Yuli Budiningsih
Department Of Forensic Medicine, Faculty Of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Effects of an additional small group discussion to cognitive achievement and retention in basic principles of bioethics teaching methods Afandi, Dedi; Budiningsih, Yuli; Safitry, Oktavinda; Purwadianto, Agus; Novitasari, Dwi; Widjaja, Ivan R.
Medical Journal of Indonesia Vol 18, No 1 (2009): January-March
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.893 KB) | DOI: 10.13181/mji.v18i1.340

Abstract

Aim The place of ethics in undergraduate medical curricula is essential but the methods of teaching medical ethics did not show substantial changes. “Basic principles of bioethics” is the best knowledge to develop student’s reasoning analysis in medical ethics In this study, we investigate the effects of an additional small group discussion in basic principles of bioethics conventional lecture methods to cognitive achievement and retention. This study was a randomized controlled trial with parallel design. Cognitive scores of the basic principles of bioethics as a parameter was measured using basic principles of bioethics (Kaidah Dasar Bioetika, KDB) test. Both groups were attending conventional lectures, then the intervention group got an additional small group discussion.Result Conventional lectures with or without small group discussion significantly increased cognitive achievement of basic principles of bioethics (P= 0.001 and P= 0.000, respectively), and there were significant differences in cognitive achievement and retention between the 2 groups (P= 0.000 and P= 0.000, respectively).Conclusion Additional small group discussion method improved cognitive achievement and retention of basic principles of bioethics. (Med J Indones 2009; 18: 48-52)Keywords: lecture, specification checklist, multiple choice questions
The validity of rapid test to detect prostate-specific antigen (PSA) in seminal fluid Henky, Henky; Budiningsih, Yuli; Widiatmaka, Wibisana
Medical Journal of Indonesia Vol 20, No 4 (2011): November
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1001.846 KB) | DOI: 10.13181/mji.v20i4.464

Abstract

Background: This study was conducted to determine whether the rapid test device can be used to detect PSA in seminal fluid specifically, for solving sexual assault cases.Methods: A cross sectional study has been conducted. A total of 45 samples were taken consecutively. Semen was diluted in serially up to 1:5.000.000 and male urin up to 1:200 using distilled water, whereas female urin was not diluted. Samples were analyzed using rapid test PSA.Results: The proportion of positive results of PSA in seminal fluid, male urin and female urin respectively was 100%, 6.67%, and 0%. Statistically, these differences are highly significant. The analysis revealed that the PSA rapid test device was 100% sensitive and 96.67% specific to detect seminal fluid. The test also have PPV 93.75%, NPV 100%, LR(+) 33.33, LR(-) 0, and AUC 0.983.Conclusion: PSA Rapid Test is very specific and sensitive to detect PSA in seminal fluid. Therefore, this device is suggested for forensic use in sexual assault cases. (Med J Indones 2011; 20:278-82)Keywords: PSA, rapid test, sexual assault
Lung swap method: A simple method for diagnosing the drowning cases Atmadja, Djaja S.; Budijanto, Arif; Budiningsih, Yuli
Medical Journal of Indonesia Vol 3, No 1 (1994): January-March
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (922.704 KB) | DOI: 10.13181/mji.v3i1.943

Abstract

[no abstract available]
PERAN DOKTER DALAM MENANGANI PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK DI INDONESIA Ocviyanti, Dwiana; Budiningsih, Yuli; Khusen, Denny; Dorothea, Maya
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 69 No 2 (2019): Journal of the Indonesian Medical Association Majalah Kedokteran Indonesia Volum
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Kejahatan seksual banyak terjadi di Indonesia. Pada tahun 2010-2014, data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan 42-62% dari seluruh kekerasan yang terjadi pada anak merupakan kejahatan seksual. Pelecehan seksual pada anak sering terjadi di tempat-tempat yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak seperti di rumah atau di sekolah. Pelecehan seksual yang terjadi pada seorang anak dapat berupa verbal, non-verbal, maupun fisik, dan dapat berdampak pada anak secara fisik dan psikis. Peran dokter dalam kasus pelecehan seksual pada anak antara lain untuk pemeriksaan demi kepentingan peradilan serta tata laksana secara medis untuk mencegah dampak buruk jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari korban pelecehan seksual.
Pemulihan Hak dan Wewenang Profesi Pascasanksi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Yuli Budiningsih; Pukovisa Prawiroharjo; Agus Purwadianto
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.742 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.24

