Nur Bambang Priyo Utomo
Department of Aquaculture

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Growth performance and nutrition value of Spirulina sp. under different photoperiod Tatag Budiardi; Nur Bambang Priyo Utomo; Asep Santosa
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 2 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (182.763 KB) | DOI: 10.19027/jai.9.146-156

Abstract

This study was conducted to analyze the production of freshwater Spirulina sp. cultured with photoperiod manipulation treatment. In this study, photoperiod manipulation treatment performed on cultured spirulina using fiber tanks (100 L). Spirulina was grown with different photoperiod (bright/T and dark/G) that are six hours per day (6T-18G), 12 hours per day (12T-12G), 18 hours per day (18T-6G), and 24 hours per day (24L-0G). The parameters were observed include dry biomass, population density (N), specific growth rate (SGR), doubling time (G), proximate analysis, and water quality. The results of this study showed that the optimum population density was achieved on day-3 days of cultured, and manipulation photoperiod showed no significant effect to the dry biomass harvest and population density, but significantly affect the specific growth rate and doubling time. Treatment of lighting 12, 18 and 24 hours per day to produce the maximum specific growth rate (0,345 to 0,366 per day) and a maximum doubling time (1,89 to 2,01 days) were not significantly different, whereas the old treatment six hours per day lighting showed the lowest maximum growth rate (0,323 per day) and highest doubling time (2,15 days). At treatment of lighting 12 hours per day, relatively higher protein content (39,73%) than others. In conclusion, the lighting 12 hours per day resulted in optimum production efficiency than other treatments.Keywords: Spirulina sp., photoperiod, density, biomass, growth, nutrition value. ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi spirulina Spirulina sp. air tawar yang dikultur dengan manipulasi fotoperiode.  Dalam penelitian ini, spirulina dikultur dalam wadah fiber 100 L dengan perlakuan fotoperiode (terang/T dan gelap/G) berbeda, yaitu enam jam per hari (6T-18G), 12 jam per hari (12T-12G), 18 jam per hari (18T-6G), dan 24 jam per hari (24T-0G). Parameter yang diamati meliputi biomassa kering, kepadatan populasi (N), laju pertumbuhan spesifik (SGR), waktu penggandaan (G), dan analisis proksimat sprirulina, serta kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi optimum dicapai pada hari ke-3 umur kultur dan manipulasi fotoperiode tidak berpengaruh nyata terhadap hasil biomassa kering dan kepadatan populasi, namun secara nyata mempengaruhi laju pertumbuhan dan waktu penggandaan. Perlakuan pencahayaan 12, 18 dan 24 jam per hari menghasilkan laju pertumbuhan spesifik maksimum (0,345 sampai dengan 0,366 per hari) dan waktu penggandaan maksimum (1,89 sampai dengan 2,01 hari) yang tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan pencahayaan enam jam per hari menunjukkan laju pertumbuhan maksimum terendah (0.323 per hari) dan waktu penggandaan tertinggi (2,15 hari). Pada perlakuan pencahayaan 12 jam per hari, kandungan protein relatif lebih tinggi (39,73%) dari yang lain. Secara umum dapat disimpulkan bahwa  pencahayaan 12 jam per hari menghasilkan efisiensi produksi yang lebih baik daripada perlakuan lainnya.Key word: Spirulina sp., fotoperiode, kepadatan, biomassa, pertumbuhan, kandungan nutrisi.
Pengembangan pemakaian hasil samping agroindustri berbahan dasar jagung sebagai alternatif bahan baku pakan ikan kerapu tikus Cromileptes altivelis Muhammad Agus Suprayudi; Dedy Yaniharto; Hasan Abidin; Nur Bambang Priyo Utomo; Dedi Jusadi; Mia Setiawati
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.347 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.116-123

