah  pisang  yang  dipetik  muda.  Pisang  yang  dipetik muda  memiliki  laju  respirasi  yang rendah dibandingkan dengan buah pisang yang dipetik tua. Umur petik tidak mempengaruhi mutu fisik dan kimia buah pisang pada tingkat kematangan pascapanen yang sama.Kata kunci: laju respirasi, skala warna, umur simpan
Respon Perkecambahan Polen Pepaya IPB 6 dan IPB 9 terhadap Penyimpanan pada Suhu Rendah Fidianinta ,; Ketty Suketi; Winarso D. Widodo
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 6 No. 1 (2015): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.163 KB) | DOI: 10.29244/jhi.6.1.29-36

Abstract

ABSTRACTAn experiment was conducted to study the germination and storability of papaya pollen IPB 6 and  IPB  9  stored for 4 weeks at 3  levels  of  low temperature. The experiment was conducted at the Laboratory of Microtechnic and Laboratory of Biophysics  and  Reproductive Biology, Bogor Agricultural University in the month of April to June 2014. Three  variables  were observed in this experiment:  the germination rate, pollen diameter, and length of pollen. The experimental results showed that storage temperature affected the three variables observed. The best germination for IPB 6 was indicated by pollen storage at 10 0C (23.1%) while for IPB 9 was indicated by pollen stored at 5 0C (30.7%). The longest pollen tube  of  IPB 6  after storage  for 4 weeks  was indicated by pollen stored at -20 0C  (63 µm) while for IPB 9, indicated by pollen stored at 10 0C (47.72 µm). The experimental results showed that there was  no corellation between pollen diameter and length of pollen tube with pollen germination in papaya pollen of IPB 6 dan IPB 9.Key words: diameter pollen, pollen tube, germination, storability ABSTRAKPercobaan  dilakukan untuk  mempelajari daya simpan dan daya berkecambah  polen  pepaya IPB 6 dan IPB 9 yang disimpan pada suhu 5 0C, 10 0C, dan -20 0C dengan waktu penyimpanan 0-4 minggu.  Percobaan  dilaksanakan  di Laboratorium Mikroteknik dan Laboratorium Biofisik dan Biologi Reproduksi, Institut Pertanian Bogor pada bulan April-Juni 2014. Tiga variabel yang diamati pada percobaan ini adalah daya berkecambah, diameter polen dan panjang polen. Hasil percobaan menunjukkan  bahwa  suhu  penyimpanan mempengaruhi  ketiga  variabel yang  diamati. Daya berkecambah terbaik untuk pepaya IPB 6 ditunjukkan oleh polen yang disimpan pada 10 0C (23.1%)sedangkan  untuk  IPB 9 ditunjukkan oleh  polen  yang  disimpan pada 5 0C  (30.7%).  Tabung Polen pepaya  terpanjang  setelah  disimpan  selama  4 minggu  pada  IPB 6 ditunjukkan  oleh  polen  yang disimpan pada -20 0C (63 µm)  sedangkan untuk IPB 9 ditunjukkan oleh polen yang disimpan pada 10 0C (47.72 µm). Hasil  percobaan  menunjukkan  bahwa  tidak  ada  hubungan antara  diameter  dan panjang tabung polen dengan daya berkecambah pada polen pepaya IPB 9 dan IPB 6.Kata kunci: daya berkecambah, daya simpan, diameter polen, tabung polen
Studi Karakter Mutu Buah Pepaya IPB Ketty Suketi; Roedhy Poerwanto; Sriani Sujiprihati; , Sobir; Winarso D.Widodo
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 1 No. 1 (2010): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1675.89 KB) | DOI: 10.29244/jhi.1.1.17-26

Abstract

ABSTRACTThe objective of the experiment was to investigate the physical and chemical characteristic of eight genotypes of papaya i.e. IPB1, IPB 2A, IPB 3, IPB 3A, IPB 4, IPB 7, IPB 8, and IPB 9 on two stages of ripening period based on percentage of the yellow area of fruit peel (75% yellow and 100% yellow). The fruits were picked at 25% yellow of fruit peel colour. The experiment was conducted in split plot wi th completely randomized block design. The main plot was ripening periods of 75% and 100% ripe, while the genotypes were taken at subplot. There was no significant different on physical and chemical characteristics between papaya at stadium 75% and 100% yellow. Flesh firmness of IPB 9 was better than IPB 1, IPB 4 and IPB 8. Ascorbic acid content of IPB 4 (107.36 mg/100 g) was higher than that of IPB 2A and IPB 3A. Carotenoid content of IPB 4 (29. 73 mg/100g) was higher than that of the other genotypes.Key words: Carica papaya, physical characteristic, chemical characteristic, ascorbic acid, carotenoid