Abstract

Proses kemahkamahan dan pemberian sanksi etik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bentuk kontrol sosial-profesi kepada setiap individu dokter, agar dapat menampilkan kemuliaan etika dan perilaku profesional secara konsisten dalam kesehariannya. Pemulihan hak dan wewenang profesi pascasanksi merupakan langkah penting bagi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) untuk mencapai tujuan tersebut, serta mengembalikan produktivitas dokter yang diberikan sanksi agar sama bahkan lebih baik dibandingkan sebelum sanksi. Diusulkan lima langkah dapat dilakukan MKEK dan perlu dielaborasi dalam narasi di Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja MKEK untuk memastikan proses pemulihan ini berjalan baik, yaitu (1) menyatakan dengan jelas tanggal dimulai dan berakhirnya sanksi dalam putusan MKEK, (2) memberikan informasi kepada sejawat yang diberikan sanksi MKEK perihal kebijakan pemulihan hak dan wewenang profesi ini pada sidang pembacaan putusan MKEK, (3) menerbitkan pemberitahuan pendahuluan kepada instansi tempat dokter teradu bekerja sebelum masa berakhirnya sanksi, (4) segera menerbitkan surat pemulihan hak dan wewenang pascasanksi di tanggal berakhirnya sanksi, dan (5) menyatakan bahwa riwayat sanksi MKEK tidak boleh menjadi alasan untuk membatasi, menghalangi, atau mematikan karir profesi kedokteran, pengabdian di organisasi profesi dan masyarakat, serta jabatan politik dan pemerintahan.
Tata Laksana Sidang MKEK Membuat Fatwa Etik Kedokteran Yuli Budiningsih; Pukovisa Prawiroharjo; Anna Rozaliyani; Wawang Sukarya; Julitasari Sundoro
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.749 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.25

Abstract

Dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Ikatan Dokter Indonesia (AD/ART IDI) 2015, wewenang untuk membuat fatwa etik kedokteran dimandatkan tunggal kepada Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat. Dengan demikian, kepengurusan MKEK Pusat 2015-2018 merupakan kepengurusan pertama yang menerima mandat ini. Dalam perjalanannya ternyata sistem yang ada belum efektif, karena tata cara persidangan pembuatan fatwa belum diatur dalam Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja (Ortala) MKEK. Dalam upaya perbaikan Ortala diusulkan agar kewenangan pembuatan fatwa etik kedokteran  dilakukan satu pintu melalui MKEK Pusat dan dimandatkan ke divisi khusus, yang akan membuat fatwa setelah melakukan proses kajian etik ilmiah terlebih dahulu. Sidang fatwa etik kedokteran akan mengundang para penulis kaji etik ilmiah, organisasi profesi yang berkepentingan, dan minimal tiga orang tokoh masyarakat yang terkait. Fatwa yang dibuat bersifat mengikat serta dapat menjadi materi dan bahan pertimbangan dalam sidang pembinaan dan kemahkamahan MKEK. Walaupun demikian, fatwa ini tidak bersifat sakral dan sangat terbuka dengan perubahan.
Sistem Akumulasi Sanksi: Usulan Perubahan Kategorisasi dan Akumulasi Penetapan Sanksi untuk Pelanggaran Etik Kedokteran Pukovisa Prawiroharjo; Agus Purwadianto; Yuli Budiningsih
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.571 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.21

Abstract

Suatu pelanggaran etik yang dinilai berat senantiasa tersusun atas akumulasi dan eskalasi dari perilaku pelanggaran etik dengan bobot di bawahnya (sedang dan ringan). Oleh karena itu, penetapan sanksi etik lebih menjunjung keadilan jika juga diberlakukan akumulatif dan eskalatif. Hal ini memastikan bahwa setiap pelanggaran etik akan mendapatkan sanksi yang berfokus pada pembinaan perilaku, karena tujuan utama dari pemberian sanksi sejatinya ialah perubahan karakter dan perilaku untuk menjadi lebih baik, demikian pula tujuan utama Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) yang adalah pembinaan perilaku dan karakter dokter menjadi lebih mulia. Oleh karena itu, kami mengusulkan pembagian sanksi etik menjadi tiga kategori: kategori 1 (pembinaan perilaku), kategori 2 (penginsafan tanpa pemecatan), dan kategori 3 (penginsafan dengan pemecatan sementara), yang cocok untuk masing-masing pelanggaran etik ringan, sedang, dan berat, serta sistem pemberlakuannya yang akumulatif.
Bagaimanakah Peran MKEK dalam Menyikapi Macetnya Eksekusi Keputusan Sidang MKEK yang Melibatkan Otoritas Lain? Pukovisa Prawiroharjo; Prijo Sidipratomo; Yuli Budiningsih
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.428 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.23

Abstract

Dalam tugasnya untuk menegakkan nilai-nilai luhur profesi kedokteran, selama 68 tahun ini seluruh keputusan yang dihasilkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) dapat dilaksanakan dengan baik. Akibatnya, tidak ada redaksi yang antisipatif atau memprediksi akan ada batu sandungan dalam eksekusi putusan MKEK sampai pada perubahan terakhir Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja (Ortala) MKEK di tahun 2008. Namun akhirnya kini muncul satu kasus yang eksekusinya macet dan tanpa kejelasan. Oleh karena itu, dalam upaya pembaharuan Ortala saat ini harus dituangkan dengan tegas apa yang dapat dilakukan MKEK bila eksekusi putusannya macet. Saat ini ada dua hal yang dapat dilakukan, yaitu peran Ketua MKEK aktif mengingatkan dan meminta rapat Majelis Pimpinan Pusat (MPP) IDI, serta melakukan klarifikasi dan penelaahan proaktif jika terdapat informasi adanya penyumbatan eksekusi putusan MKEK. Artikel ini merekomendasikan perubahan Ortala MKEK untuk mengatasi kebuntuan eksekusi putusan etik lebih lanjut, melalui pembagian porsi kewenangan eksekusi kepada MKEK dan adanya opsi pengambilalihan kewenangan eksekusi oleh MKEK pada proses eksekusi yang mengalami kebuntuan.