Abstract

ABSTRACTThis experiment was conducted to evaluate the use of by product of corn ethanol industry, DDGS (distiller dried grain with soluble) and hominy as feed raw material on digestibility and the growth performance of humpback grouper Cromileptes altivelis juvenile. Three experimental diets containing isoprotein (48%) but different in DDGS contain were used. Diet A containing 0% of DDGS and hominy while diet B and C containing 10.13% (6.13% of DDGS and 4% of hominy) and 19.05% (15.05% of DDGS and 4% of hominy). Reduce of fish meal level in the diet was happen as a consequence of balancing amino acid. For digestibility experiment and Cr2O3 at level of 0.05% was used as a tracer. The feces were daily collected 30‒60 minutes after feeding for 14 days. Dry matter and protein were used as digestibility parameters. Completely randomized design with three treatments and two replicates was used in this experiment. Humpback grouper with an average weight of 11‒14 g were reared at floating net cages (FNG) of 3×2×1.5 m3. The stocking density for each cage was 167 fish/FNG and reared for six months. For digestibility measurement 30 fish were held in cylindrical fiber tank filled with 800 L of sea water. Fish were fed three times daily at satiation level. For maintaining net in a clean condition net was changed in every ten days. Feed consumption, digestibility of protein and total, growth performance indicator i,e specific growth rate, feed efficiency protein and lipid retention were used as evaluating parameters. The results showed that the fish fed with diet containing DDGS (6.13%) dan hominy (4%), at the level of 10.13% (diet B), shows similar growth performance indicators with the fish fed diet A (0% of DDGS and hominy) and the growth performance indicator was higher when being compared to those fish fed diet C (containing 19.05% of DDGS (15.05%) and hominy (4%)) (p<0.05). More over the inclusion of DDGS and hominy at the level of 10,13% give no negatif impact to feed palatability (shown by total feed consumption value) and digestibility of protein. The increasing level of DDGS and hominy more than 10% reduced palatability and protein digestibility. Based on this research, DDGS and hominy can be used up to 10% in the feed formulation of humpback grouperKeywords: digestibility, growth performance, DDGS, hominy, humpback grouper, Cromileptes altivelisABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pemanfaatan limbah jagung dari industri etanol dalam bentuk distillate dried grain with soluble (DDGS) dan homini sebagai bahan baku pakan terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromiliptes altivelis. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah juvenil ikan kerapu bebek berukuran 11‒14 g. Ikan dipelihara dalam karamba jaring apung yang berukuran 3×1,5×2 m3 dengan kepadatan 167 ekor/jaring. Ikan diberi pakan sampai kenyang sebanyak dua kali sehari. Untuk menjaga agar jaring tetap bersih maka dilakukan pergantian jaring setiap satu sampai dua minggu sekali. Ikan dipelihara selama lima bulan dan setiap bulan dilakukan sampling. Tiga macam pakan digunakan dalam penelitian ini dengan kadar protein 47% dan rasio energi protein 10 kkal/g protein. Pakan A adalah pakan yang tidak mengandung DDGS dan homini, pakan B mengandung DDGS 6,13% dan 4% (total 10,13%), dan pakan C mengandung DDGS 15,05% dan Homini 4% (total 19,5%). Untuk mengevaluasi ketercernaan nutrien maka kromium oksida (Cr2O3) digunakan sebagai penelusur. Penelitian ketercernaan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan fiber dengan volume 800 L. Rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan dua ulangan digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ketercernaan nutrien tidak berbeda sampai total kadar DDGS dan homini 10,13% (pakan B) dan peningkatan DDGS serta homini sampai 19,05% (pakan C) menurunkan nilai ketercernaan. Ikan yang diberi pakan dengan DDGS sebesar 10,13% (pakan B) memiliki nilai efisiensi pakan, sintasan, laju pertumbuhan spesifik, konsumsi pakan dan retensi protein yang sama dengan pakan tanpa DDGS (pakan A), akan tetapi nilai-nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan B (p<0,05). Retensi lemak ikan yang diberi pakan B memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan A dan C. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa DDGS dan homini dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan kerapu bebek sampai level 10,13% (DDGS 6,13% dan homini 4%).Kata kunci: pertumbuhan, ketercernaan, DDGS, homini, ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis
Fermentation of Azolla sp. leaves and the utilization as a feed ingredient of tilapia Oreochromis sp. Nur Bambang Priyo Utomo; Nurfadhilah .; Julie Ekasari
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.282 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.137-143

Abstract

ABSTRACTThe objective of this study was to study the effect of incubation period on the nutritional content of Azolla sp. meal fermented by Trichoderma harzianum, and its optimum supplementation level in the feed of tilapia Oreochromis sp. In incubation period treatments, fermentation of Azolla meal was performed in two, six, eight, and ten days (AF2, AF6, AF8, AF10) using Trichoderma harzianum as the fermentor. The fish used in this study was tilapia Oreochromis sp. with an average weight of 10.59±1.29 g. The design of the feeding treatments was repeletting commercial feed with Azolla leaves by with different supplementation levels, i.e. 0% (A/control), 30% (B), 60% (C), and 90% (D). Faecal collection for digestibility measurement was conducted for 15 days and fish growth rate was observed for 40 days. Azolla meal fermented for two days (AF2) showed the best results among the other treatments with a crude fiber decrease of 37.19% and protein increase of 38.65%. The results of this study indicate that fermentation can increase the nutritional quality of Azolla meal and its most optimal supplementation level in the diet of tilapia is 30%.Keywords: crude fiber, Azolla sp., tilapiaABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu fermentasi daun mata lele Azolla sp. menggunakan kapang Trichoderma harzianum serta dosis optimal dalam pakan ikan nila Oreochromis sp. Proses fermentasi tepung daun mata lele dilakukan selama dua, enam, delapan, dan sepuluh hari (AF2, AF6, AF8, AF10). Ikan uji pada penelitian ini menggunakan ikan nila Oreochromis sp. dengan bobot rata-rata 10,59±1,29 g yang ditebar sebanyak 6 ekor/akuarium berukuran 50×45×30 cm3. Sebagai pakan perlakuan yakni repeletting daun mata lele dengan pakan komersil pada tingkat suplementasi 0% (A/kontrol), 30% (B), 60% (C), dan 90% (D). Pemeliharaan ikan uji dan pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan feses ikan untuk uji ketercernaan selama 15 hari dan mengamati pertumbuhan ikan selama 40 hari. Tepung daun mata lele yang difermentasi selama dua hari (AF2) memiliki hasil yang paling baik di antara perlakuan lainnya yakni dengan penurunan serat kasar sebesar 37,19% dan peningkatan protein sebesar 38,65%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi dapat meningkatkan kualitas nutrisi daun mata lele serta dosis optimal pemanfaatan tepung daun mata lele fermentasi dalam pakan ikan nila adalah sebesar 30%.Kata kunci: serat kasar, Azolla sp., ikan nila